"Maaf ya Mas," sesal Ann. "Kamu baru aja nyampe udah kuminta ngelakuin tugas rumah tangga," kekehnya. "Seksi banget gini suamiku," pujinya mengulum senyum.
"Nanti abis ini kuminta upahnya," desis Ben melirik tajam. "Apalagi kamu pake piyama binal begini, sengaja ngegoda?" tanyanya.Ann terkekeh, bukannya menjawab ia justru memeluk punggung suaminya dari belakang. Ia hirup aroma tubuh Ben sehabis bekerja itu, aroma yang ia rindukan selama dua hari belakangan."Tadinya aku sempet khawatir soal kerjaanku," tutur Ann jujur, ia masih memeluk Ben erat, "tapi setelah kupikir-pikir, aku sadar bahwa ada yang harus kukorbankan untuk bisa ada di posisi sekarang. Besar memang pengorbanan itu, tapi kamu harus tau kalau aku nggak pernah menyesal, Mas.""Pendidikan dan profesi impian kamu?" gumam Ben menebak, "serius, aku nggak pernah bermaksud meminta kamu membayar sebanyak itu buat ada di sisiku," sesalnya. Ia berbalik dan balas memeluk Ann sebentar.Praktis, semenjak Ben menyerahkan urusan pekerjaan Ann pada Bastian, Bastian tidak pernah berada jauh dari sisi Ann. Ia benar-benar bersikap sebagai kakak ipar siaga, membantu Ann dan mengurus segala urusan sang adik ipar tanpa lelah. Lama-kelamaan, Ann dan Bastian menjadi cukup akrab, mereka nyambung satu sama lain."Lo denger mereka tadi bilang apa, Bang?" tanya Ann saat ia keluar dari ruang rias dan bersiap untuk kembali pulang ke kediaman Big Ben."Yang dulunya senior baek sekarang jadi musuh?" tebak Bastian. "Orang begitu di industri kita begini banyak Ann. Mereka iri, merasa lebih baik dari lo tapi nggak bisa bikin pencapaian yang sama. Atau mereka adalah orang-orang yang pernah Ben tiduri tapi nggak bisa dapet posisi jadi istri," ungkapnya. "Untung gue udah terbiasa sama kata-kata sumbang begitu sejak gue hidup di Semarang. Jadi gue udah nggak kaget.""Tahan aja, hampir sebulan ini, beruntung Eriska juga nggak bikin gerakan apa-apa, jadi k
"Jangan bilang Mas Ben dulu, gue nggak mau dia tau soal ini dari orang laen," pinta Ann sungguh-sungguh. "Dia musti tau karena dia harus jagain lo bener-bener, lo hamil anaknya!" "Gue tau, nanti pelan-pelan gue kasih tau, tapi nggak dalam waktu deket Bang." "Nunggu dia besar dulu? Kalau Ben tau lebih awal, dia bakalan cari solusi buat ngelindungin kalian berdua lebih dari sekarang," paksa Bastian. "Atau dia bakalan cari cara biar gue gugurin janin ini," sambar Ann pahit. "Tolong, jangan kasih tau Mas Ben, lo bisa janji kan Bang?" mohonnya hampir menangis. Bastian mengusap tengkuknya beberapa kali. Selain terkejut, ia juga tak menyangka bahwa Ann akan cepat hamil di usia pernikahannya dengan Ben yang belum genap 2 bulan. Terlebih lagi, Ben belum tahu permasalahan ini, Ann tak ingin suaminya itu tahu lebih dulu dari orang lain. "Kita turun sekarang, jangan sampe Ben curiga kita ada apa-apa kare
"Apa yang lo rasain sekarang?" tanya Danisha lembut, ia genggam jemari kakak iparnya erat. Bastian sengaja meminta Danisha pulang ke Indonesia demi ikut membantu menjaga Ann. Saat diberitahu bahwa Ann saat ini tengah hamil muda, Danisha tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ia benar-benar siap menyambut calon ponakannya itu hingga setia mengawal Ann di hari-hari terakhir kontrak kerjanya."Pusing banget gue Sha, nggak kuat bangun beneran," keluh Ann kepayahan."Lo udah periksa ke dokter kan? Nggak dikasih vitamin atau obat gitu?""Ada, tapi tiap mau gue makan, vitaminnya keluar lagi, mual hebat," desis Ann memejamkan matanya sambil bersandar di pundak Bastian."Ben harus tau Ann, seenggaknya biar lo diperhatiin selama di rumah," ucap Danisha yang langsung dibenarkan dengan anggukan oleh Bastian."Rencananya gue juga mau bilang hari ini," balas Ann, "argh, gue pengin muntah lagi," keluhnya. Belum sempat Bastian memap
"Bang, tolong ambilin hasil ke dokter kemaren di laci deket Abang," pinta Ann menunjuk nakas di sebelah Bastian. "Aku kemaren lusa ke dokter, Mas," ungkapnya pada sang suami."Terus? Nggak ada yang parah kan?" Ben mengejar penjelasan. "Istri lo hamil," celetuk Bastian gemas. "Usia kehamilannya udah masuk 7 minggu," tambahnya. Hening. Hanya ada suara gesekan kertas yang timbul dari amplop besar di tangan Ben. Di sana jelas ada alat test kehamilan yang sengaja Ann simpan, juga foto hasil USG atas nama Joanna Diajeng Arumndalu. Meski terlihat kaget, Ben tak bicara apapun. Ia tarik napas dalam-dalam dan pandangannya bergantian menatap Ann dan Bastian. "Benih lo?" tuduh Ben pada Bastian, mengejutkan. "Yang ada di perutnya, anak lo?" gumamnya sangat dingin. "Mas!!" sengal Ann spontan. "Anak kamu!" jeritnya dengan mata membola."Yakin?" tanya Ben terlihat cukup tenang. "Kalian banyak ngehabisin waktu berduaan belakangan ini, gue jug
Ben pergi begitu saja dan tak bicara apapun lagi setelah istrinya meringkuk menangis di atas ranjang sore itu. Ia juga tak pulang ke rumah malam harinya, membuat Ann tidur sendirian dengan luka hati yang dalam. Ini kali pertama keduanya berselisih paham yang parah, tentu dengan tuduhan Ben yang luar biasa menyakitkan hati istrinya. Beruntung, Danisha yang sangat mengenal sifat sang kakak tampan datang keesokan paginya untuk menghibur Ann yang jelas masih merasakan lara. "Gue dateng karena gue tau, pasti lo kepayahan kan ngatasin ngidam lo sendiri? Gue tau kalau lagi gusar atau marah, Ben bakalan ngilang dan balik lagi kalau suasana hatinya udah membaik. Dia nggak mau ketemu sama siapapun, menyendiri. Apalagi dia nuduh lo kejam banget, harusnya dia menyesali ucapannya kemaren," ucap Danisha seraya meletakkan rujak manis pesanan Ann di atas nakas. "Tapi lo tenang aja, gue yakin dia nggak bakalan mesen perempuan, semarah apapun dia," tambahnya. "Makasih ya Sha, gue jadi ngerepotin lo,
"Gue bukan merebut, gue memungut!" sambar Bastian. Danisha tertawa getir, "Serem banget bahasa lo," katamya geleng-geleng kepala."Lo nggak kasian sama Ann? Dia sebenernya dimanfaatin buat dapetin kekuasaan doang dan hatinya disakiti begitu hebatnya?" "Dia salah sih terlibat sama Ben dari awal. Tapi ya mau gimana lagi, kalau mereka emang jodoh? Kita juga nggak tau sedalam apa Ben cinta sama istrinya," tukas Danisha. "Lo mending pergi aja, kalau Ben sampe ngeliat lo ada di sini, emosi lagi ntar dianya. Biar mereka berdua akur dulu, sementara lo jangan muncul deh," usirnya. "Oke, gue lega karena udah ada lo. Kabarin kalau ada apa-apa," pesan Bastian tak banyak basa-basi dan beranjak pergi meninggalkan kediaman Big Ben. Kepergian Bastian membuat Danisha berpikir keras, ia tahu kakak keduanya itu tidak pernah main-main jika sudah membuat keputusan. Bastian memang seorang player tapi dari pengalaman itulah dia pintar menghargai perasaan pe
Ann dijemput pergi oleh Danisha malam itu juga. Meski sebenarnya Ben tahu ia berkata meminta Ann pergi hanya karena emosi semata, ia adalah lelaki yang memiliki kehormatan, ia tidak akan menjilat ludahnya sendiri. Jadi, saat mobil pribadi Danisha meninggalkan kediamannya tengah malam membawa sang cinta, Ben hanya diam saja menatap dari jendela kamarnya. Ia dirundung gengsi setinggi langit, dibakar cemburu seluas samudera. Di hatinya hanya ada kemarahan yang berlimpah ruah, tak dipandangnya kesusahan Ann menghadapi kehamilan yang tanpa perlindungannya.Dua hari kemudian, Danisha mengirim pesan pada Ben bahwa Ann dirawat di rumah sakit karena mual dan muntahnya yang begitu parah. Harapannya, setidaknya Ben akan luluh dengan kondisi Ann saat ini dan Ben menyadari bahwa penyebab Ann kepayahan hingga seperti ini adalah dirinya. Namun, Ben bahkan tidak membaca pesan dari Danisha. Beruntung, baik Benji maupun Bastian selalu siap sedia mengurus segala keperluan Ann dan melindunginya, menggant
"Apa jadwal gue abis ini, No?" tanya Ben saat Arino masuk ke dalam ruangannya."Paling ke pelabuhan ngecek barang, tapi kayaknya kapal belom ada yang sandar," jawab Arino. "Ke rumah sakit aja dulu, baru kita balik ke pelabuhan," putus Ben mengejutkan. "Rumah sakit?" dahi Arino mengerut, "ah, iya, Ane-san," ucapnya tersadar.Sementara Ben bersiap menuju rumah sakit untuk akhirnya melihat keadaannya, Ann hanya dijaga dengan setia oleh Danisha. Bastian dan Benji mengurus masalah pekerjaan, semua anggota keluarga Takahashi sebenarnya tak ada yang menganggur. Mereka memiliki peran dan tugasnya masing-masing di dalam bisnis keluarga. "Lo jangan banyak pikiran, Ann, pikirin aja janin yang ada di perut lo, nggak boleh stres," pinta Danisha lembut. "Jangan mikirin Ben juga!""Gimana gue nggak kepikiran terus kalau suami gue bahkan nggak peduli sama kami berdua, Sha," jawab Ann pilu. "Gue dituduh hamil janin orang lain," desisnya.