Home / Romansa / CINTA DAN BENCI / Bagian 3 : Malam Panas

Share

Bagian 3 : Malam Panas

Author: leecu
last update Last Updated: 2025-02-03 22:32:42

"Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir.

Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu.

Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya.

Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan.

Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap Lily.

"Ya kalau kamu mau kerja aja." Lily menyetujui, daripada sahabatnya bosan sendirian di rumah, lebih baik kerja di bar, pikirnya.

"Bentar, aku panggil manager dulu." Sebelum pergi, ia memanggil asistennya agar menyiapkan minuman untuk keduanya.

Beberapa menit sembari menunggu, keduanya sudah mabuk karena minuman beralkohol yang dipesan. Asisten bartender bernama Arin menatap Reno yang datang bersama managernya.

"Mereka udah tumbang?" Reno menatap tak percaya pada keduanya, padahal ia ingin membawa berita kurang mengenakkan.

"Belum!" sentak Zavira membuat ketiganya terkejut. Nampak jelas wajah wanita itu merah akibat alkohol, ia bahkan meracau tak jelas.

Manager bar yang bernama Mita kini duduk di depan Zavira. Ia mencoba mengajak ngobrol gadis itu, "Zavira, kamu bisa denger aku?"

Zavira menatap Mita, ia lalu mengangguk, "aku nggak mabuk, tenang aja," ucapnya sembari memukul pipi berkali-kali.

Mita terkekeh lalu melirik Reno, "kamu coba kasih tahu nanti lewat telepon, kalo dia udah di black list dari semua tempat biar gak bisa kerja," ujarnya membuat Arin mendengar itu terkejut.

"K-Kak Manager, ka-lau boleh tahu dia lakuin hal krimi...nal kah?" tanya Arin gugup dan ragu tetapi ia penasaran.

Mita menggelengkan kepalanya, "nggak, aku cuman tahu kalau gak boleh ada yang terima dia kerja atau perusahaannya bakal dibuat bangkrut." Mita menghela napas, merasa kasihan akan nasib Zavira yang saat ini tidak mengetahui apapun.

Bruk!

Kepala Lily terbentur pada meja sehingga dirinya dapat tersadar dari alkoholnya, "aduh." Ia meringis nyeri akan kepalanya begitu keras terbentur.

"Eh Mita? Kamu manager di sini? Manager lama udah diganti kah?" tanya Lily seraya mengulurkan tangannya untuk menjabat.

Mita menjabat tangan Lily sembari berkata, "iya, btw kamu aja deh yang bilang, kalau--"

Reno segera memotong ucapan Mita, "tunggu Mit, emangnya gak apa kalau dikasih tahu? Apa gak ada konsekuensinya?"

Mita terdiam sejenak, Lily menatap keduanya penasaran. "Ada apa?" tanya Lily sembari membereskan barang-barangnya yang entah kenapa berada diluar.

Mita menggelengkan kepalanya pada Reno, "lagian nanti juga ketahuan, si bos juga terang-terangan banget bukan? santai aja," ujarnya diangguki oleh Reno lalu ia pun menatap Lily, "jadi gini, ada perusahaan besar yang di mana bosnya ini nge-blacklist Vira dari semua tempat kerja."

Lily terdiam sejenak mencerna kata-kata dari Mita selaku temannya semasa SMA dulu. "Kamu serius?" Ia menatap heran pada Mita, seingatnya sahabatnya ini tidak pernah melakukan sesuatu hal aneh atau mencari masalah.

Mita menghela napas lalu melirik ke arah Zavira yang sudah tidak ada di tempat. "Lah Zavira di mana?" ia bertanya heran, melirik ke sana kemari mencari keberadaan wanita berkepala tiga itu.

Arin dan Reno yang fokus mendengar percakapan Mita juga Lily sama halnya tidak melihat Zavira pergi. Hal itu membuat keempatnya pergi mencari keberadaan Zavira.

Sementara di sisi lain, Zavira menarik pria muda untuk masuk ke kamar hotel. Hanya Zavira dalam keadaan mabuk begitu mendominasi pria yang tidak mabuk sama sekali, pria itu hanya terhanyut oleh godaan dari Zavira.

***

Deg!

Zavira membuka kedua matanya dengan terkejut ketika tangannya meraba-raba dadanya yang tidak dibaluti apapun. "Mampus," gumam Zavira lalu beranjak dari tempat tidur dan melihat pria yang tidur memunggunginya.

Pokonya sekarang kabur dulu, batin Zavira mencari pakaiannya yang berserakan di lantai, ia tidak melihat tas atau apapun selain pakainnya membuat Zavira pergi dalam waktu cepat.

Berada di lorong hotel, ia melihat ke kanan kiri, hotel yang asing baginya. Namun, ketika mendengar suara pria serta wanita begitu mesra dari kejauhan sangat familiar baginya.

Zavira sedikit menengok ke belakang dan benar saja mantan pacarnya bersama selingkuhan kemarin. Tanpa menunggu waktu lama, Zavira berlari ke arah lift, ia sesekali menutupi wajahnya.

"Plis cepet tutup tutup," gumam Zavira memencet tombol lift.

"Mbak! Jangan tutup pintu liftnya!" pekik Nita pada Zavira yang tidak dikenali karena Zavira menyembunyikan wajahnya.

Pintu lift akhirnya tertutup, Zavira bernapas lega karena tidak bertemu dengan keduanya. "Haaaa, kenapa aku masih sedih sih?" ia bertanya heran ketika merasakan matanya memanas.

Merasa sakit di hatinya serta bagian kelamin, Zavira meringis dengan bibir dikerucutkan. "Hidup aku rasanya sial banget," gumamnya begitu sedih.

Ketika pintu lift terbuka, ia segera keluar dan menghapus air matanya. Berjalan terburu-buru keluar lift, ia merasakan seseorang menatapnya dari kejauhan.

Zavira merasa ini hanya firasat semata, segera menepis pikiran itu, pikiran tentang seseorang sedang menatapnya. Tanpa menggunakan taksi atau kendaraan apapun, ia berjalan di pagi hari seorang diri menuju rumahnya.

"Kenapa aku gak bawa dompet atau tas sih? Ahk, bahkan hp pun gak ada!" Zavira mendumal kesal, ia terus berjalan lurus untuk menuju rumahnya yang cukup jauh.

15 menit kemudian, Zavira sampai di depan rumahnya, ia melihat mobil miliknya serta beberapa sendal dengan pintu terbuka lebar. "Lily?" ia sedikit berlari masuk ke dalam rumah.

Di sana terdapat Reno, Lily yang mengobrol santai menunggu kepulangan si pemilik rumah. "Akhirnya Tuan rumah kita muncul, dari mana aja?" tanya Reno menatap Zavira yang begitu lesu.

Zavira menjatuhkan tubuhnya ke sofa, "sial banget asli, siall, aku gak boleh minum alkohol lagi," ucapnya dengan lelah memejamkan mata.

Reno dengan peka memijat kaki Zavira yang merasa nyaman lalu memujinya, "ah enak banget, makasih."

Reno mengangguk dan ketika ingin menjawab, ia melihat bagian paha Zavira terdapat cupang yang lumayan banyak. "Ohh i see," ucapnya membuat Lily menatap penasaran.

"Anjay, menang banyak nih," ucap wanita itu menggoda Zavira.

Zavira yang sadar akan ucapan aneh dari keduanya ia abaikan. Rasanya begitu malu untuk menceritakan kejadian tadi untuk saat ini juga.

"Tenang aja, lo bisa cerita nanti," ucap Reno di angguki Zavira.

Related chapters

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 4 : Menjadi Penulis

    Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari

    Last Updated : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

    Last Updated : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

    Last Updated : 2025-02-20
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

    Last Updated : 2025-02-21
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

    Last Updated : 2025-02-22
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 1 : Perselingkuhan

    "Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p

    Last Updated : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 2 : Move On

    Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 4 : Menjadi Penulis

    Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 3 : Malam Panas

    "Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 2 : Move On

    Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 1 : Perselingkuhan

    "Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status