"Itu karena kamu sendiri seenaknya nyebut perasaan kamu itu cinta sepihak, Ann," jawab Ben cukup membingungkan. "Kamu serius cinta sama aku?" tegasnya kali ini menatap Ann, ia dekati lagi gadis yang setia mengobati lukanya. "Aku capek Mas, mau istirahat," Ann menghindar cepat, ia berusaha untuk kabur tapi sudah pasti Ben akan menghalanginya. "Nggak pa-pa kalau aku cuma jadi obat luka. Ya obat luka fisik kamu, juga luka hati kamu," tambahnya miris. Ben bungkam tapi tatapannya tak lepas dari wajah cantik Ann yang sudah tanpa rona. Ia sendiri tak mengerti dengan hatinya. Perasaan meletup-letup saat melihat tingkah Ann yang menggemaskan, atau rasa terbakar ketika ia harus menahan diri tidak meniduri Ann yang begitu menggoda di matanya. Apakah itu juga bisa dinamakan jatuh cinta? Jika boleh jujur, Ben tidak mau gegabah mengartikan perasaannya. Interaksi intens dan intimnya dengan Ann berawal dari perjanjian tak terhindarkan. Apa bisa ia jatuh hati saat dirinya se
Ann memejamkan matanya saat kecupan Ben berpindah dari pipi turun ke lehernya. Darahnya berdesir hebat, ini bukan pengalaman pertama Ben menyentuhnya tapi Ann selalu merasa asing oleh sentuhannya. Seumur hidup, hanya Ben yang berhasil menguasai dirinya, tempat istimewa yang berhasil Ben raih di percobaan pertama. "Damn!" desis Ben tak bisa mengendalikan dirinya lagi. Cenderung pasif dan tak suka banyak berimprovisasi, Ben tertantang oleh bentuk lekuk tubuh Ann, juga tulang selangkanya yang aduhai. Bahu simetris Ann yang terpampang sangat seksi itu menyulut letupan-letupan kecil di perut Ben. Ia tidak pernah segila ini saat menginginkan tubuh perempuan, terutama mereka yang ia kontrak tidur dengannya hanya semalam. Dari tulang selangka, Ben naik lagi ke belakang telinga Ann, ia ciumi lembut daerah sensitif itu. Sebaliknya, Ann tak berani menggeram, bahkan mendesah meski ia sendiri kelimpungan menahan diri agar tetap terlihat tenang. Ben tahu bagaimana cara membuatnya tak berda
"Aku bantuin pake baju nanti," ucap Ann. "Kalau nggak ada aku, pas sakit gini ngeluh sama siapa kamu, Mas? Chester? Yang ada makin digaruk badan kamu pake cakarnya," dumalnya galak tapi masih tetap perhatian. "Kalau nggak ada kamu, aku nggak ngeluh," jawab Ben jujur. "Aku udah terbiasa sama luka yang lebih parah dari ini, tanpa keluarga, tanpa temen. Mungkin kamu udah denger cerita gimana tragisnya kisahku sama kayak kisahnya Chester. Dibuang oleh kawanan ngebuat kami jauh lebih kuat dan jadi bergantung satu sama lain," ceritanya getir. Ann tertegun, hatinya luluh saat mendengar cerita Ben yang pasti harus melalui semua kesakitan dan kesulitannya sendirian. Ben besar dalam tempaan hidup yang tidak mudah meski sekitarnya berserak harta benda mewah. Ia harus berjuang untuk bertahan dalam lingkungan keluarga penuh kompetisi yang sebenarnya lebih sering menyakiti ketimbang mengayomi."Jadi, mumpung ada kamu, aku manja nggak pa-pa kan? Seenggaknya kamu calon istriku meski kita nikah buka
Tak banyak pikir panjang, begitu mendapat kabar mengenai kecelakaan kecil yang Ann alami sebelum acara Queen's Diary dimulai, Ben mengambil alih kemudi mobilnya. Dua hari ini ia memang harus mengurus bisnis black market-nya di Batam dan tak sempat saling berkirim kabar dengan Ann. Jadi, ketika Arino mendapat informasi bahwa Ann dilarikan ke rumah sakit karena terjatuh dari tangga, ia langsung bergegas menyusulnya. Ini kali pertama Ben terlihat begitu mencemaskan perempuan yang terlibat dengannya setelah Eriska. Wajahnya tampak serius, ia tinggalkan mobilnya begitu saja dan berlari secepat yang ia bisa ke dalam ruangan tempat Ann menerima perawatan. "Ann!" Ben langsung merangsek masuk ke dalam kamar perawatan. Rasa khawatirnya sudah ada di puncak ubun-ubun dan ia terpaku di ambang pintu saat Ann balas menatapnya dari atas ranjang. "Mas," senyum Ann melebar, ia melambaikan tangannya ceria. "Nggak pa-pa kamu? Mana yang s
"Dia bakalan begitu kalau ada yang nyuruh Ann. Inget, aku lagi proses urus penangguhan kontrak kamu di Queen's Diary, model yang laen pasti denger masalah ini. Meskipun akubyang punya perusahaan sekalipun, aku nggak bisa ngontrol mulut orang. Kamu musti hati-hati!""Jadi kamu mau bilang kalau bisa aja ada yang iri sama aku karena mau dinikahin sama Big Ben?" gumam Ann. "Ya Tuhan!" Ben meraup wajahnya, ia berjalan mendekat ke kaca jendela, menjernihkan pikiran agar tidak emosi pada Ann. "Ini jauh lebih berbahaya ketimbang masalah iri Ann. Kamu nggak tau resikonya apa kalau sampe musuh keluarga denger soal kamu," terangnya. "Om Taka udah ngasih tau, nyawaku bisa terancam juga kan? Mereka bakalan jadiin aku kelemahan kamu, Mas. Bener kan?" tebak Ann tepat sasaran. "Kalau kamu udah tau itu, berhenti berpikir positif soal orang-orang di sekitar kamu. Inget! Kamu calon istriku, jangan percaya siapapun. Apalagi sekarang kamu udah luka kayak gini!" teg
Ann keluar dari dalam mobil dipapah oleh Arino yang menyambut sambil melebarkan senyum. Sementara, Ben sudah bergegas lebih dulu, seperti tak sabar untuk memberi pelajaran pada orang yang sudah berani menyuruh teman satu profesi Ann untuk mencelakai calon istrinya itu. Ben memang tidak pernah main-main dalam bertindak dan membunuh orang bukan hal sulit baginya. "Nggak bakalan kejadian hal yang aneh-aneh kan Bang?" tanya Ann ikut menyusul didampingi Arino. "Perlu kursi roda nggak lo?" tanya Arino balik. "Jawab gue dulu!" desis Ann kesal. "Mukanya Mas Ben garang gitu, siap berburu kayaknya dia, jangan aneh-aneh ya Bang," pintanya. "Kalau mereka salah, Ben adalah orang yang tanpa ampun, Ann," balas Arino. "Lo udah cukup kenal kayak apa pacar lo itu," tandasnya. "Kami nggak pacaran!" elak Ann malu-malu. "Ya apalah sebutannya, yang jelas gue tau lo berdua saling cinta," ujar Arino menyempatkan diri untuk berhenti sebentar. "Ben bukan tipe cowok yang gampang bilang cinta ke perempuan
Tepat seminggu sebelum pernikahan Ben dan Ann digelar, Eriska meminta bertemu. Seperti di hari-hari lain, meski sudah tidak menyimpan perasaan, Ben tetap tidak bisa mengelak dari permintaan itu. Inilah kelemahan terbesar seorang Big Ben yang sampai saat ini belum bisa Ann atasi. "Lo yakin bakalan nikahin tu cewek?" tanya Eriska tanpa basa-basi. Senyum sinis Ben terkembang, "Kenapa? Lo bakalan makin getol buat nyoba nyelakain dia? Nggak dapet peringatan dari gue lewat orang suruhan lo kemaren? Itu baru 3 jarinya yang gue potong, masih ringan," ujarnya. Eriska diam. Sebenarnya ia tahu bahwa mengundang Ben untuk datang ke pertemuan ini adalah sama saja dengan mengakui bahwa tuduhan Ben memanglah benar. Ia yang menyuruh orang untuk mencelakai Ann, membuat calon istri Ben itu kesakitan. Jika boleh jujur, meski ia telah khilaf tidur dengan Petra, di dasar hatinya ia masih menyimpan rasa yang besar untuk Ben. "Gue bisa hancurin
"Ini deh kayaknya ruang ganti model," Ann menguak daun pintu ruangan besar di depannya. Ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai model di acara sekelas Victoria Secret di negaranya bernama Queen's Diary. Ann bertugas untuk memperagakan gaun tidur dan pakaian dalam di depan para member eksklusif setiap minggunya dan kini ia tengah kebingungan mencari ruang ganti. "Who are you?" tegur sebuah suara dingin sekali, membuat Ann membeku sementara di tempatnya berdiri. Ann menoleh arah sumber suara dan ditemukannya wajah garang setampan dewa menatap tak berkedip padanya. Sejenak Ann tertegun, kediaman merebak. Sosok lelaki yang tengah duduk itu tak melepas Ann dari pantauan matanya yang tajam. Ia menatap curiga pada Ann, menelitinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hingga kedua sorot mata indah itu bertemu, untuk pertama kalinya. "Ah, sorry, sini bukannya ruang ganti model ya? Tadi aku dikasih tau staf kalau katanya ada di lantai 7," jawab Ann meringis cantik. "Bukan," jawab