"Siapa itu?" Tanya Angkasa sambil bangkit berdiri.
Andra menatap tajam kearah pintu iapun mulai berlari keluar. Betapa terkejutnya ia melihat para penjaga rumah Angkasa yang tergeletak pingsan di beberapa sudut ruangan. Lalu Andra terus berjalan hingga ia berhadapan dengan laki-laki berbadan tegap dan tinggi yang menatap tajam sambil tersenyum kecut ke arahnya.
"Dimana tuanmu?"
"Suruh dia keluar!"
"Jangan sembunyi seperti tikus!!"
"Atau kamu kaki tangan terbarunya yang diminta melindunginya."
"Bocah ingusan sepertimu apa yang bisa kamu lakukan?"
Alexs memancing emosi Andra.
Andra mencoba bersikap tenang. Ia mengangkat alis dan melempar senyum kearah Alexs.
Dalam hati ia mulai berfikir mungkinkah sikap arogansinya ia warisi dari sikap sang ayah. Jika benar orang dihadapannya adalah ayah biologisnya sekaligus pembunuh ayah angkatnya Andra berjanji tak akan pernah melepaskannya.
"Anda ada perlu apa datang kemari?" Andra mulai membuka mulutnya dan menanyakan maksud tujuan tamu tak diundang itu.
"Aku tidak punya urusan denganmu bocah ingusan."
"Panggil tuanmu kesini!!!" Bentak Alexs dengan penuh amarah. . Andra hanya tersenyum sinis mendengar cemoohan untuk dirinya.
Ia mendekat pada laki-laki di hadapannya tanpa rasa takut sedikitpun.
"Sayang tuan... apapun yang menyangkut tuan Angkasa Raditya menjadi urusan saya sekarang." Ucap Andra dengan sangat tenang.
"Beritahu saya apa tujuan anda kemari dan kenapa anda menyerang orang-orang ini?" Tanya Andra mencoba menahan amarahnya.
"Aku tidak ada urusan denganmu!"
"Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu!"
"Cepat panggil tuanmu!"
"Atau aku akan menghajarmu!!" Alexs mulai kehabisan kesabaran. Iamulai mengeluarkan kata ancaman untuk Andra.
Bukannya takut Andra malah tersenyum mendengar ancaman itu.
"Hm.. kalau ingin tuan menghajar saya silahkan tuan."
"Dengan senang hati saya akan melayani anda." Tantang Andra.
Mendengar ucapan Andra Alexs langsung memasang kuda-kuda. Ia siap menyerang dan menghunuskan pukulan dan tendangan ke arah Andra.
"Bughkk!!"
"Brakkgh!!"
Perkelahian antara ke dua orang itu pun berlangsung sengit. Andra selalu berhasil menangkis serangan yang Alexs tujukan padanya.
Dan serangan itu berakhir saat Andra melepaskan tendangan memutar ke arah kepala Alexs yang membuat laki-laki itu jatuh terpelanting.
"Apa anda masih bisa bangun?"
Tanya Andra yang masih berdiri tegap menatap lawannya yang sudah tidak berdaya.
"Bocah ingusan... kenapa kamu main-main denganku?"
"Apa kamu tahu siapa aku?" Bentak Alexs dengan nada tinggi. Ia tidak terima dikalahkan dengan anak muda seperti Andra. Andra tahu Alexs pasti murka karena kekalahan yang ia dapatkan. Tapi tak sedikitpun nyali Andra menciut yang ada Andra makin tertarik untuk berhadapan kembali dengan Alexs.
"Maaf siapa anda bukan hal penting untuk saya."
"Saya hanya menyerang orang yang pantas diserang."
"Siapapun mereka," Balas Andra.
Ucapan Andra semakin membuat adrenalin Alexs terpacu.
Tapi ia tidak mungkin menyerang Andra sekarang karena tendangan Andra membuat tubuh laki-laki itu kehilangan banyak tenaga. Rasa sakit itu masih terasa di sekujur tubuh Alexs.
"Aku akan buat perhitungan denganmu."
"Ini belum berakhir!"
"Aku tak akan melepaskanmu bocah sialan!" Alexs pun melenggang pergi dari kediaman Angkasa Wijaya.
Andra terdiam dan hanya tersenyum sinis pada sosok bernama Alexs.
Ia menatap bayangan laki-laki itu hingga bayangan itu menghilang dari hadapannya.
Baru setelah itu ia masuk kembali ke ruangan Angkasa Raditya.
Nampak Angkasa Raditya sedamg menatap ke arah luar jendela.
Rupanya ia melihat bayangan Alexs yang berjalan meninggalkan kediamannya.
"Kamu berhasil mengalahkannya."
Angkasa berucap tanpa memandang Andra. Ia tetap di posisi awal berdiri dan menatap ke arah luar jendela.
"Dia akan kembali!"
"Baiknya anda berhati-hati."
Andra mencoba mengingatkan tuannya itu. Tapi Angkasa terlihat begitu tenang.
"Aku tidak akan kenapa-napa selagi kamu disini!"
"Lihat bagaimana kamu mengalahkan lelaki itu!"
"Aku sangat percaya dengan kemampuanmu."
"Hiro bukan orang sembarangan dan kamu orang yang dipilih langsung oleh Hiro untuk mewarisi kemampuannya, itu berarti kamu bukan orang sembarangan." Puji Angkasa terhadap sosok anak muda di hadapannya.
"Anda terlalu memuji."
"Saya lelah bisakah saya beristirahat."
Andra meminta ijin untuk istirahat karena perkelahian tadi lumayan menguras tenanganya.
"Ya.. silahkan."
"Aku akan mengerahkan pelayan untuk mengantarkanmu ke kamar."
"Dan apapun yang kamu butuhkan kamu bisa langsung minta pada mereka," kata Angkasa.
"Terimakasih!" Balas Andra sambil berjalan meninggalkan tuannya.
"Pelayan tolong antarkan Tuan Andra ke kamarnya dan berikan pelayanan terbaik untuknya di rumah ini!!" Teriak Angkasa pada pelayan yang berjaga di depan ruangannya.
"Mari saya antar!" Ucap salah seorang pelayan rumah itu.
Andra mengikuti langkah kaki sang pelayan yang membawanya. Hingga langkah kaki itu terhenti di sebuah ruangan. Ketika pintu dibuka terlihat kamar yang begitu luas dengan ranjang besar dan terlihat sangat nyaman dilengkapi berbagai fasilitas mewah.
"Silahkan masuk Tuan!"
"Silahkan beristirahat jika perlu apa-apa silahkan panggil saya."
"Saya berjaga di depan pintu kamar anda." Kata pelayan itu.
"Terimakasih kamu bisa pergi sekarang."
Setelah pelayan itu pergi Andra membaringkan tubuhnya dan melepas semua rasa lelahnya kala itu. Netranya menyapu seisi ruangan. Pemandangan yang tak biasa dan asing baginya. Kamar itu benar-benar mewah dan Andra mulai menikmati tugasnya sebagai Boddyguard. Ia teringat tentang cerita Angkasa mengenai Alexs. Fikiran Andra mulai membayangkan jika semua yang dikatakan Angkasa itu benar berarti orang yang ia hajar tadi adalah ayah biologisnya. Dan itu berarti lawan Andra yang sebenarnya tidak lain adalah ayah kandungnya. Kenyataan yang menyedihkan dan menyakitkan. Andra menyibak selimutnya dan ganti posisi duduk. "Jika semua yang di ucapkan Tuan Angkasa adalah fakta aku pastikan Alexs tak akan pernah selamat," gumam Andra.
"Dan jika Angkasa berbohong detik itu juga aku akan pergi darinya."
"Semua masih abu-abu."
"Sebelum aku bertemu ibuku aku tidak bisa mengambil keputusan."
"Aku harus mencari tahu dan lebih berhati-hati dengan orang sekitarku, karena aku tak tahu yang mana teman ataupun lawan."
"Waspada adalah cara terbaik yang bisa ku lakukan agar tak menyesal nantinya," gumam Andra. Tak berapa lama terdengar ketukan pintu dari balik kamar Andra.
"Tok.. Tok... Tok!!"
"Sebentar!!" Sahut Andra sambil beranjak. dari tempat tidurnya.
"Siapa yang mengetuk pintu kamarku?"
"Mungkinkah Tuan Angkasa yang memanggilku?" Pertanyaan yang muncul di benak Andra.
Tak lama pintupun terbuka.
Andra terkejut melihat sang Tuan ada di hadapannya.
"Ada perlu apa Tuan?" Tanya Andra penasaran dengan alasan Angkasa datang langsung ke kamar Andra.
"Aku ingin memberitahumu esok kita berangkat pagi-pagi."
"Bersiaplah aku akan mempertemukanmu dengan ibumu."
"Kamu bisa menanyakan apapun yang ingin kamu ketahui padanya."
"Untuk meyakinkanmu bahwa semua ucapanku bukanlah suatu kebohongan."
"Kita berangkat pagi agar jika ibumu pindah kita punya waktu mencarinya." Terang Angkasa Raditya.
"Baik Tuan!" balas Andra.
Andra sudah tidak sabar bertemu sang ibu.
"Aku kesini hanya ingin memberitahukan hal ini." "Silahkan lanjutkan istirahatmu," ucap Angkasa dan beliau meninggalkan Andra sendiri. Andra sudah tidak sabar menantikan esok hari. Ia merasa Angkasa sepertinya ingin membuktikan sesuatu padanya. Andra menutup kembali pintu kamarnya. Ia duduk di kursj kamarnya. Perasaannya campur aduk antara senang juga bingung. Apa yang akan ia katakan pertama kali jika ia bertemu sang ibu. Perasaan asing gugup berkecambuk dalam benak anak itu. Tapi Andra tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia harus mencari tahu jati dirinya dan ia juga berharap sang ibu akan berkata jujur padanya. Tentang semua alasan beliau meninggalkan Andra di Panti Asuhan tanpa menengoknya hingga Andra dewasa. Apapun kenyataannya Andra berusaha tegar, ia mulai menyiapkan hati akan hal terburuk yang mungkin akan ia ketahui besok. Malam berganti pagi. Hari y
Andra terdiam mendengar penjelasan sang ibu tentang ayahnya. Ia masih tak menyangka orang yang terakhir ia temui ternyata benar-benar ayah kandungnya. Semua seperti mimpi yang membuka semua tabir rahasia jati diri seorang Andra. Yang paling menyakitkan lawan sebenarnya yang harus ia habisi tak lain adalah sang ayah sendiri. Yang mungkin berpotensi sebagai pelaku ayah angkatnya."Kenapa kamu terdiam Nak?" Ibu Andra membuyarkan lamunan sang putra."Tidak aku hanya merasa ini seperti mimpi.""Bagaimana bisa Alexs itu ayah ku?"Tanya Andra."Apa kamu pernah bertemu dengan ayahmu?" Sang ibu balik bertanya pada sang putra."Dan kenapa seolah takdir mempermainkanku?" tanya Andra."Aku pernah bertemu dengannya.""Harusnya ibu menemuiku.""Benci atau tidaknya diriku.. seharusnya ibu tidak membiarkanku dalam kondisi membingungkan.""Ta
Agha berlari dan bersembunyi seperti perintah Andra. Andra hanya duduk dan menikmati ketakutan sang mangsa."Sembunyilah seperti seekor tikus.""Karena aku pasti akan menemukanmu," ucap Andra tersenyum sambil berkeliling memutari bongkahan bongkahan kotak kayu di dalam gudang tersebut.Keringat dingin membasahi tubuh Agha.Darah terus mengalir dari lehernya. Ia mencoba bersembunyi di balik tumpukan kotak kayu.Dan tiba-tiba sepasang mata mengarah padanya sambil tersenyum."Ini untukmu!!" Andra melukai pundak tangan Agha dengan pisau miliknya. Agha pun kembali lari dan bersembunyi.Tapi Andra membiarkan mangsanya kembali berlari dan menghindari dirinya.Ia sangat menikmati melukai mangsanya pelan-pelan."Rasanya sungguh menyenangkan!" Seru Andra sambil duduk santai menikmati hiburannya.Rasa takut dan e
Kini Andra menapaki babak baru dalam hidupnya. Andra mengemban tugas sebagai pengawal pribadi Angkasa Raditya sebelum sang putri kembali dari Dubai.Tapi lamunan Andra membangkitkan kembali ingatan masa lalunya saat ia masih menjadi pembunuh bayaran yang sadis dan kejam. Ingatan kala ia menghabisi Agha membuatnya merasakan kehidupan yang jauh berbeda dengan yang sekarang di gelutinya.Jika dulu ia seorang pembantai kini ia malah bertugas sebagai pelindung. Seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dengan hidupnya yang dulu. Dan saat ia merasa curiga seperti yang Angkasa utarakan bahwa Alexs adalah dalang tewasnya Hiro sang ayah angkat yang sangat berjasa dalam hidup Andra kembali menyalahkan api
Viky dan Zico merasa berat saat sang guru berada jauh dari mereka. Akan tetapi semangat mereka untuk berlatih dan melatih meneruskan apa yang Andra dan sang ayah angkatnya bangun demi terciptanya penerus -penerus yang memiliki keahliahan luar biasa di bidang seni bela diri. "Baiklah aku tidak bisa berlama-lama di tempat ini, ada yang harus aku kerjakan.""Terimakasih banyak kalian sudah mau mengurus tempat ini, dan ingat jangan biarkan siapapun masuk ke kamar ayah!" Pesan Andra sebelum meninggalkan rumah itu."Baik... kami akan menjalankan tugas sebaik mungkin dan kami pastikan tak akan ada yang masuk ke ruangan itu," jawab Zico."Terimakasih!""Aku pergi dulu."
Kedua lelaki itu bergegas menuju bandara yang jarak tempuhnya lumayan jauh dari tempat kerja Angkasa. Andra terpaksa memacu mobilnya dengan kecepatan penuh bak di Arena Sirkuit Balap, hingga wajah Angkasa terlihat menegang."Andra kurangi kecepatannya!""Kita bisa tewas jika begini!" Teriak Angkasa ketakutan dengan cara Andra mengemudikan laju mobilnya."Maaf Tuan.. saya hanya takut putri Tuan dalam bahaya," jawab Andra."Jangan khawatir kita sudah berada tidak terlalu jauh dari Bandara!""Dan lagi mengingat kondisi Alexs ia tak akan mungkin bisa menyusul kita dengan kondisinya yang lemah karena serangan yang kau berikan .""Ku rasa kita tidak perlu terlalu khawatir," ucap&nbs
"Ya.. anak itu Andra.""Karena itu ayah sangat yakin pada kemampuan Andra dalam melindungi keluarga Ayah, Andra bukan anak sembarangan.""Kamu harus berbaik hati padanya jangan galak-galak!" Pesan Angkasa Wijaya."Baik Yah... aku mengerti sekarang.""Yah.. apakah Alexs akan terus mengincar keselamatan kita?" Diandra merasa ketakutan ia tidak ingin hidup dalam teror yang akan menghantui hidupnya."Ayah juga tidak bisa menjawab pertanyaanmu, karena ayah tidak bisa menebak isi kepala si Alexs itu." Andai kita bisa membaca fikiran semua orang," sela Diandra.Angkasa menggenggam tangan Diandra beliau mencoba menenangkan putri kesayangannya itu.
Andra berjalan meninggalkan area kafe itu dan kembali ke kediaman Angkasa. Ia masih tak habis fikir Jerry berani menemuinya setelah cukup lama mereka tak bersua.Di depan pintu rumah sang security yang berjaga melihat Andra menuju ke arahnya langsung membukakan pintu. "Tuan Andra mereka tadi siapa, kenapa begitu menyeramkan?" Tanya security itu pada Andra."Dia .. dia itu orang yang suka mencari masalah, nanti jika ia kembali kesini mencariku tolong bilang saja aku tidak di rumah," ucap Andra."Baik Tuan... saya akan melakukan sesuai peemintaan Tuan," jawab petugas keamanan itu.Andra melanjutkan langkahnya menuju
Dua pasangan itu pun berlalu meninggalkan pantai dan berjalan menuju mobil untuk mencari rumah makan. Di dalam mobil pun tak ada perbincangan hingga suasana sangat sunyi. Sampai akhirnya Andra membuka suara. "Maaf anda mau makan dimana, Tuan?" tanya Andra sopan. "Ehm dimana ya, sayang menurut kamu, kita enaknya makan apa?" Dion malah balik bertanya pada Diandra yang asyik melamun. "Terserah kamu saja," balas Diandra lembut. "Kalau begitu di rumah makan terdekat saja, dari pada keburu kelaparan," sahut Dion yang masih menggenggam tangan Diandra. "Baik," jawab Andra. Andra melajukan mobilnya menuju tempat sesuai tujuan sang tuan. Tak butuh waktu lama mobil itu pun terhenti. Kedua pasangan itu turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke dalam restoran dan memesan beberapa menu, Dion mengajak Andra bergabung bersama dalam satu meja dengan dia dan Diandra. Tak berapa lama menu pesanan mereka pun tiba, mereka pun bersiap menikmati hidangan. Andra duduk di depan Diandra sedangkan Dio
Andra menatap ke arah Diandra yang masih mengalungkan kedua tangannya di leher Dion, dan pura-pura tak melihat bodyguardnya tersebut. "Apa kalian sedang menggunakan kami untuk memanas-manasi satu sama lain," bisik Lyli. Andra tersenyum frik kembali. Ia seakan tak ambil pusing dengan sikap mantan kekasihnya tersebut. "Apa menurutmu dia cemburu?" Andra menatap Diandra tanpa ekspresi apapun, laki-laki itu kembali menghisap rokok di tangannya tanpa menoleh ke arah Lyli yang sedari tadi duduk di sampingnya. "Ku rasa ia cemburu," balas Lyli. "Dia terlalu bodoh untuk bersandiwara," sahut Andra. "Ya, dia tak sepertimu yang terlalu ahli sampai seperti tak punya hati!" timpal Lyli. "Hatiku sudah lama mati," sahut Andra seakan tanpa dosa. "Kau bahkan menciumku, aku bisa saja salah mengartikan sikapmu itu. Bagaimana bisa kau melakukannya saat kau tak ada perasaan apapun terhadapku," ujar Lyli sambil mengeryitkan keningnya. "Mudah, aku hanya menganggapmu patung yang bisa aku mainkan sesu
"Maaf ini tujuannya kemana?" tanya Andra. "Ke pantai saja," sahut Diandra"Apa kau tak keberatan?"Diandra memalingkan pandangannya kepada Dion yang duduk di sampingnya. "Tentu saja tidak, aku akan menemanimu kemana pun kamu mau," balas Dion. "Baguslah, kalau begitu cari pantai yang paling bagus pemandangannya!" titah Diandra pada Andra yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Baiklah!" balas Andra. Tiba-tiba tanpa banyak bicara Lyli mengusap keringat di kening Andra dan itu membuat Diandra yang duduk di belakangnya langsung terperangah. "Kau tidurlah, tak usah repot membasuh keringatku!""Aku tak ingin mengotori tanganmu yang lembut," ucap Andra. Perasaan Lyli makin tidak terkontrol, gadis itu dibuat terus berbunga-bunga seakan ada banyak petasan di dalam dirinya yang siap membuatnya meloncat kegirangan. "Astaga.. untuk sejenak aku ingin melupakan jika ini hanya sandiwara. Andai kata-kata itu nyata untukku, aku akan jadi wanita terbahagia saat ini. Sudah lama aku menantikan
Diandra membalas pelukan Dion sambil melirik ke arah Andra. Tampak wajah Andra datar tak berekspresi mematahkan ekspetasi seorang Diandra yang berharap ia dapat melihat kekesalan di wajah Andra. Tapi pada kenyataannya laki-laki itu sama sekali tak menunjukkan kekesalan yang ada ia tampak acuh, meski dalam hati Andra ia sangat kesal. Laki-laki itu sangat pandai menyembunyikan perasaan amarahnya. "Sial.. dia sama sekali tidak perduli!""Jadi selama ini apa?""Aku benar-benar salah menilai dia!" umpat Diandra dalam hati. Perlahan gadis itu menjauhkan kembali tubuhnya dari Dion. "Ehm.. sudah malam apa kamu tidak ingin pulang?" tanya Diandra yang lelah dengan sandiwaranya. "Apa kau tidak suka aku disini?" tanya Dion. "Bukan begitu, hanya saja ini sudah malam. Besok kita kan bisa ketemu lagi," balas Diandra. "Baiklah.. tapi janji ya besok kita jalan!" cetus Dion. "Hm.. iya," balas Diandra. Andra hanya terdiam mematung berdiri di belakang pasangan baru tersebut. Dion mengusap lembu
"Keluarlah dari ruangan ini!" usir Andra. "Kau tak perlu terus menerus mengusirku, itu sama sekali tidak sopan.""Apa kau yakin menyuruhku pergi? Aku rasa kau akan membutuhkan bantuanku lagi," kata Lyli sambil tersenyum. "Aku lelah aku butuh istirahat!" sahut Andra. "Oke, jika butuh bantuan hubungi aku!" Gadis itu akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan kamar Andra. Di tempat berbeda Diandra menemui sang ayah. "Yah, Dion datang jam berapa?""Aku akan menemaninya berbincang," ucap Diandra. Sontak sang ayah pun terkejut karena belum lama gadis itu ke ruangannya dan menyatakan ketidak setujuannya. "Nanti jam tujuh, tapi kenapa kamu berubah fikiran?" Angkasa mencoba mengulik alasan dibalik perubahan sikap sang putri."Aku menolak karena ada hati yang harus ku jaga, tapi sekarang hati itu telah berpindah tempat," balas Diandra. "Maksud kamu apa?" Angkasa mengeryitkan keningnya tak mengerti arti kalimat sang putri. "Nanti ayah juga akan tahu sendiri," balas gadis itu. Malam pun
"Andra adalah kekasih Diandra, dan dia sedang terluka. Bagaimana bisa Diandra malah menemani pria lain saat kekasih Diandra dalam kondisi tidak baik-baik saja Yah!""Saat Andra baik-baik saja pun Diandra tak akan mau duduk berbincang dengan pria lain apalagi di saat seperti ini, maaf jika ini yang ayah ingin bicarakan dengan Diandra, ayah tahu betul apa jawabannya. Diandra permisi Yah!" Gadis itu bangkit dan tak memperdulikan reaksi sang ayah sedikit pun. Diandra nampak sangat kesal ia pun memutuskan untuk pergi ke ruangan Andra. Diandra membuka pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan Andra. Tapi matanya terbelalak saat melihat Andra yang terbaring sedang ada dalam dekapan seorang wanita. "Ehem..!"Gadis itu berdeham membuyarkan kegiatan di hadapannya. "Ah.. maaf!" ucap Lyli sambil bangkit berdiri menatap sepasang mata yang seakan siap menerkamnya. "Kamu siapa?" tanya Diandra tanpa basa-basi. "Aku Lyli cinta pertama Andra!"Lyli mengulurkan tangan kepada Diandra, tapi gadis
"Hm.. rasanya jiwa pembantaiku lenyap ketika berhadapan denganmu," celetuk Andra. "Bagus kalau begitu, aku jadi bisa berbangga karena bisa menjinakkanmu," balas Diandra. "Aku sudah kenyang, taruh saja di makanannya di meja," ujar Andra. "Oh.. ya sudah tapi minum dulu lalu minum obatmu, aku harap kondisimu bisa lekas pulih. Tapi kenapa kamu tidak ke rumah sakit dan malah memilih pulang kemari?" Diandra heran terhadap laki-laki di hadapannya, bukannya saat terluka orang akan memilih bergegas ke rumah sakit tapi Andra justru sebaliknya. "Jika aku ke rumah sakit dan musuhku tahu itu akan jauh lebih buruk untukku. Alexs juga bisa menyerang mu dan ayahmu karena kondisiku ini, aku tak mau itu terjadi," terang Andra. "Ehm.. sepertinya hidup mu jauh dari kedamaian," celetuk Diandra. "Memang seperti itu, apa kau sekarang ingin mundur?" tanya Andra. "Aku bukan gadis pengecut, aku akan tetap bersamamu apapun kondisimu!" Diandra sangat teguh pada pendiriannya dan itu cukup membuat Andra t
"Kau benar-benar buas!" ledek Andra sambil tersenyum. "Aku begini karena aku hampir berhenti bernafas karena mencemaskanmu, tahukah kamu betapa takutnya aku melihatmu terluka dan berdarah!" ujar gadis itu kepada kekasih yang hanya tersenyum ke arahnya. "Kamu harus terbiasa, karena mungkin ini bukan yang pertama dan bisa terjadi lagi," celetuk Andra yang tanpa sadar semakin memancing amarah kekasihnya itu. "Apa kamu sama sekali tak perduli kecemasanku?""Bisakah kamu menganggap ini serius, dan lebih hati-hati!""Tak bisakah kau menjauh dari bahaya!" Gadis itu mencecar Andra dengan kalimat emosi yang ia rasakan. "Aku ini dulu bajingan!""Bagaimana bisa aku menjauh dari bahaya jika musuhku saja tak terhitung nona?""Kamu bisa mencari orang lain jika tak ingin jantungan tiap hari, aku akan mengikhlaskanmu. Dari pada kamu tersiksa bersamaku," ucap Andra. "Apa tak ada solusi lain selain memintaku menjauh darimu?""Apa aku tak berarti apa-apa?" ucap Diandra. "Aku malas berdebat, aku b
Penjaga itu mencabut pisau yang menancap di punggung Andra secara perlahan, lalu ia membaringkan tubuh Andra yang terluka di atas ranjang tempat tidurnya. "Aku harus segera melaporkan ke tuan!"Penjaga itu bergegas berlari menuju ruangan Angkasa. "Tok.. tok.. tok!"Penjaga itu menggedor ruangan sang tuan dengan keras. "Masuk!" Terdengar jawaban dari dalam ruangan. Penjaga itu pun tanpa fikir panjang mempercepat langkahnya. "Maaf tuan!""Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini tuan Andra sedang terkapar di kamarnya, sepertinya ia diserang karena ada pisau tertancap di punggungnya," ucap sang penjaga. "Apa..!!!""Bagaimana sekarang kondisinya?""Kenapa tidak membawanya ke rumah sakit?" Angkasa tampak panik dan bergegas menuju ruangan sang ajudan. "Maaf tuan, tapi beliau meminta saya untuk membawanya ke ruangannya," terang sang penjaga berjalan mengekori Angkasa. Diandra yang mendengar langkah kaki pun akhirnya keluar dari kamarnya untuk memastikan apa yang terjadi. "Kenapa ada