Raffael terbangun dari tidurnya, dengan kepala yang berdenyut nyeri, karena pusing. Disibaknya selimut yang membungkus badannya. Sontak saja mata Raffael membelalak. “Mengapa saya tidur tanpa pakaian?”
Ia merasakan kasur di sebelahnya bergerak, Raffael pun menoleh dan ia menjadi terkejut melihat, kalau di sampingnya ada seorang wanita dilihat dari rambutnya yang panjang menutupi punggungnya.
Wanita itu membalikkan badan, karena ia merasa diamati. “Raffa! Mengapa kita berada di tempat tidur yang sama?”
Tidak mempedulikan ketelanjangannya Ray mencari celana pendek miliknya yang tergeletak di lantai, kemudian dengan cepat ia memakainya.
Selesai memakai celana pendeknya Raffael membalikkan badan. Ditatapnya Marsya, sahabat tunangannya yang berada di tempat tidur yang sama dengannya.
“Sekarang saya ingat, kalau kau yang memberikan minuman kepadaku. Pasti kau sudah menaruh sesuatu kepadaku, sehingga saya menjadi mabuk dan berakhir dengan tidur di sini bersamamu!” tuduh Raffael emosi.
Marsya melilitkan selimut untuk menutupi tubuhnya, kemudian ia turun dari ranjang. Ia berjalan mendekati Raffael satu tangannya terangkat memberikan tamparan ke wajah tampan pria yang menjadi tunangan sahabatnya.
“Kau menuduhku menjebakmu, agar tidur bersamaku dan mengkhianati sahabatku sendiri! Apakah kau pikir saya akan setega itu, dengan menyakiti hati sahabatku sendiri?” hardik Marsya.
Raffael mengusap pipinya yang terasa sakit, karena ditampar oleh Marsya. ‘Sial! Sakit juga pukulan dari wanita ini,’ batin Raffael.
Marsya menatap Raffael dengan galak. sambil berkacak pinggang. Wajahnya merah, karena marah dan dadanya bergerak naik turun dengan cepat.
Ia, kemudian duduk di atas ranjang, sambil menutup wajah dengan kedua tangan. Isak tangis terdengar dari bibirnya.
“Bagaimana, kalau saya hamil? Saya takut dengan kedua orang tuaku yang pasti akan marah besar. Begitu juga dengan Natasya, saya malu juga merasa bersalah kepadanya. Ini semua, karena kamu yang mabuk dan menarikku ke kamar ini!” lirih Marsya.
Raffael mengacak rambutnya dengan kedua tangan. Ia berjalan menuju jendela kamar hotel dan memandang ke arah jalanan. Tatapan Raffael jatuh ke jari manisnya yang melingkar cincin pertunangannya dengan Natsya.
Ia tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Marsya, karena dirinya sendiri dipenuhi dengan perasaan bersalah kepada wanita yang dicintainya. Namun, begitu Marsya menyebut kata hamil ia langsung membalikkan badan menghadap ke arah wanita itu.
“Saya tidak merasa sama sekali telah tidur denganmu! Kalaupun kau hamil, kau bisa menggugurkannya, karena kita berdua sama-sama tidak menginginkan bayi yang bahkan kehadirannya belum kita ketahui,” ucap Raffael dengan tidak berperasaan.
Marsya menurunkan tangan yang menutup wajah. Ditatapnya Raffael, dengan wajah yang dipenuhi linangan air mata. “Kau brengsek! Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?”
Raffael membalikkan badan melihat Marsya, ia merasa kasihan dan menyesal, karena sudah membuat Marsya bersedih, serta membuatnya berada dalam masalah.
Suasana di dalam kamar hotel itu terasa hening tidak ada yang membuka percakapan. Raffael sibuk dengan pikirannya, yang coba untuk mengingat apa yang sebenarnya terjadi tadi malam.
Ia hanya mengingat, kalau dirinya datang ke hotel ini untuk menemani Marya menghadiri pernikahan salah temannya. Pada awalnya ia menolak, tetapi Marsya menangis dan terus membujuknya, karena ia merasa malu datang sendiri.
Dengan terpaksa ia pun menuruti permintaan Marsya. Mereka berdua datang ke pesta ini. ia duduk dan minum anggur, yang disodorkan Marysa ke tangannya. Setelah itu, ia tidak mengingat apapun lagi.
Suara benda terjatuh dengan keras membuyarkan Raffael dari lamunannya. Ia berlari ke arah suara yang berasal dari kamar mandi.
“Sial! Apa yang kau lakukan, Marsya? Kenapa kau mencelakai dirimu sendiri?” umpat Raffael.
Ia meraih tangan Marsya yang coba memungut pecahan cermin dari wastafel. Digenggamnya tangan wanita itu dengan kasar. Dengan gigi yang bergemeretak menahan amarah, diangkatnya Marsya, lalu ia bopong keluar kamar mandi.
Marsya memukul punggung Raffael dengan kepalan tangannya. “Mengapa tidak kau biarkan saja saya meninggal dunia? Saya tidak mau membuat orang tuaku menjadi bersedih dan malu, karena putrinya hamil tanpa seorang suami.”
Ray bergeming ia terus berjalan menuju ranjang, kemudian dibaringkannya dengan kasar Marsya di atas ranjang tersebut.
“Saya akan menikahimu, kalau kau terbukti hamil! Secepatnya kabari saya, kalau kau benar hamil dan jangan lakukan hal bodoh lagi, dengan mencoba mengakhiri hidupmu!” tegas Raffael.
Raffael memberikan tatapan tajam kepada Marsya, dengan ekspresi wajah dingin. Setelahnya, Raffael berjalan untuk memunguti sisa pakaian yang berceceran di lantai, lalu memakainya.
Dikeluarkannya dompet dari dalam saku jas dan diambilnya beberapa lembar uang berwarna merah, kemudian ia letakkan di dekat kepala Marsya berbaring.
“Pakai uang itu untuk ongkos taksi dan kamu bisa menghubungi di nomor ponselku atau datang langsung ke kantorku.” Raffael membalikkan badan meninggalkan Marsya yang masih terisak.
“Raf! Kamu tega meninggalkan saya sendirian di sini! Tolong tunggu, saya,” panggil Marsya.
Raffael tidak menghiraukan panggilan dari Marsya. Ia terus berjalan keluar dari kamar hotel dengan langkah kakinya yang panjang. Ia terlihat gagah dan percaya diri menuju lift. Masuk lift ditekannya angka satu menuju lobi.
Sesampainya di lobi Raffael berjalan menuju meja resepsionis untuk melakukan check out. Setelah selesai Raffael berjalan menuju basement di mana mobilnya terparkir.
Begitu sudah berada dalam mobilnya Raffael tidak langsung menjalankan mobil, Ia duduk diam, sambil melamun. Diputar-putarnya cincin tunangan yang tertulis inisial nama tunangannya.
Raffael menyandarkan punggung pada sandaran mobil ditariknya napas dalam-dalam. ‘Sayang, maafkan saya sudah mengkhianati cinta kita.’ Raffael mencium cincinnya, sebelum ia lepas dan simpan di dalam dashboard mobil.
Ditariknya napas dalam-dalam, lalu ia hembuskan dengan kasar. Dijalankannya mobil meninggalkan parkiran hotel. Ia sadar, kalau dirinya sudah bersikap kasar kepada Marsya dengan meninggalkan wanita itu sendirian di hotel.
Ia hanya perlu waktu sendiri untuk menyesali kesalahan yang telah dibuatnya. Ia sudah mengkhianati janji suci cintanya dengan Natasya, padahal mereka berdua sudah menjalin hubungan selama lima tahun lamanya.
‘Ini semua, karena Marsya! Awas saja, kalau sampai diriku menemukan bukti dirinya dengan sengaja membuatku mabuk. Wanita itu akan membayar mahal atas apa yang dilakukannya,’ gumam Raffael.
Raffel di usianya yang menginjak 30 tahun merupakan seorang CEO dari Raffa’s Company yang bergerak di bidang property. Dan ia termasuk pengusaha muda yang sukses membangun Kerajaan bisnisnya.
Sementara itu, Marsya memandangi kepergian Raffael dengan tatapan sedih, Pria itu tidak mengajak serta dirinya keluar dari hotel.
Begitu pintu kamar di tutup Raffael dengan kasar, sehingga membuat Marsya terlonjak terkejut. Marsya mengusap air matanya dengan kasar, kemudian tangannya mengusap perutnya yang masih rata.
‘Ca, maafkan saya, karena sudah mengkhianati persahabatan kita, tetapi anakku memerlukan seorang Bapak dan Raffael lah orang yang tepat. Saya mencintainya juga, Ca! Kamu pasti bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari Raffael.’ batin Marsya.
Marsya bangun dari atas tempat tidur, dipungutinya pakaian yang berserakan di lantai, kemudian ia pakai. ‘Saya harus bisa meyakinkan Raffa, kalau bayi yang sedang kukandung adalah anaknya. Hidupku akan menjadi nyaman, dengan menikahi Raffa,’ gumam Marsya.Marsya wanita muda yang baru berusia 22 tahun berasal dari keluarga sederhana. Ia beruntung mendapatkan sahabat sebaik Natsya yang tidak memandang harta dalam berteman. Namun, jauh di dalam hati Marsya merasa iri, karena kekayaan dan kekasih yang dimiliki oleh sahabatnya, Natasya.Selesai berpakaian Marsya mengeluarkan tempat bedak dari dalam tas. Dibubuhkannya bedak tipis di wajah cantiknya, kemudian ia menggunakan lipstick berwarna merah di bibirnya.Dengan langkah anggun gaya berjalan yang ditiru Marsya dari Natasya. Ia pun keluar dari kamar hotel tersebut menuju bagian depan hotel.Sesampainya di depan sudah ada taksi online menunggunya. Marsya langsung masuk dan duduk dengan nyaman. ‘Satu minggu lagi, diriku akan melakukan tes d
“Ibu! Mengapa Ibu tidak mengetuk pintu dahulu, sebelum masuk?” Tanya Raffael dengan nada gusar.Wanita yang dipanggil Ibu oleh Raffael berjalan menuju meja kerja putranya. Ia terlihat terkejut, ketika melihat siapa wanita yang mengaku hamil kepada Raffael. “Bukankah kamu sahabat dari tunangan putraku?” Tanyanya kepada Marsya, dengan kening dikerutkan.Marsya menelan ludah dengan sukar, karena mendadak tenggorokannya terasa kering. Ia tidak mengharapkan akan bertemu dengan Ibu dari Raffael.“Iya, saya memang sahabat dari Natasya,” sahut Marsya.Ibu Raffael mengambil catatan kehamilan yang ada di atas meja. Ia, kemudian melihat ke arah Raffael dan Marsya secara bergantian. Dengan suara yang tegas ia meminta kepada Raffael untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.Raffael memejamkan mata, ia tidak suka, kalau Ibunya ikut campur dalam urusan pribadinya. “Saya tidak sengaja tidur dengan Marsya dan sekarang ia hamil.” Raffael bangun dari duduknya, lalu berjalan menuju jendela kaca di r
Raffael terdiam, ia sama sekali melupakan tentang orang tua Natasya. Dan pertanyaan dari Ayahnya membuat ia tertegun. “Saya belum memikirkannya.”Ayah Raffael menarik napas mendengar jawaban dari putranya itu. “Kau harus memberitahukannya, mereka berhak untuk mengetahui hal itu.”Setelah mengatakan hal itu Ayah Raffael keluar dari ruang kerja putranya. Ia membiarkan Raffael merenungkan apa yang dikatakan olehnya tadi.Begitu pintu sudah di tutup dan Raffael kembali sendiri di ruangannya. Ia duduk dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, sambil memejamkan mata.Niatnya untuk makan siang sudah terlupakan, karena perutnya tidak lagi merasa lapar, setelah kunjungan dari Ayahnya.Dirinya tidak mungkin mengatakan rencana pernikahannya, melalui telepon kepada orang tua Natasya, tetapi ia juga tidak tega mengatakan hal itu kepada orang tua Natasya.‘Biarkan mereka mengetahuinya, melalui orang lain dan membenci diriku, karena saya tidak dapat melakukannya langsung,’ gumam Raffael.Raffae
Raffael melirik Ibunya sekilas. “Ibu sudah memaksakan pernikahan ini kepadaku. Ibu dan siapapun juga tidak ada yang bisa mengatur perasaanku! Selamanya saya hanya akan mencintai Natasya!”Terdengar suara dengusan dari kursi bagian depan, di mana Ayahnya sedang duduk di samping sopir. “Mencintai, tetapi selingkuh! Sungguh konsep yang membingungkan,” timpal Ayah Raffael.Raffael mengepalkan kedua tangan, bibirnya mengetat menahan marah, tetapi ia tidak melampiaskan amarahnya saat ini, karena ia menghargai Ibunya.Setelah beberapa menit dalam perjalanan mobil yang ditumpangi Raffael pun berhenti di depan rumah Marsya. Terlihat sudah ada beberapa mobil dan kendaraan yang terparkir di depan rumah tersebut.Raffael dan kedua orang tuanya turun dari mobil. Dirinya yang tidak memperhatikan hal lain, tidak mengetahui, kalau di belakang mobil mereka juga ada mobil dari beberapa orang saudara dekat orang tuanya, dengan membawa beberapa bingkisan.“Ibu memang hebat! Bisa menyiapkan semua ini dala
Sontak saja kedua pegawai yang sedang menggosip itu membalikan badan melihat kepada Marsya. Dan mereka dapat mengenalinya, karena Raffael pernah beberapa kali membawa Natasya datang ke kantor itu. “Memangnya, Ibu tidak mendapatkan undangan?” Tanya salah seorang dari pegawai itu dengan senyum mengejek di bibirnya.Mereka mengamati wajah Natasya yang terlihat pucat, tetapi keduanya tidak peduli. Ada rasa senang di hati pegawai itu berhasil membuat wanita yang selama ini mereka irikan. Keduanya memang diam-diam juga mennyukai Raffael.Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya mendadak terasa kering. Dibasahinya bibir sebelum menjawab pertanyaa dari pegawai wanita yang dulu menghormatinya. Namun, sekarang mereka memandang remeh dirinya.“Saya hanya ingin mengetahui tempat resepsi itu diadakan kalau kalian tidak bersedia mengatakannya saya bisa bisa bertanya kepada orang lain.” Natasya membalikan badan, ia tidak akan berlama-lama berhadapan dengan kedua wanita yang sudah berlaku ti
dikatakan oleh Natasya bertolak belakang dengan penjelasannya tadi siang. “Sayang, bukannya tadi siang kamu sudah bertemu dengan Raffa?”Natasya melihat ke arah maminya dengan tatapan sendu. Ia memberikan senyum terpaksa kepada wanita yang telah melahirkannya itu. “Aku tidak memberitahukan kedatanganku malam ini kepadanya. Untuk memberikan kejutan spesial.”Walaupun merasa bingung dengan jawaban yang diberikan Natasya, ia tidak mau memperpanjang lagi menuntut penjelasan. Akan ada waktunya Natasya bercerita.Setelah berpamitan Natasya berjalan keluar rumah dan masuk taksi yang telah menunggunya. Setelah duduk ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan keras. Ia menggenggam kedua tangan di atas pangkuan sambil memejamkan mata.‘Aku harus kuat dan siap menghadapi mereka berdua,’ tekad Natasya dalam hati.Tak berselang lama taksi yang ditumpanginya berhenti di depan sebuah hotel berbintang yang Natasya kenali sebagai salah satu hotel milik Raffael.Setelah membayar ongkos ta
Marsya yang berdiri di samping Raffael menjadi cemburu dan marah. Ia menganggap Raffael dan Natasya mengabaikan kehadirannya. Ia melingkarkan lengan dengan sikap posesif pada perut Raffael. “Sayang! Kalian berdua menarik perhatian tamu undangan yang hadir.”Ia mengalihkan tatapan ke arah Natasya dengan sorot kebencian dan bibir yang dipoles merah menyala itu memerikan senyum mengejek.“Kami sudah menikah, Ca! Jangan kau rebut suamiku pergilah sebelum kau diusir keluar oleh petugas keamanan yang hanya akan membuatmu menjadi malu saja,” desis Marsya.Natasya mengusap air matanya dengan punggung tangan, ia membalas tatapan mata sahabatnya itu dengan tenang. Tidak ada sorot kebencian di matanya, walaupun ia sudah disakiti.“Sepertinya karena kau menikah hasil merebut, maka kau menjadi takut hal yang sama akan terjadi padamu. Ambillah, Raffa untukmu karena ia bukan lelaki yang tepat untukku. Kalian pasangan yang serasi sama-sama pengkhianat,” ucap Natasya.Tangan Marsya terangkat hendak me
“Mam,Bangunlah!” panggil papi Anastasya berulang kali. Namun, istrinya tidak juga bergerak.Dengan ketenangan yang hampir habis karena mengkhawatirikan keadaan wanita yang dicintainya. Papi Natasya mengambil ponsel dari atas meja lalu dihubunginya nomor darurat meminra segera dikirimkan ambulans.Diletakannya kembali ponsel di atas meja ia kemudian berlutut kembali di samping istrinya. Diciumnya pipi wanita yang telah menemaninya selama bertahun-tahun itu. “Bangun, Mam! Kamu harus tetap hidup menemani dan menguatkan Ica melalui cobaan dalam hidupnya.” Bisik Papi Natasya.Tidak ada tanda-tanda pergerakan dari wanita itu, ia tetap terlihat tenang dalam tidurnya. Papi Natasya memeluk tubuh kaku istrinya dengan air mata yang turun membasahi wajahnya.Sayup-sayup terdengar suara sirene ambulans mendekat kemudian berhenti tepat di depan rumah. Papi Natasya beranjak dari tempatnya. Dibukakannya pintu untuk petugas medis yang datang lalu ia persilakan masuk.“Tolong, selamatkan nyawa istri sa
Tidak mau terjadi keributan Natasya bangkit dari duduknya. “Maaf, saya akan makan di dapur.”Dengan anggukan kepala ia berjalan keluar dari ruang makan. Saat melewatii Raffael dan kekasihnya, ia mengangkat kepala. Menatap pasangan itu dengan raut datar. “Akhirnya kau sadar diri juga! Semoga kau tidak berpura-pura amnesia dan kembali makan di ruangan ini,” sindir Ades.Natasya menghentikan langkah, ia menatap wanita itu dengan tajam. “Saya memang pengasuh di rumah ini. Sementara Anda adalah kekasih pemilik rumah ini. Akan tetapi, apakah kau yakin Raffael akan menikahimu? Karena kudengar ia pernah bertunangan lama, tetapi ia justru menikahi sahabat tunangannya.”Raffael menggeram marah. ia memberikan pelototan pada Natasya. Dicekalnya lengan wanita itu setengah menyeret ia membawa wanita itu keluar. Didorongnya dengan kasar, hingga punggung Natasya menempel pada dinding.Tangan Raffael berpindah memegang dagu Natasya dengan kasar. Sampai kuku-kuku jarinya terasa menusuk daging, tetapi
“Kau pengecut! Selalu memilih untuk pergi.” Raffael menatap tajam punggung Natasya.Langkah Natasya terhenti, tetapi ia tidak membalikkan badan untuk melihat Raffael. “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Tuan! Anda sudah mengatakannya dengan begitu jelas.”Dilanjutkannya kembali berjalan memasuki rumah. Sesampai di depan pintu kamar Tiara, ia membukanya pelan. Diliatnya kalau gadis cilik itu tidur dengan nyenyaknya.‘Akh, sebaiknya aku pergi keluar saja untuk mencari makan,’ batin Natasya.Ditutupnya kembali pintu kamar Tiara dan berjalan memasuki kamarnya sendiri. Diambilnya tas tangan berisikan dompet, serta ponsel. Setelahnya, ia keluar kamar menuruni tangga. Di bawah anak tangga ia berpapasan dengan Raffael yang akan naik. Sambil menundukkan kepala ia berjalan melewati pria itu.Tiba-tiba saja lengannya ditarik dengan kasar, hingga ia membentur dada Raffael. Suara kesiap karena terkejut lolos dari bibirnya.“Mau pergi kemana kau?” desis Raffael dengan suara tertahan.“Maaf, Tu
Nadi Natasya berdenyut cepat, ia menundukkan kepala tidak sanggup menatap mata Raffael. Agar pria itu tidak melihat kalau kata-katanya kembali melukai Natasya. “Terima kasih, untuk kesekian kali diingatkan. Maaf, saya yang sudah besar kepala.”Natasya berenang mengabaikan Raffael, ia berenang menuju Tiara yang berada dalam pelampungnya. “Apakah kamu mau turun dari tempatmu itu bermain air dengan Nanny?”Senyum cerah terbit di wajah Tiara, ia tidak mengetahui kalau nannynya sedang sedih. Gadis cilik itu merentangkan kedua tangan meminta diangkat dari pelampungnya.Dengan sigap Natasya melakukannya. Ia sengaja membawa Tiara berenang ke bagian yang terjauh dari Raffael. Suara tawa senang gadis cilik itu mampu menghibur Natasya membuatnya melupakan sejenak kata-kata kasar dari majikannya.“Apakah kau sudah lelah berenang? Kita naik ke atas ya karena hari sudah mulai gelap.” Ajak Natasya kepada Tiara.Anggukkan kepala Tiara berikan kepada Natasya. Selain sudah lelah, ia juga merasa mengant
Raffael terdiam, rahangnya mengetat dengan kedua tangan mengepal di samping tubuh. “Mengapa kau berpikir aku masih mencintai Natasya dan berhubungan kembali dengannya? Hubungan kami sudah lama usai. Kalau kau meragukan diriku silakan pergi dari hubungan ini.”Ades tidak puas dengan jawaban dari Raffal, tetapi rasa takutnya diputuskan pria itu jauh lebih besar. Ia harus mengalah kepada kekasihnya itu. Namun, tidak dengan Natasya. Akan diberikannya peringatan keras.“Maaf, Raff! Aku tidak bermaksud untuk meragukanmu. Hanya saja kehadiran wanita itu di rumah ini membuatku cemburu.” Ades memeluk Raffael erat. Untuk menunjukkan kalau dirinya takut kehilangan pria itu.Perlahan Raffael melepaskan pelukan Ades, ia hanya memberikan anggukan kemudian berjalan meninggalkan wanita itu seorang diri saja. Ades memandangi punggung Raffael sampai pria itu menghilang dari pandangan. Tampangnya terlihat cemberut saat ia dengan terpaksa keluar dari rumah itu. Ia harus bisa meyakinkan dirinya sendiri
“Apakah Nanny tahu siapa Om, itu?” Tanya Tiara dengan mata besarnya menatap penuh harap.Natasya mengalihkan tatapannya kepada Raffael. Ia ingin tahu apakah pria itu akan berkata jujur kepada anak kecil yang berdiri di antara mereka berdua.Raffael menegakkan badan dengan suara dingin, ia berkata, “Nannymu akan mengatakannya kalau ia berani.”Dengan suara pelan yang hanya bisa didengar Raffael, Natasya berkata, “Kenapa kau menjadi pengecut, Raff? Mengakui kalau gadis kecil ini adalah putrimu begitu berat.”Posisi Natasya yang berdiri begitu dekat saat berbicara, hingga dari posisi Ades berdiri. Terlihat seolah keduanya sedang berciuman. Dan hal itu jelas memancing rasa cemburunya.“Apa yang kalian berdua lakukan? Tidakkah kalian menghargai diriku dan juga ada anak kecil yang bisa melihat! Dasar pengasuh tidak tahu malu! Aku tahu kalau kau berusaha untuk menaikkan derajatmu menjadi Nyonya di rumah ini!” bentak Ades emosi.Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia langsung menjauhkan bad
“Hahaha! Kau sungguh menggelikan sekali. Mana mungkin kekasihku akan cemburu kepada pengasuh sepertimu. Ia tahu kalau kau bukanlah wanita yang akan menjadi pilihanku. Aku memintamu ke sini untuk mengingatkan agar kau tidak boleh menampakkan dirimu di hadapanku!” tegas Raffael.Hati Natasya terasa sakit mendengar ucapan kasar Raffael. Dirinya tidak dianggap sama sekali, padahal mereka pernah bertunangan. Sebegitu rendahnyakah status sebagai seorang pengasuh putrinya di mata Raffael?“Baik, Tuan! Saya mengerti. Saya akan berusaha agar kita tidak perlu bertemu. Karena tidak ada lagi yang perlu dibicarakan saya permisi.” Natasya bangkit dari duduk berjalan menuju pintu.Raffael juga bangkit dari duduknya, ia meletakkan tangan di atas tangan Natasya mencegah wanita itu membuka pintu. “Siapa yang mengatakan aku sudah selesai berbicara denganmu?”Natasya membalikkan badan hingga berhadapan dengan Raffael. Dan itu merupakan suatu kesalahan karena keduanya berada begitu dekat. Dia melangkah m
Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya terasa kering. Diambilnya gelas berisi air yang langsung ia minum. Setelahnya ia letakkan kembali gelas itu di atas meja.“Saya tidak ingin bertengkar di meja makan dan saya bekerja untuk Nona Tiara anak dari pemilik rumah ini. Yang kehadirannya belum diketahui oleh anak asuh saya.” Natasya melihat ke arah Tiara yang balas menatapnya.“Nanny, kita pergi saja dari sini. Kita makan di luar saja aku takut.” Tiara bangkit dari duduk. Ia menarik tangan Natasya menjauh dari tempat tersebut.Dengan senang hati Natasya memenuhi permintaan anak asuhnya itu. Sebelum keluar ia memberikan anggukan kepala kepada Raffael. Karena biar bagaimanapun juga pria itu adalah majikan yang selama ini tidak dilihatnya.“Siapa yang mengijinkan kalian keluar! Kembali ke tempat kalian kita makan bersama dan tidak ada perdebatan!” seru Raffael dengan nada suara dingin.Natasya menghentikan langkah diikuti oleh Tiara. Melalui genggaman tangan gadis cilik itu terlih
Sontak saja Ades menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Raffael. “Kau tidak becanda, bukan? Tentu saja aku bersedia.”Mata Ades berbinar senang, ia tidak menghiraukan fakta di depan matanya kalau Raffael tidak terlihat sama antusiasnya. Atau pun senang mendengar ia menyetujui apa yang dikatakan oleh pria itu.Dipeluknya pundak pria itu sambil mengecup pipinya sekilas. “Kuharap kau tidak menyesal dengan apa yang barusan kau katakan, Raff!”Raffael mengambil cawan berisi anggur disesapnya isinya sampai tandas dalam sekali tegug. Kalau berkata jujur kepada Ades tentu saja dirinya akan mengatakan menyesal. Ia tidak terlalu menyukai wanita itu karena bukanlah Natasya.“Bagaimana mungkin aku akan menyesal? Sementara kau adalah wanita cantik, serta mandiri sepertimu. Tentu saja kita berdua akan menjadi pasangan yang berbahagia dan membuat iri orang lain,” ucap Raffael dengan nada datar.Raffael bangkit dari duduknya mengulurkan tangan kepada Ades. Yang langsung disambut oleh wani
“Argh!” erang Raffael. Matanya menatap cincin pernikahan yang melingkar di jari manis Natasya dan itu membuat perasaan Raffael berkecamuk. Ia mengguncang badan Natasya hingga tubuh wanita itu terguncang karenanya. Raffael ingin meluapkan rasa frustrasi dan amarahnya. “Kau begitu senang, bukan melihatku menderita? Kau pasti hanya berpura-pura saja tidak mengetahui kalau Marsya sudah meninggal dan anak kecil itu bukanlah putriku!”Keduanya tidak menyadari kalau pintu kamar itu terbuka. Dan seorang anak kecil yang hendak melangkah masuk langsung berhenti. Ia mendengar dengan jelas pria yang sedang bertengkar dengan nannynya itu.“Apa yang kau lakukan kepada nannyku?” Tiara memukul kaki Raffael karena ia anggap menyakiti nannynya.Raffael tertegun ia tidak bermaksud agar anak kecil itu mendengar atau pun melihat pertengkarannya dengan Natasya. Ia membalikkan badan menatap gadis cilik itu dalam diam. Kemudian ia berjalan keluar begitu saja.Natasya menyimpan umpatannya dalam hati melihat