Share

BAB 4 LAMARAN DADAKAN

Raffael terdiam, ia sama sekali melupakan tentang orang tua Natasya. Dan pertanyaan dari Ayahnya membuat ia tertegun. “Saya belum memikirkannya.”

Ayah Raffael menarik napas mendengar jawaban dari putranya itu. “Kau harus memberitahukannya, mereka berhak untuk mengetahui hal itu.”

Setelah mengatakan hal itu Ayah Raffael keluar dari ruang kerja putranya. Ia membiarkan Raffael merenungkan apa yang dikatakan olehnya tadi.

Begitu pintu sudah di tutup dan Raffael kembali sendiri di ruangannya. Ia duduk dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, sambil memejamkan mata.

Niatnya untuk makan siang sudah terlupakan, karena perutnya tidak lagi merasa lapar, setelah kunjungan dari Ayahnya.

Dirinya tidak mungkin mengatakan rencana pernikahannya, melalui telepon kepada orang tua Natasya, tetapi ia juga tidak tega mengatakan hal itu kepada orang tua Natasya.

‘Biarkan mereka mengetahuinya, melalui orang lain dan membenci diriku, karena saya tidak dapat melakukannya langsung,’ gumam Raffael.

Raffael kembali membuka mata ia menuang anggur ke dalam gelas. Ia tidak peduli, kalau dirinya akan menjadi mabuk. Ia hanya ingin melupakan tentang rencana pernikahannya dan permasalahan yang ditimbulkan.

Beberapa menit berselang Raffael sudah tidak sadarkan diri, karena mabuknya. Ia terbangun saat mendengar suara ponselnya yang berdering nyaring. Tangan Raffael meraba-raba di atas meja untuk meraih ponselnya.

‘Ha-lo’ ucap Raffael dengan suara yang tidak jelas, melalui sambungan telepon.

‘Raffael! Apakah kamu sedang mabuk?’ Tanya suara di ujung telepon dengan nada suara marah.

Raffael terkejut mendengarnya, karena ia menempelkan telepon tersebut di telinganya. Secara refleks ia melempar ponselnya dan ia sendiri menjatuhkan kepalanya kembali di atas meja.

Kali ini ia membiarkan saja teleponnya berbunyi. Ia kembali tidur dengan nyenyak, karena pengaruh dari beberapa gelas anggur yang tadi diminumnya.

Pintu ruang kerja Raffael di buka dengan kasar, sementara sang pemilik ruangan sama sekali tidak terbangun dari tidurnya.

Ibu dan Ayah Raffael berjalan masuk ke ruangan kerja itu dan keduanya menggelengkan kepala, ketika mencium aroma alkohol yang begitu tajam.

“Bangun, Raffael!” perintah Ibunya dengan suara keras.

Raffael hanya menggumam tidak jelas, dengan mata yang masih terpejam.

Ayah Raffael berjalan menuju kamar yang ada di dalam ruang kerja itu. Beberapa saat, kemudian ia keluar kembali dengan membawa air di dalam sebuah wadah. Dengan tenang Ayah Raffael menyiramkan air yang dibawanya ke kepala Raffael.

Raffael langsung membuka matanya, sambil berseru marah, dengan suara yang tidak jelas, “Siapa yang sudah menyiram saya?”

“Betapa dewasanya kau ini, Raffael! Menghadapi masalah denagn mabuk,” sindir Ayah Raffael.

Raffael memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Ia merasa pusing dan ditambah dengan suara yang nyaring membuat kepalanya semakin sakit saja.

“Mengapa kalian datang ke sini? Saya hanya ingin tidur sebentar saja.” Raffael berjalan menuju wastafel untuk mencuci wajah dan membasahi kepalanya dengan air.

Ia kembali ke meja kerjanya dan sekarang ia dapat melihat dengan jelas kedua orang tuanya. Sekarang ia merasa berada dalam persidangan saja. Di mana kedua orang tuanya melihat ke arahnya dengan tatapan tajam.

“Kamu benar-benar mengecewakan kami. Mabuk di kantor, bagaimana jika pegawaimu mengetahui, kalau bos mereka mabuk pada saat jam kerja?” ucap Ayah Raffael.

Raffael mengambil botol air mineral yang ada di atas meja, lalu meminum isinya sampai tersisa separuh. “Mereka hanya akan berbicara di belakang punggungku, tetapi mereka tidak akan berani untuk melakukan hal yang sama atau akan saya pecat.”

Ibu Raffael menarik napas, ia berjalan mendekati Raffael. Ditepuknya dengan pelan pundak putranya itu. “Kami tidak bermaksud untuk menghakimi, sebagai orang tua kami hanya ingin kamu berhenti minum untuk melupakan masalah. Masalah tidak akan hilang, dengan minuman. Bukankah, karena mabuk kamu mendapatkan masalah?”

Raffael menggerut, karena Ibunya mengingatkan awal dari masalah yang menimpanya. Dengan nada suara dingin Raffael berkata, “Ibu tidak perlu mengingatkan hal itu. Sekarang katakan saja kepada saya mengapa kalian datang ke sini?”

Ayah Raffael sudah hendak membentak putranya itu, tetapi dengan cepat Ibu Raffael memberikan isyarat kepada suaminya untuk tenang.

“Kami datang ke sini untuk memberitahukan kepadamu, kalau kita akan berangkat sekarang juga ke rumah calon istrimu.” Ibu Raffael berjalan menuju sofa di mana suaminya duduk.

Sontak saja Raffael menjadi terkejut mendengarnya. Seingatnya tadi  Ayahnya mengatakan, kalau mereka pada malam hari akan datang ke rumah Marsya.

“Mengapa dipercepat waktunya?” Tanya Raffael.

“Karena kami khawatir kamu akan menghilang,” sahut Ayah Raffael cepat.

Raffael memutar bola matanya, ia tidak mengira, kalau Ayahnya akan berpikir dirinya melakukan hal yang serendah itu.

Mereka semua, kemudian keluar dari ruang kerja Raffael. Dengan Raffael mendapatkan perintah dari Ayahnya untuk ikut pulang ke rumah, bukan ke apartemennya.

Dengan tidak santai Raffael berjalan di belakang kedua orang tuanya. Kedua tangan ia masukkan ke saku celana. Ia hanya menggumam saja, ketika diajak bicara oleh Ibunya.

Sesampainya di parkiran Raffael masuk mobil Ayahnya, karena ia masih dalam pengaruh alkohol tidak baik baginya untuk mengemudi. Duduk di jok penumpang Raffael memejamkan mata untuk menghindari berbicara dengan kedua orang tuanya.

“Bangun, Raffa! Kita sudah sampai.” Ibu Raffael menggoyang pundak putranya itu, agar ia bangun.

Raffael membuka matanya yang terlihat merah. Ia menegakkan badan, lalu berjalan keluar dari mobil memasuki rumah kedua orang tuanya.

“Jangan tidur lagi, Raff!” Kamu harus segera bersiap untuk pergi ke rumah orang tua Marsya,” tegur Ibunya.

Raffael bangun dari berbaringnya di atas sofa. Ia berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di kamar ia langsung masuk kamar mandi. Di bawah guyuran air pancuran pada suhu dingin. Selesai mandi Raffael keluar kamar mandi, kemudian berganti pakaian bersih.

Ia menuju ruang keluarga di mana kedua orang tuanya sudah menunggu. Ia duduk di sofa, kemudian diambilnya gelas berisi kopi hitam, yang terletak di atas meja. Diminumnya kopi hitam tersebut, sampai isinya habis.

“Memalukan! Seorang CEO mabuk di tempat kerja. Ingat, Raff! Kamu akan menjadi seorang suami dan ayah. Cukup hari ini untuk terakhir kalinya kamu mabuk!” peringat ayah Raffael.

Raffael hanya diam saja. ia justru mengambil kue yang ada di atas meja dan memakannya. Ia memang tadi melewatkan makan siangnya. Dan sekarang sudah sore.

“Jadi, kapan kita berangkat? Bukankah, kalian mengatakan kita harus segera ke rumah Marsya lantas kenapa kita hanya duduk-duduk saja di sini?” Tanya Raffael.

“Kita berangkat sekarang dan jangan permalukan dirimu sendiri, dengan tertidur di acara lamaran,” tegur Ayah Raffael.

Ketiganya keluar dari rumah masuk mobil dan duduk dengan nyaman di kursi penumpang. Raffael membuka ponselnya dan hal itu membuatnya sadar, kalau wallpaper yang ia pakai di ponselnya adalah foto dirinya dengan Natasya.

“Kamu harus bisa melupakan Natasya! Hargai perasaan Marsya, sebagai istrimu nanti. Natasya masa lalu yang harus kamu lupakan, Marsya masa depanmu untuk menciptakan kebahagiaan.” Ibu Raffael melirik ponsel yang ada di tangan Raffael.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status