Share

Bab 8

Penulis: Lin shi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 15:59:33

"Yoga ingin mengajakku bertemu, bagaimana ini ? Aku sudah janji dengan Dina," gumam Danang. Rasa kebingungan mencengkram hatinya, karena ia sudah berjanji kepada Dina untuk menghabiskan waktu bersama.

"Oh ya, pagi ini aku bertemu dengan Yoga. Sore aku akan pergi dengan Dina," ucap Danang dengan suara tegas, membuat keputusan yang sulit namun penting. Tidak ingin mengecewakan Dina, Danang berkomitmen untuk tetap memenuhi janjinya kepada istri tercintanya.

Dina kemudian keluar dari kamar mandi, rambutnya yang sedikit basah disisirnya asal dan wajahnya diberi sedikit bedak. Dengan tampilan segar, dia bergabung di meja makan bersama Danang. Dina kemudian mengambilkan nasi untuk sang suami dengan mulut tertutup rapat, menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada sang suami, walaupun hatinya sedang sedih.

Tanpa bicara, Dina mulai menyuap nasi ke dalam mulutnya dan Danang dengan perlahan. Suasana di meja makan terasa hening, hingga tiba-tiba Danang menghentikan makannya dan berbicara kepada Dina, "Din, kita pergi sore saja ya, hari ini. Mas ada janji dengan teman," kata Danang sambil menatap wajah Dina.

Dina, tanpa sepatah kata pun, hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapannya. Tapi, dalam hati Dina penuh dengan kekecewaan.

Keduanya kemudian melanjutkan makan mereka dengan hening, mencoba untuk menikmati hidangan di hadapan mereka.

Setelah makan, Danang pergi dan Dina hanya bisa melihatnya pergi dari balik tirai jendela. Dina memperhatikan kepergian Danang dengan rasa campur aduk yang sulit diungkapkan. Namun, perhatiannya teralihkan saat ia mendengar suara ponselnya berbunyi.

"Ya, Alma," sahut Dina saat menjawab panggilan telepon dari temannya.

"Oke, aku bisa datang," kata Dina dengan suara ramah kepada Alma.

Setelah menyelesaikan percakapan dengan Alma, Dina memutuskan untuk menuju ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Langkah-langkahnya terasa ringan, karena terlalu semangat untuk bertemu dengan sang sahabat. Dina melupakan kegundahannya melihat kepergian Danang.

Setelah mengganti pakaian, Dina meninggalkan rumah dengan naik ojek untuk bertemu dengan Alma di salah satu kafe. Saat ia melangkah masuk ke dalam kafe, Dina disambut oleh senyuman hangat dari Alma yang duduk di salah satu meja di sudut kafe.

Alma melambaikan tangannya, dan Dina melangkah mendekati di mana Alma duduk.

"Dina! Senang bertemu denganmu, lagi," sapa Alma sambil bangkit dari kursinya untuk menyambut Dina.

Senyuman di wajah Alma mencairkan sedikit kekhawatiran dan kegelisahan yang masih menghantui Dina. Dina dan Alma duduk di meja kafe yang ditempati oleh berbagai macam tanaman hijau, menciptakan suasana yang segar dan hangat di sekitarnya. Mereka memulai percakapan dengan tawa kecil dan senyum yang tulus, saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing.

Alma mengambil paper bag yang dibawanya dan memberikannya pada Dina dengan senyuman cerah di wajahnya. "Din, ini kain yang ingin kujadikan baju," ucap Alma penuh antusiasme.

Dina menerima paper bag tersebut dengan cermat, lalu perlahan mengeluarkan kain yang terbungkus di dalamnya. "Kainnya sangat bagus, Alma. Semoga aku bisa menjahitnya dengan baik," ucap Dina dengan sedikit keraguan dalam suaranya, merasa kurang percaya diri dengan kemampuannya dalam menjahit baju.

"Kau pasti bisa, Dina. Kau terlalu merendah diri," kata Alma dengan penuh keyakinan, mencoba memberikan semangat kepada Dina. "Aku kan tidak pernah menjahit baju untuk orang," sahut Dina dengan jujur, menunjukkan keraguan yang masih menghantui pikirannya.

"Kau jahit baju untukmu, kan? Kau kan juga orang," sambung Alma dengan candaan ringan, mencoba untuk mengalihkan suasana menjadi lebih ceria.

Dina menampilkan senyum lembut menghias bibirnya, dan kemudian berkata, "Kau bercanda saja ya, Alma."

"Hidup itu jangan terlalu serius, Din, cepat tua," ucap Alma sambil tertawa.

"Iya, iya, iya, aku enggak akan terlalu serius," balas Dina sambil ikut tersenyum.

Dina menyentuh kain dengan lembut, merasakan tekstur dan keindahan motifnya sambil tersenyum. "Sangat bagus, lembut lagi," ucap Dina dengan penuh apresiasi akan kain yang diberikan oleh Alma untuk dijahit menjadi baju.

Dina menambahkan, "Pasti, mahal."

"Hei, kau jangan takut menjahitnya, Din. Kain murahannya ini, jangan bilang mahal," kata Alma mencoba memberikan keyakinan kepada Dina untuk melakukan apa yang diinginkannya.

"Kain murahan atau mahal, kita harus hati-hati kan, Alma," balas Dina.

Setelah selesai membahas kain untuk baju tersebut, Alma kemudian bertanya kepada Dina, "Kau ada kesibukan apa lagi, Dina, hari ini?" ujarnya dengan rasa ingin tahu.

"Hmm, tidak ada," jawab Dina sambil memikirkan rencananya untuk hari itu, "Kenapa?" tanyanya balik pada Alma.

Kemudian, "Jalan yuk. Kita kan sudah lama tidak jalan," ajak Alma dengan semangat. 

Dina merenung sejenak, mengingat janji dengan Danang padanya, namun setelah mempertimbangkan, ia memutuskan, "Oke, ayo."

"Ayo, ke mana kita ? shopping? Nonton? Bagaimana? Nonton yuk, mau kan?" kata Alma dengan penuh semangat, mengajak Dina untuk bersenang-senang. Dina tersenyum, merasa senang dengan ajakan Alma. "Oke," jawab Dina sambil mengikuti kegembiraan Alma.

Dina dan Alma pun bergegas meninggalkan kafe menuju petualangan hari itu, siap untuk menikmati momen bersama dan menciptakan kenangan baru. Keduanya melangkah menuju mobil Alma.

"Hebatnya kau sekarang ya, Alma, bisa bawa mobil," kata Dina dengan kagum. 

"Kita harus mengikuti perkembangan zaman, Din."

"Kita harus bisa melakukan apapun sendiri," kata Alma dengan mantap, "Kau juga harus belajar mobil," lanjutnya kepada Dina.

"Untuk apa aku belajar mobil? Aku kan tidak punya mobil?" balas Dina dengan tertawa kecil mendengar perkataan Alma.

"Kan, sekarang kau tidak punya mobil, Din.  Mungkin suatu hari kau bisa punya mobil," balas Alma, merangsang Dina untuk berpikir lebih jauh tentang kemungkinan di masa depan.

Saat percakapan mereka terhenti, sejenak. Dina merasakan getaran ponselnya dalam tas. Dengan cepat, ia mengambil ponsel dari dalam tas dan melihat pesan yang masuk dari sang suami, Danang. Dengan ekspresi serius, Dina membaca pesan itu dalam hati..

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 9

    Dina merasa kecewa dan sedih saat membaca pesan dari Danang yang memberitahukan bahwa ia tidak bisa pergi sore karena ada keperluan mendadak dengan temannya. Rasa kecewa dan kerinduan yang terpendam mulai menguasai hati Dina. "Bukan sekali ini kau ingkari janjimu, Mas. Aku seharusnya jangan terlalu berharap dengan janjimu, Mas," batin Dina sambil merenungkan secara dalam.Alma, yang peka terhadap perubahan wajah Dina, memilih untuk tetap diam. Dia merasa bahwa Dina perlu ruang dan waktu untuk mengekspresikan perasaannya sendiri. Bercermin pada persahabatan mereka yang kuat, Alma memilih untuk memberikan dukungan dan keberanian kepada Dina untuk berbagi dengan sukarela jika ia merasa perlu.Sampai di mall, Alma membawa Dina untuk berbelanja baju. "Ini bagus untukmu, Din. Ini juga bagus, Din," ucap Alma dengan antusias sambil menunjukkan beberapa pilihan baju yang menurutnya bagus. Dina menatap baju-baju tersebut dengan ragu. "Ah tidak, aku tidak suka, Alma," kata Dina menolak apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 10

    "Keluar Din.""Tidak, aku tidak mau keluar. Aku malu !" Kata Dina tegas."Baiklah," Alma membiarkan Dina berdiri di depan pintu kamar ganti. Dia menatap pakaian yang dikenakan Dina dengan seksama. Alma memicingkan matanya dan keningnya berkerut."Jelek kan bajunya di tubuhku ?" Tanya Dina dengan perasaan tidak nyaman, "Bagus kok," jawab Alma sambil melihat dengan seksama pakaian yang dikenakan oleh Dina."Bohong !" Kata Dina."Kau bohong, Alma? Lihatlah," kata Dina sambil menunggingkan bokongnya dan menunjukkan, "Terlihat pakaian dalamku."Alma tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha ha ha, baguslah, bagus," ucap Alma, menganggap candaan Dina sebagai kesempatan untuk mencairkan suasana."Bagus, apaan? Kau suruh aku pamer aurat," kata Dina dengan nada sedikit tajam membalas perkataan Alma."Ha ha ha, kau tidak suka?" tanya Alma."Iya, aku tidak suka. Aku tidak nyaman kalau harus memakai baju yang pendek seperti begini," kata Dina dengan tegas."Baiklah, tunggu sebentar ya," kata Alma, lalu d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-15
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 11

    Lalu, keduanya menuju ke gedung bioskop untuk menonton film. Sampai di sana, tiba-tiba Dina menarik Alma untuk bersembunyi di balik pot besar yang ditumbuhi oleh bunga yang rimbun."Ada apa, Din?" tanya Alma dengan heran saat mereka bersembunyi di belakang pot besar.Dina tidak menjawab pertanyaan Alma. Dia merenung dan menatap ke arah depan dari balik rimbunan bunga, wajahnya terlihat sedih."Dina, ada apa?" tanya Alma penasaran, karena melihat kegelisahan dari ekspresi Dina yang terlihat sedih.Alma menggoncang tubuh Dina sambil berkata, "Dina, ada apa? Katakan." Alma mencoba membuat Dina merespon pertanyaannya."Mas, mas, Mas Danang," kata Dina dengan suara yang lirih dan bergetar, mencoba mengungkapkan sesuatu yang membuatnya sedih."Mas Danang, Mas Danang, suamimu," tanya Alma. Dina menganggukkan kepalanya sambil tetap melihat ke arah di mana Danang terlihat."Mana, mana, yang mana, Din?" tanya Alma dengan penasaran."Tuh," kata Dina."Yang mana ? Banyak manusia di situ," kata Al

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 12

    Hati Dina semakin sakit ketika melihat tangan Danang merapikan rambut panjang wanita yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum. "Alma, ayo kita pergi," kata Dina, suaranya penuh dengan keputusan yang tegas."Kenapa? Kita tidak nonton?" Tanya Alma."Tidak, aku tidak minat untuk nonton lagi," balas Dina dengan mantap pada Alma. "Kita harus melabrak suamimu. Jangan diam-diam saja," kata Alma."Biar perempuan itu tahu, Danang itu suamimu ," kata Alma.Dina tidak merespons apa yang dikatakan oleh Alma, dia menundukkan kepalanya."Dina, ayolah," pinta Alma lagi, berharap agar Dina menghampiri Danang.Namun, Dina tidak merespons ajakan Alma. "Aku tidak mau, ayo kita pulang," kata Dina dengan suara penuh ketegasan.Tanpa ragu, Dina bergegas turun dari gedung bioskop, meninggalkan kebingungan dan rasa sakit yang memenuhi hatinya. "Din!" seru Alma sambil mengejar sang sahabat yang sudah lebih dahulu pergi dari gedung bioskop."Harusnya, kau jangan pergi. Temui suamimu, tanyakan apa hubungan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 13

    "Bunda," ucapnya sambil terdengar sedikit gemetar. "Kenapa bunda meneleponku malam begini?" Kata Dina dalam hati, Dina kemudian mengusap air matanya dan mengangkat teleponnya. "Assalamualaikum, Bunda. Apa kabar, Bunda?" kata Dina dengan suara yang pura-pura ceria."Din, Bunda ingin memberitahukan, Ayah sakit," ujar Bunda dengan nada cemas."Ayah sakit? Kenapa, Bun? Ayah sakit apa, Bun?" kata Dina yang tidak bisa mengontrol apa yang ingin dikatakannya, karena panik mendengar ayahnya sakit."Tiba-tiba Ayah pingsan di kamar mandi tadi," kata Bundanya dengan suara yang khawatir. "Ayah berada di rumah sakit sekarang, belum sadarkan diri," lanjutnya.Dina terkejut dan terpaku sejenak, lalu dengan cepat berkata, "Dina akan pulang, Dina akan pulang sekarang, Bun." Tidak lama setelah itu, Dina memutuskan sambungan telepon dan bergegas untuk mempersiapkan apa yang akan dibawanya untuk pulang. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung menyambar tasnya dan memasukkan pakaiannya dengan serampangan d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 14

    Dina yang masih dalam perjalanan bus, masih memikirkan mimpinya yang membuatnya ingin cepat sampai di tempat tujuannya, yaitu rumah sakit tempat Ayahnya berada. Matanya Dina melihat keluar jendela dengan tatapan mata hampa.Sementara bus melaju memecah kegelapan malam, Dina terus memikirkan mimpi yang berkaitan dengan Ayahnya. Suaranya terdengar halus di antara penumpang yang lain, "Ayah..." gumamnya dengan hati yang penuh kerinduan.Sedangkan Danang dan teman-temannya, setelah keluar dari dalam bioskop, bingung tujuan mereka setelah menonton film."Kemana kita?" tanya Yoga, mencoba mencari arah yang ingin mereka tuju."Dan?" Yoga menoleh ke arah Danang, menanyakan pendapatnya."Kemana?" Danang juga merasa bingung dengan tujuan setelah menonton."Mau ke mana, Yul?" Yoga bertanya pada kekasihnya, Yuli."Ke mana? Makan?" Yuli berusaha memberikan saran."Boleh," ucap Shinta, setuju dengan ide untuk makan."Makan di mana ya?" tanya Danang, ingin memastikan tempat yang akan mereka kunjun

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 15

    Dina bergegas melangkah, melewati segerombolan preman tersebut. Para pria tersebut makin gencar menggoda dan ada yang mengikuti Dina.Tiba-tiba "Apa yang kalian lakukan !!" Suara laki-laki menegur pria yang mengikuti Dina."Maaf, pak. Hanya iseng," ujar pria tersebut dan kemudian berbalik badan dengan terhuyung-huyung, karena efek minuman keras."Terimakasih, pak," kata Dina."Mbak mau kemana?" "Mau ke rumah sakit, pak. Apa ada ojek motor pak ?" tanya Dina."Saya tukang ojek mbak.""Bisa antar saya ke rumah sakit." Dina menyebut rumah sakit tempat ayahnya di rawat."Bisa Mbak, tidak jauh dari sini. Ayo mbak."Lalu Dina mengikuti bapak tukang ojek, motor kemudian berjalan perlahan-lahan, setelah Dina duduk di atas boncengan."Mbak dari mana?" tanya pengojek yang menjadi pengemudi ojek yang ditumpanginya, dengan rasa ingin tahu.Dina kemudian menyebutkan asal kotanya dan mengatakan bahwa tujuannya adalah ke rumah sakit, untuk menjenguk ayahnya yang sedang sakit."Begitulah, Mbak. Jika

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 16

    Dina menatap Deni, merasa sedikit penasaran. "Ada apa, Den? Apa ini menyangkut perihal Ayah?" tanya Dina.Deni menggelengkan kepalanya. "Tidak, Kak. Ini mengenai lain, ini mengenai Kak Dina," kata Deni dengan serius."Mengenai Kakak? Ada apa dengan Kakak? Apa sakit ayah, karena kakak ?" tanya Dina, mulai merasa khawatir."Ayo kita duduk di situ, kak." Deni dan Dina melangkah menuju tempat duduk yang berada dekat toilet.Lalu, Deni segera membuka suaranya dengan bertanya pada kakaknya, "Kakak ada masalah dengan Mas Danang," tanya Deni dengan lugas, membuat keterkejutan pada Dina.Dina terkejut mendengar pernyataan Deni tentang adanya masalah antara dirinya dan Mas Danang. Hatinya berdebar cepat, mencoba untuk menenangkan diri sebelum menghadapi percakapan yang mungkin sulit ini."Masalah ? Kakak tidak ada masalah, Den ," kata Dina dengan suara yang mencoba tetap tenang meskipun rasa cemasnya mulai merayap. Dia takut adiknya tersebut tahu dan akan menjadi beban pikiran adiknya tersebut

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 74

    Deni sedang asyik belajar dalam kamarnya. Buku-buku terbuka di mejanya, pena bergerak cepat menorehkan huruf di atas kertas. Cahaya lampu meja menyinari wajahnya yang kusut karena lelah."Den, jangan tidur terlalu larut, ya," ujar bundanya dengan suara lembut, penuh perhatian. Ia masuk ke kamar Deni dengan langkah tenang, membawa segelas susu hangat di tangannya. Ia meletakkan susu itu dengan hati-hati di atas meja belajar Deni."Minumlah, selagi hangat," lanjut bundanya, senyum hangat menghiasi wajahnya."Terima kasih, Bun," sahut Deni dengan senyum lebar. Ia mengambil gelas itu, meneguk susu hangat tersebut dengan lahap. Rasanya begitu nikmat, menghangatkan tubuhnya dan membuat perutnya terasa nyaman."Sudah malam, Den. Istirahatlah sebentar," kata bundanya sambil mengusap rambut Deni dengan lembut, penuh kasih sayang. "Besok kamu harus bangun pagi untuk sekolah.""Iya, Bun," j

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 73

    "Sudah lama menunggu, Mas? Maaf ya, tadi boss masih sibuk kerja, jadi aku nggak bisa pulang lebih cepat," kata Sinta, suaranya lembut, penuh rasa penyesalan. Nada bicaranya yang tenang membuat hati Danang sedikit terasa nyaman.Danang tidak langsung menanggapi ucapan Sinta. Matanya tertuju pada rambut Sinta yang terlihat sedikit basah, menarik perhatiannya. Ia mengerutkan dahi, seolah mencoba mencari alasan di baliknya.Sinta menyadari tatapan Danang yang begitu lekat mengamatinya. "Ada apa, Mas?" tanyanya, penasaran dengan sorot mata Danang."Rambutmu basah? Kenapa?" tanya Danang akhirnya dengan nada ingin tahu, matanya tertuju pada rambut Sinta yang tampak lembap, sementara alisnya sedikit berkerut."Ah, tadi kehujanan sedikit pas keluar kantor. Ada urusan mendadak, dan aku lupa bawa payung," jawab Sinta sambil tersenyum tipis. Tangannya bergerak mengipas-ngipaskan rambutnya, mencoba

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 72

    Begitu Dina tiba di rumah, Dina langsung membersihkan tubuhnya. Dina berdiri depan cermin dan menatap pantulan tubuhnya dalam cermin, "Pegal sekali," kata Dina sambil memijat pinggangnya yang terasa pegal. Lalu dia kemudian melihat ke arah jam dinding. "Sudah jam 5 sore, aku belum masak. Ahh... untuk apa masak, masak juga tidak ada yang makan," kata Dina."Beli makanan siap saja. Untuk apa capek-capek masak, tidak ada yang makan. Mulai hari ini, jangan pikirkan orang lain. Aku harus memikirkan diri sendiri. Untuk apa memikirkan orang, jika kita tidak dihargai."Lalu Dina mengambil ponselnya dan mencari makanan yang ingin dipesannya. Setelah mendapatkan apa yang ingin dimakannya untuk makan malam, Dina memesan dan kemudian meletakkan ponselnya.Tiba-tiba, Dina terpikir untuk mulai mengumpulkan syarat-syarat untuk mengajukan perceraian. "Aku harus mengumpulkan berkas-berkas untuk mengajukan perceraian. Aku harus mencari buku nikah, sebelum Mas Danang pulang."Dina kemudian melangkah men

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 71

    Dina sibuk merencanakan masa depan setelah perpisahan dengan Danang terjadi, sementara di sisi lain, Danang tenggelam dalam pikirannya yang dipenuhi kegelisahan akibat permintaan cerai dari Dina. Ia terus mencari cara agar bisa membujuk Dina untuk membatalkan niatnya berpisah."Dina harus segera hamil secepatnya," gumam Danang dengan wajah penuh tekad, sambil melamun di ruang kerjanya, memutar otak untuk mencari solusi.Bagaimana bisa hamil, belakangan ini dia tidak mau aku sentuh. Hemmm... Apa aku beri dia obat, agar mau ku sentuh." Danang tersenyum memikirkan idenya yang cemerlang menurutnya."Tok tok " bunyi pintu ruang kerja Danang diketuk, diikuti dengan suara pintu yang terbuka perlahan sebelum Danang sempat memberikan izin. Danang mendongak dari meja kerjanya dengan wajah sedikit terganggu."Dan, sudah daftar untuk ikut family gathering?" tanya Yoga sambil melangkah

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 70

    "Bagaimana kalau kita kembali untuk nego harga sewa?" kata Alma."Ya, baiklah. Aku mau coba nego lagi," kata Dina. Ia berharap bisa mendapatkan harga sewa yang lebih rendah."Kita coba aja, Din," kata Alma. "Yang penting kita berusaha dan tidak menyerah."Keduanya kemudian kembali ke toko milik Bu Linda. Dina mencoba mengumpulkan semua keberaniannya untuk bernegosiasi dengan Bu Linda.Tiba di ruko, Bu Linda masih berada di rukonya tersebut dan tersenyum ramah melihat kedatangan Alma dan Dina."Permisi, Bu," kata Dina. "Kami ingin menanyakan tentang harga sewa toko lagi. Apakah bisa dikurangi?""Ya, Bu. Kami mencoba menghitung biaya yang dibutuhkan. Dan ternyata harga sewanya sedikit tinggi untuk kami. Apakah bisa dikurangi sedikit?" tanya Dina."Hmm, kalau ambil setahun bisa saya berikan diskon 10%. Tapi kalau hanya sebulan, maaf ya, saya

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 69

    Jika tidak mendapatkan kebahagiaan dalam hal-hal besar, temukanlah kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Kebahagiaan tidak selalu bersumber dari pencapaian besar, tetapi juga dari apresiasi terhadap apa yang kita miliki. Nikmati keindahan sederhana, seperti senyum seorang anak, secangkir kopi hangat di pagi hari, atau cahaya matahari yang menyinari wajah. Kebahagiaan sejati terletak dalam rasa syukur dan penghargaan terhadap momen-momen kecil yang kita alami setiap hari.~~**~~"Eh, Bu Linda, berapa sih harga sewanya?" tanya Alma. Suaranya menunjukkan keingintahuan yang mendalam."Harga sewanya 5 juta per bulan," jawab Bu Linda. Suaranya menunjukkan kepercayaan diri, menawarkan harga sewa yang terjangkau."Wah, cukup mahal juga ya," kata Dina dalam hati. Raut wajahnya menunjukkan keprihatinan, mencoba mempertimbangkan harga sewa yang ditawarkan."Bisa di tawar. Kalau ambil pertahun bi

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 68

    Dina sudah mantap untuk berpisah dengan Danang dan mulai merancang masa depan tanpa ada Danang di dalamnya. Sedangkan Danang masih bergulat dengan suara Dina yang mau berpisah dengannya. Sampai-sampai Danang berulang kali salah dalam mengerjakan tugasnya."Aahhh!" Danang menggeram dan mengepalkan kedua tangannya di atas meja kerjanya."Aku tidak akan mengabulkan permintaanmu, Dina. Kau akan menjadi istriku selamanya. Seorang pria kan bisa memiliki istri lebih dari satu," kata Danang dalam hati. "Kesederhanaan Dina, membuat aku nyaman. Tapi, aku membutuhkan istri yang bisa diajak untuk bersosialisasi, dan dari Sinta bisa ketemukan itu."Tok..tok, suara ketukan disertai suara mengagetkan Danang yang melamun. "Dan, melamun saja. Ada apa? Apa gaji mu sudah habis," Toni, rekan kerjanya masuk dan duduk di depan meja kerja Danang.Danang tersentak kaget dan langsung menutup layar laptopnya. Ia mencoba menutupi kesedihannya dengan senyum palsu."Ah, Toni. Nggak apa-apa. Lagi mikirin proyek b

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 67

    Dina terdiam, merenungkan perkataan Alma. Ia mencoba memikirkan apa yang ingin ia lakukan di masa depan. Ia mengingat masa-masa ketika ia bekerja di pabrik sarung tangan. Ia merasa bosan dan lelah dengan pekerjaan itu. Ia ingin mencoba sesuatu yang baru."Kenapa kau tidak menerima jahitan saja. Kau kan bisa menjahit," kata Alma untuk membuka pikiran Dina mengenai apa yang akan dilakukannya setelah bercerai."Aku ada melihat ruko di dekat rumahku, bisa dijadikan tempat menjahit Dina," kata Alma dengan bersemangat."Aku melihat ada ruko di dekat rumahku. Ruko itu bisa dijadikan tempat menjahit, Dina," kata Alma dengan bersemangat."Menjahit? Apa aku mampu?" gumam Dina, ragu."Ini yang aku nggak suka darimu, Din. Kamu itu langsung mempertanyakan kemampuanmu. Jangan pesimis, Din. Harus optimis, biar bisa sukses," kata Alma dengan nada serius."Aku kan

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 66

    Alma memeluk Dina, "Tenang Din. Jangan keluarkan air mata untuk laki-laki seperti itu," kata Alma pada sahabatnya yang baru selesai menceritakan apa yang terjadi padanya."Aku ingin pisah! Aku sudah tidak sanggup lagi menjadi istrinya," kata Dina di sela-sela isakan."Kamu yakin dengan keputusanmu ini, Din?" tanya Alma. Ia tahu betapa Dina mencintai Danang."Aku sudah berusaha, Alma," kata Dina. "Aku sudah mencoba menyelamatkan pernikahan kami. Tapi Danang terlalu egois. Dia tidak peduli perasaanku. Lama-lama aku bisa gila menghadapinya.""Lakukan, Din," kata Alma. "Aku akan selalu ada untukmu.""Terima kasih, Alma," kata Dina. Ia merasa terhibur oleh kehadiran Alma."Sekarang kamu harus kuat, Din," kata Alma. "Kamu harus fokus pada dirimu sendiri.""Aku akan baik-baik saja, Alma," kata Dina. "Aku akan melakukan yang terbaik untuk diriku

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status