Share

Bab 7

Penulis: Lin shi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-13 23:02:45

Dina tetap terdiam dalam kamar, memilih untuk tidak menjawab panggilan Danang yang dilakukan dengan lembut di luar pintu. Meskipun ia bisa mendengar suara-suara dari sisi lain pintu, hati dan pikirannya terasa terkunci dalam kesedihan dan rasa kekecewaan yang mendalam.

Dalam keheningan kamar yang sunyi, Dina menutup mulutnya dengan rapat, menahan kata-kata yang ingin diucapkannya. "Maaf, Mas, aku kecewa denganmu," bisiknya dalam hati, tanpa mendengar alasan dari Danang mengapa ia ditinggalkan tidur di luar ruangan.

Tanpa memahami sepenuhnya alasan di balik tindakan Danang, Dina merasakan kekecewaan dan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Dia merasa terluka dan ditinggalkan tanpa penjelasan yang memadai, dan biarkan perasaan tersebut menjadi bayangan yang mengganggu atau memberi tekanan pada hubungan mereka.

Dina kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, air matanya mengalir tanpa henti. Dengan tangan yang gemetar, ia mengusap air mata tersebut dengan kasar, mencoba menahan emosinya yang meluap. Dalam keheningan dan kesendirian kamar, Dina berbicara kepada dirinya sendiri dengan suara lembut, "Dina, jangan menangis, jangan menangis ya," ucapnya dengan tekad untuk menenangkan diri sendiri meskipun hatinya hancur.

Dalam kesedihannya, Dina teringat dengan nasihat yang pernah diberikan oleh bunda dan ayahnya, di mana keduanya menasehati Dina untuk tidak menikah terlalu muda. Terbayang jelas di benaknya kata-kata mereka, "Bunda, Ayah, apakah aku salah menikah muda?" gumamnya dengan suara yang penuh keraguan dan rasa penyesalan.

Perkataan kedua orang tuanya melintas dalam benaknya, membawa kembali memori yang menyakitkan. "Dina, kenapa kau tidak kuliah saja," kata bundanya saat Dina menyatakan bahwa dia tidak ingin melanjutkan sekolah setelah menyelesaikan pendidikannya. "Ya, Dina, kuliahlah, Ayah masih sanggup membiayaimu untuk kuliah," kata ayahnya dengan penuh kepedulian.

"Tidak, Yah. Biar Deni saja yang sekolah tinggi, Dina ingin bekerja saja."

"Bunda bisa membantu ayah mencari biaya kuliahmu, Dina. Orang masih banyak jahit baju pada bunda," kata bundanya.

Meskipun sarat dengan nasehat dari orang tuanya, Dina tetap teguh dengan keputusannya untuk bekerja di kota setelah lulus sekolah. Keinginannya untuk merantau dan mencari pengalaman baru membawanya pada jalan yang berbeda. Setelah bekerja selama enam bulan, takdir membawanya bertemu dengan Danang, dan ia memutuskan untuk menikah muda, usia yang baru menginjak 19 tahun dan Danang 25 tahun.

Pernikahan mereka yang dilakukan dengan restu setengah hati dari ayah dan bunda Dina menjadi langkah berani dan penting dalam hidupnya. Meskipun perjalanan menuju keputusan itu penuh liku-liku dan pertimbangan, Dina merasa bahwa langkah tersebut adalah bagian dari perjalanan hidupnya yang harus dijalani.

Dalam keheningan kamarnya, Dina merenungkan kembali bagaimana perjalanan hidupnya membawanya pada keputusan untuk menikah muda. Meskipun teringat akan nasihat orang tuanya, Dina percaya bahwa setiap pilihan yang diambilnya membentuk jalan hidupnya sendiri, termasuk dalam pernikahan yang menjadi titik balik kehidupannya.Dina kembali merenungkan perjalanan hidupnya yang membawanya pada keputusan untuk menikah muda, meskipun pernah mendapat nasehat dan tuntutan dari orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan. 

~~**~~

Keesokan harinya, Dina kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Ia memulai hari dengan meninggalkan kejadian semalam untuk fokus pada rutinitas sehari-harinya, dimulai dengan kegiatan memasak di pagi hari. Saat ia sibuk di dapur, tiba-tiba Dina merasakan tangan yang melingkar di pinggangnya dan sebuah kecupan lembut di pipinya, disertai suara, "Selamat pagi, sayang."

"Pagi," balas Dina dengan suara yang lirih.

Lalu, Danang menyampaikan penjelasan atas keterlambatan kepulangannya semalam, "Maaf, semalam aku pulang terlalu malam karena tiba-tiba motorku rusak dan ponselku juga habis baterai," katanya dengan suara penuh penyesalan. 

Dengan datar, Dina menjawab, "Oh, iya, tidak apa-apa," tetap mempertahankan sikap tenangnya.

Dina menunjukkan sikap yang bijaksana dengan menerima penjelasan Danang tanpa membuat kehebohan atau konfrontasi yang tak perlu. Dalam keadaan yang tegang dan penuh ketidakpastian, Dina memilih untuk mempertahankan suasana yang tenang. Dia tetap melakukan apa yang sedang dikerjakannya, sedangkan Danang masih berada di belakangnya dengan melingkarkan tangannya di pinggang Dina.

"Maaf, ya."

"Iya, mas."

"Tadi malam karena keletihan, Mas sampai lupa membangunkan. Maaf, ya," ungkap Danang dengan suara penuh penyesalan.

Dina, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, hanya menganggukkan kepala sebagai tanggapannya.

"Marah?" tanya Danang, mencoba untuk memahami perasaan Dina.

Dengan lembut, Dina menggelengkan kepalanya sebagai isyarat bahwa ia tidak marah, tetapi kesedihan hatinya masih terasa.

"Bagaimana kalau hari ini kita belanja, sudah lama kita tidak keluar," usul Danang dengan harapan membawa kesegaran dalam hubungan mereka.

Dina kemudian melepaskan tangan Danang yang melingkar di pinggangnya, "Aku mandi dulu," gumam Dina dengan suara lembut, lalu meninggalkan sang suami di dapur.

Langkah Dina yang menjauh tidak memberi petunjuk jelas atas perasaan yang sesungguhnya, namun keheningan yang tercipta menunjukkan kesunyian yang menggelayuti keduanya.

Saat Dina meninggalkan dapur, Danang duduk dengan perasaan campur aduk. Dia merenungkan secara dalam tentang kejadian semalam dan bagaimana keletihan yang dialaminya bisa menyebabkan lupa. 

Sementara itu, Dina yang berada di kamar mandi, membiarkan air mengalir menyiram tubuhnya sambil merenungkan kejadian-kejadian belakangan ini. Perkataan Danang terus terngiang di telinganya, menyulut pertanyaan-pertanyaan yang membuat hatinya gelisah.

"Apa aku begitu memalukan? Bukankah kesederhanaanku yang membuatmu mencintaiku, Mas? Apa kau sudah berubah, Mas?" gumam Dina di bawah guyuran shower, suara gemetar mencerminkan kegalauan dan kekhawatiran yang menyelimutinya. Pertanyaan-pertanyaan itu menusuk benaknya, mempertanyakan nilai dirinya dan hubungan mereka kedepannya.

"Belum setahun pernikahan kita, Mas. Kau sudah mulai bosan denganku, apa pernikahan ini akan panjang," gumam Dina dengan suara penuh kekhawatiran dan kebingungan. Dalam refleksi yang dalam, Dina merasa tercabik antara rasa takut akan kehilangan dan rasa ragu akan masa depan hubungan mereka.

Dina, yang masih berada di dalam kamar mandi, tengah tenggelam dalam pemikiran dan emosinya sendiri. Sementara itu, Danang duduk di meja makan, menunggu Dina selesai mandi, saat tiba-tiba mendapatkan pesan dari Yoga yang mengajaknya untuk jalan.

"Dan, jalan yok." pesan Yoga.

Bab terkait

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 8

    "Yoga ingin mengajakku bertemu, bagaimana ini ? Aku sudah janji dengan Dina," gumam Danang. Rasa kebingungan mencengkram hatinya, karena ia sudah berjanji kepada Dina untuk menghabiskan waktu bersama."Oh ya, pagi ini aku bertemu dengan Yoga. Sore aku akan pergi dengan Dina," ucap Danang dengan suara tegas, membuat keputusan yang sulit namun penting. Tidak ingin mengecewakan Dina, Danang berkomitmen untuk tetap memenuhi janjinya kepada istri tercintanya.Dina kemudian keluar dari kamar mandi, rambutnya yang sedikit basah disisirnya asal dan wajahnya diberi sedikit bedak. Dengan tampilan segar, dia bergabung di meja makan bersama Danang. Dina kemudian mengambilkan nasi untuk sang suami dengan mulut tertutup rapat, menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada sang suami, walaupun hatinya sedang sedih.Tanpa bicara, Dina mulai menyuap nasi ke dalam mulutnya dan Danang dengan perlahan. Suasana di meja makan terasa hening, hingga tiba-tiba Danang menghentikan makannya dan berbicara ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 9

    Dina merasa kecewa dan sedih saat membaca pesan dari Danang yang memberitahukan bahwa ia tidak bisa pergi sore karena ada keperluan mendadak dengan temannya. Rasa kecewa dan kerinduan yang terpendam mulai menguasai hati Dina. "Bukan sekali ini kau ingkari janjimu, Mas. Aku seharusnya jangan terlalu berharap dengan janjimu, Mas," batin Dina sambil merenungkan secara dalam.Alma, yang peka terhadap perubahan wajah Dina, memilih untuk tetap diam. Dia merasa bahwa Dina perlu ruang dan waktu untuk mengekspresikan perasaannya sendiri. Bercermin pada persahabatan mereka yang kuat, Alma memilih untuk memberikan dukungan dan keberanian kepada Dina untuk berbagi dengan sukarela jika ia merasa perlu.Sampai di mall, Alma membawa Dina untuk berbelanja baju. "Ini bagus untukmu, Din. Ini juga bagus, Din," ucap Alma dengan antusias sambil menunjukkan beberapa pilihan baju yang menurutnya bagus. Dina menatap baju-baju tersebut dengan ragu. "Ah tidak, aku tidak suka, Alma," kata Dina menolak apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 10

    "Keluar Din.""Tidak, aku tidak mau keluar. Aku malu !" Kata Dina tegas."Baiklah," Alma membiarkan Dina berdiri di depan pintu kamar ganti. Dia menatap pakaian yang dikenakan Dina dengan seksama. Alma memicingkan matanya dan keningnya berkerut."Jelek kan bajunya di tubuhku ?" Tanya Dina dengan perasaan tidak nyaman, "Bagus kok," jawab Alma sambil melihat dengan seksama pakaian yang dikenakan oleh Dina."Bohong !" Kata Dina."Kau bohong, Alma? Lihatlah," kata Dina sambil menunggingkan bokongnya dan menunjukkan, "Terlihat pakaian dalamku."Alma tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha ha ha, baguslah, bagus," ucap Alma, menganggap candaan Dina sebagai kesempatan untuk mencairkan suasana."Bagus, apaan? Kau suruh aku pamer aurat," kata Dina dengan nada sedikit tajam membalas perkataan Alma."Ha ha ha, kau tidak suka?" tanya Alma."Iya, aku tidak suka. Aku tidak nyaman kalau harus memakai baju yang pendek seperti begini," kata Dina dengan tegas."Baiklah, tunggu sebentar ya," kata Alma, lalu d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 11

    Lalu, keduanya menuju ke gedung bioskop untuk menonton film. Sampai di sana, tiba-tiba Dina menarik Alma untuk bersembunyi di balik pot besar yang ditumbuhi oleh bunga yang rimbun."Ada apa, Din?" tanya Alma dengan heran saat mereka bersembunyi di belakang pot besar.Dina tidak menjawab pertanyaan Alma. Dia merenung dan menatap ke arah depan dari balik rimbunan bunga, wajahnya terlihat sedih."Dina, ada apa?" tanya Alma penasaran, karena melihat kegelisahan dari ekspresi Dina yang terlihat sedih.Alma menggoncang tubuh Dina sambil berkata, "Dina, ada apa? Katakan." Alma mencoba membuat Dina merespon pertanyaannya."Mas, mas, Mas Danang," kata Dina dengan suara yang lirih dan bergetar, mencoba mengungkapkan sesuatu yang membuatnya sedih."Mas Danang, Mas Danang, suamimu," tanya Alma. Dina menganggukkan kepalanya sambil tetap melihat ke arah di mana Danang terlihat."Mana, mana, yang mana, Din?" tanya Alma dengan penasaran."Tuh," kata Dina."Yang mana ? Banyak manusia di situ," kata Al

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 12

    Hati Dina semakin sakit ketika melihat tangan Danang merapikan rambut panjang wanita yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum. "Alma, ayo kita pergi," kata Dina, suaranya penuh dengan keputusan yang tegas."Kenapa? Kita tidak nonton?" Tanya Alma."Tidak, aku tidak minat untuk nonton lagi," balas Dina dengan mantap pada Alma. "Kita harus melabrak suamimu. Jangan diam-diam saja," kata Alma."Biar perempuan itu tahu, Danang itu suamimu ," kata Alma.Dina tidak merespons apa yang dikatakan oleh Alma, dia menundukkan kepalanya."Dina, ayolah," pinta Alma lagi, berharap agar Dina menghampiri Danang.Namun, Dina tidak merespons ajakan Alma. "Aku tidak mau, ayo kita pulang," kata Dina dengan suara penuh ketegasan.Tanpa ragu, Dina bergegas turun dari gedung bioskop, meninggalkan kebingungan dan rasa sakit yang memenuhi hatinya. "Din!" seru Alma sambil mengejar sang sahabat yang sudah lebih dahulu pergi dari gedung bioskop."Harusnya, kau jangan pergi. Temui suamimu, tanyakan apa hubungan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 13

    "Bunda," ucapnya sambil terdengar sedikit gemetar. "Kenapa bunda meneleponku malam begini?" Kata Dina dalam hati, Dina kemudian mengusap air matanya dan mengangkat teleponnya. "Assalamualaikum, Bunda. Apa kabar, Bunda?" kata Dina dengan suara yang pura-pura ceria."Din, Bunda ingin memberitahukan, Ayah sakit," ujar Bunda dengan nada cemas."Ayah sakit? Kenapa, Bun? Ayah sakit apa, Bun?" kata Dina yang tidak bisa mengontrol apa yang ingin dikatakannya, karena panik mendengar ayahnya sakit."Tiba-tiba Ayah pingsan di kamar mandi tadi," kata Bundanya dengan suara yang khawatir. "Ayah berada di rumah sakit sekarang, belum sadarkan diri," lanjutnya.Dina terkejut dan terpaku sejenak, lalu dengan cepat berkata, "Dina akan pulang, Dina akan pulang sekarang, Bun." Tidak lama setelah itu, Dina memutuskan sambungan telepon dan bergegas untuk mempersiapkan apa yang akan dibawanya untuk pulang. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung menyambar tasnya dan memasukkan pakaiannya dengan serampangan d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 1

    Dina menyambut Danang dengan senyuman hangat saat dia pulang dari kantor. Namun, senyuman itu tak dibalas oleh suaminya. Danang berjalan melewati Dina dengan wajah yang terlihat tak senang."Kemana uang yang aku berikan untukmu?" tanya Danang tajam, tanpa menatap wajah istrinya."Aku gunakan untuk berbelanja, Mas," jawab Dina dengan lembut.Mendengar jawaban Dina, ekspresi Danang berubah. Dia melirik pakaian daster yang dikenakan oleh Dina, lalu menyentuhnya dengan nada mengejek. "Belanja? Belanja apa? Pakaian murahan seperti ini?"Dina tertegun. Tatapan dan nada suara Danang yang penuh kemarahan membuat hatinya bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Danang bersikap demikian?"Mas, ada apa? Apa yang salah?" tanya Dina dengan lembut, berusaha mencari tahu alasan di balik perubahan sikap suaminya belakangan hari ini.Namun, bukannya menjawab, Danang hanya mendengus pelan dan berjalan meninggalkan Dina menuju kamar. Dina bingung dengan perubahan sang suami yang tidak seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 2

    Dina teringat akan perubahan sikap Danang yang tiba-tiba. Kemarahan dan ejekan suaminya terhadap pakaiannya membuat Dina merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri.Dengan hati-hati, Dina melepas pakaiannya dan mulai membasuh tubuhnya. Air hangat yang mengalir membuatnya sedikit lebih tenang, namun pertanyaan-pertanyaan masih terus berputar di benaknya."Apa yang sebenarnya terjadi, Mas? Apa yang membuatmu berubah seperti ini?" bisik Dina, berharap suaminya akan segera kembali menjadi sosok yang dicintainya.Setelah membersihkan diri, Dina mengenakan pakaian tidur yang nyaman. Dengan langkah pelan, ia kembali ke kamar dan memperhatikan Danang yang masih terlelap. Dina berharap, esok hari akan membawa perubahan yang lebih baik.°°°°Pagi itu, Dina terbangun lebih awal seperti biasanya. Ia bergegas menyiapkan sarapan, berharap Danang akan sarapan pagi. Namun, saat Dina memanggilnya, Danang hanya menjawab singkat bahwa ia harus cepat berangkat ke kantor."Aku ada pertemuan pagi ini," ucap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 13

    "Bunda," ucapnya sambil terdengar sedikit gemetar. "Kenapa bunda meneleponku malam begini?" Kata Dina dalam hati, Dina kemudian mengusap air matanya dan mengangkat teleponnya. "Assalamualaikum, Bunda. Apa kabar, Bunda?" kata Dina dengan suara yang pura-pura ceria."Din, Bunda ingin memberitahukan, Ayah sakit," ujar Bunda dengan nada cemas."Ayah sakit? Kenapa, Bun? Ayah sakit apa, Bun?" kata Dina yang tidak bisa mengontrol apa yang ingin dikatakannya, karena panik mendengar ayahnya sakit."Tiba-tiba Ayah pingsan di kamar mandi tadi," kata Bundanya dengan suara yang khawatir. "Ayah berada di rumah sakit sekarang, belum sadarkan diri," lanjutnya.Dina terkejut dan terpaku sejenak, lalu dengan cepat berkata, "Dina akan pulang, Dina akan pulang sekarang, Bun." Tidak lama setelah itu, Dina memutuskan sambungan telepon dan bergegas untuk mempersiapkan apa yang akan dibawanya untuk pulang. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung menyambar tasnya dan memasukkan pakaiannya dengan serampangan d

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 12

    Hati Dina semakin sakit ketika melihat tangan Danang merapikan rambut panjang wanita yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum. "Alma, ayo kita pergi," kata Dina, suaranya penuh dengan keputusan yang tegas."Kenapa? Kita tidak nonton?" Tanya Alma."Tidak, aku tidak minat untuk nonton lagi," balas Dina dengan mantap pada Alma. "Kita harus melabrak suamimu. Jangan diam-diam saja," kata Alma."Biar perempuan itu tahu, Danang itu suamimu ," kata Alma.Dina tidak merespons apa yang dikatakan oleh Alma, dia menundukkan kepalanya."Dina, ayolah," pinta Alma lagi, berharap agar Dina menghampiri Danang.Namun, Dina tidak merespons ajakan Alma. "Aku tidak mau, ayo kita pulang," kata Dina dengan suara penuh ketegasan.Tanpa ragu, Dina bergegas turun dari gedung bioskop, meninggalkan kebingungan dan rasa sakit yang memenuhi hatinya. "Din!" seru Alma sambil mengejar sang sahabat yang sudah lebih dahulu pergi dari gedung bioskop."Harusnya, kau jangan pergi. Temui suamimu, tanyakan apa hubungan

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 11

    Lalu, keduanya menuju ke gedung bioskop untuk menonton film. Sampai di sana, tiba-tiba Dina menarik Alma untuk bersembunyi di balik pot besar yang ditumbuhi oleh bunga yang rimbun."Ada apa, Din?" tanya Alma dengan heran saat mereka bersembunyi di belakang pot besar.Dina tidak menjawab pertanyaan Alma. Dia merenung dan menatap ke arah depan dari balik rimbunan bunga, wajahnya terlihat sedih."Dina, ada apa?" tanya Alma penasaran, karena melihat kegelisahan dari ekspresi Dina yang terlihat sedih.Alma menggoncang tubuh Dina sambil berkata, "Dina, ada apa? Katakan." Alma mencoba membuat Dina merespon pertanyaannya."Mas, mas, Mas Danang," kata Dina dengan suara yang lirih dan bergetar, mencoba mengungkapkan sesuatu yang membuatnya sedih."Mas Danang, Mas Danang, suamimu," tanya Alma. Dina menganggukkan kepalanya sambil tetap melihat ke arah di mana Danang terlihat."Mana, mana, yang mana, Din?" tanya Alma dengan penasaran."Tuh," kata Dina."Yang mana ? Banyak manusia di situ," kata Al

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 10

    "Keluar Din.""Tidak, aku tidak mau keluar. Aku malu !" Kata Dina tegas."Baiklah," Alma membiarkan Dina berdiri di depan pintu kamar ganti. Dia menatap pakaian yang dikenakan Dina dengan seksama. Alma memicingkan matanya dan keningnya berkerut."Jelek kan bajunya di tubuhku ?" Tanya Dina dengan perasaan tidak nyaman, "Bagus kok," jawab Alma sambil melihat dengan seksama pakaian yang dikenakan oleh Dina."Bohong !" Kata Dina."Kau bohong, Alma? Lihatlah," kata Dina sambil menunggingkan bokongnya dan menunjukkan, "Terlihat pakaian dalamku."Alma tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha ha ha, baguslah, bagus," ucap Alma, menganggap candaan Dina sebagai kesempatan untuk mencairkan suasana."Bagus, apaan? Kau suruh aku pamer aurat," kata Dina dengan nada sedikit tajam membalas perkataan Alma."Ha ha ha, kau tidak suka?" tanya Alma."Iya, aku tidak suka. Aku tidak nyaman kalau harus memakai baju yang pendek seperti begini," kata Dina dengan tegas."Baiklah, tunggu sebentar ya," kata Alma, lalu d

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 9

    Dina merasa kecewa dan sedih saat membaca pesan dari Danang yang memberitahukan bahwa ia tidak bisa pergi sore karena ada keperluan mendadak dengan temannya. Rasa kecewa dan kerinduan yang terpendam mulai menguasai hati Dina. "Bukan sekali ini kau ingkari janjimu, Mas. Aku seharusnya jangan terlalu berharap dengan janjimu, Mas," batin Dina sambil merenungkan secara dalam.Alma, yang peka terhadap perubahan wajah Dina, memilih untuk tetap diam. Dia merasa bahwa Dina perlu ruang dan waktu untuk mengekspresikan perasaannya sendiri. Bercermin pada persahabatan mereka yang kuat, Alma memilih untuk memberikan dukungan dan keberanian kepada Dina untuk berbagi dengan sukarela jika ia merasa perlu.Sampai di mall, Alma membawa Dina untuk berbelanja baju. "Ini bagus untukmu, Din. Ini juga bagus, Din," ucap Alma dengan antusias sambil menunjukkan beberapa pilihan baju yang menurutnya bagus. Dina menatap baju-baju tersebut dengan ragu. "Ah tidak, aku tidak suka, Alma," kata Dina menolak apa yang

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 8

    "Yoga ingin mengajakku bertemu, bagaimana ini ? Aku sudah janji dengan Dina," gumam Danang. Rasa kebingungan mencengkram hatinya, karena ia sudah berjanji kepada Dina untuk menghabiskan waktu bersama."Oh ya, pagi ini aku bertemu dengan Yoga. Sore aku akan pergi dengan Dina," ucap Danang dengan suara tegas, membuat keputusan yang sulit namun penting. Tidak ingin mengecewakan Dina, Danang berkomitmen untuk tetap memenuhi janjinya kepada istri tercintanya.Dina kemudian keluar dari kamar mandi, rambutnya yang sedikit basah disisirnya asal dan wajahnya diberi sedikit bedak. Dengan tampilan segar, dia bergabung di meja makan bersama Danang. Dina kemudian mengambilkan nasi untuk sang suami dengan mulut tertutup rapat, menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada sang suami, walaupun hatinya sedang sedih.Tanpa bicara, Dina mulai menyuap nasi ke dalam mulutnya dan Danang dengan perlahan. Suasana di meja makan terasa hening, hingga tiba-tiba Danang menghentikan makannya dan berbicara ke

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 7

    Dina tetap terdiam dalam kamar, memilih untuk tidak menjawab panggilan Danang yang dilakukan dengan lembut di luar pintu. Meskipun ia bisa mendengar suara-suara dari sisi lain pintu, hati dan pikirannya terasa terkunci dalam kesedihan dan rasa kekecewaan yang mendalam.Dalam keheningan kamar yang sunyi, Dina menutup mulutnya dengan rapat, menahan kata-kata yang ingin diucapkannya. "Maaf, Mas, aku kecewa denganmu," bisiknya dalam hati, tanpa mendengar alasan dari Danang mengapa ia ditinggalkan tidur di luar ruangan.Tanpa memahami sepenuhnya alasan di balik tindakan Danang, Dina merasakan kekecewaan dan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Dia merasa terluka dan ditinggalkan tanpa penjelasan yang memadai, dan biarkan perasaan tersebut menjadi bayangan yang mengganggu atau memberi tekanan pada hubungan mereka.Dina kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, air matanya mengalir tanpa henti. Dengan tangan yang gemetar, ia mengusap air mata tersebut dengan kasar, mencoba menahan emo

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 6

    Dina merasa asyik dengan menggambar desain baju hingga lupa akan waktu. Ketika akhirnya menyadari, punggungnya terasa letih, Dina memperbaiki posisi tubuhnya dan menggerakkan leher serta pundaknya. Ketika pandangannya menatap keluar jendela, ia menyadari bahwa hari telah mulai gelap."Sudah malam," gumamnya, merenungkan keadaan sekitar. Kecemasan perlahan merayap saat ia menyadari bahwa Mas Danang belum juga pulang. Dina bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu, namun tidak melihat kendaraan roda dua milik Danang berada di teras."Sudah setengah delapan, ke mana Mas Danang? Apa lembur? Kenapa Mas Danang tidak kasih kabar, kalau lembur? Biasanya Mas Danang selalu memberitahukan," pikir Dina dengan khawatir. Perasaan gelisah mulai merayap di dalam hatinya, memunculkan pertanyaan besar tentang keberadaan dan keadaan sang suami, Danang.Dina, dengan perasaan cemas dan gelisah, menyadari keterlambatan sang suami, Danang dan mulai bertanya-tanya tentang alasan di balik keterlam

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 5

    "Din, aku serius ingin kau menjahit baju untukku," kata Alma, menyinggung kembali mengenai permintaannya."Kalau hasil jahitanku tidak sesuai dengan ekspektasimu, jangan marah," kata Dina dengan penuh kehati-hatian, ingin memastikan bahwa Alma tidak akan kecewa."Aku percaya dengan tanganmu, Din. Tunggu," ucap Alma. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan mode pakaian yang diinginkannya."Nih, lihat," ujarnya sambil memberikan ponselnya pada Dina.Dina melihatnya dengan serius, "Bahannya sama seperti ini?" tanya Dina, ingin memastikan detail tentang desain yang diinginkan oleh Alma."Sedikit mirip. Aku punya bahan yang sudah lama diberikan kakakku. Bagaimana? Kau pasti bisa," kata Alma dengan antusias.Dina masih dengan tatapan serius melihat mode pakaian yang diinginkan oleh Alma."Baiklah, akan aku coba," ucap Dina dengan tekad, menerima tantangan dengan senang hati."Terimakasih, Din! Kau pasti bisa," kata Alma dengan gembira, percaya sepenuhnya pada kemampuan Dina.Ked

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status