Share

Bab 4

Author: Lin shi
last update Last Updated: 2024-12-04 20:42:15

Mereka berdua melanjutkan sarapan mereka dengan obrolan ringan dan tawa kecil. Tiba-tiba, Yoga mengucapkan sesuatu yang membuat Danang terdiam dan meletakkan cangkir kopinya ke meja. Pandangan Danang beralih dari kopinya, menatap Yoga.

Yoga mencoba mencari kejelasan dari reaksi Danang, "Dan, kau mendengar apa yang kukatakan?" tanya Yoga dengan nada penasaran.

Namun, Danang masih terdiam tanpa memberikan respon yang jelas, sepertinya teralih oleh pikirannya sendiri.

Karena Danang tidak merespon perkataannya, Yoga kembali berkata, "Ditanya kok bengong, Dan."

"Sinta?" ucap Danang dengan sedikit kebingungan.

"Iya, Sinta. Anak magang di sini dulu. Kau pernah dekat dengannya,"  ungkap Yoga, mencoba menghadirkan kenangan masa lalu yang semoga bisa membangkitkan rasa nostalgia Danang.

"Di mana kau bertemu?" tanya Danang, semakin tertarik dengan cerita yang Yoga bagikan.

"Dia bekerja di PT Anugrah sebagai sekretaris. Kau tahu, Dan. Sekarang dia semakin cetar membahana," kata Yoga dengan antusiasme.

Yoga kemudian menambahkan, "Dia menanyakanmu, dan minta nomor ponselmu. Tapi, aku tidak memberikannya, Dan. Kan belum minta izinmu."

Danang mengangguk mengerti, menghargai sikap bijaksana Yoga untuk tidak memberikan nomor teleponnya tanpa izin.

"Bagaimana? Kau suka dengannya, kan?" tanya Yoga, dengan suara penuh keingintahuan.

Ditanya demikian, Danang tersenyum sopan sebelum menjawab, "Sinta adalah teman yang baik. Kami dulu dekat, tapi itu kan dulu. Sekarang sudah punya jalan cerita yang berbeda."

Yoga mengangguk paham, "Tentu, kalian sudah punya cerita yang berbeda, dan mungkin dia sudah punya pasangan. Kenapa aku lupa menanyakannya," kata Yoga.

"Dari pengelihatan mata batinku, sepertinya dia masih sendiri," kata Yoga sambil memegang gelasnya sebagai alat medium dengan penuh kecermatan berpura-pura sedang melakukan penerawangan.

"Sok jadi cenayang," goda Danang dengan nada jenaka.

"Hehehehe, mungkin saja aku bisa beralih profesi menjadi cenayang," balas Yoga sambil tersenyum lebar, membalas ejekan Danang dengan santai.

Tok... tok...

Dina yang sedang sibuk di dapur menoleh ke arah pintu, "Sepertinya ada yang mengetuk pintu."

Dina dengan cepat mengelap tangannya, lalu bergegas menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Saat pintu terbuka, sorot matanya langsung bertemu dengan senyuman cerah.

"Alma!" seru Dina dengan gembira, lalu tanpa ragu ia melangkah maju dan memeluk temannya.

Keduanya memeluk erat di depan pintu, "Kau datang tanpa memberi kabar," ujar Dina dengan senyum hangat.

"Surprise," ucap Alma dengan senyuman yang tak kalah cerah.

"Surprise! Gaya lo," balas Dina sambil tertawa, menyambut kedatangan tak terduga dari Alma dengan antusiasme.

Mereka berdua tetap berpelukan di pintu, menikmati momen kejutan yang tak terduga. Dina merasa bahagia bisa bertemu Alma lagi setelah sekian lama tidak bersua. Mereka kemudian saling melepaskan pelukan dan masuk ke dalam rumah.

Dina tersenyum ramah, "Ayo, duduk. Maaf, tempatnya kecil," ia menawarkan kursi kepada Alma.

"Santai saja, Din. Kau kira rumahku besar," balas Alma dengan senyuman hangat.

"Berapa lama akan tinggal di sini?" Tanya Dina.

Alma tersenyum misterius, "Aku sekarang tinggal di kota ini," ungkapnya, memberikan kejutan lain kepada Dina. 

Saat mendengar bahwa Alma akan tinggal di kota, Dina terkejut namun senang dengan keputusan temannya tersebut.

"Serius? Itu kabar baik! Kita bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama seperti dulu," ujar Dina dengan senyum cerah.

Alma mengangguk setuju, "Iya, aku pikir akan menyenangkan tinggal di kota ini dekat dengan teman-teman seperti kamu."

"Sebentar," ucap Dina sambil bangkit dari kursi.

"Mau kemana?" tanya Alma dengan rasa ingin tahu.

"Aku tadi membuat kue, kau harus mencicipinya," ujar Dina sambil melangkah menuju dapur.

"Wow, buatmu pasti sudah enak. Kau juga pandai membuat kue sejak dulu," kata Alma sambil mengikuti Dina ke dapur.

Dina tersenyum sambil menggoda, "Mulutmu manis sekali, Alma. Tidak pernah berubah."

"Mulutku ini penuh dengan gula, tidak pernah bicara pahit ," balas Alma sambil tertawa. Dan Dina juga tertawa menanggapi perkataan Alma.

"Ayo duduklah, kita ngobrol di dapur saja ya. Tidak apa-apa kan?" ajak Dina.

"Oke...oke saja, Dina. Tidak apa-apa," kata Alma sambil mengangguk setuju. Dia kemudian mengambil sepotong kue yang terletak di atas meja, yang baru dibuat Dina.

"Bagaimana?" Tanya Dina.

"Wow, enak sekali, Dina," puji Alma sambil menikmati kuenya.

"Serius, jangan kau bilang enak, karena untuk menyenangkan hatiku saja," kata Dina dengan serius.

"Din, benar enak. Kau sih, tidak percaya diri. Kau itu sudah bisa membuka toko kue. Kau kan suka membuat kue, sejak dulu," kata Alma sambil memberikan pujian tulus.

Alma melanjutkan, "Oh ya, kau kan suka menjahit, kan? Bagaimana? Apakah kau masih menjahit?" tanya Alma dengan rasa ingin tahu. Dina menganggukkan kepalanya lalu berdiri.

"Ini hasil jahitanku sendiri," ucap Dina sambil menunjukkan gaun yang sedang dikenakannya.

"Serius, bagus sekali," kata Alma sambil melihat gaun yang dikenakan oleh Dina dengan penuh rasa kagum.

"Terima kasih," jawab Dina dengan senyum lembut, merasa bangga dengan hasil karyanya.

Tiba-tiba, Alma mengajukan permintaan yang membuat Dina terkejut, "Din, kau bisa buatkan aku gaun?" tanya Alma.

"Gaun? Ih... nggak ah!" tolak Dina cepat, terlihat sedikit canggung.

"Kenapa?" tanya Alma dengan rasa ingin tahu.

"Aku tidak bisa membuatnya."

"Yang kau pakai begitu bagus, kok tidak bisa?" tanya Alma heran.

"Ini kan baju rumahan, baju sederhana. Gaun? Aku tidak berani," jelas Dina dengan suara yang rendah, merasa ragu dengan permintaan Alma.

"Kau belum mencobanya, Dina ! Coba dulu, baru kau bisa berkata kau tidak mampu untuk melakukannya," kata Alma.

"Ayolah, Din." 

Dina masih merasa ragu dengan permintaan Alma untuk membuat gaun. Namun, melihat ekspresi antusias dari wajah Alma, Dina mulai mempertimbangkan dengan hati-hati.

Alma meyakinkan Dina, "Din, aku percaya padamu. Aku yakin gaun yang kau buat pasti luar biasa."

Dengan dukungan dan keyakinan dari Alma, Dina mulai memikirkan kesempatan untuk menantang dirinya sendiri dan mencoba hal baru. Setelah beberapa saat berpikir, Dina akhirnya tersenyum, "Baiklah, aku akan mencoba membuat gaun untukmu. Tapi, ini mungkin butuh waktu ."

Alma berseri-seri, "Terima kasih, Din! Aku akan sabar, walaupun sebenarnya, Ihh... Aku tidak sabar melihat hasil karyamu."

Dina menyampaikan kekhawatirannya kepada Alma, "Jangan terlalu semangat, Alma. Aku masih belajar. Bagaimana jika jahitanku nanti jelek dan kau tidak suka?"

Alma dengan ramah menjawab, "Tenang saja, aku pasti suka. Jaminan 100%! Jahitanmu pasti bagus, kan dari dulu, kau bisa  menjahit, bisa memasak, ih kau itu istri paling sempurna."

"Hai, ngomong-ngomong, di mana Mas Danang?" tanya Alma, mencari tahu keberadaan Danang.

"Ini kan jam kantor, sedang di kantorlah," jawab Dina dengan santai.

"Oh iya, lupa. Maklum pengangguran," kata Alma sambil tertawa, menciptakan suasana yang penuh canda di antara mereka.

Dina meledek Alma, "Kau sih pengangguran, elit pengangguran, tapi dompetnya terus tebal."

Alma membalas sambil bercanda, "Tapi kan malu pengangguran, dompetnya diisi ortu terus."

"Aku mikir, bagaimana kalau aku menikah saja ya," ucap Alma, mencoba mengalihkan perhatian dari topik sebelumnya.

"Wow, berita teranyar !! kau sudah punya pacar?" tanya Dina penasaran.

"Belum," jawab Alma dengan santai, "Menikah dengan siapa ya ? kalau tidak punya pacar," tambahnya.

"Dasar kau ! Aku kira ada kabar gembira," kata Dina.

"Kabar gembira dariku, masih lama sekali ," balas Alma.

Mereka berdua tertawa merespons percakapan ringan mereka, menciptakan suasana yang penuh keceriaan di antara teman baik tersebut.

Related chapters

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 5

    "Din, aku serius ingin kau menjahit baju untukku," kata Alma, menyinggung kembali mengenai permintaannya."Kalau hasil jahitanku tidak sesuai dengan ekspektasimu, jangan marah," kata Dina dengan penuh kehati-hatian, ingin memastikan bahwa Alma tidak akan kecewa."Aku percaya dengan tanganmu, Din. Tunggu," ucap Alma. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan mode pakaian yang diinginkannya."Nih, lihat," ujarnya sambil memberikan ponselnya pada Dina.Dina melihatnya dengan serius, "Bahannya sama seperti ini?" tanya Dina, ingin memastikan detail tentang desain yang diinginkan oleh Alma."Sedikit mirip. Aku punya bahan yang sudah lama diberikan kakakku. Bagaimana? Kau pasti bisa," kata Alma dengan antusias.Dina masih dengan tatapan serius melihat mode pakaian yang diinginkan oleh Alma."Baiklah, akan aku coba," ucap Dina dengan tekad, menerima tantangan dengan senang hati."Terimakasih, Din! Kau pasti bisa," kata Alma dengan gembira, percaya sepenuhnya pada kemampuan Dina.Ked

    Last Updated : 2024-12-04
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 6

    Dina merasa asyik dengan menggambar desain baju hingga lupa akan waktu. Ketika akhirnya menyadari, punggungnya terasa letih, Dina memperbaiki posisi tubuhnya dan menggerakkan leher serta pundaknya. Ketika pandangannya menatap keluar jendela, ia menyadari bahwa hari telah mulai gelap."Sudah malam," gumamnya, merenungkan keadaan sekitar. Kecemasan perlahan merayap saat ia menyadari bahwa Mas Danang belum juga pulang. Dina bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu, namun tidak melihat kendaraan roda dua milik Danang berada di teras."Sudah setengah delapan, ke mana Mas Danang? Apa lembur? Kenapa Mas Danang tidak kasih kabar, kalau lembur? Biasanya Mas Danang selalu memberitahukan," pikir Dina dengan khawatir. Perasaan gelisah mulai merayap di dalam hatinya, memunculkan pertanyaan besar tentang keberadaan dan keadaan sang suami, Danang.Dina, dengan perasaan cemas dan gelisah, menyadari keterlambatan sang suami, Danang dan mulai bertanya-tanya tentang alasan di balik keterlam

    Last Updated : 2024-12-04
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 7

    Dina tetap terdiam dalam kamar, memilih untuk tidak menjawab panggilan Danang yang dilakukan dengan lembut di luar pintu. Meskipun ia bisa mendengar suara-suara dari sisi lain pintu, hati dan pikirannya terasa terkunci dalam kesedihan dan rasa kekecewaan yang mendalam.Dalam keheningan kamar yang sunyi, Dina menutup mulutnya dengan rapat, menahan kata-kata yang ingin diucapkannya. "Maaf, Mas, aku kecewa denganmu," bisiknya dalam hati, tanpa mendengar alasan dari Danang mengapa ia ditinggalkan tidur di luar ruangan.Tanpa memahami sepenuhnya alasan di balik tindakan Danang, Dina merasakan kekecewaan dan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Dia merasa terluka dan ditinggalkan tanpa penjelasan yang memadai, dan biarkan perasaan tersebut menjadi bayangan yang mengganggu atau memberi tekanan pada hubungan mereka.Dina kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, air matanya mengalir tanpa henti. Dengan tangan yang gemetar, ia mengusap air mata tersebut dengan kasar, mencoba menahan emo

    Last Updated : 2025-01-13
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 8

    "Yoga ingin mengajakku bertemu, bagaimana ini ? Aku sudah janji dengan Dina," gumam Danang. Rasa kebingungan mencengkram hatinya, karena ia sudah berjanji kepada Dina untuk menghabiskan waktu bersama."Oh ya, pagi ini aku bertemu dengan Yoga. Sore aku akan pergi dengan Dina," ucap Danang dengan suara tegas, membuat keputusan yang sulit namun penting. Tidak ingin mengecewakan Dina, Danang berkomitmen untuk tetap memenuhi janjinya kepada istri tercintanya.Dina kemudian keluar dari kamar mandi, rambutnya yang sedikit basah disisirnya asal dan wajahnya diberi sedikit bedak. Dengan tampilan segar, dia bergabung di meja makan bersama Danang. Dina kemudian mengambilkan nasi untuk sang suami dengan mulut tertutup rapat, menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada sang suami, walaupun hatinya sedang sedih.Tanpa bicara, Dina mulai menyuap nasi ke dalam mulutnya dan Danang dengan perlahan. Suasana di meja makan terasa hening, hingga tiba-tiba Danang menghentikan makannya dan berbicara ke

    Last Updated : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 9

    Dina merasa kecewa dan sedih saat membaca pesan dari Danang yang memberitahukan bahwa ia tidak bisa pergi sore karena ada keperluan mendadak dengan temannya. Rasa kecewa dan kerinduan yang terpendam mulai menguasai hati Dina. "Bukan sekali ini kau ingkari janjimu, Mas. Aku seharusnya jangan terlalu berharap dengan janjimu, Mas," batin Dina sambil merenungkan secara dalam.Alma, yang peka terhadap perubahan wajah Dina, memilih untuk tetap diam. Dia merasa bahwa Dina perlu ruang dan waktu untuk mengekspresikan perasaannya sendiri. Bercermin pada persahabatan mereka yang kuat, Alma memilih untuk memberikan dukungan dan keberanian kepada Dina untuk berbagi dengan sukarela jika ia merasa perlu.Sampai di mall, Alma membawa Dina untuk berbelanja baju. "Ini bagus untukmu, Din. Ini juga bagus, Din," ucap Alma dengan antusias sambil menunjukkan beberapa pilihan baju yang menurutnya bagus. Dina menatap baju-baju tersebut dengan ragu. "Ah tidak, aku tidak suka, Alma," kata Dina menolak apa yang

    Last Updated : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 10

    "Keluar Din.""Tidak, aku tidak mau keluar. Aku malu !" Kata Dina tegas."Baiklah," Alma membiarkan Dina berdiri di depan pintu kamar ganti. Dia menatap pakaian yang dikenakan Dina dengan seksama. Alma memicingkan matanya dan keningnya berkerut."Jelek kan bajunya di tubuhku ?" Tanya Dina dengan perasaan tidak nyaman, "Bagus kok," jawab Alma sambil melihat dengan seksama pakaian yang dikenakan oleh Dina."Bohong !" Kata Dina."Kau bohong, Alma? Lihatlah," kata Dina sambil menunggingkan bokongnya dan menunjukkan, "Terlihat pakaian dalamku."Alma tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha ha ha, baguslah, bagus," ucap Alma, menganggap candaan Dina sebagai kesempatan untuk mencairkan suasana."Bagus, apaan? Kau suruh aku pamer aurat," kata Dina dengan nada sedikit tajam membalas perkataan Alma."Ha ha ha, kau tidak suka?" tanya Alma."Iya, aku tidak suka. Aku tidak nyaman kalau harus memakai baju yang pendek seperti begini," kata Dina dengan tegas."Baiklah, tunggu sebentar ya," kata Alma, lalu d

    Last Updated : 2025-01-15
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 11

    Lalu, keduanya menuju ke gedung bioskop untuk menonton film. Sampai di sana, tiba-tiba Dina menarik Alma untuk bersembunyi di balik pot besar yang ditumbuhi oleh bunga yang rimbun."Ada apa, Din?" tanya Alma dengan heran saat mereka bersembunyi di belakang pot besar.Dina tidak menjawab pertanyaan Alma. Dia merenung dan menatap ke arah depan dari balik rimbunan bunga, wajahnya terlihat sedih."Dina, ada apa?" tanya Alma penasaran, karena melihat kegelisahan dari ekspresi Dina yang terlihat sedih.Alma menggoncang tubuh Dina sambil berkata, "Dina, ada apa? Katakan." Alma mencoba membuat Dina merespon pertanyaannya."Mas, mas, Mas Danang," kata Dina dengan suara yang lirih dan bergetar, mencoba mengungkapkan sesuatu yang membuatnya sedih."Mas Danang, Mas Danang, suamimu," tanya Alma. Dina menganggukkan kepalanya sambil tetap melihat ke arah di mana Danang terlihat."Mana, mana, yang mana, Din?" tanya Alma dengan penasaran."Tuh," kata Dina."Yang mana ? Banyak manusia di situ," kata Al

    Last Updated : 2025-01-20
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 12

    Hati Dina semakin sakit ketika melihat tangan Danang merapikan rambut panjang wanita yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum. "Alma, ayo kita pergi," kata Dina, suaranya penuh dengan keputusan yang tegas."Kenapa? Kita tidak nonton?" Tanya Alma."Tidak, aku tidak minat untuk nonton lagi," balas Dina dengan mantap pada Alma. "Kita harus melabrak suamimu. Jangan diam-diam saja," kata Alma."Biar perempuan itu tahu, Danang itu suamimu ," kata Alma.Dina tidak merespons apa yang dikatakan oleh Alma, dia menundukkan kepalanya."Dina, ayolah," pinta Alma lagi, berharap agar Dina menghampiri Danang.Namun, Dina tidak merespons ajakan Alma. "Aku tidak mau, ayo kita pulang," kata Dina dengan suara penuh ketegasan.Tanpa ragu, Dina bergegas turun dari gedung bioskop, meninggalkan kebingungan dan rasa sakit yang memenuhi hatinya. "Din!" seru Alma sambil mengejar sang sahabat yang sudah lebih dahulu pergi dari gedung bioskop."Harusnya, kau jangan pergi. Temui suamimu, tanyakan apa hubungan

    Last Updated : 2025-01-21

Latest chapter

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 43

    "Al, kamu lihat apa?" tanya Ayumi, yang melihat keanehan perilaku Alma."Lihat itulah," jawab Alma sambil menunjuk ke arah layar besar di depan."Kenapa kau tidak tertawa?" tanya Ayumi, heran dengan sikap Alma yang tampak serius."Untuk apa tertawa? Film seram kok harus tertawa, aneh," jelas Alma dengan tegas."Kau yang aneh. Semua orang tertawa dan berteriak, tapi kau malah diam saja," sindir Ayumi.Alma tidak menanggapi perkataan Ayumi, dia terus memperhatikan Danang, "Gila !" Alma kesal, saat melihat Sinta berteriak dan memeluk Danang."Cewek genit ! Sepertinya mereka ada hubungan terlarang," gumam Alma dalam hati.Setelah film selesai, Danang dan Sinta berdiri untuk meninggalkan tempat duduk mereka. Alma ingin mengikuti mereka, tetapi Ayumi mencegahnya."Tunggu sebentar, kita keluar nanti biar tidak

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 42

    Setelah Danang selesai mandi, ia segera meluncur untuk menjemput Sinta di alamat yang telah diberikan oleh Sinta. Mobil Danang melambat saat mendekati lokasi, dan ia nampak Sinta berdiri di pinggir jalan menunggu dengan sabar. Danang langsung menghentikan mobilnya. Ia membuka kaca mobil dan memanggil Sinta, "Sinta!"Sinta, yang tidak menyadari keberadaan Danang dalam mobil yang berhenti di depannya, segera menoleh. Awalnya ingin menggeser tubuhnya menjauhi mobil tersebut, namun panggilan Danang baru ia tahu, yang mengemudikan mobil tersebut adalah Danang."Mas Danang !" Sinta tersenyum cerah saat melihat Danang."Masuk ," kata Danang.Dengan langkah ringan, dia masuk ke dalam mobil dan senyum lembut Danang menyambutnya."Tenyata, kamu mas, aku kira orang iseng yang berhenti depanku. Senang sekali bisa bertemu denganmu, Mas," kata Sinta dengan gembira.

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 41

    Di sekolah, saat jam istirahat tiba, Deni bertanya kepada sahabatnya, Johnny, "Bagaimana cara saya mengembalikan file yang hilang, John?" Deni menunjukkan ponsel ayahnya yang dibawanya kepada Johnny.Johnny mengambil ponsel tersebut dan bertanya, "Ponsel siapa ini, Den?""Ini ponsel ayahku," jawab Deni. "File apa yang hilang?" tanya Johnny, sambil memandang ponsel ayah Deni yang dipegangnya."Aku tidak tahu file mana secara spesifik, tetapi aku ingin menemukan file tersembunyi di ponsel ini," ungkap Deni."Izinkan aku mencoba," kata Johnny. Selama 15 menit, Johnny mencoba mengutak-atik ponsel ayah Deni dengan keringat bercucuran dari dahinya. Akhirnya, Johnny menyerah, "Maaf, aku mencoba tapi aku tidak bisa menemukannya. Lebih baik dibawa ke tempat service ponsel daripada mencari sendiri dan berisiko kehilangan file lainnya," sarannya Johnny.Deni mengangguk mengerti, "Baiklah, aku akan mengikuti saranmu, Johnny. Terima kasih sudah mencoba." Deni merasa lega karena mendapatkan saran

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 40

    Mobil Danang sudah meninggalkan pekarangan rumah Dina, dan Dina menatapnya dengan sedih. Sejak bangun tidur hingga kepergian Danang, tidak satu kata pun terucap antara keduanya. Perasaan sedih dan kehampaan terasa begitu kuat dalam hati Dina, seolah-olah kesalahannya begitu besar karena menolak untuk menjual bagian tanahnya.Bunda Dina memperhatikan ekspresi putrinya yang sedih, lalu bertanya, "Kenapa tidak ikut Danang pulang, Din?""Dina mau pulang setelah tujuh hari ayah, Bunda," jawab Dina dengan suara lembut.Dina menyimpan kerinduan yang mendalam terhadap ayahnya, dan rencana untuk kembali setelah tujuh hari sebagai tanda penghormatan dan cinta pada almarhum ayahnya. Meskipun hatinya terpukul dengan kepergian Danang tanpa komunikasi yang jelas, ia tetap mempertahankan keputusannya dengan penuh keyakinan.Saat keduanya duduk di teras rumah, dua orang sepasang suami istri mendekati Aini dan Dina d

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 39

    Dina masuk ke dalam kamar dan melihat sang suami, Danang, sedang memasukkan pakaiannya ke dalam tasnya. Raut heran tergambar jelas di wajah Dina."Mas mau pulang?" tanya Dina heran dengan apa yang dilakukan oleh Danang."Iya," sahut Danang singkat, tanpa banyak penjelasan."Bukannya lusa baru balik, Mas?" tanya Dina, merasa semakin bingung dengan rencana pulang yang tidak sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya."Kebetulan ada kerjaan mendadak," jawab Danang dengan nada datar, mencoba menghindari penjelasan lebih lanjut."Mas marah?" tanya Dina mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap Danang.Danang memutar badannya dan menatap Dina dengan tajam. "Menurutmu?" tanya Danang balik.Dina menatap Danang dengan lekat, "Mas marah karena apa yang dikatakan oleh bunda, karena bunda tidak ingin menjual sawah itu ? Sudah berkali-kali kami katakan, Mas, kamu tidak akan mau menjual peninggalan ayah. Kenapa Mas tetap ngotot terus membahas hal ini? Bunda kan tidak ing

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 38

    Saat keduanya berada di dapur, Hanum mengajak Dina untuk bicara dari hati ke hati."Din, bagaimana ekonomi kalian? Apa kau mengalami kesulitan ekonomi?" tanya Hanum pada Dina dengan kehangatan dalam suaranya."Maaf, jika Tante menanyakannya," tambah Hanum dengan sopan, memberikan pengertian atas pertanyaannya yang mungkin bisa menyinggung perasaan Dina.Pertanyaan yang dilontarkan oleh tantenya membuat Dina terdiam sejenak."Maaf ya, pertanyaan Tante mungkin terlalu masuk ke dalam kehidupan rumah tanggamu. Tapi Tante heran, kenapa kau mengusulkan untuk menjual tanah? Apa kau membutuhkan uang ?" Tanya Hanum dengan penuh kehati-hatian."Tidak Tan, aku tidak membutuhkan uang. Uang yang diberikan oleh Mas Danang, lebih dari cukup untuk biaya hidup. Aku masih bisa menyisihkan sebagian uang untuk di tabung," kata Dina."Lalu untuk apa ju

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 37

    Juragan Zuki menatap Deni dengan serius, "Maksudku, iparmu itu orang tidak baik. Aku hanya ingin kau hati-hati dengan Kakak iparmu itu. Dia tidak sebaik yang kau kira, anak muda. Lihatlah, kalian akan dibuat sengsara orang kota itu," ucap Juragan Zuki dengan nada peringatan yang tegas.Deni, terkejut dan bingung dengan kata-kata yang menohok dari Juragan Zuki. "Jangan-jangan memfitnah abang ipar saya ya," kata Deni dengan nada tegas, menolak dugaan yang dilontarkan oleh Juragan Zuki. Walaupun dia sedang kesal dengan Danang, tapi dia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Juragan Zuki."Lho... saya tidak menghina abang iparmu itu. Abang iparmu memang tidak baik, dia menipu kalian. Lihatlah, kakakmu tidak akan bahagia bersuamikan orang kota itu. Jika dulu kakakmu mau menikah dengan anakku, dia pasti akan bahagia," ucap Juragan Zuki dengan sinis, menyudutkan Danang dalam perkataannya.Deni merasa diserang dan kehilanga

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 36

    Danang, dengan tekad yang kuat dan hati yang penuh keyakinan untuk membujuk Deni. Begitu ada kesempatan, melihat Deni sendiri di teras, ia mendekati Deni. Dengan langkah yang pasti, Danang melangkah menuju teras untuk bicara dengan Deni."Ngapain Den?" tanya Danang sambil menepuk lembut pundak Deni yang terlihat tengah terdiam dalam lamunan di depan rumah.Deni kaget dan mendongak menatap Danang sampingnya, ekspresi heran terpancar dari wajahnya. "Oh, Mas Danang. Maafkan aku, aku hanya sedang memikirkan berbagai hal," ucap Deni dengan suara datar. Karena Deni masih merasa kesal pada abang iparnya tersebut.Danang menatap dengan penuh perhatian, "Ada yang bisa mas bantu, Den? Jika ada yang mengganggu pikiranmu, ceritakan pada Mas, Den. Kita bisa mencari solusi bersama. Apa masalah sekolah ? Kau bingung mau mengambil jurusan apa ?""Nggak ada, mas. Bosan saja di rumah, biasany

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 35

    "Boleh kakak masuk?" tanya Dina dengan lembut.Deni menjawab dengan ramah, "Masuklah kak."Dina memasuki kamar Deni dan Deni kemudian menutup pintu kamarnya. Dina melangkah mendekati meja belajar Deni, kemudian melihat-lihat meja belajar Deni."Kakak datang bukan untuk melihat buku-buku pelajaranku, kan?" tanya Deni."Ada yang mau kak bicarakan denganku? Kalau kakak ingin membujukku, maaf kak, aku tidak akan mengubah keputusan," kata Deni tegas.Dina memutar badannya, "Kakak tidak akan menjual sawahnya, Den. Jangan marah kepada kakak ya," ucap Dina dengan menatap wajah adiknya dengan lekat."Aku tahu itu bukan rencanamu, kak? Mas Danang yang mengusulkan kepada Kakak, kan ?" tebak Deni.Dina menganggukkan kepalanya, "Sudah kuduga," ucap Deni dengan sedikit lega, karena ia mengetahui rencana penjualan itu bukan d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status