Laki-laki bertubuh atletis berkulit putih tinggi sekitar 187 cm. Dengan tatapan yang tajam berjalan dengan santai menyusuri sudut kota. Tatapan yang tak ramah membuat siapapun enggan mendekat padanya. Masa kecilnya ia habiskan di panti asuhan sedangkan masa remaja ia habiskan di jalanan. Kehidupan jalanan yang keras membuat hidupnya tak tentu arah. Berkelahi, Drugs, Miras, makanan sehari-hari baginya. Meski satu yang tak akan pernah ia lakukan sekalipun ia hidup di jalanan yaitu main perempuan dan seks bebas. Karena ia tak ingin membuat kesalahan seperti yang di lakukan kedua orang tuanya. Alasan mengapa ia sampai di tinggalkan di panti asuhan. Andra adalah anak seorang wanita korban pemerkosaan.Dan sang ibu terpaksa menaruh Andra di panti asuhan karena beliau masih trauma dan merasa belum siap untuk menjadi seorang ibu. Tapi yang jadi masalah adalah Tysa ibu Andra ini tidak pernah menjenguk Andra hingga Andra beranjak dewasa dan memutuskan hidup di jalanan. Luka itu sudah lama terkubur. Tersimpan rapat dalam hati laki-laki itu. Kenangan yang selalu menggiringnya untuk mencicipi miras untuk sekedar melupakan kenangan menyakitkan itu. Hingga ia bertemu Hiro. Laki-laki yang ahli dalam bidang bela diri. Ia tertarik dengan karakter Andra yang kuat. Hingga beliau mengangkat Andra sebagai putranya. Hiro mengasah kemampuan bela diri Andra hingga Andra menjadi sangat mahir dia mampu melawan sepuluh orang dalam sekali pertarungan. Sosok Andra begitu misterius. Hingga suatu hari terjadilah sebuah tragedi yang tak dapat Andra lulakan seumur hidupnya. Malam itu begitu sunyi Andra masih terjaga di kamarnya. Tiba-tiba terdengar suara berisik dadi balik pintu.
"Brak....!!!"
"Drak...!!"
"Buggkh!!!" Andrapun ingin keluar dari kamarnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi namun ketika ia ingin membuka pintu kamar, pintu kamar itu tidak bisa terbuka. Seseorang menguncinya dari luar. "Kenapa tidak bisa di buka?" tanya Andra. Suara berisik itu berakhir dengan suara tembakan yang begitu jelas terdengar hingga membuat badan Andra bergetar hebat.
"Dorrr!!!"
"Dorrr!!!"
"Ayah!!!!!!!" Teriak Andra.
"Buka pintunya!!!!" Andra berusaha sekuat tenaga untuk mendobrak pintu yang berdiri tegak di hadapannya.
"Ayah!!!!" Panggil Andra ia tampak cemas. Ia sangat takut terjadi sesuatu dengan ayah angkatnya itu. "Brakkk!!!" Andra berhasil menendang pintu itu hingga akhirnya pintu itu terbuka. Ia terkejut melihat kursi di balik pintu kamarnya yang seolah sengaja di letakkan untuk mengganjal pintu itu agar tidak bisa di buka.
"Siapa yang meletakkan kursi ini di sini?"
"Apakah ini perbuatan ayah?"
"Lantas dimanakah ayah sekarang?" tanya Andra sambil terus menyusuri ruang demi ruang untuk memastikan keberadaan sang ayah. Mata Andra terbelalak melihat tumpahan darah di lantai. Keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuh ya.
Matanya terbelalak ketika ia menemukan Hiro sang ayah angkat sudah tergeletak bersimbah darah. Andra merasa lemas melihat luka tembak di dada sebelah kanan dan di dahi sang ayah.
"Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Andra yang masih terguncang.
Andra menangis histeris. Di samping tubuh ayah angkatnya yang bersimbah darah. Air matanya pecah saat ia tahu jantung sang ayah telah berhenti berdetak. Tubuh itu kaku darah segar masih tertumpah di lantai. Hari itu hari yang tak akan pernah bisa Andra lupakan. Karena di hari itu orang yang sangat berarti dalam hidupnya pergi dengan cara tragis.
"Siapa yang melakukan ini padamu?"
"Aku bersumpah tak akan membiarkan orang itu hidup lebih lama!"
"Aku akan membuat dia membayar semua yang dilakukannya padamu!"
"Ini janjiku!" ucap Andra sambil merengkuh jasad Hiro.
Hari itu rasanya seperti langit serasa runtuh. Hidupku mulai terasa kosong. Satu-satunya orang yang berarti dalam hidupku pergi meninggalkanku.
Aku hanya bisa terdiam melihat jasad beliau. Beliau meletakkan kursi di depan kamarku pasti untuk menyelamatkan ku.
"Seharusnya aku yang melindungimu!"
"Kenapa engkau berkorban seperti ini?"
"Tahukah engkau aku sangat membutuhkanmu... Ayah!!" Tangisku pecah.
"Seberapa besar rasa kehilangan yang menyergapku tak mampu membawamu kembali."
"Jika ini suratan takdir mengapa rasanya sekejam ini!"
"Aku dibesarkan di panti asuhan tanpa kasih kedua orang tua.. dan kini saat aku menemukan ayah angkat malah beliau pergi dengan cara setragis ini."
"Apa ini karena nasibku yang sial?"
"Ataukah takdir yang terlalu kejam," gumam Andra.
Hari demi hari berlalu. Andra menggantikan sang ayah memimpin sebuah perkumpulan bela diri terbesar di kotanya. Hingga suatu ketika ia diminta untuk menjadi Bodyguard untuk seorang putri dari seorang pengusaha besar yang sangat berpengaruh di kota tempat Andra tinggal.
Karena persaingan bisnis hidup Diandra dalam bahaya. Karena itu sang ayah mencarikan seorang pengawal untuk melindungi sang putri.
"Dimana pemimpin kalian?" tanya seorang pengawal anak buah dari Angkasa Raditya ayah dari Diandra.
"Ada keperluan apa anda mencari ketua?" balas salah satu anak buah Andra.
"Aku di tugaskan Tuan Angkasa Raditya untuk mencari bodyguard untuk melindungi putri kesayangannya."
"Dan beliau siap membayar dengan harga tinggi asal keselamatan putrinya terjamin."
"Saya rasa ketua kalian adalah orang yang tepat untuk mengemban tugas ini," ucap kaki tangan Angkasa Raditya.
"Saya tidak yakin ketua akan mau menerima tawaran anda," balas kaki tangan Andra penuh keraguan.
"Kenapa kamu bisa seyakin itu?"
"Apa beliau punya syarat dan ketentuan tersendiri?" tanya ajudan Angkasa Raditya merasa penasaran.
"Beliau hampir tidak mau terjun langsung untuk menjadi pengawal pribadi."
"Beliau menerjunkan kami untuk mengemban tugas sebagai bodyguard atau pengawal pribadi untuk mewakili beliau."
"Tapi kami dibekali ilmu beladiri yang mempuni dan yang beliau pilih adalah orang yang sudah menguasai teknik beladiri dengan sangat baik jadi tidak sembarangan," terang kaki tangan Andra.
"Tapi apa bisa saya mencoba bicara langsung pada beliau?" ucap ajudan itu seraya meminta ijin.
"Ya sudah."
"Tunggu disini sebentar!" pesan kaki tangan Andra.
Tak berapa lama Andra keluar menemui kedua orang itu.
"Ada apa?" tanya Andra.
"Kenalkan saya Abraham!"
"Tujuan saya kemari adalah untuk menawarkan suatu tugas untuk anda."
"Dan ketua saya akan memberikan imbalan yang pantas untuk itu."
"Apa anda bersedia menjadi pengawal pribadi putri Angkasa Prasetya?" tanya Abraham yang merupakan ajudan ayah Diandra.
"Kenapa atasan anda percayakan tugas ini pada saya?" tanya Andra balik bertanya.
"Karena cuma anda yang bisa melindungi Nona Diandra."
"Anda memiliki semua kriteria itu," jawab Abraham tanpa mengurangi rasa hormatnya.
Andra hanya tersenyum simpul. Selama ini ia hanya terjun langsung sebagai pembunuh bayaran.
Tapi karena kecerdasannya ia bisa lolos dari jerat hukum. Hingga Angkasa Prasetya mendengar semua profil mengenai Andra yang menurutnya Andralah yang paling cocok dengan tugas itu.
"Kenapa tuanmu memilih mantan penbunuh sepertiku untuk menjadi pengawal putrinya?" tanya Andra kepada ajudan dari Angkasa ayah Diandra."Karena beliau mendengar semua keahlihan anda.""Dan beliau merasa andalah yang paling tepat melindungi nona Diandra," balas ajudan itu menyampaikan sesuai yang dikatakan tuannya."Untuk gaji anda tidak perlu cemas tuan kami akan membayar dengan harga yang pantas," sambung ajudan itu memcoba membujuk Andra dengan iming-iming imbalan."Apakah tuanmu Angkasa adalah sahabat ayah angkatku Hiro?""Karena aku pernah mendengar dulu ayahku pernah berbicara tentang seorang yang bernama Angkasa," ucap Andra coba memastikan apa Angkasa yang difikirkannya adalah orang yang sama dengan sahabat ayah angkatnya."Ya.. tuan kami adalah sahabat dekat Tuan Hiro.""Oleh sebab itu Tuan Angkasa sangat percaya dan yakin akan kemampuan anda," tukas Abrah
"Orang kepercayaanku menemukan identitas ibumu saat mereka mendesak pengurus panti tempatmu dulu dititipkan itu untuk bicara.""Dan terungkaplah bahwa kamu adalah anak yang terpaksa di titipkan di tempat itu karena ibumu mengalami trauma.""Trauma yang menggucang jiwanya kala itu.""Kehadiranmu memang tidak diinginkannya sejak awal.""Karena ia adalah korban pemerkosaan.""Karena rasa trauma dan kebelumsiapan ia menitipkanmu di panti asuhan.""Setelah itu kami terus memburu lokasi ibumu bermodal foto dan alamat lamanya.""Setelah berbulan-bulan mencari akhirnya penantian kami terbayar.""Orang suruhanku menemukan ibumu.""Aku dan Hiro berangkat ke lokasi.""Kami berbincang langsung dengan ibumu yang ketakutan melihat kedatangan kami.""Hingga kami berhasil meyakinkan beliau dan beliau akhirnya menceritakan semuanya.""Kami faham saat itu ia tak memiliki
"Siapa itu?" Tanya Angkasa sambil bangkit berdiri.Andra menatap tajam kearah pintu iapun mulai berlari keluar. Betapa terkejutnya ia melihat para penjaga rumah Angkasa yang tergeletak pingsan di beberapa sudut ruangan. Lalu Andra terus berjalan hingga ia berhadapan dengan laki-laki berbadan tegap dan tinggi yang menatap tajam sambil tersenyum kecut ke arahnya."Dimana tuanmu?""Suruh dia keluar!""Jangan sembunyi seperti tikus!!""Atau kamu kaki tangan terbarunya yang diminta melindunginya.""Bocah ingusan sepertimu apa yang bisa kamu lakukan?"Alexs memancing emosi Andra.Andra mencoba bersikap tenang. Ia mengangkat alis dan melempar senyum kearah Alexs.Dalam hati ia mulai berfikir mungkinkah sikap arogansinya ia warisi dari sikap sang ayah. Jika benar orang dihadapannya adalah ayah biologisnya sekaligus pembunuh ayah angka
"Aku kesini hanya ingin memberitahukan hal ini." "Silahkan lanjutkan istirahatmu," ucap Angkasa dan beliau meninggalkan Andra sendiri. Andra sudah tidak sabar menantikan esok hari. Ia merasa Angkasa sepertinya ingin membuktikan sesuatu padanya. Andra menutup kembali pintu kamarnya. Ia duduk di kursj kamarnya. Perasaannya campur aduk antara senang juga bingung. Apa yang akan ia katakan pertama kali jika ia bertemu sang ibu. Perasaan asing gugup berkecambuk dalam benak anak itu. Tapi Andra tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia harus mencari tahu jati dirinya dan ia juga berharap sang ibu akan berkata jujur padanya. Tentang semua alasan beliau meninggalkan Andra di Panti Asuhan tanpa menengoknya hingga Andra dewasa. Apapun kenyataannya Andra berusaha tegar, ia mulai menyiapkan hati akan hal terburuk yang mungkin akan ia ketahui besok. Malam berganti pagi. Hari y
Andra terdiam mendengar penjelasan sang ibu tentang ayahnya. Ia masih tak menyangka orang yang terakhir ia temui ternyata benar-benar ayah kandungnya. Semua seperti mimpi yang membuka semua tabir rahasia jati diri seorang Andra. Yang paling menyakitkan lawan sebenarnya yang harus ia habisi tak lain adalah sang ayah sendiri. Yang mungkin berpotensi sebagai pelaku ayah angkatnya."Kenapa kamu terdiam Nak?" Ibu Andra membuyarkan lamunan sang putra."Tidak aku hanya merasa ini seperti mimpi.""Bagaimana bisa Alexs itu ayah ku?"Tanya Andra."Apa kamu pernah bertemu dengan ayahmu?" Sang ibu balik bertanya pada sang putra."Dan kenapa seolah takdir mempermainkanku?" tanya Andra."Aku pernah bertemu dengannya.""Harusnya ibu menemuiku.""Benci atau tidaknya diriku.. seharusnya ibu tidak membiarkanku dalam kondisi membingungkan.""Ta
Agha berlari dan bersembunyi seperti perintah Andra. Andra hanya duduk dan menikmati ketakutan sang mangsa."Sembunyilah seperti seekor tikus.""Karena aku pasti akan menemukanmu," ucap Andra tersenyum sambil berkeliling memutari bongkahan bongkahan kotak kayu di dalam gudang tersebut.Keringat dingin membasahi tubuh Agha.Darah terus mengalir dari lehernya. Ia mencoba bersembunyi di balik tumpukan kotak kayu.Dan tiba-tiba sepasang mata mengarah padanya sambil tersenyum."Ini untukmu!!" Andra melukai pundak tangan Agha dengan pisau miliknya. Agha pun kembali lari dan bersembunyi.Tapi Andra membiarkan mangsanya kembali berlari dan menghindari dirinya.Ia sangat menikmati melukai mangsanya pelan-pelan."Rasanya sungguh menyenangkan!" Seru Andra sambil duduk santai menikmati hiburannya.Rasa takut dan e
Kini Andra menapaki babak baru dalam hidupnya. Andra mengemban tugas sebagai pengawal pribadi Angkasa Raditya sebelum sang putri kembali dari Dubai.Tapi lamunan Andra membangkitkan kembali ingatan masa lalunya saat ia masih menjadi pembunuh bayaran yang sadis dan kejam. Ingatan kala ia menghabisi Agha membuatnya merasakan kehidupan yang jauh berbeda dengan yang sekarang di gelutinya.Jika dulu ia seorang pembantai kini ia malah bertugas sebagai pelindung. Seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dengan hidupnya yang dulu. Dan saat ia merasa curiga seperti yang Angkasa utarakan bahwa Alexs adalah dalang tewasnya Hiro sang ayah angkat yang sangat berjasa dalam hidup Andra kembali menyalahkan api
Viky dan Zico merasa berat saat sang guru berada jauh dari mereka. Akan tetapi semangat mereka untuk berlatih dan melatih meneruskan apa yang Andra dan sang ayah angkatnya bangun demi terciptanya penerus -penerus yang memiliki keahliahan luar biasa di bidang seni bela diri. "Baiklah aku tidak bisa berlama-lama di tempat ini, ada yang harus aku kerjakan.""Terimakasih banyak kalian sudah mau mengurus tempat ini, dan ingat jangan biarkan siapapun masuk ke kamar ayah!" Pesan Andra sebelum meninggalkan rumah itu."Baik... kami akan menjalankan tugas sebaik mungkin dan kami pastikan tak akan ada yang masuk ke ruangan itu," jawab Zico."Terimakasih!""Aku pergi dulu."
Dua pasangan itu pun berlalu meninggalkan pantai dan berjalan menuju mobil untuk mencari rumah makan. Di dalam mobil pun tak ada perbincangan hingga suasana sangat sunyi. Sampai akhirnya Andra membuka suara. "Maaf anda mau makan dimana, Tuan?" tanya Andra sopan. "Ehm dimana ya, sayang menurut kamu, kita enaknya makan apa?" Dion malah balik bertanya pada Diandra yang asyik melamun. "Terserah kamu saja," balas Diandra lembut. "Kalau begitu di rumah makan terdekat saja, dari pada keburu kelaparan," sahut Dion yang masih menggenggam tangan Diandra. "Baik," jawab Andra. Andra melajukan mobilnya menuju tempat sesuai tujuan sang tuan. Tak butuh waktu lama mobil itu pun terhenti. Kedua pasangan itu turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke dalam restoran dan memesan beberapa menu, Dion mengajak Andra bergabung bersama dalam satu meja dengan dia dan Diandra. Tak berapa lama menu pesanan mereka pun tiba, mereka pun bersiap menikmati hidangan. Andra duduk di depan Diandra sedangkan Dio
Andra menatap ke arah Diandra yang masih mengalungkan kedua tangannya di leher Dion, dan pura-pura tak melihat bodyguardnya tersebut. "Apa kalian sedang menggunakan kami untuk memanas-manasi satu sama lain," bisik Lyli. Andra tersenyum frik kembali. Ia seakan tak ambil pusing dengan sikap mantan kekasihnya tersebut. "Apa menurutmu dia cemburu?" Andra menatap Diandra tanpa ekspresi apapun, laki-laki itu kembali menghisap rokok di tangannya tanpa menoleh ke arah Lyli yang sedari tadi duduk di sampingnya. "Ku rasa ia cemburu," balas Lyli. "Dia terlalu bodoh untuk bersandiwara," sahut Andra. "Ya, dia tak sepertimu yang terlalu ahli sampai seperti tak punya hati!" timpal Lyli. "Hatiku sudah lama mati," sahut Andra seakan tanpa dosa. "Kau bahkan menciumku, aku bisa saja salah mengartikan sikapmu itu. Bagaimana bisa kau melakukannya saat kau tak ada perasaan apapun terhadapku," ujar Lyli sambil mengeryitkan keningnya. "Mudah, aku hanya menganggapmu patung yang bisa aku mainkan sesu
"Maaf ini tujuannya kemana?" tanya Andra. "Ke pantai saja," sahut Diandra"Apa kau tak keberatan?"Diandra memalingkan pandangannya kepada Dion yang duduk di sampingnya. "Tentu saja tidak, aku akan menemanimu kemana pun kamu mau," balas Dion. "Baguslah, kalau begitu cari pantai yang paling bagus pemandangannya!" titah Diandra pada Andra yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Baiklah!" balas Andra. Tiba-tiba tanpa banyak bicara Lyli mengusap keringat di kening Andra dan itu membuat Diandra yang duduk di belakangnya langsung terperangah. "Kau tidurlah, tak usah repot membasuh keringatku!""Aku tak ingin mengotori tanganmu yang lembut," ucap Andra. Perasaan Lyli makin tidak terkontrol, gadis itu dibuat terus berbunga-bunga seakan ada banyak petasan di dalam dirinya yang siap membuatnya meloncat kegirangan. "Astaga.. untuk sejenak aku ingin melupakan jika ini hanya sandiwara. Andai kata-kata itu nyata untukku, aku akan jadi wanita terbahagia saat ini. Sudah lama aku menantikan
Diandra membalas pelukan Dion sambil melirik ke arah Andra. Tampak wajah Andra datar tak berekspresi mematahkan ekspetasi seorang Diandra yang berharap ia dapat melihat kekesalan di wajah Andra. Tapi pada kenyataannya laki-laki itu sama sekali tak menunjukkan kekesalan yang ada ia tampak acuh, meski dalam hati Andra ia sangat kesal. Laki-laki itu sangat pandai menyembunyikan perasaan amarahnya. "Sial.. dia sama sekali tidak perduli!""Jadi selama ini apa?""Aku benar-benar salah menilai dia!" umpat Diandra dalam hati. Perlahan gadis itu menjauhkan kembali tubuhnya dari Dion. "Ehm.. sudah malam apa kamu tidak ingin pulang?" tanya Diandra yang lelah dengan sandiwaranya. "Apa kau tidak suka aku disini?" tanya Dion. "Bukan begitu, hanya saja ini sudah malam. Besok kita kan bisa ketemu lagi," balas Diandra. "Baiklah.. tapi janji ya besok kita jalan!" cetus Dion. "Hm.. iya," balas Diandra. Andra hanya terdiam mematung berdiri di belakang pasangan baru tersebut. Dion mengusap lembu
"Keluarlah dari ruangan ini!" usir Andra. "Kau tak perlu terus menerus mengusirku, itu sama sekali tidak sopan.""Apa kau yakin menyuruhku pergi? Aku rasa kau akan membutuhkan bantuanku lagi," kata Lyli sambil tersenyum. "Aku lelah aku butuh istirahat!" sahut Andra. "Oke, jika butuh bantuan hubungi aku!" Gadis itu akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan kamar Andra. Di tempat berbeda Diandra menemui sang ayah. "Yah, Dion datang jam berapa?""Aku akan menemaninya berbincang," ucap Diandra. Sontak sang ayah pun terkejut karena belum lama gadis itu ke ruangannya dan menyatakan ketidak setujuannya. "Nanti jam tujuh, tapi kenapa kamu berubah fikiran?" Angkasa mencoba mengulik alasan dibalik perubahan sikap sang putri."Aku menolak karena ada hati yang harus ku jaga, tapi sekarang hati itu telah berpindah tempat," balas Diandra. "Maksud kamu apa?" Angkasa mengeryitkan keningnya tak mengerti arti kalimat sang putri. "Nanti ayah juga akan tahu sendiri," balas gadis itu. Malam pun
"Andra adalah kekasih Diandra, dan dia sedang terluka. Bagaimana bisa Diandra malah menemani pria lain saat kekasih Diandra dalam kondisi tidak baik-baik saja Yah!""Saat Andra baik-baik saja pun Diandra tak akan mau duduk berbincang dengan pria lain apalagi di saat seperti ini, maaf jika ini yang ayah ingin bicarakan dengan Diandra, ayah tahu betul apa jawabannya. Diandra permisi Yah!" Gadis itu bangkit dan tak memperdulikan reaksi sang ayah sedikit pun. Diandra nampak sangat kesal ia pun memutuskan untuk pergi ke ruangan Andra. Diandra membuka pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan Andra. Tapi matanya terbelalak saat melihat Andra yang terbaring sedang ada dalam dekapan seorang wanita. "Ehem..!"Gadis itu berdeham membuyarkan kegiatan di hadapannya. "Ah.. maaf!" ucap Lyli sambil bangkit berdiri menatap sepasang mata yang seakan siap menerkamnya. "Kamu siapa?" tanya Diandra tanpa basa-basi. "Aku Lyli cinta pertama Andra!"Lyli mengulurkan tangan kepada Diandra, tapi gadis
"Hm.. rasanya jiwa pembantaiku lenyap ketika berhadapan denganmu," celetuk Andra. "Bagus kalau begitu, aku jadi bisa berbangga karena bisa menjinakkanmu," balas Diandra. "Aku sudah kenyang, taruh saja di makanannya di meja," ujar Andra. "Oh.. ya sudah tapi minum dulu lalu minum obatmu, aku harap kondisimu bisa lekas pulih. Tapi kenapa kamu tidak ke rumah sakit dan malah memilih pulang kemari?" Diandra heran terhadap laki-laki di hadapannya, bukannya saat terluka orang akan memilih bergegas ke rumah sakit tapi Andra justru sebaliknya. "Jika aku ke rumah sakit dan musuhku tahu itu akan jauh lebih buruk untukku. Alexs juga bisa menyerang mu dan ayahmu karena kondisiku ini, aku tak mau itu terjadi," terang Andra. "Ehm.. sepertinya hidup mu jauh dari kedamaian," celetuk Diandra. "Memang seperti itu, apa kau sekarang ingin mundur?" tanya Andra. "Aku bukan gadis pengecut, aku akan tetap bersamamu apapun kondisimu!" Diandra sangat teguh pada pendiriannya dan itu cukup membuat Andra t
"Kau benar-benar buas!" ledek Andra sambil tersenyum. "Aku begini karena aku hampir berhenti bernafas karena mencemaskanmu, tahukah kamu betapa takutnya aku melihatmu terluka dan berdarah!" ujar gadis itu kepada kekasih yang hanya tersenyum ke arahnya. "Kamu harus terbiasa, karena mungkin ini bukan yang pertama dan bisa terjadi lagi," celetuk Andra yang tanpa sadar semakin memancing amarah kekasihnya itu. "Apa kamu sama sekali tak perduli kecemasanku?""Bisakah kamu menganggap ini serius, dan lebih hati-hati!""Tak bisakah kau menjauh dari bahaya!" Gadis itu mencecar Andra dengan kalimat emosi yang ia rasakan. "Aku ini dulu bajingan!""Bagaimana bisa aku menjauh dari bahaya jika musuhku saja tak terhitung nona?""Kamu bisa mencari orang lain jika tak ingin jantungan tiap hari, aku akan mengikhlaskanmu. Dari pada kamu tersiksa bersamaku," ucap Andra. "Apa tak ada solusi lain selain memintaku menjauh darimu?""Apa aku tak berarti apa-apa?" ucap Diandra. "Aku malas berdebat, aku b
Penjaga itu mencabut pisau yang menancap di punggung Andra secara perlahan, lalu ia membaringkan tubuh Andra yang terluka di atas ranjang tempat tidurnya. "Aku harus segera melaporkan ke tuan!"Penjaga itu bergegas berlari menuju ruangan Angkasa. "Tok.. tok.. tok!"Penjaga itu menggedor ruangan sang tuan dengan keras. "Masuk!" Terdengar jawaban dari dalam ruangan. Penjaga itu pun tanpa fikir panjang mempercepat langkahnya. "Maaf tuan!""Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini tuan Andra sedang terkapar di kamarnya, sepertinya ia diserang karena ada pisau tertancap di punggungnya," ucap sang penjaga. "Apa..!!!""Bagaimana sekarang kondisinya?""Kenapa tidak membawanya ke rumah sakit?" Angkasa tampak panik dan bergegas menuju ruangan sang ajudan. "Maaf tuan, tapi beliau meminta saya untuk membawanya ke ruangannya," terang sang penjaga berjalan mengekori Angkasa. Diandra yang mendengar langkah kaki pun akhirnya keluar dari kamarnya untuk memastikan apa yang terjadi. "Kenapa ada