Home / Fantasi / Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir / BAB 217: IDENTITAS SEJATI DYAH SULASTRI

Share

BAB 217: IDENTITAS SEJATI DYAH SULASTRI

last update Last Updated: 2025-04-11 01:01:31

Matahari pagi mulai muncul di balik awan kelabu, menyinari istana Gilingwesi yang hancur akibat pertempuran besar. Udara masih dipenuhi oleh asap tipis yang membumbung dari reruntuhan bangunan-bangunan kerajaan. Di dalam ruangan pribadi Dyah Sulastri, lilin-lilin kecil yang diletakkan di sekeliling tempat tidurnya mulai padam satu per satu, seolah-olah memberi isyarat bahwa sesuatu yang penting akan terjadi.

Raka duduk di sisi ranjang, matanya tertuju pada wajah Dyah Sulastri yang pucat namun damai. Ia telah berjaga selama berjam-jam, menunggu tanda-tanda kehidupan dari gadis itu. Tangannya yang gemetar memegang artefak perunggu, benda yang menjadi kunci dari semua kekacauan ini. Tetesan air hujan mengalir di wajah Raka, bercampur dengan air mata yang terus mengalir. Setiap tetesan itu terasa seperti be

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   Bab 218: Arya Kertajaya Mengambil Keputusan Akhir

    Langit kelabu menggantung seperti kain berkabung yang basah oleh embun pagi, menyelimuti lapangan latihan kerajaan dengan kesan murung. Angin dingin berhembus pelan, menggoyang rumput liar yang tumbuh di antara bekas jejak kaki prajurit. Arya Kertajaya berdiri di sana, tubuhnya tegak seperti patung perunggu, namun jemarinya gemetar menggenggam Keris Pusaka Kyai Slamet . Pedang warisan itu terasa semakin berat, seolah menyerap seluruh beban penyesalan yang menggerogoti hatinya. Bayangan di tanah tiba-tiba bergerak sendiri, membentuk siluet Buto Ijo yang mengangkat kapak perunggu. Ini pertanda , pikirnya. Alam gaib tidak merestui keputusanku . Kilas balik menghantuinya: bocah delapan tahun yang berlari di halaman istana, tertawa riang bersama Dyah Sulastri kecil. "Arya, kau lambat!" serunya dulu. "Jika kau tertangkap Buto Ijo, aku ti

    Last Updated : 2025-04-12
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   Bab 219: Ki Jagabaya Melarikan Diri Lagi

    Malam yang pekat menyelimuti istana Gilingwesi. Di bawah tanah, di mana udara lembap dan bau lumut menyengat, Ki Jagabaya duduk dalam selnya yang sempit. Dinding batu yang berlumut dan jeruji besi berkarat menjadi saksi bisu penderitaannya. Ia menatap tajam pada bayangan yang bergerak-gerak di sudut sel, seolah mencari celah untuk melarikan diri. Tubuhnya yang tegap dan wajahnya yang penuh bekas luka menunjukkan bahwa ia bukan tahanan biasa. Matanya yang tajam seperti elang meneliti setiap inci lorong penjara, mencari kelemahan penjagaan. Sejak ditangkap karena pengkhianatannya, Ki Jagabaya tak pernah berhenti merencanakan pelarian. Ia tahu, keberadaannya di penjara hanyalah kesalahan fatal yang harus diperbaiki. "Mereka mengira rantai ini bisa menahanku?" gumamnya pelan, suaranya parau namun penuh keyakinan. Tangan kasarnya menggenggam erat jeruji besi, menguji kek

    Last Updated : 2025-04-13
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 220: RAKAI WISESA MENYERAHKAN TAHTA

    Ruang tahta Kerajaan Gilingwesi adalah ruang yang hidup. Dindingnya yang terbuat dari batu andesit tua diukir dengan relief naga berkepala tujuh, setiap sisiknya dilapisi emas yang redup oleh waktu. Di langit-langit, lukisan langit berbintang ditempati oleh dewa-dewi dengan mata terbuat dari batu obsidian yang seolah mengikuti gerakan setiap orang di bawahnya. Bau kemenyan menyengat, bercampur dengan aroma kayu cendana dari lampu minyak yang berkedip-kedip seperti kunang-kunang yang gelisah.Rakai Wisesa duduk di singgasana kayu jati yang diukir dengan motif bunga teratai, simbol kesucian dan kekuasaan. Jubahnya yang keemasan terurai seperti air sungai yang tenang, tetapi tangannya yang gemetar menggenggam tongkat kerajaan dengan erat. Di depannya, Dyah Sulastri berdiri dengan kain jarik biru tua yang menjuntai seperti air laut dalam, matanya yang berkaca-kaca menatap ayahnya dengan campuran kepasrahan dan pembe

    Last Updated : 2025-04-14
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 1: DUNIA BARU

    Raka, seorang arkeolog, memimpin timnya yang terdiri dari Andini (ahli botani), Budi (fotografer dokumentasi), dan Agus (geolog) dalam ekspedisi ke hutan mistis di Jawa Tengah. Mereka mencari gua misterius yang diyakini memiliki hubungan dengan Kerajaan Mataram Kuno. Namun, saat mereka berhasil menemukan gua tersebut, tiba terjadi sesuatu yang miterius. Raka seolah tersapu badai dan terpisah dari timnya lalu pingsan. ___________________________________________________Raka membuka matanya perlahan, kepalanya terasa berat seolah baru saja melewati badai magnetik. Ia mencoba duduk, tetapi tubuhnya masih lemah, seperti habis berlari maraton tanpa henti. Cahaya matahari yang menembus dedaunan di atasnya membuatnya menyipitkan mata. Napasnya tersengal-sengal, dan ia menyadari bahwa ia tidak lagi berada di gua—atau bahkan di tempat yang sama dengan timnya."Di mana aku?" gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar di antara desiran angin yang meliuk-liuk di antara pepohonan.Ia berusaha

    Last Updated : 2025-02-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 2: DUNIA ASING DI BALIK HUTAN MAGIS

    Raka melanjutkan perjalanannya dengan langkah hati-hati, berusaha mengikuti arah yang ditunjuk oleh anak kecil tadi. Pepohonan tinggi di sekitarnya semakin rapat, dan udara terasa semakin dingin meskipun matahari masih bersinar di atas kepala. Suara alam—desiran angin, gemericik air, dan kicau burung—menciptakan harmoni yang menenangkan, tetapi Raka tidak bisa sepenuhnya merasa aman. Perasaan bahwa ia sedang diikuti semakin kuat, seolah ada banyak pasang mata yang mengamati setiap gerakannya dari balik bayang-bayang pepohonan.Tiba-tiba, suara derap langkah kaki terdengar dari kejauhan. Langkah-langkah itu cepat dan teratur, seperti milik orang-orang yang terlatih. Raka berhenti sejenak, tubuhnya membeku. Ia mencoba bersembunyi di balik pohon besar, berharap tidak terlihat. Namun, suara itu semakin dekat, dan tak lama kemudian, sekelompok prajurit muncul dari balik pepohonan.Prajurit-prajurit itu mengenakan pakaian kuno—baju besi ringan yang terbuat dari kulit dan logam, serta celana

    Last Updated : 2025-02-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 3: PENYELAMATAN OLEH DYAH SULASTRI

    Prajurit-prajurit itu semakin mengepung Raka, tombak mereka teracung ke arahnya dengan sikap defensif. Raka mencoba menjelaskan dirinya sekali lagi, tetapi suaranya tenggelam dalam gemuruh protes dan bisikan prajurit yang semakin curiga. Cahaya samar dari kamera di tangan salah satu prajurit masih memancar, membuat suasana semakin mencekam."Kalian harus percaya padaku!" seru Raka putus asa, suaranya bergetar. "Aku bukan penyihir atau mata-mata! Aku hanya tersesat!"Namun, kata-katanya tidak dihiraukan. Prajurit pemimpin kelompok itu mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada yang lain untuk segera menangkap Raka. "Cukup! Bawa dia ke istana. Resi Agung Darmaja akan memutuskan apakah dia layak hidup atau tidak."Beberapa prajurit langsung maju, menahan lengan Raka dengan erat. Ia mencoba melawan, tetapi tubuhnya masih lemah setelah perjalanan panjang di dunia asing ini. Saat ia merasa semua harapan hilang, sebuah suara tegas memecah ketegangan."Hentikan!" teriak seseorang dari balik

    Last Updated : 2025-02-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 4: MENUJU ISTANA

    Setelah kejadian di hutan, Dyah Sulastri memimpin rombongan menuju istana Kerajaan Gilingwesi. Raka berjalan di belakangnya, diapit oleh dua prajurit yang tetap waspada meskipun ia telah diselamatkan oleh sang putri. Meski begitu, Raka merasa sedikit lega karena tidak lagi dalam ancaman langsung. Namun, rasa penasaran dan ketidakpastian tentang nasibnya terus menghantui pikirannya.Selama perjalanan, Raka mulai memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan lebih saksama. Hutan yang mereka lalui perlahan-lahan membuka jalan menuju dataran luas yang subur, dikelilingi oleh sawah-sawah hijau dan sungai kecil yang mengalir tenang. Di tepi sungai, beberapa penduduk desa tampak melakukan ritual kecil—menyusun sesaji dari bunga dan daun di atas tikar anyaman, lalu meletakkannya di pinggir air. Mereka menyanyikan doa-doa lembut yang mengiringi aktivitas harian mereka, menciptakan atmosfer spiritual yang kuat."Apakah itu istanamu?" tanya Raka kepada Dyah Sulastri, mencoba memecah keheningan saat

    Last Updated : 2025-02-03
  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 5: ISTANA GILINGWESI

    Raka melangkah masuk ke dalam istana dengan hati-hati, diiringi oleh Dyah Sulastri dan para prajurit yang tetap waspada. Udara di dalam istana terasa lebih dingin dibandingkan dengan panas matahari di luar, namun ada sesuatu yang lain—sebuah aura berat yang sulit dijelaskan. Aroma dupa dan rempah-rempah menyelimuti ruangan, menciptakan atmosfer spiritual yang kental. Dinding-dinding istana dihiasi ukiran rumit yang menggambarkan dewa-dewi, pahlawan legendaris, dan adegan-adegan spiritual yang tampak hidup seolah mereka bercerita tentang masa lalu kerajaan ini. Cahaya dari lampu minyak memantul di permukaan logam dan perunggu, menciptakan bayangan-bayangan yang bergerak pelan di dinding.Mereka memasuki ruang utama istana, sebuah aula besar dengan langit-langit tinggi yang dihiasi ukiran naga dan burung garuda. Di ujung ruangan, duduk seorang pria paruh baya dengan postur tegak dan wajah yang tegas namun bijaksana. Ia mengenakan jubah panjang berwarna merah marun dengan bordir emas yan

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 220: RAKAI WISESA MENYERAHKAN TAHTA

    Ruang tahta Kerajaan Gilingwesi adalah ruang yang hidup. Dindingnya yang terbuat dari batu andesit tua diukir dengan relief naga berkepala tujuh, setiap sisiknya dilapisi emas yang redup oleh waktu. Di langit-langit, lukisan langit berbintang ditempati oleh dewa-dewi dengan mata terbuat dari batu obsidian yang seolah mengikuti gerakan setiap orang di bawahnya. Bau kemenyan menyengat, bercampur dengan aroma kayu cendana dari lampu minyak yang berkedip-kedip seperti kunang-kunang yang gelisah.Rakai Wisesa duduk di singgasana kayu jati yang diukir dengan motif bunga teratai, simbol kesucian dan kekuasaan. Jubahnya yang keemasan terurai seperti air sungai yang tenang, tetapi tangannya yang gemetar menggenggam tongkat kerajaan dengan erat. Di depannya, Dyah Sulastri berdiri dengan kain jarik biru tua yang menjuntai seperti air laut dalam, matanya yang berkaca-kaca menatap ayahnya dengan campuran kepasrahan dan pembe

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   Bab 219: Ki Jagabaya Melarikan Diri Lagi

    Malam yang pekat menyelimuti istana Gilingwesi. Di bawah tanah, di mana udara lembap dan bau lumut menyengat, Ki Jagabaya duduk dalam selnya yang sempit. Dinding batu yang berlumut dan jeruji besi berkarat menjadi saksi bisu penderitaannya. Ia menatap tajam pada bayangan yang bergerak-gerak di sudut sel, seolah mencari celah untuk melarikan diri. Tubuhnya yang tegap dan wajahnya yang penuh bekas luka menunjukkan bahwa ia bukan tahanan biasa. Matanya yang tajam seperti elang meneliti setiap inci lorong penjara, mencari kelemahan penjagaan. Sejak ditangkap karena pengkhianatannya, Ki Jagabaya tak pernah berhenti merencanakan pelarian. Ia tahu, keberadaannya di penjara hanyalah kesalahan fatal yang harus diperbaiki. "Mereka mengira rantai ini bisa menahanku?" gumamnya pelan, suaranya parau namun penuh keyakinan. Tangan kasarnya menggenggam erat jeruji besi, menguji kek

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   Bab 218: Arya Kertajaya Mengambil Keputusan Akhir

    Langit kelabu menggantung seperti kain berkabung yang basah oleh embun pagi, menyelimuti lapangan latihan kerajaan dengan kesan murung. Angin dingin berhembus pelan, menggoyang rumput liar yang tumbuh di antara bekas jejak kaki prajurit. Arya Kertajaya berdiri di sana, tubuhnya tegak seperti patung perunggu, namun jemarinya gemetar menggenggam Keris Pusaka Kyai Slamet . Pedang warisan itu terasa semakin berat, seolah menyerap seluruh beban penyesalan yang menggerogoti hatinya. Bayangan di tanah tiba-tiba bergerak sendiri, membentuk siluet Buto Ijo yang mengangkat kapak perunggu. Ini pertanda , pikirnya. Alam gaib tidak merestui keputusanku . Kilas balik menghantuinya: bocah delapan tahun yang berlari di halaman istana, tertawa riang bersama Dyah Sulastri kecil. "Arya, kau lambat!" serunya dulu. "Jika kau tertangkap Buto Ijo, aku ti

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 217: IDENTITAS SEJATI DYAH SULASTRI

    Matahari pagi mulai muncul di balik awan kelabu, menyinari istana Gilingwesi yang hancur akibat pertempuran besar. Udara masih dipenuhi oleh asap tipis yang membumbung dari reruntuhan bangunan-bangunan kerajaan. Di dalam ruangan pribadi Dyah Sulastri, lilin-lilin kecil yang diletakkan di sekeliling tempat tidurnya mulai padam satu per satu, seolah-olah memberi isyarat bahwa sesuatu yang penting akan terjadi.Raka duduk di sisi ranjang, matanya tertuju pada wajah Dyah Sulastri yang pucat namun damai. Ia telah berjaga selama berjam-jam, menunggu tanda-tanda kehidupan dari gadis itu. Tangannya yang gemetar memegang artefak perunggu, benda yang menjadi kunci dari semua kekacauan ini. Tetesan air hujan mengalir di wajah Raka, bercampur dengan air mata yang terus mengalir. Setiap tetesan itu terasa seperti be

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 216: RESI AGUNG DARMAJA MENGUNGKAP SEMUA

    Malam itu, langit di atas istana Gilingwesi dipenuhi oleh awan kelabu yang menyelimuti bintang-bintang. Udara terasa berat, seolah-olah alam semesta menahan napasnya untuk sesuatu yang akan terjadi. Raka mengikuti Resi Agung Darmaja ke ruangan pribadinya yang terletak di menara tertinggi istana. Ruangan itu dipenuhi gulungan-gulungan kuno, artefak-artefak spiritual, dan lilin-lilin yang memancarkan cahaya redup. Di tengah ruangan, sebuah meja kayu tua menopang artefak perunggu yang dikenalnya—cermin waktu yang membawanya ke sini.Resi Agung Darmaja berdiri di depan jendela besar, punggungnya menghadap Raka. Suaranya rendah namun menggema seperti guntur di ruangan sempit itu. "Kau telah melalui banyak hal, Raka," katanya tanpa berbalik. "Namun, ada sesuatu yang harus kau ketahui sebelum semuanya terlambat."Raka merasakan beban tak terlihat menekan dadanya. Ia meraih artefak perunggu di pinggangnya, memastikan bahwa ia siap jika sesuatu terjadi. "Apa yang ingin kau katakan, Resi Agung?

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 215: KEPUTUSAN TERAKHIR

    Malam itu, angin dingin berdesir melalui reruntuhan istana Gilingwesi. Raka berdiri di ruang bawah tanah yang gelap, tempat portal waktu kini aktif kembali. Cahaya biru keperakan dari artefak perunggu memancar dengan intensitas yang membuat udara di sekitarnya bergetar seperti gelombang energi kosmik. Ia merasakan tarikan kuat dari portal itu—sebuah panggilan yang sulit diabaikan.Namun, suara lain juga terdengar di kepalanya. Suara-suara halus dari masa lalu dan masa depan bergema bersamaan, membisikkan pilihan-pilihan yang saling bertentangan. "Kembalilah... duniamu menantimu," bisik salah satu suara. "Tetaplah... hanya kau yang bisa menyelamatkannya," balas suara lainnya.Raka menutup matanya erat-erat, mencoba menghalau keraguan yang mulai memenuhi pikirannya. "Apa

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 214: PORTAL WAKTU AKTIF KEMBALI

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, suasana di istana Gilingwesi mulai mereda. Namun, ketegangan masih menyelimuti udara. Raka berdiri di tepi sungai suci, artefak perunggu di pinggangnya bergetar lemah. Ia tidak bisa menyingkirkan perasaan bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi—sesuatu yang melampaui kemenangan sementara atas pasukan asing dan penyihir gelap.Saat ia memandangi artefak itu, cahaya biru keperakan tiba-tiba memancar dengan intensitas yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Getarannya semakin kuat, hingga nyaris terlepas dari genggamannya. Suara gemuruh rendah bergema di udara, seperti desiran energi kosmik yang membangunkan seluruh istana."Raka!" seru sebuah suara di belakangnya. Arya Kertajaya berlari mendekat, wajahnya dipenuhi oleh kekhawatiran. "Apa yang terjadi? Apakah itu cerminmu?"

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 213: KEMENANGAN SEMENTARA

    Setelah pertempuran besar yang menghancurkan, pasukan asing akhirnya mundur. Penyihir gelap telah dikalahkan oleh kekuatan spiritual Raka, dan pasukan loyalis berhasil menekan sisa-sisa pasukan bayangan Ki Jagabaya. Namun, kemenangan ini tidak datang tanpa harga mahal. Kerajaan Gilingwesi terlihat seperti reruntuhan—istana utama hancur sebagian, desa-desa di sekitarnya luluh lantak, dan banyak korban jiwa berjatuhan.Angin dingin berembus di medan perang, membawa aroma darah dan abu yang masih menyelimuti udara. Asap tebal mengepul dari bangunan-bangunan yang terbakar, menciptakan suasana kelabu yang suram. Prajurit loyalis berkumpul di lapangan istana, wajah mereka lelah namun penuh rasa syukur atas kemenangan yang diraih dengan susah payah.Namun, bagi Raka, kemenangan ini terasa kosong. Ia berdiri di tengah-tengah kerumunan prajurit, tetapi pikirannya jauh dari perayaan. Matanya tertuju pada reruntu

  • Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir   BAB 212: KI JAGABAYA DITANGKAP

    Pertempuran besar di luar istana mulai mereda setelah kekalahan penyihir gelap. Pasukan loyalis berhasil menekan pasukan bayangan Ki Jagabaya, yang kini tercerai-berai tanpa pemimpin mereka yang menghilang bersama penyihir gelap. Namun, Arya Kertajaya tidak puas dengan hasil ini. Ia tahu bahwa Ki Jagabaya adalah otak di balik serangan mematikan terhadap kerajaan, dan ia bertekad untuk menangkap pria itu sebelum ia melarikan diri. Di tengah kekacauan medan perang, Arya Kertajaya memimpin pasukan kecil menuju lokasi rahasia di hutan lebat tempat Ki Jagabaya diketahui bersembunyi. Ia telah mendengar desas-desus dari beberapa prajurit bayangan yang tertangkap bahwa Ki Jagabaya sedang mempersiapkan langkah selanjutnya—rencana yang lebih berbahaya daripada serangan pertama. Setelah berjam-jam mencari, Arya Kertajaya dan pasukannya akhirnya menemukan Ki Jagabaya di sebuah gua tersembunyi di tepi sungai suci.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status