Home / Romansa / CINTA DAN BENCI / Bagian 1 : Perselingkuhan

Share

CINTA DAN BENCI
CINTA DAN BENCI
Author: leecu

Bagian 1 : Perselingkuhan

Author: leecu
last update Last Updated: 2025-02-03 22:32:20

"Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya.

"Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas.

"Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar.

Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda."

Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup pintu pelan.

"Karena dendammu, saya merelakan wanita berprestasi itu pergi, sisanya saya serahkan padamu," ucap Andra pada seseorang dari seberang telepon. Terdengar tawa puas dari pria berumur 44 tahun, hal itu membuat Andra menghela napas berat.

Ketika ia berjalan keluar dan turun menggunakan lift, Zavira menangis tanpa bersuara membuat air matanya mengalir deras. Keluar dari lift dan menuju ruang kerjanya, Zavira memasukkan barang-barangnya ke dalam kotak yang berada di bawah meja tadi ia temukan.

Air matanya berjatuhan ketika ia memasukkan barang-barang itu ke dalam kotak seperti kardus. Ketika dirasa cukup, baru saja ia keluar dari ruang kerjanya, di seberang, ia menemukan wanita yang merupakan rekan kantornya sedang mendesah tertahan dengan pria yang sangat ia kenal berjongkok di bawah wanita itu sedang duduk di atas meja kerja.

"Alex ... Nita."

Zavira berdiam diri di depan pintu ruangan kantor yang terbuka. Tangannya mengepal gemetar, bahunya berguncang menahan emosi yang tak terbendung.

Di dalam ruangan itu, Alex juga termenung tak menyangka, melihat pacarnya menangkap basah dirinya sedang bercumbu dengan wanita lain.

Jantung Zavira terasa sakit, seakan ribuan panah telah menusuk. Matanya memanas hingga tak lama kemudian ia meneteskan air mata begitu banyak.

Zavira segera berlari pergi sembari membawa kotak berisi barang-barangnya, dengan derai air mata tak ia tahan, meluap begitu saja ia menangis. Suara tangisnya menggema di setiap lorong yang ia lewati.

Malam ini, para rekannya telah pulang sehingga tidak ada siapapun yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian.

Tangisnya tersendat-sendat ketika ia ingin memencet tombol lift. Hatinya terasa sakit karena pengkhianatan dari kekasihnya.

"Vira!" panggilan dengan nada kencang serta suara langkah kaki begitu cepat mengejar Zavira. Alex berbelok ke arah kiri, ia melihat pintu lift akan tertutup.

"Tunggu!"

Zavira mengabaikan teriakan tersebut, dirinya memilih pintu lift yang dibiarkan tertutup. Di dalam, ia terduduk lemas, tangisnya begitu kencang memenuhi ruang kecil ini.

Setahun sudah hubungan yang mereka jalanin kandas. Padahal selama ini Zavira bersusah payah agar hubungannya utuh, ia selalu menyempatkan agar menghabiskan waktu dengan kekasihnya.

Menatap wallpaper ponsel foto ia dengan pacarnya. Zavira belum mengganti selain memeluk erat ponselnya. "Kenapa? Kenapa harus selingkuh sama rekan kantor aku," ucapnya bergetar, air matanya kembali menetes begitu banyak.

Menatap foto wallpaper di mana ia tersenyum ceria dengan sang pacar mencium pipinya. Saat-saat hari itu hubungan keduanya sangat manis, saling melempar canda tawa, serta pelukan hangat.

Tubuhnya terasa lemas, Zavira lalu menyimpan ponselnya di saku. Keluar dari lift, ia kembali berlari menuju parkiran, ia menatap sebuah kotak yang tadi ia bawa berisi barang-barang miliknya. Tangisnya mereda ketika Zavira sampai di depan mobil.

Menyimpan kotak tersebut di kursi belakang, mobil ia jalankan tanpa menunggu waktu lagi. Menatap lelah pada jalanan, Zavira menggigit bibirnya yang semakin memerah. Tangan kirinya tak henti mengetuk handbrake mobil.

Sekitar matanya merah, ketika ia ingin meraih ponsel itu, dirinya kembali menangis. Air matanya mengalir lebih banyak dari sebelumnya. Dada terasa sesak membuat Zavira kesulitan bernapas.

Meski air matanya mengalir deras, tapi kini suara tangisnya mengecil. "Ma, Pa, aku gak baik-baik aja," ujarnya dengan nada gemetar. Tidak ada yang bisa ia jadikan sandaran, kedua orang tuanya meninggal dunia 12 tahun lalu.

Pacar satu-satunya yang ia miliki kini mengkhianatinya. Selain itu, hanya sahabatnya Lily yang sebelumnya ia abaikan karena Zavira terlalu sibuk dengan Alex serta pekerjaan.

Ketika tangisnya berhenti, Zavira memarkirkan mobil di halaman depan rumah. Langkahnya lunglai ketika turun dari mobil, ia berjalan masuk ke dalam rumah, menatap ruang tamu yang gelap serta di samping kiri terdapat kamar telah kosong selama 12 tahun ini. Kamar milik Ayah dan Ibunya.

"Zavira kangen kalian,," gumam Zavira kembali menangis membuatnya berjongkok di depan kamar orang tuanya.

Memojok di depan pintu yang tertutup, Zavira menangis dalam keadaan rumah gelap, hanya ada cahaya rembulan yang memasuki di setiap celah tirai jendela.

***

Pagi hari tiba, Zavira terbangun masih berada di depan pintu kamar orang tuanya, yang jelas semalaman ia tertidur di ruang tamu.

Seluruh badannya begitu pegal dan sakit, matanya terasa suntuk. Zavira begitu lemas ketika berdiri menuju dapur, mengambil mie cup yang akan ia buat.

Terlalu malas untuk memasak membuat Zavira memilih mie cup dengan persediaan begitu banyak. Sembari menunggu air dingin itu menjadi panas, Zavira menyalakan ponsel.

Tampak puluhan telepon serta chat masuk, semua itu dari pacarnya, Alex. Zavira segera mematikan ponselnya, tidak ada lagi kesempatan yang akan ia beri.

Kehadiran Alex dihidupnya menjadi obat dan racun sekaligus. Zavira akan mencari cara untuk move on dari pria itu secepatnya.

"Rasanya air mata aku habis," gumam Zavira lalu mencuci muka di keran wastafel dapur. Setelahnya ia mematikan kompor dan menuangkan air itu pada cup yang telah ia buka.

Wangi harum dari mie cup membuat perutnya meraung-raung. Sembari menunggu mie itu matang, Zavira membuat teh hangat.

Ketika teh itu telah siap, ia mengecek mie cup miliknya sudah matang merata. Dalam keadaan panas, sesekali Zavira meniup mie itu agar dingin lalu ia makan dengan lahap.

Di tengah-tengah menikmati makanannya, Lily memberi pesan pada Zavira. Gadis itu mengirim foto bukti bahwa Alex yang sedang merangkul wanita sedang chek-in hotel.

Kepala Zavira berdenyut, air matanya benar-benar tidak lagi mengurai, ia bahkan menatap kosong pada foto itu.

"Haaa sial." Ia meremat rambutnya agar rasa sakit pada kepala sirna, meski tampak tak ampuh, setidaknya ia cukup puas.

Sungguh Zavira begitu marah, tapi energinya tidak ada membuatnya hanya terdiam dengan tatapan kosong. Bahkan mie yang masih banyak dibiarkan begitu saja.

Zavira menyalahkan dirinya, tidak seharusnya ia memiliki hubungan dengan pria yang lebih muda. Alex, umurnya baru menginjak 25 tahun, sedangkan dirinya 30 tahun, wanita yang karirnya baru saja hancur dan semakin hancur ketika hubungannya kandas.

Zavira berjalan menuju kamar, melihat boneka kelinci pemberian Alex, ia tersenyum lalu mengambil boneka tersebut.

"Dasar cowok brengsek! Kamu bajingan anj," ucapnya dengan kesal membanting boneka itu serta ia injak berkali-kali.

Cukup lama ia menyiksa boneka tersebut hingga merasa puas napasnya tersengal-sengal. "Haaa, haaa."

Zavira memberikan jari tengah pada boneka kelinci yang kini berada di lantai. "Aku bakar kamu nanti! Awas aja!"

Suara telepon dari ponselnya membuat Zavira segera kembali ke dapur tanpa sekat. Ia mengangkat telepon dari Lily. "Halo, ada apa Li?"tanya Zavira membuat Lily merasa janggal.

"Kamu gak nangis? Kamu gak kenapa-kenapa?"

Zavira menggelengkan kepalanya seraya berujar, "nggak, malem udah nangis banyak, oh ya, btw udah dari kemarin aku mergokin dia di kantor, eh bajingan itu malah lanjut part 2," umpatnya dengan emosi kini menggebu-gebu.

Lily menghela napas panjang, ia benar-benar tak habis pikir karena pria itu ternyata malah melanjutkan aksinya. "Terus kamu gimana? Udah mutusin dia?"

Related chapters

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 2 : Move On

    Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga

    Last Updated : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 3 : Malam Panas

    "Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap

    Last Updated : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 4 : Menjadi Penulis

    Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari

    Last Updated : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

    Last Updated : 2025-02-03
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

    Last Updated : 2025-02-20
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

    Last Updated : 2025-02-21
  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

    Last Updated : 2025-02-22

Latest chapter

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 8 : What Are We?

    "Aku malu!" Zavira menutup wajahnya yang memerah. Sementara Lily duduk di depannya, ia telah mendengar ocehan dari Zavira yang mengatakan bahwa dirinya ketahuan oleh Nathaniel akan novelnya. Lily penasaran, jika dia ganti ide, akan menceritakan tentang apa? Ia pun bertanya, "Jadi mau nulis cerita baru apa nih?" Zavira menggelengkan kepalanya, "gak tahu, aku nulis apa dong?" ia malah bertanya balik dengan bibir di kerucutkan. Lily menghela napas, "udah novel awal aja, daripada pusing cari ide baru," saran Lily membuat Zavira menggelengkan kepala cepat. "Gak bisa, gak bisaaaa, ahk aku malu banget bayangin nulis adegan ini itu di depan dia, apalagi dia selalu pengen lihat aku nulis cerita secara langsung," ocehnya dengan kesal. Nathaniel terlalu semena-mena, suatu saat nanti ia akan merobohkan es batu itu! Lihat saja! "Emang ada ide kalo buat cerita baru? Padahal udah seru lho cerita itu, sayang banget diganti," ujarnya dengan tak rela. Menurutnya ide cerita tersebut cukup seru mesk

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 7 : Editor Baru

    "Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 6 : Teman Masa Kecil

    Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 5 : Pria Itu

    "I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 4 : Menjadi Penulis

    Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 3 : Malam Panas

    "Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 2 : Move On

    Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga

  • CINTA DAN BENCI   Bagian 1 : Perselingkuhan

    "Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status