Share

Bab 3

Author: Lin shi
last update Huling Na-update: 2024-12-04 17:59:27

Sementara Danang sibuk dengan pikirannya di kantor, Dina di rumah kedatangan tamu tak terduga yaitu mertuanya, Ibu Endang.

Dina menyambut kedatangan Ibu Endang dengan senyum ramah, namun ekspresi sang mertua terlihat kaku dan tidak senang.

"Selamat pagi, Bu. Silakan masuk," ucap Dina, mempersilakan Ibu Endang untuk masuk.

Namun, alih-alih membalas senyuman Dina, Ibu Endang justru memandang pakaian Dina dengan tatapan menilai.

"Pakaian apa ini? Kenapa kau selalu berpakaian seperti ini di rumah?" tanya Ibu Endang dengan nada ketus.

Dina terkejut mendengar pertanyaan itu. "Eh? Ini hanya pakaian rumah biasa, Bu. Memangnya kenapa?" tanya Dina dengan suara tetap lembut, walaupun suara sang mertua menghinanya.

"Biasa? Kau istri seorang manajer, tapi penampilanmu seperti ini?" Ibu Endang menggeleng-gelengkan kepala. "Kemana uang yang Danang berikan padamu? Kenapa kau tidak bisa berpakaian yang layak? Kau pasti beli pakaian di pasar, kan ?"

Dina merasa tersinggung mendengar kritikan Ibu Endang, tapi dia tetap lembut berkata pada ibu mertuanya tersebut. "Uang itu saya gunakan untuk kebutuhan rumah tangga kami, Bu. Saya selalu berusaha mengatur keuangan dengan baik. Dan, baju yang saya kenakan ini hasil dari jahitan saya sendiri. Dan saya bangga mengenakannya."

"Mengatur keuangan? Tapi lihat penampilanmu! Apa Danang tidak malu memperkenalkanmu pada teman-temannya?" cerca Ibu Endang.

"Apa yang kau katakan tadi? Baju hasil jahit sendiri? Dan kau bangga dengan itu?" Omelan Endang terdengar tajam dan penuh kekecewaan. "Hei, suamimu seorang manajer, seharusnya istrinya mengenakan busana dari butik, bukan hasil jahitan sendiri! Aku hampir tidak percaya!"

Endang melanjutkan omelannya tanpa filter, mencurahkan kekecewaannya tanpa memikirkan efeknya pada Dina. "Kenapa Danang memilih untuk menikahi wanita seperti kamu yang sangat 'udik'? Apa dosaku sehingga mendapatkan menantu yang tidak bisa bergaya seperti ini!" Suara Endang penuh dengan kekecewaan dan ketidaksetujuan, menciptakan ketegangan dan kesedihan di antara mereka. Dia duduk dan mengipas-ngipaskan jari tangannya ke wajahnya.

Dina terdiam, hatinya terasa terluka. Ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini dari mertuanya sendiri. Apakah memang ada yang salah dengan dirinya?

Dina merasakan kepedihan yang menusuk hatinya. Kata-kata pedas dari Endang membuatnya merasa rendah dan tak berharga. Namun, di tengah semua omelan dan celaan, Dina mencoba untuk tetap tenang dan mengendalikan emosinya.

"Aku tidak pernah bermaksud membuat siapapun kecewa, Bu.  Inilah, aku. Mas Danang tahu aku bagaimana, dan dia memilihku menjadi istrinya."

Namun, Endang terus melancarkan serangannya tanpa ampun. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membuat Dina semakin terluka dan terpojok. Dia merasa seperti tidak bisa melakukan apa pun selain bertahan dan menahan rasa sedih yang menghimpit dadanya. Dina sudah malas untuk melawan perkataan sang ibu mertua. Dia diam.

Sementara itu, di kantor, Danang tengah duduk di meja kerjanya dengan pikiran yang kacau. Dia masih bergulat dengan pikirannya sendiri, mengenai Family gathering yang akan diadakan perusahaan tempatnya bekerja Minggu depan membuat pikirannya kacau.

Danang tengah duduk di meja kerjanya dengan pikiran yang kacau.

"Aku suruh Dina untuk berubah, dia pasti mau. Atau, aku katakan saja aku belum menikah. Orang kantor kan belum tahu aku belum menikah. Hanya Rudy saja yang tahu ." batin Danang.

°°°

Danang menguap berkali-kali, "Aku sangat ngantuk." Danang Merasakan kelelahan yang menyergapnya, dia mengerakkan leher dan pundaknya untuk mencoba mengusir rasa kantuk yang menghampirinya tiba-tiba.

"Ini semua gara-gara Dina, dia membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Entah apa yang dilakukannya sepanjang malam dengan mesin jahitnya itu," pikir Danang dengan frustrasi, mencoba mencari alasan atas kesulitan tidurnya.

"Tidak bisa terus begini, tugasku belum selesai," pikirnya sambil menutup laptopnya dan beranjak menuju pintu untuk keluar. Dengan langkah berat, ia melangkah ke area belakang, menuju kantin tempat yang dituju. Saat tiba di kantin, ia langsung memesan secangkir kopi pahit. Begitu kopi datang, Danang langsung menyeruputnya dengan penuh kenikmatan, merasakan aroma kopi yang menyegarkan kembali pikiran dan tubuhnya.

"Legaaa," gumamnya pelan, merasakan sedikit kesegaran dan semangat baru setelah menyeruput kopi tersebut. Perasaannya sedikit lebih tenang dan fokus setelah meminum kopi.

Tiba-tiba, pundak Danang ditepuk dengan lembut, "Tumben ngopi, Dan?"

Danang mendongak dan bertemu dengan senyuman ramah dari Yoga. "Ngantuk," akui Danang dengan ekspresi lelah.

"Kau sendiri, ngapain, Yoga?" tanya Danang sambil mencoba memulai percakapan.

Yoga, duduk di sampingnya dengan sikap santai, lalu berkata, "Nih, minta diisi," sambil mengusap perutnya dengan dibarengi tawa kecil.

Seorang pelayan membawa pesanan Yoga. Dan, Yoga menawarkan roti bakar pada Danang.

"Ini makan, Dan. Jangan ngopi saja," kata Yoga, menyodorkan roti pada Danang dengan senyum ramah.

Danang tersenyum dan kemudian mengambil sepotong roti bakar roti dari Yoga, "Terima kasih," ucapnya sambil menunjukkan rasa terima kasihnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 4

    Mereka berdua melanjutkan sarapan mereka dengan obrolan ringan dan tawa kecil. Tiba-tiba, Yoga mengucapkan sesuatu yang membuat Danang terdiam dan meletakkan cangkir kopinya ke meja. Pandangan Danang beralih dari kopinya, menatap Yoga.Yoga mencoba mencari kejelasan dari reaksi Danang, "Dan, kau mendengar apa yang kukatakan?" tanya Yoga dengan nada penasaran.Namun, Danang masih terdiam tanpa memberikan respon yang jelas, sepertinya teralih oleh pikirannya sendiri.Karena Danang tidak merespon perkataannya, Yoga kembali berkata, "Ditanya kok bengong, Dan.""Sinta?" ucap Danang dengan sedikit kebingungan."Iya, Sinta. Anak magang di sini dulu. Kau pernah dekat dengannya," ungkap Yoga, mencoba menghadirkan kenangan masa lalu yang semoga bisa membangkitkan rasa nostalgia Danang."Di mana kau bertemu?" tanya Danang, semakin tertarik dengan cerita yang Yoga bagikan."Dia bekerja di PT Anugrah sebagai sekretaris. Kau tahu, Dan. Sekarang dia semakin cetar membahana," kata Yoga dengan antusi

    Huling Na-update : 2024-12-04
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 5

    "Din, aku serius ingin kau menjahit baju untukku," kata Alma, menyinggung kembali mengenai permintaannya."Kalau hasil jahitanku tidak sesuai dengan ekspektasimu, jangan marah," kata Dina dengan penuh kehati-hatian, ingin memastikan bahwa Alma tidak akan kecewa."Aku percaya dengan tanganmu, Din. Tunggu," ucap Alma. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan mode pakaian yang diinginkannya."Nih, lihat," ujarnya sambil memberikan ponselnya pada Dina.Dina melihatnya dengan serius, "Bahannya sama seperti ini?" tanya Dina, ingin memastikan detail tentang desain yang diinginkan oleh Alma."Sedikit mirip. Aku punya bahan yang sudah lama diberikan kakakku. Bagaimana? Kau pasti bisa," kata Alma dengan antusias.Dina masih dengan tatapan serius melihat mode pakaian yang diinginkan oleh Alma."Baiklah, akan aku coba," ucap Dina dengan tekad, menerima tantangan dengan senang hati."Terimakasih, Din! Kau pasti bisa," kata Alma dengan gembira, percaya sepenuhnya pada kemampuan Dina.Ked

    Huling Na-update : 2024-12-04
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 6

    Dina merasa asyik dengan menggambar desain baju hingga lupa akan waktu. Ketika akhirnya menyadari, punggungnya terasa letih, Dina memperbaiki posisi tubuhnya dan menggerakkan leher serta pundaknya. Ketika pandangannya menatap keluar jendela, ia menyadari bahwa hari telah mulai gelap."Sudah malam," gumamnya, merenungkan keadaan sekitar. Kecemasan perlahan merayap saat ia menyadari bahwa Mas Danang belum juga pulang. Dina bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu, namun tidak melihat kendaraan roda dua milik Danang berada di teras."Sudah setengah delapan, ke mana Mas Danang? Apa lembur? Kenapa Mas Danang tidak kasih kabar, kalau lembur? Biasanya Mas Danang selalu memberitahukan," pikir Dina dengan khawatir. Perasaan gelisah mulai merayap di dalam hatinya, memunculkan pertanyaan besar tentang keberadaan dan keadaan sang suami, Danang.Dina, dengan perasaan cemas dan gelisah, menyadari keterlambatan sang suami, Danang dan mulai bertanya-tanya tentang alasan di balik keterlam

    Huling Na-update : 2024-12-04
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 7

    Dina tetap terdiam dalam kamar, memilih untuk tidak menjawab panggilan Danang yang dilakukan dengan lembut di luar pintu. Meskipun ia bisa mendengar suara-suara dari sisi lain pintu, hati dan pikirannya terasa terkunci dalam kesedihan dan rasa kekecewaan yang mendalam.Dalam keheningan kamar yang sunyi, Dina menutup mulutnya dengan rapat, menahan kata-kata yang ingin diucapkannya. "Maaf, Mas, aku kecewa denganmu," bisiknya dalam hati, tanpa mendengar alasan dari Danang mengapa ia ditinggalkan tidur di luar ruangan.Tanpa memahami sepenuhnya alasan di balik tindakan Danang, Dina merasakan kekecewaan dan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Dia merasa terluka dan ditinggalkan tanpa penjelasan yang memadai, dan biarkan perasaan tersebut menjadi bayangan yang mengganggu atau memberi tekanan pada hubungan mereka.Dina kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, air matanya mengalir tanpa henti. Dengan tangan yang gemetar, ia mengusap air mata tersebut dengan kasar, mencoba menahan emo

    Huling Na-update : 2025-01-13
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 8

    "Yoga ingin mengajakku bertemu, bagaimana ini ? Aku sudah janji dengan Dina," gumam Danang. Rasa kebingungan mencengkram hatinya, karena ia sudah berjanji kepada Dina untuk menghabiskan waktu bersama."Oh ya, pagi ini aku bertemu dengan Yoga. Sore aku akan pergi dengan Dina," ucap Danang dengan suara tegas, membuat keputusan yang sulit namun penting. Tidak ingin mengecewakan Dina, Danang berkomitmen untuk tetap memenuhi janjinya kepada istri tercintanya.Dina kemudian keluar dari kamar mandi, rambutnya yang sedikit basah disisirnya asal dan wajahnya diberi sedikit bedak. Dengan tampilan segar, dia bergabung di meja makan bersama Danang. Dina kemudian mengambilkan nasi untuk sang suami dengan mulut tertutup rapat, menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya kepada sang suami, walaupun hatinya sedang sedih.Tanpa bicara, Dina mulai menyuap nasi ke dalam mulutnya dan Danang dengan perlahan. Suasana di meja makan terasa hening, hingga tiba-tiba Danang menghentikan makannya dan berbicara ke

    Huling Na-update : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 9

    Dina merasa kecewa dan sedih saat membaca pesan dari Danang yang memberitahukan bahwa ia tidak bisa pergi sore karena ada keperluan mendadak dengan temannya. Rasa kecewa dan kerinduan yang terpendam mulai menguasai hati Dina. "Bukan sekali ini kau ingkari janjimu, Mas. Aku seharusnya jangan terlalu berharap dengan janjimu, Mas," batin Dina sambil merenungkan secara dalam.Alma, yang peka terhadap perubahan wajah Dina, memilih untuk tetap diam. Dia merasa bahwa Dina perlu ruang dan waktu untuk mengekspresikan perasaannya sendiri. Bercermin pada persahabatan mereka yang kuat, Alma memilih untuk memberikan dukungan dan keberanian kepada Dina untuk berbagi dengan sukarela jika ia merasa perlu.Sampai di mall, Alma membawa Dina untuk berbelanja baju. "Ini bagus untukmu, Din. Ini juga bagus, Din," ucap Alma dengan antusias sambil menunjukkan beberapa pilihan baju yang menurutnya bagus. Dina menatap baju-baju tersebut dengan ragu. "Ah tidak, aku tidak suka, Alma," kata Dina menolak apa yang

    Huling Na-update : 2025-01-14
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 10

    "Keluar Din.""Tidak, aku tidak mau keluar. Aku malu !" Kata Dina tegas."Baiklah," Alma membiarkan Dina berdiri di depan pintu kamar ganti. Dia menatap pakaian yang dikenakan Dina dengan seksama. Alma memicingkan matanya dan keningnya berkerut."Jelek kan bajunya di tubuhku ?" Tanya Dina dengan perasaan tidak nyaman, "Bagus kok," jawab Alma sambil melihat dengan seksama pakaian yang dikenakan oleh Dina."Bohong !" Kata Dina."Kau bohong, Alma? Lihatlah," kata Dina sambil menunggingkan bokongnya dan menunjukkan, "Terlihat pakaian dalamku."Alma tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha ha ha, baguslah, bagus," ucap Alma, menganggap candaan Dina sebagai kesempatan untuk mencairkan suasana."Bagus, apaan? Kau suruh aku pamer aurat," kata Dina dengan nada sedikit tajam membalas perkataan Alma."Ha ha ha, kau tidak suka?" tanya Alma."Iya, aku tidak suka. Aku tidak nyaman kalau harus memakai baju yang pendek seperti begini," kata Dina dengan tegas."Baiklah, tunggu sebentar ya," kata Alma, lalu d

    Huling Na-update : 2025-01-15
  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 11

    Lalu, keduanya menuju ke gedung bioskop untuk menonton film. Sampai di sana, tiba-tiba Dina menarik Alma untuk bersembunyi di balik pot besar yang ditumbuhi oleh bunga yang rimbun."Ada apa, Din?" tanya Alma dengan heran saat mereka bersembunyi di belakang pot besar.Dina tidak menjawab pertanyaan Alma. Dia merenung dan menatap ke arah depan dari balik rimbunan bunga, wajahnya terlihat sedih."Dina, ada apa?" tanya Alma penasaran, karena melihat kegelisahan dari ekspresi Dina yang terlihat sedih.Alma menggoncang tubuh Dina sambil berkata, "Dina, ada apa? Katakan." Alma mencoba membuat Dina merespon pertanyaannya."Mas, mas, Mas Danang," kata Dina dengan suara yang lirih dan bergetar, mencoba mengungkapkan sesuatu yang membuatnya sedih."Mas Danang, Mas Danang, suamimu," tanya Alma. Dina menganggukkan kepalanya sambil tetap melihat ke arah di mana Danang terlihat."Mana, mana, yang mana, Din?" tanya Alma dengan penasaran."Tuh," kata Dina."Yang mana ? Banyak manusia di situ," kata Al

    Huling Na-update : 2025-01-20

Pinakabagong kabanata

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 94

    Sampai di rumah, suasana di antara mereka masih dipenuhi keheningan. Sinta tetap bungkam sejak meninggalkan pantai, dan ekspresi wajahnya jelas menunjukkan kekesalan yang tak bisa disembunyikan. Danang sudah berusaha mengajaknya bicara selama perjalanan, tetapi Sinta tetap menutup rapat mulutnya.Setelah Sinta turun dari motor, Danang segera memanggilnya dengan suara penuh rasa bersalah. "Maaf, Sayang," ucapnya pelan, tetapi Sinta tidak merespons dan langsung berjalan menuju pintu gerbang rumahnya."Sinta!!" Danang menarik tangan Sinta dengan cepat, membuat langkahnya terhenti di depan pagar. Sinta menoleh dengan tatapan marah, menghentakkan tangannya dari genggaman Danang."Mas! Aku malu! Kenapa Mas melakukan itu di tempat umum?!" serunya dengan nada penuh emosi, air mata mulai menggenang di matanya.Danang menundukkan kepala, merasa bersalah. "Maaf, aku salah. Aku nggak kepikira

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 93

    Dinda keluar dari kamar dan melangkah perlahan menuju ruang keluarga, tempat Mamanya, Endang, sedang duduk santai di sofa dengan segelas teh hangat di tangannya. Televisi menyala, menampilkan acara favoritnya, drama favoritnya di salah satu televisi swasta. Dinda berdiri sejenak di ambang pintu, seolah mengumpulkan keberanian sebelum melangkah masuk."Mama," panggil Dinda pelan sambil mendekat dan duduk di sebelah Mamanya. Suaranya terdengar sedikit ragu, membuat Endang meliriknya dengan alis sedikit terangkat."Ada apa, Din? Kok tiba-tiba manggil Mama seperti itu? Mau minta sesuatu, ya?" tanya Endang setengah bercanda, sambil menyeruput tehnya.Dinda tersenyum kecil, tetapi kemudian menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara. "Ma, kalau ada orang yang Mama kenal… terus dia terlihat bersama pria lain yang bukan suaminya, tapi kelihatan sangat mesra… apa yang Mama akan lakukan?" tanya

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 92

    Dina perlahan menurunkan ponselnya ke atas pahanya, tangannya gemetar dan wajahnya pucat. Tatapannya kosong, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Al... ini... ini..." katanya dengan suara bergetar, memandang Alma dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Melihat sahabatnya begitu terpukul, Alma langsung mengambil ponsel dari tangan Dina. "Coba sini, Din. Biar aku lihat," katanya cepat. Ia menatap layar ponsel itu, dan detik berikutnya matanya membelalak. Alma spontan berseru lantang, nyaris berteriak, "Sudah gila suamimu, Din! Terang-terangan dia main hati! Dia pikir dia siapa?!"Dina mengusap wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menenangkan diri, meski jelas emosinya bercampur aduk. "Semakin cepat aku ingin lepas darinya," ucap Dina lirih, suaranya sarat dengan kekecewaan dan kepedihan."Iya! Kau harus gugat cerai dia, Din! Laki-laki model begitu nggak pantas dipertahankan

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 91

    Dinda masuk ke kamarnya sambil memegang kartu SIM baru yang baru saja ia beli. Ia membuka ponselnya, mengganti kartu SIM dengan hati-hati, dan memastikan nomor barunya aktif. Setelah beberapa detik, notifikasi dari operator muncul, menandakan nomor tersebut telah siap digunakan."Hm, sekarang semuanya sudah siap. Tinggal kirim videonya ke Kak Dina," gumam Dinda sambil menarik napas panjang, ekspresinya terlihat tegang. Ia membuka galeri dan melihat video Danang dengan wanita yang tidak dikenalnya, lalu mulai mulai mengetik. Dia menuliskan 'Suamimu main gila'.Namun, ia berhenti sejenak, menatap layar ponselnya dengan ragu. "Apa Kak Dina sanggup menerima ini ? Tapi kalau aku nggak kirim, dia nggak akan tahu kelakuan Mas Danang di luar sana," ujar Dinda, berbicara dengan dirinya sendiri.Ia menggigit bibirnya, kemudian menguatkan hati. "Nggak, aku harus kirim. Kak Dina berhak tahu kebenarannya!"

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 90

    "Kena kau!!" seru Dinda dalam hati, amarahnya membuncah hingga wajahnya memerah. Tangannya gemetar saat ia terus merekam kemesraan Danang dan Sinta dari dalam taksi. Matanya tidak lepas dari layar ponselnya, memastikan setiap detik momen itu terekam dengan jelas."Kau selingkuh, Mas! Aku tidak akan tinggal diam. Kak Dina harus tahu!" ucap Dinda dengan suara keras, penuh emosi. Perkataannya menggema di dalam taksi, membuat sang sopir melirik ke arah kaca spion dengan rasa penasaran."Aku tidak akan membela Mas Danang. Walaupun dia saudaraku, aku tidak bisa diam melihat ini!" lanjut Dinda, suaranya penuh tekad. Wajahnya memancarkan kemarahan, sementara jemarinya sibuk mengetik pesan di ponselnya, bersiap untuk mengirimkan video itu kepada Dina.Namun, ketika ia hendak menekan tombol kirim, Dinda berhenti sejenak. Pikirannya diliputi keraguan. "Tidak... kalau aku langsung mengirim video ini

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 89

    "Bunda, bau semur jengkolnya harum banget sampai kecium di depan rumah," seru Deni sambil masuk ke dapur dengan langkah santai. Di tangannya ada kantong plastik berisi keripik singkong dan talas yang ia beli di pasar untuk bekal ke kota. Ia meletakkan bungkusan itu di atas meja, lalu menarik kursi untuk duduk.Bundanya menoleh dari cobek yang sedang ia gunakan untuk menghaluskan bumbu, lalu tersenyum kecil. "Masa sih, Den? Bunda biasa saja masaknya," jawabnya, meskipun senyumnya menunjukkan ia cukup senang mendengar pujian Deni."Iya, Bunda, serius! Harumnya enak banget," sahut Deni dengan nada meyakinkan. "Nggak salah kalau semur jengkol buatan Bunda dibilang terenak di kampung ini," tambahnya sambil terkekeh, mencoba menggoda bundanya.Bundanya tertawa kecil, lalu menggelengkan kepala. "Kamu ini suka banget muji setinggi langit. Jadi, ada nggak kripiknya?" tanyanya, sambil melirik kantong pl

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 88

    "Lumayan," gumam Dina sambil menatap dapur kecil di ruko yang baru saja disewanya untuk memulai usaha. Matanya mengamati setiap sudut dengan seksama—kompor sederhana yang ia beli dari tabungannya, rak kecil tempat menyimpan beberapa peralatan dapur, dan kulkas kecil yang mulai terisi bahan-bahan untuk masakan. Meski sederhana, ruangan ini terasa seperti langkah awal menuju impian besarnya.Ia menghela napas panjang, melepaskan sedikit lelah setelah seharian membereskan ruko itu. Di sudut ruangan, sebuah tikar mungil terbentang, tempat ia sekarang duduk. Tikar itu baru saja ia beli di pasar dekat rumah, menjadi pengganti sementara karena ia belum mampu membeli kursi makan.Dina meraih segelas teh hangat yang ia letakkan di sebelahnya, menyesap perlahan sambil memandang ruangan itu lagi. "Ini baru permulaan," katanya dalam hati, mencoba menguatkan diri. Ia membayangkan ruko ini kelak menjadi tempat yang ramai, penuh p

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 87

    Danang menggeleng dengan senyum yang lebih lebar. Ia menatap Sinta dengan mata yang penuh perasaan, seolah kata-katanya keluar dari lubuk hatinya. "Cuma ada satu, Sin. Kamu. Kamu satu-satunya yang bisa bikin hati ini berdebar kayak gini," ucapnya dengan nada tulus, tatapannya tak berpaling dari wajah Sinta.Sinta tertawa kecil, suaranya terdengar bercampur rasa kaget dan bahagia. "Mas ini bisa aja. Awas ya, jangan bohong!" katanya sambil menunjuk Danang dengan ekspresi menggemaskan. Ia menatap pria di depannya dengan rasa penasaran yang tidak bisa disembunyikan. "Mas ngomongnya sweet banget, sih. Tapi aku masih penasaran. Serius, Mas suka sama aku se-segitu dalamnya?" tanyanya dengan nada bercanda, meski matanya terlihat menunggu jawaban yang tulus.Danang tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan. "Aku serius, Sin. Aku nggak main-main," katanya dengan nada tenang tapi penuh arti. Ia menarik napas sebelum melanjutkan. "Kamu adalah satu-satunya

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 86

    Danang tersentak dari lamunannya. Matanya berbinar saat menatap Sinta, sebuah senyuman kecil muncul di wajahnya. Ia menggaruk pipinya yang mulai berkeringat, lalu berkata dengan nada jujur, meski suaranya terdengar sedikit serak, "Aku suka menatap wajah cantikmu, Sinta."Sinta langsung tersipu mendengar kata-kata Danang. Pipinya memerah seperti buah delima yang ranum. Dengan gerakan pelan, ia mengelus pipinya menggunakan jari-jari lentiknya. "Mas ini bisa saja. Siapa bilang aku cantik? Itu kan cuma Mas yang bilang," balasnya dengan suara lembut sambil menundukkan pandangan, jelas tergambar rasa malunya.Danang tersenyum simpul, pandangannya tetap tertuju pada Sinta. "Ya, aku bilang kamu cantik," ucapnya tegas, meski ia menundukkan kepala sedikit, menyembunyikan kegugupannya. Tangannya perlahan menyentuh gelas di depannya, memainkan ujung-ujungnya, seolah mencari sesuatu untuk menenangkan dirinya.Sinta tertawa kecil, sua

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status