Beranda / Romansa / CINTA DAN BENCI / Bagian 4 : Menjadi Penulis

Share

Bagian 4 : Menjadi Penulis

Penulis: leecu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 22:32:49

Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak.

Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah.

"Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya.

"Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran.

"Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan.

"Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban.

Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, daripada nanti-nanti ribet."

Reno yang baru saja datang menatap Zavira dengan penasaran, "mau nanya apa Vir?" Ia lalu memberikan toples berisi kue kering pada Lily.

Lily meraih serta membuka toples itu yang tertutup rapat dengan solasi, cukup lama karena ia kesulitan membukanya.

"Kenapa aku ditolak di kerjaan mana pun? Bahkan di sini juga, kamu pasti tahu kan?" Zavira tak menyadari Lily yang tetap diam saja meski kesulitan membuka tutup toples.

"Untuk alesannya aku gak tahu, tapi yang jelas ada bos ternama yang blacklist kamu," jelas Reno membuat Zavira mengangguk paham. Hal berbau kekuasaan bagi dirinya cukup sulit untuk menghadapi pria itu, pikir Zavira.

Hal ini membuatnya teringat kejadian saat ia lulus sekolah menengah atas. Peristiwa di mana kedua orang tuanya merupakan korban kecelakaan yang diakibatkan si pelaku lalai dalam mengendarai mobil.

Zavira menghela napas panjang, jika mengingat kejadian itu, rasanya ia semakin membenci pada si pelaku yang bahkan tidak terjerat hukuman apapun.

Lamunannya buyar ketika ia mendengar suara toples yang dihancurkan.

Prak! Kretak!

Reno serta Zavira menatap bersamaan ke arah Lily yang merusak toples itu karena ia tidak bisa membuka solasi yang menutupi setiap celah tutupnya.

"Pfffth, apa-apaan ini, diancurin segala." Reno menahan tawanya dan membantu Lily membereskan kue yang berserakan di meja bar.

Lily berdecak sebal, dia menyalahkan keduanya tidak membantu dirinya yang kesulitan membuka solasi pada tutup toples.

Zavira menggelengkan kepala sembari mengambil satu kue kering lalu ia memakannya. "Enak juga, ini kalo aku lamar kerja di pabrik kue bakal ditolak juga kah?"

Reno menjentikkan jarinya, "jelas, yang pasti kamu bakal kesulitan cari kerjaan. Gimana kalo kerja di rumah aja?" saran Reno membuat Zavira berpikir sejenak.

"Jualan online gitu?"

Reno mengangguk atas jawaban dari pertanyaannya membuat Zavira saat ini juga mengunduh aplikasi untuk menjual makanan secara online. Beberapa menit kemudian ia tersenyum hampa ketika melihat akunnya dalam waktu cepat di-banned selama 30 tahun. "Ha.ha.ha.ha."

Reno serta Lily menelan saliva-nya, mereka sungguh heran, siapa pria hebat yang sampai di dalam ponsel pun Zavira di-blacklist.

"Kalian pikir aku waras gak?" Zavira menyimpan ponsel sembari meminum alkohol dalam satu tegakan.

Reno menghela napas lalu tiba-tiba pundaknya diketuk oleh Arin beberapa kali, dia berbisik sesuatu padanya.

Setelah mendengar bisikan itu, Reno pun berucap, "tanganin dia dulu Li, kamu jangan sampe mabuk, bisa-bisa kejadian kemarin ke ulang." Belum sempat Reno melangkah pergi, Lily menahannya.

"Kenapa? kamu mau ke mana?"

Reno menunjuk beberapa wanita bergaya modis begitu seksi menunggu kedatangannya. "Tamu VVIP," bisiknya membuat Lily ber-oh ria.

***

"Gimana kalau jadi penulis novel?" tawar Lily yang kini sedang mengerjakan naskah di laptopnya. Ia sedang berada di kamar milik Zavira.

Zavira yang duduk di balkon sedangkan Lily kasur, ia melihat ke aranya seraya berkata, "boleh juga, lagian dulu sempet nulis novel sampai dicetak," ucap Zavira sembari berjalan mendekati sahabatnya.

"Mau aku kenalin editor temen aku gak? Biar kamu ada yang ngurus, maksud aku, untuk lakuin kontraknya supaya dapet uang," jelas Lily kini mencari nama kontak di ponselnya.

Zavira mengangguk saja menuruti kemauan Lily. "aku bakal di blacklist gak?" Ia bertanya penasaran. Jika dirinya ternyata di blacklist oleh editor itu, tamat sudah riwayatnya.

Lily meminta Zavira menunggu sebentar ketika sedang saling kirim pesan pada editornya. "Pas! Nanti malem kita ketemu editor aku, dia bakal bawa temennya yang nanti jadi editor kamu."

Zavira tersenyum senang mendengar itu, "mereka gak langsung nolak pas denger nama aku kan? Kalau kamu belum kasih tahu nama aku, gimana kalau samarin aja nama aku!" Dirinya benar-benar takut jika kejadian saat ia ditolak kembali terulang.

Lily menggelengkan kepalanya, ia sedikit tertawa ketika Zavira begitu takut sampai-sampai ingin menyamarkan namanya. "Tenang aja, aku udah kasih tahu nama lengkap kamu, dia gak nolak atau apapun, malah langsung pengen ketemu malam ini, temen editor aku yang minta malah."

Zavira baru bisa bernapas lega, ia harap jika nanti bertemu dengan calon editornya, dia tidak ditolak.

Malam hari tiba, Zavira serta Lily telah bersiap mengenakan pakaian formal untuk pergi ke sebuah restoran mewah yang telah dipesan.

"Editor macam apa ini, dia kaya? Kok bisa reservasi restoran ini?" tanya Zavira ketika mereka telah memarkirkan mobil di depan restoran.

Lily mengangkat kedua bahunya, "selama empat bulan ini ya setahu aku dia royal si, lumayan lah gaji aku yang awalnya 500rb perbulan jadi tiga juta, lumayan kan?"

Zavira mengangguk, tapi ia menggelengkan kepalanya selanjutnya. "Ah aku gak begitu tahu tapi tiga juta besar banget si."

Lily lalu menarik tangannya masuk ke dalam dan disambut oleh pelayan, ketika ia menyebut nama editornya, pelayan itu segera mengantarkan keduanya menuju lantai dua.

Sesampainya di sana, Zavira terdiam di tempat, pasalnya hanya ada dua pria yang duduk di meja membelakangi keduanya.

Hal yang paling membuat Zavira terkejut adalah punggung pria itu sangat mirip dengan pria yang pernah melakukan malam panas dengannya.

"Vir, kamu kenapa? Kayak lihat setan aja," ucap Lily dengan nada bercanda, pelayan tadi yang mengantar mereka telah kembali pada tempatnya.

"I-itu, pria yang deket jendela, dia mirip kayak pria yang lakuin itu sama aku," bisik Zavira dengan gugup serta jantung berdetak kencang.

"Ih anjir serius?" tanya Lily panik sembari menggigit bibir bawahnya.

"Tadi kamu bilang temen editornya pengen ketemu aku? Jangan bilang dia tahu aku?" Zavira menjadi takut hingga membuatnya berharap bisa kabur saat ini juga.

Lily membulatkan kedua matanya, ia menatap Zavira dengan panik. "Ya te-terus gimana? Mau pulang??"

Zavira menghela napas, "nggak usah, nanti aku pura-pura gak tahu aja, ya tapi emang gak tahu si mukanya gimana, aku lupa sama muka dia," jawabnya membuat Lily menghela napas.

"Lily!" panggilan dari editor Lily membuat kedunya membeku di tempat. Zavira yang berada di samping tak berani menatap kedua pria itu.

Bab terkait

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 1 : Perselingkuhan

    "Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 2 : Move On

    Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 3 : Malam Panas

    "Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 4 : Menjadi Penulis

    Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 3 : Malam Panas

    "Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 2 : Move On

    Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 1 : Perselingkuhan

    "Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status