Kini Andra menapaki babak baru dalam hidupnya. Andra mengemban tugas sebagai pengawal pribadi Angkasa Raditya sebelum sang putri kembali dari Dubai.
Tapi lamunan Andra membangkitkan kembali ingatan masa lalunya saat ia masih menjadi pembunuh bayaran yang sadis dan kejam. Ingatan kala ia menghabisi Agha membuatnya merasakan kehidupan yang jauh berbeda dengan yang sekarang di gelutinya.
Jika dulu ia seorang pembantai kini ia malah bertugas sebagai pelindung. Seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dengan hidupnya yang dulu. Dan saat ia merasa curiga seperti yang Angkasa utarakan bahwa Alexs adalah dalang tewasnya Hiro sang ayah angkat yang sangat berjasa dalam hidup Andra kembali menyalahkan api
Viky dan Zico merasa berat saat sang guru berada jauh dari mereka. Akan tetapi semangat mereka untuk berlatih dan melatih meneruskan apa yang Andra dan sang ayah angkatnya bangun demi terciptanya penerus -penerus yang memiliki keahliahan luar biasa di bidang seni bela diri. "Baiklah aku tidak bisa berlama-lama di tempat ini, ada yang harus aku kerjakan.""Terimakasih banyak kalian sudah mau mengurus tempat ini, dan ingat jangan biarkan siapapun masuk ke kamar ayah!" Pesan Andra sebelum meninggalkan rumah itu."Baik... kami akan menjalankan tugas sebaik mungkin dan kami pastikan tak akan ada yang masuk ke ruangan itu," jawab Zico."Terimakasih!""Aku pergi dulu."
Kedua lelaki itu bergegas menuju bandara yang jarak tempuhnya lumayan jauh dari tempat kerja Angkasa. Andra terpaksa memacu mobilnya dengan kecepatan penuh bak di Arena Sirkuit Balap, hingga wajah Angkasa terlihat menegang."Andra kurangi kecepatannya!""Kita bisa tewas jika begini!" Teriak Angkasa ketakutan dengan cara Andra mengemudikan laju mobilnya."Maaf Tuan.. saya hanya takut putri Tuan dalam bahaya," jawab Andra."Jangan khawatir kita sudah berada tidak terlalu jauh dari Bandara!""Dan lagi mengingat kondisi Alexs ia tak akan mungkin bisa menyusul kita dengan kondisinya yang lemah karena serangan yang kau berikan .""Ku rasa kita tidak perlu terlalu khawatir," ucap&nbs
"Ya.. anak itu Andra.""Karena itu ayah sangat yakin pada kemampuan Andra dalam melindungi keluarga Ayah, Andra bukan anak sembarangan.""Kamu harus berbaik hati padanya jangan galak-galak!" Pesan Angkasa Wijaya."Baik Yah... aku mengerti sekarang.""Yah.. apakah Alexs akan terus mengincar keselamatan kita?" Diandra merasa ketakutan ia tidak ingin hidup dalam teror yang akan menghantui hidupnya."Ayah juga tidak bisa menjawab pertanyaanmu, karena ayah tidak bisa menebak isi kepala si Alexs itu." Andai kita bisa membaca fikiran semua orang," sela Diandra.Angkasa menggenggam tangan Diandra beliau mencoba menenangkan putri kesayangannya itu.
Andra berjalan meninggalkan area kafe itu dan kembali ke kediaman Angkasa. Ia masih tak habis fikir Jerry berani menemuinya setelah cukup lama mereka tak bersua.Di depan pintu rumah sang security yang berjaga melihat Andra menuju ke arahnya langsung membukakan pintu. "Tuan Andra mereka tadi siapa, kenapa begitu menyeramkan?" Tanya security itu pada Andra."Dia .. dia itu orang yang suka mencari masalah, nanti jika ia kembali kesini mencariku tolong bilang saja aku tidak di rumah," ucap Andra."Baik Tuan... saya akan melakukan sesuai peemintaan Tuan," jawab petugas keamanan itu.Andra melanjutkan langkahnya menuju
"Bergabunglah dengan club kami!" Suara yang menghentikan langkah Andra. Andra tidak jadi menutup pintu mobilnya. Ia masih duduk sambil menatap seorang laki-laki di hadapannya. Andra mengkerutkan keningnya dan dia menatap tajam ke arah laki-laki itu."Maaf mengganggumu, tapi kami butuh orang sepertimu.""Belum pernah ada yang mengalahkan Westley sebelumnya tapi kamu berhasil menumbangkannya, begitu juga dengan Jack.""Aku tidak tahu siapa kamu tapi melihatmu bertarung sangat memembuatku terpukau," ucap laki-laki itu. "Maaf aku tidak punya banyak waktu karena aku hanya iseng mengikuti pertandingan hari ini.""Aku masih banyak urusan yang harus aku kerjakan, maafkan aku." Andra menutup pintu m
Andra melajukan mobil yang dikendarainya. Sesekali Diandra menoleh kearah jendela melihat pemandangan yang dilaluinya. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut keduanya hingga Andra bertanya kemana tujuan gadis itu sebenarnya."Maaf.. tujuan kita kemana?" Andra bingung melajukan kendaraannya ke arah mana."Terserah kamu saja, aku hanya ingin berkeliling." Diandra menjawab pertanyaan Andra tanpa menoleh ke arah Andra ia masih fokus menatap ke luar jendela seakan banyak yang sedang ia fikirkan. Andra pun diam dan melajukan mobil itu menuju pusat kota, karena laki-laki itu bingung jika harus berkeliling tanpa tujuan yang jelas se
Diandra mengikuti langkah Andra menuju mobil mereka yang terparkir di tepi jalan. Andra membukakan pintu mobil untuk putri majikannya yang masih terguncang dengan kejadian yang menimpanya. Gadis itu meletakkan tubuhnya di bangku depan mobilnya. Tepat di sebelah Andra menyetir. Andra membuang puntung rokoknya dan mulai melajukan kembali mobilnya. Gadis di samping Andra itu masih diam seribu bahasa. Sesekali ia menatap sang sopir yang juga fokus berkendara tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya. Suasana hening begitu terasa di dalam mobil itu. Tiba-tiba Diandra mulai membuka pembicaraan."Kenapa kamu tadi tidak langsung&nbs
"Ayah angkatku itu mengambilku dari kerasnya hidup di jalanan,kerasnya berjuang di tengah kesendirian, beliau mengajarkan aku menjadi manusia yang lebih manusia." "Hingga sifat liarku perlahan bisa dikendalikannya, tapi aku tetaplah monster dengan masalalu yang gelap, jadi wajar jika anda merasa takut berada bersama mantan pembunuh seperti ku," Terang Andra. Mendengar penuturan Andra mulut gadis itu membisu. Gadis itu mencoba memahami setiap kata dari mulut makhluk yang awalnya dianggapnya angker itu. Dan pemikiran Diandra tentang Andra sedikit berubah. "Sepertinya ada sosok lain dari dalam diri laki-laki ini." "Apakah dia menyimpan banyak&n
Dua pasangan itu pun berlalu meninggalkan pantai dan berjalan menuju mobil untuk mencari rumah makan. Di dalam mobil pun tak ada perbincangan hingga suasana sangat sunyi. Sampai akhirnya Andra membuka suara. "Maaf anda mau makan dimana, Tuan?" tanya Andra sopan. "Ehm dimana ya, sayang menurut kamu, kita enaknya makan apa?" Dion malah balik bertanya pada Diandra yang asyik melamun. "Terserah kamu saja," balas Diandra lembut. "Kalau begitu di rumah makan terdekat saja, dari pada keburu kelaparan," sahut Dion yang masih menggenggam tangan Diandra. "Baik," jawab Andra. Andra melajukan mobilnya menuju tempat sesuai tujuan sang tuan. Tak butuh waktu lama mobil itu pun terhenti. Kedua pasangan itu turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke dalam restoran dan memesan beberapa menu, Dion mengajak Andra bergabung bersama dalam satu meja dengan dia dan Diandra. Tak berapa lama menu pesanan mereka pun tiba, mereka pun bersiap menikmati hidangan. Andra duduk di depan Diandra sedangkan Dio
Andra menatap ke arah Diandra yang masih mengalungkan kedua tangannya di leher Dion, dan pura-pura tak melihat bodyguardnya tersebut. "Apa kalian sedang menggunakan kami untuk memanas-manasi satu sama lain," bisik Lyli. Andra tersenyum frik kembali. Ia seakan tak ambil pusing dengan sikap mantan kekasihnya tersebut. "Apa menurutmu dia cemburu?" Andra menatap Diandra tanpa ekspresi apapun, laki-laki itu kembali menghisap rokok di tangannya tanpa menoleh ke arah Lyli yang sedari tadi duduk di sampingnya. "Ku rasa ia cemburu," balas Lyli. "Dia terlalu bodoh untuk bersandiwara," sahut Andra. "Ya, dia tak sepertimu yang terlalu ahli sampai seperti tak punya hati!" timpal Lyli. "Hatiku sudah lama mati," sahut Andra seakan tanpa dosa. "Kau bahkan menciumku, aku bisa saja salah mengartikan sikapmu itu. Bagaimana bisa kau melakukannya saat kau tak ada perasaan apapun terhadapku," ujar Lyli sambil mengeryitkan keningnya. "Mudah, aku hanya menganggapmu patung yang bisa aku mainkan sesu
"Maaf ini tujuannya kemana?" tanya Andra. "Ke pantai saja," sahut Diandra"Apa kau tak keberatan?"Diandra memalingkan pandangannya kepada Dion yang duduk di sampingnya. "Tentu saja tidak, aku akan menemanimu kemana pun kamu mau," balas Dion. "Baguslah, kalau begitu cari pantai yang paling bagus pemandangannya!" titah Diandra pada Andra yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Baiklah!" balas Andra. Tiba-tiba tanpa banyak bicara Lyli mengusap keringat di kening Andra dan itu membuat Diandra yang duduk di belakangnya langsung terperangah. "Kau tidurlah, tak usah repot membasuh keringatku!""Aku tak ingin mengotori tanganmu yang lembut," ucap Andra. Perasaan Lyli makin tidak terkontrol, gadis itu dibuat terus berbunga-bunga seakan ada banyak petasan di dalam dirinya yang siap membuatnya meloncat kegirangan. "Astaga.. untuk sejenak aku ingin melupakan jika ini hanya sandiwara. Andai kata-kata itu nyata untukku, aku akan jadi wanita terbahagia saat ini. Sudah lama aku menantikan
Diandra membalas pelukan Dion sambil melirik ke arah Andra. Tampak wajah Andra datar tak berekspresi mematahkan ekspetasi seorang Diandra yang berharap ia dapat melihat kekesalan di wajah Andra. Tapi pada kenyataannya laki-laki itu sama sekali tak menunjukkan kekesalan yang ada ia tampak acuh, meski dalam hati Andra ia sangat kesal. Laki-laki itu sangat pandai menyembunyikan perasaan amarahnya. "Sial.. dia sama sekali tidak perduli!""Jadi selama ini apa?""Aku benar-benar salah menilai dia!" umpat Diandra dalam hati. Perlahan gadis itu menjauhkan kembali tubuhnya dari Dion. "Ehm.. sudah malam apa kamu tidak ingin pulang?" tanya Diandra yang lelah dengan sandiwaranya. "Apa kau tidak suka aku disini?" tanya Dion. "Bukan begitu, hanya saja ini sudah malam. Besok kita kan bisa ketemu lagi," balas Diandra. "Baiklah.. tapi janji ya besok kita jalan!" cetus Dion. "Hm.. iya," balas Diandra. Andra hanya terdiam mematung berdiri di belakang pasangan baru tersebut. Dion mengusap lembu
"Keluarlah dari ruangan ini!" usir Andra. "Kau tak perlu terus menerus mengusirku, itu sama sekali tidak sopan.""Apa kau yakin menyuruhku pergi? Aku rasa kau akan membutuhkan bantuanku lagi," kata Lyli sambil tersenyum. "Aku lelah aku butuh istirahat!" sahut Andra. "Oke, jika butuh bantuan hubungi aku!" Gadis itu akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan kamar Andra. Di tempat berbeda Diandra menemui sang ayah. "Yah, Dion datang jam berapa?""Aku akan menemaninya berbincang," ucap Diandra. Sontak sang ayah pun terkejut karena belum lama gadis itu ke ruangannya dan menyatakan ketidak setujuannya. "Nanti jam tujuh, tapi kenapa kamu berubah fikiran?" Angkasa mencoba mengulik alasan dibalik perubahan sikap sang putri."Aku menolak karena ada hati yang harus ku jaga, tapi sekarang hati itu telah berpindah tempat," balas Diandra. "Maksud kamu apa?" Angkasa mengeryitkan keningnya tak mengerti arti kalimat sang putri. "Nanti ayah juga akan tahu sendiri," balas gadis itu. Malam pun
"Andra adalah kekasih Diandra, dan dia sedang terluka. Bagaimana bisa Diandra malah menemani pria lain saat kekasih Diandra dalam kondisi tidak baik-baik saja Yah!""Saat Andra baik-baik saja pun Diandra tak akan mau duduk berbincang dengan pria lain apalagi di saat seperti ini, maaf jika ini yang ayah ingin bicarakan dengan Diandra, ayah tahu betul apa jawabannya. Diandra permisi Yah!" Gadis itu bangkit dan tak memperdulikan reaksi sang ayah sedikit pun. Diandra nampak sangat kesal ia pun memutuskan untuk pergi ke ruangan Andra. Diandra membuka pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan Andra. Tapi matanya terbelalak saat melihat Andra yang terbaring sedang ada dalam dekapan seorang wanita. "Ehem..!"Gadis itu berdeham membuyarkan kegiatan di hadapannya. "Ah.. maaf!" ucap Lyli sambil bangkit berdiri menatap sepasang mata yang seakan siap menerkamnya. "Kamu siapa?" tanya Diandra tanpa basa-basi. "Aku Lyli cinta pertama Andra!"Lyli mengulurkan tangan kepada Diandra, tapi gadis
"Hm.. rasanya jiwa pembantaiku lenyap ketika berhadapan denganmu," celetuk Andra. "Bagus kalau begitu, aku jadi bisa berbangga karena bisa menjinakkanmu," balas Diandra. "Aku sudah kenyang, taruh saja di makanannya di meja," ujar Andra. "Oh.. ya sudah tapi minum dulu lalu minum obatmu, aku harap kondisimu bisa lekas pulih. Tapi kenapa kamu tidak ke rumah sakit dan malah memilih pulang kemari?" Diandra heran terhadap laki-laki di hadapannya, bukannya saat terluka orang akan memilih bergegas ke rumah sakit tapi Andra justru sebaliknya. "Jika aku ke rumah sakit dan musuhku tahu itu akan jauh lebih buruk untukku. Alexs juga bisa menyerang mu dan ayahmu karena kondisiku ini, aku tak mau itu terjadi," terang Andra. "Ehm.. sepertinya hidup mu jauh dari kedamaian," celetuk Diandra. "Memang seperti itu, apa kau sekarang ingin mundur?" tanya Andra. "Aku bukan gadis pengecut, aku akan tetap bersamamu apapun kondisimu!" Diandra sangat teguh pada pendiriannya dan itu cukup membuat Andra t
"Kau benar-benar buas!" ledek Andra sambil tersenyum. "Aku begini karena aku hampir berhenti bernafas karena mencemaskanmu, tahukah kamu betapa takutnya aku melihatmu terluka dan berdarah!" ujar gadis itu kepada kekasih yang hanya tersenyum ke arahnya. "Kamu harus terbiasa, karena mungkin ini bukan yang pertama dan bisa terjadi lagi," celetuk Andra yang tanpa sadar semakin memancing amarah kekasihnya itu. "Apa kamu sama sekali tak perduli kecemasanku?""Bisakah kamu menganggap ini serius, dan lebih hati-hati!""Tak bisakah kau menjauh dari bahaya!" Gadis itu mencecar Andra dengan kalimat emosi yang ia rasakan. "Aku ini dulu bajingan!""Bagaimana bisa aku menjauh dari bahaya jika musuhku saja tak terhitung nona?""Kamu bisa mencari orang lain jika tak ingin jantungan tiap hari, aku akan mengikhlaskanmu. Dari pada kamu tersiksa bersamaku," ucap Andra. "Apa tak ada solusi lain selain memintaku menjauh darimu?""Apa aku tak berarti apa-apa?" ucap Diandra. "Aku malas berdebat, aku b
Penjaga itu mencabut pisau yang menancap di punggung Andra secara perlahan, lalu ia membaringkan tubuh Andra yang terluka di atas ranjang tempat tidurnya. "Aku harus segera melaporkan ke tuan!"Penjaga itu bergegas berlari menuju ruangan Angkasa. "Tok.. tok.. tok!"Penjaga itu menggedor ruangan sang tuan dengan keras. "Masuk!" Terdengar jawaban dari dalam ruangan. Penjaga itu pun tanpa fikir panjang mempercepat langkahnya. "Maaf tuan!""Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini tuan Andra sedang terkapar di kamarnya, sepertinya ia diserang karena ada pisau tertancap di punggungnya," ucap sang penjaga. "Apa..!!!""Bagaimana sekarang kondisinya?""Kenapa tidak membawanya ke rumah sakit?" Angkasa tampak panik dan bergegas menuju ruangan sang ajudan. "Maaf tuan, tapi beliau meminta saya untuk membawanya ke ruangannya," terang sang penjaga berjalan mengekori Angkasa. Diandra yang mendengar langkah kaki pun akhirnya keluar dari kamarnya untuk memastikan apa yang terjadi. "Kenapa ada