Share

BAB 6 BERBOHONG

Sontak saja kedua pegawai yang sedang menggosip itu membalikan badan melihat kepada Marsya. Dan mereka dapat mengenalinya, karena Raffael pernah beberapa kali membawa Natasya datang ke kantor itu. “Memangnya, Ibu tidak mendapatkan undangan?” Tanya salah seorang dari pegawai itu dengan senyum mengejek di bibirnya.

Mereka mengamati wajah Natasya yang terlihat pucat, tetapi keduanya tidak peduli. Ada rasa senang di hati pegawai itu berhasil membuat wanita yang selama ini mereka irikan. Keduanya memang diam-diam juga mennyukai Raffael.

Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya mendadak terasa kering. Dibasahinya bibir sebelum menjawab pertanyaa dari pegawai wanita yang dulu menghormatinya. Namun, sekarang mereka memandang remeh dirinya.

“Saya hanya ingin mengetahui tempat resepsi itu diadakan kalau kalian tidak bersedia mengatakannya saya bisa bisa bertanya kepada orang lain.” Natasya membalikan badan, ia tidak akan berlama-lama berhadapan dengan kedua wanita yang sudah berlaku tidak sopan kepadanya.

“Tunggu!” seru salah seorang pegawai itu.

Natasya pun menghentikan langkahnya, ia membalikan badan dengan ekspresi dingin agar mereka tidak dapat membaca betapa ia sangat menanti keterangan dari mereka.

“Pak Raffael dan tunangannya akan menikah di ballroom hotel milik keluarga mereka. Ibu pasti mengetahuinya. Kami harap bu Natasya tidak akan jatuh pingsan dan membuat kehebohan di pesta pernikahan itu karena akan membuat pak Raffael menjadi malu saja.” Mereka melayangkan senyum mengejek ke arah Natasya.

Natasya menyembunyikan rasa sakit hati dengan bibir yang bergetar menahan rasa kecewa, ia mengucapkan terima kasih kepada keduanya.

Setelahnya, ia berjalan menjauh dari tempat itu dengan langkah yang gontai. Digigitnya bibir agar isak tangis yang ditahannya tidak tumpah. Begitu sudah berada dalam lift seorang diri air mata yang sedari tadi ditahannya tumpah juga.

Isak tangis lolos dari bibir Natasya, hingga badannya bergetar. Ia tidak menyadari ketika pintu lift terbuka dan asisten Raffaellah yang memergokinya dalam keadaan begitu menyedihkan.

“Ca! Kamu sudah pulang?” Tanya Tommy, asisten Raffael terkejut.

Dengan cepat Natasya menghapus air mata dan membersit hidungnya berair sampai menjadi merah. Ia merasa malu karena sudah kepergok menangis.

Diulasnya senyum tipis yang terlihat menyedihkan dan membuat Tommy merasa iba kepada Natasya.

“Iya, aku baru pulang dan langsung mendapatkan kejutan luar biasa. Kuharap kau tidak akan mengatakan kepada Raffael kalau aku sudah mengetahuinya.” Natasya kemudian bergegas keluar dari lift.

Ia menghindari lebih lama bercakap-cakap dengan pria itu. Dirinya tidak akan membiarkan dikasihani oleh orang-orang yang berada dekat dengan Raffael. Ia ingin menjaga harga dirinya yang tersisa sedikit.

Begitu keluar dari gedung perusaah Raffael yang dingin dan sejuk Natasya langsung berhadapan dengan sinar matahari yang terik. Ia berjalan kaki dengan cepat menghindari bertemu orang-orang yang mengenalnya sebagai tunangan Raffael.

Sudah cukup ia tadi merasa dipermalukan dan direndahkan. Entah itu hanya perasaannya saja yang sedang sensitif.

‘Aku tidak bisa berlama-lama berada di dekat perusahaan Raffael. Biarlah kali ini aku naik taksi lagi,’ batin Tania.

Dilambaikannya tangan ke arah taksi kosong yang kebetulan melintas di depannya. Ia masuk taksi itu duduk di jok penumpang. Disebutkannya alamat rumah kepada sopir taksi.

Dicobanya untuk menghubungi Raffael, tetapi pria yang masih berstatus sebagai tunangannya itu tidak juga menjawab panggilan telepon darinya. Hanya suara dengung saja yang terdengar.

‘Tega sekali kamu, Raff! Kau campakan diriku begitu saja dan di saat aku sedang mengalami perubahan kehidupan.’ Batin Natasya.

Disenderkannya punggung pada sandaran jok mobil sambil memejamkan mata dengan air mata yang terus saja mengalir tanpa suara membasahi wajah.

Sopir taksi yang Natasya tumpangi sesekali melirik ke arahnya melalui kaca spion. Namun, Ia tidak menyadarinya sama sekali. Dirinya tidak melihat tatapan iba di mata sopir yang usianya sudah tidak muda lagi tersebut.

“Maaf, Nona! Bapak, bukannya ingin ikut campur hanya saja kasian melihat Nona yang menangis. Kalau ada hubungannya dengan lelaki, Nona tidak semestinya bersedih seperti itu,” ucap sopir taksi itu.

Natasya tersentak dari lamunannya, ia tersadar kalau dirinya tidak sendirian. Diusapnya air mata mengunakan lengan kemeja yang ia pakai. Diulasnya senyum tipis, tetapi ia tidak menjawab ucapan dari sopir itu.

Sopir itu pun mengerti kalau penumpangnya tidak ingin diganggu. Ia fokus mengemudikan mobil mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan dengan selamat.

Sesampai di rumahnya yang baru Natasya turun dari taksi. Ia berjalan dengan langkah gontai begitu melihat Maminya yang sedang menyapu teras rumah. Ia tertegun di tempatnya berdiri dengan hati yang terasa nyeri.

Seakan sadar diamati ibu Natasya memalingkan wajah melihat ke arah putrinya itu. Ia memberikan senyuman sembari melambaikan tangan. “Kenapa kamu berdiri saja di sana?” Tanya Maminya.

Natasya tersadar ia berjalan mendekati Maminya dan langsung saja memeluknya sambil menangis. “Mami! Maaf, Ica belum bisa membuat bangga seharusnya di saat usaha papi terpuruk, Ica bisa membantu kalian dan bukannya menyusahkan.”

Mami Natasya mengusap punggung putrinya itu dengan lembut. “Semua sudah terjadi dan kita harus menjalaninya. Kamu sendiri bagaimana pasti sedang senang karena akhirnya bisa bertemu dengan Raffael kembali setelah sekian lama berpisah.”

Tubuh Natasya menjadi kaku, ia tidak dapat mengatakan kepada maminya apa yang sudah terjadi karena hanya akan membuat wanita yang sudah melahirkannya itu menjadi sedih. Ia memejamkan mata menahan isak tangis yang hendak tumpah.

Rupanya mami Natasya dapat merasakan kesedihan putrinya itu. Ia mendorong pelan Natasya hingga pandangan keduanya bertemu.

Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya terasa kering dan lidahnya menjadi kelu. Ia tidak sanggup menceritakan kesedihan yang saat ini dirasakannya.

“Mami sangat mengenalmu! Katakan saja apa yang terjadi karena dapat Mami lihat kesedihan di matamu!” Mami Natasya menyentuhkan jarinya mengusap lembut pipi Natasya.

Natasya menyunggingkan senyuman yang tak sampai ke matanya. “Mami benar, aku memang bersedih, tetapi itu karena perasaan bersalah melihat Mami menjadi seperti ini. Hubunganku dengan Raffael baik-baik saja. Ia tentu saja akan membantuku untuk bekerja di perusahaannya. Kita akan baik-baik saja.”

Mata mami Natasya mengamati putrinya itu dengan lekat mencari apakah ia berbohong. Namun, mami Natasya tidak dapat menemukannya, ia pun tersenyum lebar.

Natasya menarik napas lega, meskipun dalam hati ia meminta maaf kepada maminya karena sudah berbohong. Ia hanya tidak ingin kedua orang tuanya menjadi semakin bersedih dan merasa bersalah. Cukup dirinya saja yang merasakan.

Keduanya masuk rumah bersama-sama. Natasya membantu maminya menyiapkan makan siang. Sesuatu yang selama ini belum pernah mereka kerjakan dan kini harus dilalui.

***

Natasya berdiri di depan cermin besar yang ada di kamarnya. Ia melihat pantulan dirinya yang terlihat cantik dan memukau. Ditariknya napas dalam-dalam kemudian ia hembuskan dengan kasar.

Dibulatkannya tekad untuk melakukan apa yang harus dilakukannya. Apa pun yang terjadi nanti ia sudah siap menerimanya.

Papi dan mami Natasya yang sedang duduk di kursi tua dengan warna pudar memandangi putri mereka dengan senyuman bahagia.

“Mam, Papi! Natasya mau pergi dahulu untuk urusan penting.” Natasya menghampiri kedua orang tuanya untuk berpamitan.

“Apakah kamu akan pergi berkencan dengan Raffael? Mengapa tidak terdengar suara mobilnya menjemputmu?” Tanya maminya penasaran.

Natasya mengulas senyum tipis. “Aku akan datang untuk memberikan kejutan baginya. Ia pasti tidak akan menyangka akan melihat kehadiranku.” Suara Natasya terdengar sedih dan bergetar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status