Beranda / Romansa / CINTA DAN BENCI / Bagian 2 : Move On

Share

Bagian 2 : Move On

Penulis: leecu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-03 22:32:36

Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY."

Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang."

Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan.

Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben."

"Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut.

"Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa.

Zavira menghela napas berat. "Gak tahu lagi Li, semua perusahaan yang aku kirim CV pada nolak, bahkan balasan dari mereka cepet banget."

Lily mengernyitkan keningnya, "serius? Seminggu ini semua pada bales cepet untuk nolak kamu?"

Zavira menganggukkan kepalanya, "serius, kenapa gini banget? Ya kali ada orang gabut buat minta semua perusahaan nolak aku."

Lily mengangguk setuju, "walaupun ada, harusnya dia orang kaya banget gitu, misalnya nih orang kaya kabupaten gak sekaya itu buat suap banyak perusahaan, lagian perusahaan gak waras doang yang nolak kamu, secara kamu kan pengalamannya udah bagus banget, umur kamu mateng."

"Kami pikir aku makanan apa? Pake acara mateng segala." Zavira berdecak.

Lily cengengesan, ia lalu kembali mengambil potongan martabak dan berpikir, apa yang harus ia lakukan untuk sahabat satunya ini?

"Kamu gak ngelamar kerja secara langsung apa?" Lily bertanya penasaran.

Zavira menggelengkan kepalanya, "males keluar, tiap keluar pas-pasan sama mantan, mana ngejar lagi." Zavira bergidik ngeri ketika mengingat tiga hari lalu Alex mengejarnya.

Lily tak kuasa menahan tawanya hingga ia tertawa lepas membuat Zavira berdecak sebal. "Kalo kayak gini rasanya pengen minum alkohol," gumam Zavira asal.

"Eh iya ya, udah lama kita gak minum-minum bareng." Lily mendengar hal itu segera bangkit dari duduknya. "Ayo ke minimarket depan!"

Zavira mengangguk menanggapi ajakan Lily. Ia lalu berjalan mengikuti wanita itu dari belakang. Ketika di luar, langit malam dengan cahaya bulan menyinari keduanya, angin berhembus lembut menerpa wajah mereka.

"Rasanya udah seabad gak keluar rumah," gumam Zavira yang dapat Lily dengar.

"Jangan bilang selama ini kamu nangisin dia juga?" tebak Lily ketika sadar kantung mata sahabatnya cukup tebal.

Zavira cengengesan, ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Ya gimana lagi, aku butuh peluapan emosi supaya cepet move on, soalnya di sosmed aku nemu kalau pengen move on harus nangisin dia sepuasnya dulu," jelas Zavira panjang lebar.

Lily menggelengkan kepalanya, "alesannya bagus banget," puji ia dengan nada sarkas.

Zavira yang tahu sarkas dari sahabatnya mendorong pelan bahu Lily, "aku serius." Ia menatapnya dengan tajam.

"Ya ya, aku percaya kok, percayaa," jawab Lily dengan bernada, ia mengangkat kedua tangannya ke atas seakan sedang ditodong pistol.

Lima menit kemudian keduanya sampai di minimarket yang sedang sepi pengunjung karena jam menunjukkan waktu 10 lewat. Sebelum keduanya masuk, Lily menepuk cepat pundak Zavira.

Lily menunjukkan sebuah kertas yang di mana tertera bahwa minimarket ini sedang mencari pegawai baru, Zavira membaca kertas itu begitu antusias karena minimarket yang ingin ia datangi ternyata membuka lowongan.

Lily memilih duduk di kursi yang minimarket itu sediakan, dia akan menunggu sahabatnya keluar sembari meroko.

Berjalan masuk ke dalam minimarket sendirian, Zavira pun bertanya pada kasir itu, "permisi Mbak, ini lowongan kerjanya masih ada?"

Kasir itu menatap Zavira lalu mengecek ponsel, "ah ada, tapi boleh tahu namanya siapa dan umur berapa?"

Zavira mengernyitkan keningnya lalu menjawab, "saya Zavira Anantha, umur 30 tahun."

"Ah, maaf, kalau nama Ayahnya siapa ya?" Sesekali kasir itu mengecek ponselnya seakan memastikan sesuatu.

Zavira terdiam sejenak saat melihat gelagat aneh dari kasir itu. Mencoba menepis pikiran buruk, Zavira lalu menjawab dengan sedikit jeda, "Ayah saya … Gifhari Akhsan."

Kasir itu memasang wajah yang nampak menemukan sesuatu lalu berkata, "ah maaf, untuk Mbaknya gak bisa." Dia menggelengkan kepala.

Zavira sedikit tertegun, ia memilih untuk tidak bertanya lalu segera permisi keluar dengan kepala terasa berdenyut. "Sebenernya salah aku apa?" Wanita itu duduk dengan kepala ia sembunyikan diantara kedua tangan.

"Tunggu, kamu ditolak?" tanya Lily menatap Zavira yang kini duduk di depannya.

Zavira hanya menjawab dengan dehaman. Siapa yang membuatnya kesulitan seperti ini? Apa alasannya? Zavira benar-benar benci hal ini jika tahu ternyata orang dengan kekuasaan mempermainkan hidupnya.

"Mungkin gak sih Nita?" tebak Lily membuat Zavira menatapnya. Jika kalian ingat, Nita adalah rekan kantor Zavira yang merupakan selingkuhan mantan pacarnya.

"Nita gak sekaya itu, dan lagi walaupun dia benci gue, pasti cuman ngerecokin percintaan doang," jelasnya membuat Lily mengangguk mengerti.

Lily menjadi ikut pusing karena memikirkannya. Jika Zavira membutuhkan uang, seharusnya dia meminta tolong saja padanya. "Kamu butuh berapa uang emang?"

"Bukan itu, aku hampa banget kalo gak kerja, kamu tahu kan, selama ini aku sendiri di rumah, jadi aku selalu lampiasin ini ke kerjaan atau nggak dulu kuliah tuh, aku seneng banget sibuk."

Lily sedikit menganga tak percaya, ia benar-benar baru ingat bahwa julukan sahabatnya ini adalah 'si gila kerja'. Tentunya alasan Zavira gila kerja karena kesepian.

"Mau ke bar gak?" tawar Lily dengan alis di naik turunkan seakan menggoda wanita itu.

Zavira menatap malas tetapi ia tidak menolak, "ya udah ayo." Wanita itu berdiri diikuti sahabat mematikan roko.

Sebelum ke bar, keduanya ke rumah Zavira untuk berganti pakaian, setelahnya mereka pergi menggunakan mobil milik Zavira. Selama di perjalanan, Zavira lah yang menyetir, tidak ada obrolan karena keduanya sibuk memikirkan masalahnya masing-masing. Hingga ketika sampai, Zavira menepuk pundak Lily yang termangu sedari tadi.

"Li, udah sampe," ucap Zavira sembari melepaskan sabuk pengaman, ia lebih dulu turun dari mobil dan diikuti Lily yang juga turun.

Sempat terdiam sejenak di depan bar, melihat sebuah nama besar terpampang dengan lampu membentang seperti tali berwarna ungu. Bar yang sudah lama tidak keduanya kunjungi, terakhir saat mereka masih menjadi mahasiswa baru.

"Aku yang traktir! Kita minum yang banyak sampai gak sadar diri!" ucap Zavira menggebu-gebu membuat Lily merasa ragu.

"Kamu yakin? Kadar alkohol Kamu lemah banget, emangnya sanggup?" tanya Lily menatap tak percaya akan sahabatnya begitu bersemangat.

"Sshh, itu dulu, aku yang sekarang berbeda!" Zavira dengan percaya diri masuk sembari menarik tangan sahabatnya.

Bab terkait

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 3 : Malam Panas

    "Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 4 : Menjadi Penulis

    Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 1 : Perselingkuhan

    "Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 4 : Menjadi Penulis

    Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 3 : Malam Panas

    "Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 2 : Move On

    Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 1 : Perselingkuhan

    "Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status