Share

Bab 7

Penulis: Lin shi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-13 23:02:45

Dina tetap terdiam dalam kamar, memilih untuk tidak menjawab panggilan Danang yang dilakukan dengan lembut di luar pintu. Meskipun ia bisa mendengar suara-suara dari sisi lain pintu, hati dan pikirannya terasa terkunci dalam kesedihan dan rasa kekecewaan yang mendalam.

Dalam keheningan kamar yang sunyi, Dina menutup mulutnya dengan rapat, menahan kata-kata yang ingin diucapkannya. "Maaf, Mas, aku kecewa denganmu," bisiknya dalam hati, tanpa mendengar alasan dari Danang mengapa ia ditinggalkan tidur di luar ruangan.

Tanpa memahami sepenuhnya alasan di balik tindakan Danang, Dina merasakan kekecewaan dan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Dia merasa terluka dan ditinggalkan tanpa penjelasan yang memadai, dan biarkan perasaan tersebut menjadi bayangan yang mengganggu atau memberi tekanan pada hubungan mereka.

Dina kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, air matanya mengalir tanpa henti. Dengan tangan yang gemetar, ia mengusap air mata tersebut dengan kasar, mencoba menahan emosinya yang meluap. Dalam keheningan dan kesendirian kamar, Dina berbicara kepada dirinya sendiri dengan suara lembut, "Dina, jangan menangis, jangan menangis ya," ucapnya dengan tekad untuk menenangkan diri sendiri meskipun hatinya hancur.

Dalam kesedihannya, Dina teringat dengan nasihat yang pernah diberikan oleh bunda dan ayahnya, di mana keduanya menasehati Dina untuk tidak menikah terlalu muda. Terbayang jelas di benaknya kata-kata mereka, "Bunda, Ayah, apakah aku salah menikah muda?" gumamnya dengan suara yang penuh keraguan dan rasa penyesalan.

Perkataan kedua orang tuanya melintas dalam benaknya, membawa kembali memori yang menyakitkan. "Dina, kenapa kau tidak kuliah saja," kata bundanya saat Dina menyatakan bahwa dia tidak ingin melanjutkan sekolah setelah menyelesaikan pendidikannya. "Ya, Dina, kuliahlah, Ayah masih sanggup membiayaimu untuk kuliah," kata ayahnya dengan penuh kepedulian.

"Tidak, Yah. Biar Deni saja yang sekolah tinggi, Dina ingin bekerja saja."

"Bunda bisa membantu ayah mencari biaya kuliahmu, Dina. Orang masih banyak jahit baju pada bunda," kata bundanya.

Meskipun sarat dengan nasehat dari orang tuanya, Dina tetap teguh dengan keputusannya untuk bekerja di kota setelah lulus sekolah. Keinginannya untuk merantau dan mencari pengalaman baru membawanya pada jalan yang berbeda. Setelah bekerja selama enam bulan, takdir membawanya bertemu dengan Danang, dan ia memutuskan untuk menikah muda, usia yang baru menginjak 19 tahun dan Danang 25 tahun.

Pernikahan mereka yang dilakukan dengan restu setengah hati dari ayah dan bunda Dina menjadi langkah berani dan penting dalam hidupnya. Meskipun perjalanan menuju keputusan itu penuh liku-liku dan pertimbangan, Dina merasa bahwa langkah tersebut adalah bagian dari perjalanan hidupnya yang harus dijalani.

Dalam keheningan kamarnya, Dina merenungkan kembali bagaimana perjalanan hidupnya membawanya pada keputusan untuk menikah muda. Meskipun teringat akan nasihat orang tuanya, Dina percaya bahwa setiap pilihan yang diambilnya membentuk jalan hidupnya sendiri, termasuk dalam pernikahan yang menjadi titik balik kehidupannya.Dina kembali merenungkan perjalanan hidupnya yang membawanya pada keputusan untuk menikah muda, meskipun pernah mendapat nasehat dan tuntutan dari orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan. 

~~**~~

Keesokan harinya, Dina kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Ia memulai hari dengan meninggalkan kejadian semalam untuk fokus pada rutinitas sehari-harinya, dimulai dengan kegiatan memasak di pagi hari. Saat ia sibuk di dapur, tiba-tiba Dina merasakan tangan yang melingkar di pinggangnya dan sebuah kecupan lembut di pipinya, disertai suara, "Selamat pagi, sayang."

"Pagi," balas Dina dengan suara yang lirih.

Lalu, Danang menyampaikan penjelasan atas keterlambatan kepulangannya semalam, "Maaf, semalam aku pulang terlalu malam karena tiba-tiba motorku rusak dan ponselku juga habis baterai," katanya dengan suara penuh penyesalan. 

Dengan datar, Dina menjawab, "Oh, iya, tidak apa-apa," tetap mempertahankan sikap tenangnya.

Dina menunjukkan sikap yang bijaksana dengan menerima penjelasan Danang tanpa membuat kehebohan atau konfrontasi yang tak perlu. Dalam keadaan yang tegang dan penuh ketidakpastian, Dina memilih untuk mempertahankan suasana yang tenang. Dia tetap melakukan apa yang sedang dikerjakannya, sedangkan Danang masih berada di belakangnya dengan melingkarkan tangannya di pinggang Dina.

"Maaf, ya."

"Iya, mas."

"Tadi malam karena keletihan, Mas sampai lupa membangunkan. Maaf, ya," ungkap Danang dengan suara penuh penyesalan.

Dina, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, hanya menganggukkan kepala sebagai tanggapannya.

"Marah?" tanya Danang, mencoba untuk memahami perasaan Dina.

Dengan lembut, Dina menggelengkan kepalanya sebagai isyarat bahwa ia tidak marah, tetapi kesedihan hatinya masih terasa.

"Bagaimana kalau hari ini kita belanja, sudah lama kita tidak keluar," usul Danang dengan harapan membawa kesegaran dalam hubungan mereka.

Dina kemudian melepaskan tangan Danang yang melingkar di pinggangnya, "Aku mandi dulu," gumam Dina dengan suara lembut, lalu meninggalkan sang suami di dapur.

Langkah Dina yang menjauh tidak memberi petunjuk jelas atas perasaan yang sesungguhnya, namun keheningan yang tercipta menunjukkan kesunyian yang menggelayuti keduanya.

Saat Dina meninggalkan dapur, Danang duduk dengan perasaan campur aduk. Dia merenungkan secara dalam tentang kejadian semalam dan bagaimana keletihan yang dialaminya bisa menyebabkan lupa. 

Sementara itu, Dina yang berada di kamar mandi, membiarkan air mengalir menyiram tubuhnya sambil merenungkan kejadian-kejadian belakangan ini. Perkataan Danang terus terngiang di telinganya, menyulut pertanyaan-pertanyaan yang membuat hatinya gelisah.

"Apa aku begitu memalukan? Bukankah kesederhanaanku yang membuatmu mencintaiku, Mas? Apa kau sudah berubah, Mas?" gumam Dina di bawah guyuran shower, suara gemetar mencerminkan kegalauan dan kekhawatiran yang menyelimutinya. Pertanyaan-pertanyaan itu menusuk benaknya, mempertanyakan nilai dirinya dan hubungan mereka kedepannya.

"Belum setahun pernikahan kita, Mas. Kau sudah mulai bosan denganku, apa pernikahan ini akan panjang," gumam Dina dengan suara penuh kekhawatiran dan kebingungan. Dalam refleksi yang dalam, Dina merasa tercabik antara rasa takut akan kehilangan dan rasa ragu akan masa depan hubungan mereka.

Dina, yang masih berada di dalam kamar mandi, tengah tenggelam dalam pemikiran dan emosinya sendiri. Sementara itu, Danang duduk di meja makan, menunggu Dina selesai mandi, saat tiba-tiba mendapatkan pesan dari Yoga yang mengajaknya untuk jalan.

"Dan, jalan yok." pesan Yoga.

Bab terkait

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 8

    "Yoga ingin mengajakku bertemu, bagaimana ini ? Aku sudah janji dengan Dina," gumam Danang. Rasa kebingungan mencengkram hatinya, karena ia sudah berjanji kepada Dina untuk menghabiskan waktu bersama."Oh ya, pagi ini aku bertemu dengan Yoga. Sore aku akan pergi dengan Dina," ucap Danang dengan suara tegas, membuat keputusan yang sulit namun penting. Tidak ingin mengecewakan Dina, Danang berkomitmen untuk tetap memenuhi janjinya kepada istri tercintanya.Dina kemudian keluar dari kamar mandi, rambutnya yang sedikit basah disisirnya asal dan wajahnya diberi sedikit bedak. Dengan tampilan segar, dia bergabung di meja makan bersama Danang. Dina kemudian mengambilkan nasi untuk sang suami dengan mulut tertutup rapat, menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada sang suami, walaupun hatinya sedang sedih.Tanpa bicara, Dina mulai menyuap nasi ke dalam mulutnya dan Danang dengan perlahan. Suasana di meja makan terasa hening, hingga tiba-tiba Danang menghentikan makannya dan berbicara ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 9

    Dina merasa kecewa dan sedih saat membaca pesan dari Danang yang memberitahukan bahwa ia tidak bisa pergi sore karena ada keperluan mendadak dengan temannya. Rasa kecewa dan kerinduan yang terpendam mulai menguasai hati Dina. "Bukan sekali ini kau ingkari janjimu, Mas. Aku seharusnya jangan terlalu berharap dengan janjimu, Mas," batin Dina sambil merenungkan secara dalam.Alma, yang peka terhadap perubahan wajah Dina, memilih untuk tetap diam. Dia merasa bahwa Dina perlu ruang dan waktu untuk mengekspresikan perasaannya sendiri. Bercermin pada persahabatan mereka yang kuat, Alma memilih untuk memberikan dukungan dan keberanian kepada Dina untuk berbagi dengan sukarela jika ia merasa perlu.Sampai di mall, Alma membawa Dina untuk berbelanja baju. "Ini bagus untukmu, Din. Ini juga bagus, Din," ucap Alma dengan antusias sambil menunjukkan beberapa pilihan baju yang menurutnya bagus. Dina menatap baju-baju tersebut dengan ragu. "Ah tidak, aku tidak suka, Alma," kata Dina menolak apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 10

    "Keluar Din.""Tidak, aku tidak mau keluar. Aku malu !" Kata Dina tegas."Baiklah," Alma membiarkan Dina berdiri di depan pintu kamar ganti. Dia menatap pakaian yang dikenakan Dina dengan seksama. Alma memicingkan matanya dan keningnya berkerut."Jelek kan bajunya di tubuhku ?" Tanya Dina dengan perasaan tidak nyaman, "Bagus kok," jawab Alma sambil melihat dengan seksama pakaian yang dikenakan oleh Dina."Bohong !" Kata Dina."Kau bohong, Alma? Lihatlah," kata Dina sambil menunggingkan bokongnya dan menunjukkan, "Terlihat pakaian dalamku."Alma tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha ha ha, baguslah, bagus," ucap Alma, menganggap candaan Dina sebagai kesempatan untuk mencairkan suasana."Bagus, apaan? Kau suruh aku pamer aurat," kata Dina dengan nada sedikit tajam membalas perkataan Alma."Ha ha ha, kau tidak suka?" tanya Alma."Iya, aku tidak suka. Aku tidak nyaman kalau harus memakai baju yang pendek seperti begini," kata Dina dengan tegas."Baiklah, tunggu sebentar ya," kata Alma, lalu d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 11

    Lalu, keduanya menuju ke gedung bioskop untuk menonton film. Sampai di sana, tiba-tiba Dina menarik Alma untuk bersembunyi di balik pot besar yang ditumbuhi oleh bunga yang rimbun."Ada apa, Din?" tanya Alma dengan heran saat mereka bersembunyi di belakang pot besar.Dina tidak menjawab pertanyaan Alma. Dia merenung dan menatap ke arah depan dari balik rimbunan bunga, wajahnya terlihat sedih."Dina, ada apa?" tanya Alma penasaran, karena melihat kegelisahan dari ekspresi Dina yang terlihat sedih.Alma menggoncang tubuh Dina sambil berkata, "Dina, ada apa? Katakan." Alma mencoba membuat Dina merespon pertanyaannya."Mas, mas, Mas Danang," kata Dina dengan suara yang lirih dan bergetar, mencoba mengungkapkan sesuatu yang membuatnya sedih."Mas Danang, Mas Danang, suamimu," tanya Alma. Dina menganggukkan kepalanya sambil tetap melihat ke arah di mana Danang terlihat."Mana, mana, yang mana, Din?" tanya Alma dengan penasaran."Tuh," kata Dina."Yang mana ? Banyak manusia di situ," kata Al

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 12

    Hati Dina semakin sakit ketika melihat tangan Danang merapikan rambut panjang wanita yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum. "Alma, ayo kita pergi," kata Dina, suaranya penuh dengan keputusan yang tegas."Kenapa? Kita tidak nonton?" Tanya Alma."Tidak, aku tidak minat untuk nonton lagi," balas Dina dengan mantap pada Alma. "Kita harus melabrak suamimu. Jangan diam-diam saja," kata Alma."Biar perempuan itu tahu, Danang itu suamimu ," kata Alma.Dina tidak merespons apa yang dikatakan oleh Alma, dia menundukkan kepalanya."Dina, ayolah," pinta Alma lagi, berharap agar Dina menghampiri Danang.Namun, Dina tidak merespons ajakan Alma. "Aku tidak mau, ayo kita pulang," kata Dina dengan suara penuh ketegasan.Tanpa ragu, Dina bergegas turun dari gedung bioskop, meninggalkan kebingungan dan rasa sakit yang memenuhi hatinya. "Din!" seru Alma sambil mengejar sang sahabat yang sudah lebih dahulu pergi dari gedung bioskop."Harusnya, kau jangan pergi. Temui suamimu, tanyakan apa hubungan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 13

    "Bunda," ucapnya sambil terdengar sedikit gemetar. "Kenapa bunda meneleponku malam begini?" Kata Dina dalam hati, Dina kemudian mengusap air matanya dan mengangkat teleponnya. "Assalamualaikum, Bunda. Apa kabar, Bunda?" kata Dina dengan suara yang pura-pura ceria."Din, Bunda ingin memberitahukan, Ayah sakit," ujar Bunda dengan nada cemas."Ayah sakit? Kenapa, Bun? Ayah sakit apa, Bun?" kata Dina yang tidak bisa mengontrol apa yang ingin dikatakannya, karena panik mendengar ayahnya sakit."Tiba-tiba Ayah pingsan di kamar mandi tadi," kata Bundanya dengan suara yang khawatir. "Ayah berada di rumah sakit sekarang, belum sadarkan diri," lanjutnya.Dina terkejut dan terpaku sejenak, lalu dengan cepat berkata, "Dina akan pulang, Dina akan pulang sekarang, Bun." Tidak lama setelah itu, Dina memutuskan sambungan telepon dan bergegas untuk mempersiapkan apa yang akan dibawanya untuk pulang. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung menyambar tasnya dan memasukkan pakaiannya dengan serampangan d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 14

    Dina yang masih dalam perjalanan bus, masih memikirkan mimpinya yang membuatnya ingin cepat sampai di tempat tujuannya, yaitu rumah sakit tempat Ayahnya berada. Matanya Dina melihat keluar jendela dengan tatapan mata hampa.Sementara bus melaju memecah kegelapan malam, Dina terus memikirkan mimpi yang berkaitan dengan Ayahnya. Suaranya terdengar halus di antara penumpang yang lain, "Ayah..." gumamnya dengan hati yang penuh kerinduan.Sedangkan Danang dan teman-temannya, setelah keluar dari dalam bioskop, bingung tujuan mereka setelah menonton film."Kemana kita?" tanya Yoga, mencoba mencari arah yang ingin mereka tuju."Dan?" Yoga menoleh ke arah Danang, menanyakan pendapatnya."Kemana?" Danang juga merasa bingung dengan tujuan setelah menonton."Mau ke mana, Yul?" Yoga bertanya pada kekasihnya, Yuli."Ke mana? Makan?" Yuli berusaha memberikan saran."Boleh," ucap Shinta, setuju dengan ide untuk makan."Makan di mana ya?" tanya Danang, ingin memastikan tempat yang akan mereka kunjun

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 15

    Dina bergegas melangkah, melewati segerombolan preman tersebut. Para pria tersebut makin gencar menggoda dan ada yang mengikuti Dina.Tiba-tiba "Apa yang kalian lakukan !!" Suara laki-laki menegur pria yang mengikuti Dina."Maaf, pak. Hanya iseng," ujar pria tersebut dan kemudian berbalik badan dengan terhuyung-huyung, karena efek minuman keras."Terimakasih, pak," kata Dina."Mbak mau kemana?" "Mau ke rumah sakit, pak. Apa ada ojek motor pak ?" tanya Dina."Saya tukang ojek mbak.""Bisa antar saya ke rumah sakit." Dina menyebut rumah sakit tempat ayahnya di rawat."Bisa Mbak, tidak jauh dari sini. Ayo mbak."Lalu Dina mengikuti bapak tukang ojek, motor kemudian berjalan perlahan-lahan, setelah Dina duduk di atas boncengan."Mbak dari mana?" tanya pengojek yang menjadi pengemudi ojek yang ditumpanginya, dengan rasa ingin tahu.Dina kemudian menyebutkan asal kotanya dan mengatakan bahwa tujuannya adalah ke rumah sakit, untuk menjenguk ayahnya yang sedang sakit."Begitulah, Mbak. Jika

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 43

    "Al, kamu lihat apa?" tanya Ayumi, yang melihat keanehan perilaku Alma."Lihat itulah," jawab Alma sambil menunjuk ke arah layar besar di depan."Kenapa kau tidak tertawa?" tanya Ayumi, heran dengan sikap Alma yang tampak serius."Untuk apa tertawa? Film seram kok harus tertawa, aneh," jelas Alma dengan tegas."Kau yang aneh. Semua orang tertawa dan berteriak, tapi kau malah diam saja," sindir Ayumi.Alma tidak menanggapi perkataan Ayumi, dia terus memperhatikan Danang, "Gila !" Alma kesal, saat melihat Sinta berteriak dan memeluk Danang."Cewek genit ! Sepertinya mereka ada hubungan terlarang," gumam Alma dalam hati.Setelah film selesai, Danang dan Sinta berdiri untuk meninggalkan tempat duduk mereka. Alma ingin mengikuti mereka, tetapi Ayumi mencegahnya."Tunggu sebentar, kita keluar nanti biar tidak

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 42

    Setelah Danang selesai mandi, ia segera meluncur untuk menjemput Sinta di alamat yang telah diberikan oleh Sinta. Mobil Danang melambat saat mendekati lokasi, dan ia nampak Sinta berdiri di pinggir jalan menunggu dengan sabar. Danang langsung menghentikan mobilnya. Ia membuka kaca mobil dan memanggil Sinta, "Sinta!"Sinta, yang tidak menyadari keberadaan Danang dalam mobil yang berhenti di depannya, segera menoleh. Awalnya ingin menggeser tubuhnya menjauhi mobil tersebut, namun panggilan Danang baru ia tahu, yang mengemudikan mobil tersebut adalah Danang."Mas Danang !" Sinta tersenyum cerah saat melihat Danang."Masuk ," kata Danang.Dengan langkah ringan, dia masuk ke dalam mobil dan senyum lembut Danang menyambutnya."Tenyata, kamu mas, aku kira orang iseng yang berhenti depanku. Senang sekali bisa bertemu denganmu, Mas," kata Sinta dengan gembira.

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 41

    Di sekolah, saat jam istirahat tiba, Deni bertanya kepada sahabatnya, Johnny, "Bagaimana cara saya mengembalikan file yang hilang, John?" Deni menunjukkan ponsel ayahnya yang dibawanya kepada Johnny.Johnny mengambil ponsel tersebut dan bertanya, "Ponsel siapa ini, Den?""Ini ponsel ayahku," jawab Deni. "File apa yang hilang?" tanya Johnny, sambil memandang ponsel ayah Deni yang dipegangnya."Aku tidak tahu file mana secara spesifik, tetapi aku ingin menemukan file tersembunyi di ponsel ini," ungkap Deni."Izinkan aku mencoba," kata Johnny. Selama 15 menit, Johnny mencoba mengutak-atik ponsel ayah Deni dengan keringat bercucuran dari dahinya. Akhirnya, Johnny menyerah, "Maaf, aku mencoba tapi aku tidak bisa menemukannya. Lebih baik dibawa ke tempat service ponsel daripada mencari sendiri dan berisiko kehilangan file lainnya," sarannya Johnny.Deni mengangguk mengerti, "Baiklah, aku akan mengikuti saranmu, Johnny. Terima kasih sudah mencoba." Deni merasa lega karena mendapatkan saran

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 40

    Mobil Danang sudah meninggalkan pekarangan rumah Dina, dan Dina menatapnya dengan sedih. Sejak bangun tidur hingga kepergian Danang, tidak satu kata pun terucap antara keduanya. Perasaan sedih dan kehampaan terasa begitu kuat dalam hati Dina, seolah-olah kesalahannya begitu besar karena menolak untuk menjual bagian tanahnya.Bunda Dina memperhatikan ekspresi putrinya yang sedih, lalu bertanya, "Kenapa tidak ikut Danang pulang, Din?""Dina mau pulang setelah tujuh hari ayah, Bunda," jawab Dina dengan suara lembut.Dina menyimpan kerinduan yang mendalam terhadap ayahnya, dan rencana untuk kembali setelah tujuh hari sebagai tanda penghormatan dan cinta pada almarhum ayahnya. Meskipun hatinya terpukul dengan kepergian Danang tanpa komunikasi yang jelas, ia tetap mempertahankan keputusannya dengan penuh keyakinan.Saat keduanya duduk di teras rumah, dua orang sepasang suami istri mendekati Aini dan Dina d

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 39

    Dina masuk ke dalam kamar dan melihat sang suami, Danang, sedang memasukkan pakaiannya ke dalam tasnya. Raut heran tergambar jelas di wajah Dina."Mas mau pulang?" tanya Dina heran dengan apa yang dilakukan oleh Danang."Iya," sahut Danang singkat, tanpa banyak penjelasan."Bukannya lusa baru balik, Mas?" tanya Dina, merasa semakin bingung dengan rencana pulang yang tidak sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya."Kebetulan ada kerjaan mendadak," jawab Danang dengan nada datar, mencoba menghindari penjelasan lebih lanjut."Mas marah?" tanya Dina mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap Danang.Danang memutar badannya dan menatap Dina dengan tajam. "Menurutmu?" tanya Danang balik.Dina menatap Danang dengan lekat, "Mas marah karena apa yang dikatakan oleh bunda, karena bunda tidak ingin menjual sawah itu ? Sudah berkali-kali kami katakan, Mas, kamu tidak akan mau menjual peninggalan ayah. Kenapa Mas tetap ngotot terus membahas hal ini? Bunda kan tidak ing

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 38

    Saat keduanya berada di dapur, Hanum mengajak Dina untuk bicara dari hati ke hati."Din, bagaimana ekonomi kalian? Apa kau mengalami kesulitan ekonomi?" tanya Hanum pada Dina dengan kehangatan dalam suaranya."Maaf, jika Tante menanyakannya," tambah Hanum dengan sopan, memberikan pengertian atas pertanyaannya yang mungkin bisa menyinggung perasaan Dina.Pertanyaan yang dilontarkan oleh tantenya membuat Dina terdiam sejenak."Maaf ya, pertanyaan Tante mungkin terlalu masuk ke dalam kehidupan rumah tanggamu. Tapi Tante heran, kenapa kau mengusulkan untuk menjual tanah? Apa kau membutuhkan uang ?" Tanya Hanum dengan penuh kehati-hatian."Tidak Tan, aku tidak membutuhkan uang. Uang yang diberikan oleh Mas Danang, lebih dari cukup untuk biaya hidup. Aku masih bisa menyisihkan sebagian uang untuk di tabung," kata Dina."Lalu untuk apa ju

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 37

    Juragan Zuki menatap Deni dengan serius, "Maksudku, iparmu itu orang tidak baik. Aku hanya ingin kau hati-hati dengan Kakak iparmu itu. Dia tidak sebaik yang kau kira, anak muda. Lihatlah, kalian akan dibuat sengsara orang kota itu," ucap Juragan Zuki dengan nada peringatan yang tegas.Deni, terkejut dan bingung dengan kata-kata yang menohok dari Juragan Zuki. "Jangan-jangan memfitnah abang ipar saya ya," kata Deni dengan nada tegas, menolak dugaan yang dilontarkan oleh Juragan Zuki. Walaupun dia sedang kesal dengan Danang, tapi dia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Juragan Zuki."Lho... saya tidak menghina abang iparmu itu. Abang iparmu memang tidak baik, dia menipu kalian. Lihatlah, kakakmu tidak akan bahagia bersuamikan orang kota itu. Jika dulu kakakmu mau menikah dengan anakku, dia pasti akan bahagia," ucap Juragan Zuki dengan sinis, menyudutkan Danang dalam perkataannya.Deni merasa diserang dan kehilanga

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 36

    Danang, dengan tekad yang kuat dan hati yang penuh keyakinan untuk membujuk Deni. Begitu ada kesempatan, melihat Deni sendiri di teras, ia mendekati Deni. Dengan langkah yang pasti, Danang melangkah menuju teras untuk bicara dengan Deni."Ngapain Den?" tanya Danang sambil menepuk lembut pundak Deni yang terlihat tengah terdiam dalam lamunan di depan rumah.Deni kaget dan mendongak menatap Danang sampingnya, ekspresi heran terpancar dari wajahnya. "Oh, Mas Danang. Maafkan aku, aku hanya sedang memikirkan berbagai hal," ucap Deni dengan suara datar. Karena Deni masih merasa kesal pada abang iparnya tersebut.Danang menatap dengan penuh perhatian, "Ada yang bisa mas bantu, Den? Jika ada yang mengganggu pikiranmu, ceritakan pada Mas, Den. Kita bisa mencari solusi bersama. Apa masalah sekolah ? Kau bingung mau mengambil jurusan apa ?""Nggak ada, mas. Bosan saja di rumah, biasany

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 35

    "Boleh kakak masuk?" tanya Dina dengan lembut.Deni menjawab dengan ramah, "Masuklah kak."Dina memasuki kamar Deni dan Deni kemudian menutup pintu kamarnya. Dina melangkah mendekati meja belajar Deni, kemudian melihat-lihat meja belajar Deni."Kakak datang bukan untuk melihat buku-buku pelajaranku, kan?" tanya Deni."Ada yang mau kak bicarakan denganku? Kalau kakak ingin membujukku, maaf kak, aku tidak akan mengubah keputusan," kata Deni tegas.Dina memutar badannya, "Kakak tidak akan menjual sawahnya, Den. Jangan marah kepada kakak ya," ucap Dina dengan menatap wajah adiknya dengan lekat."Aku tahu itu bukan rencanamu, kak? Mas Danang yang mengusulkan kepada Kakak, kan ?" tebak Deni.Dina menganggukkan kepalanya, "Sudah kuduga," ucap Deni dengan sedikit lega, karena ia mengetahui rencana penjualan itu bukan d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status