Share

Menata hidup yang baru

Empat tahun kemudian

Suara musik yang tengah dimainkan oleh DJ mengaung keras. Bola lampu yang berputar di langit-langit atap memancarkan aneka warna dan menyorot ke seluruh bagian klub. Aroma khas wine dan whisky pun ikut menguar di dalam ruangan kaca VVIP yang khusus dipersiapkan untuk para putra Aditama.

"Wooo! Jival!" Pekikan Vian membuat Aryan yang sedang bersandar pada pagar lantai dua salah satu klub Aditama di Bali ikut menyeringai.

Kehebohan yang baru saja tercipta adalah ulah Jival, kembaran Vian yang baru saja mencium seorang wanita, putri dari pejabat di negeri ini. Saat keempat saudaranya mengamati dari lantai atas, Jival mengacungkan jari tanda kemenangan.

"Sial!" umpat Jai sambil melemparkan tubuh di sofa panjang dalam ruangan kaca VVIP tersebut. Kali ini Jai yang kalah taruhan dengan Jival dan harus merelakan motor sport barunya.

Ketujuh putra Aditama tidak melakukan taruhan demi mengincar hadiah, hanya untuk kesenangan dan memenuhi rasa penasaran mereka. Hidup dalam keluarga yang serba kecukupan, membuat putra Aditama merasa tidak terkalahkan dan selalu menjadi nomor satu.

Narendra yang merupakan putra tertua Aditama melirik sambil tersenyum tipis. Ia menyesap wine lalu berkata, "Berhenti mengajak Jival taruhan. Itu hanya akan membuatmu kesal kalau kalah."

"Tidak, aku rasa Jai yang menang kali ini." Aryan membalikkan tubuhnya lalu berjalan ke dalam ruangan kaca sambil menuangkan whisky ke dalam gelas.

"Apa maksudmu?" tanya Jai penasaran.

"Jival baru saja mendapatkan tamparan dari wanita itu," jawab Aryan seraya meneguk minumannya.

"Aw! Pasti itu sakit sekali!" Vian memegang pipinya dan duduk di samping Narendra.

"Serius? Yes!" seru Jai merayakan kemenangan. Ia bangkit dari duduknya sambil melompat kegirangan, membuat ketiga saudaranya tersenyum sekilas. "Wu! Akhirnya Jival kalah!"

"Dimana Rama dan Gara?" tanya Aryan setelah meneguk minumannya hingga tandas.

"Rama sedang dalam perjalanan, Gara mungkin masih di kantor," jawab Narendra sambil menyilangkan kakinya.

Aryan hanya menganggukkan kepalanya sambil menikmati musik yang dimainkan oleh DJ. Ia melepaskan jaket kulit dan menyisakan singlet warna hitam yang memperlihatkan tato penuh di lengan kiri. Pahatan yang tersemat di sana menunjukkan hobi menembak Aryan, dan kecintaan pada hewan buas. Ada seekor singa jantan dan beruang madu di tempat tinggalnya. Aryan memang menyukai semua hal yang menantang.

"Aryan, bagaimana kalau kita bertaruh lagi," ajak Vian tiba-tiba. Ia menunjukkan potret seorang wanita dari layar ponsel kepada Aryan. "Daniella."

Melirik sekilas pada potret wanita berdarah eropa dengan iris biru yang sedang tersenyum manis, Aryan menyeringai. Ia menghisap rokok yang baru saja dinyalakan lalu menyemburkan asapnya ke udara. "Aku tidak tertarik."

"Kenapa? Daniella sangat cantik," tambah Vian.

"Cari wanita yang tidak hanya sekedar cantik," terang Aryan.

"Seperti?"

Aryan terdiam sejenak sambil menyandarkan punggung di sandaran kursi. Bibirnya bergerak perlahan dan menyebutkan nama yang sama sekali di luar dugaan. "Vanilla."

"Vanilla? Finalis Miss Indonesia yang pergi sebelum kamu campakkan itu?" Narendra memperjelas dan mendapatkan lirikan tajam dari sang adik kandung.

"Wah, kamu masih mengingatnya setelah sekian lama? Setelah Empat tahun?" Jai ikut menimpali setelah merayakan kemenangan atas Jival. "Jangan-jangan kamu mulai mencintainya?"

"Cinta? Bullshit! Aku hanya penasaran saja, apa yang membuat Vanilla pergi begitu saja." Aryan terdiam sejenak mengingat kejadian empat tahun silam. "Menghilang tanpa jejak."

"Mungkin dia pergi ke luar negeri, melanjutkan sekolah." Vian mencoba menebak.

"Entahlah," ucap Aryan sambil menaikkan kedua bahunya. Tidak dipungkiri, selama empat tahun ini, wajah Vanilla terkadang melintasi benak Aryan. Bahkan beberapa kali wanita itu datang ke dalam mimpi Aryan.

Sangat aneh, karena ini pertama kalinya bagi Aryan memimpikan seorang wanita. Namun, mimpi Aryan bukan bercinta dengan Vanilla. Wanita itu terlihat sedang berdiri di tepi pantai dengan kedua mata yang sembab, tetapi memberikan senyuman lebar untuk Aryan.

Setiap mengingat mimpi itu, Aryan ingin sekali bertanya kepada pakar mimpi tentang artinya. Ia ingin tahu mengapa Vanilla tiba-tiba pergi tanpa pamit.

"Dia mencampakkan Aryan waktu itu," kata Narendra yang membuat Aryan mendesis tidak terima.

"Sialan!" Umpatan Aryan membuat ketiga saudaranya tergelak tawa. Dalam benak Aryan terus bermunculan pertanyaan mengenai keberadaan Vanilla. Andai saja mereka bisa bertemu sekali lagi.

***

Dengan lihai, tangan Vanilla menyimpulkan beberapa tali warna merah jambu menjadi simpul yang saling bertautan satu sama lain. Kegemaran Vanilla pada seni simpul, membuatnya mendirikan toko souvenir yang menyediakan produk makrame.

Hamparan pantai dengan pasir putih dan beberapa wisatawan asing yang sedang berjemur menjadi pemandangan sehari-hari bagi Vanilla. Udara segar serta panorama alam yang ditawarkan oleh Pantai Kuta selalu membuat Vanilla betah tinggal di sana. Tidak salah ia memutuskan untuk tinggal di Bali sejak empat tahun yang lalu.

Setelah sekian lama Tante Lina membujuk untuk tinggal bersama, akhirnya Vanilla membuat keputusan dan menemani wanita yang berniat melajang seumur hidup itu. Bagi Tante Lina, pernikahan itu sangat merepotkan. Well, mungkin karena Tante Lina belum menemukan penawar hati sebab sempat terluka.

Seperti Vanilla yang sempat mengalami patah dan menutup hati selama bertahun-tahun karena Aryan Aditama. Kini hati Vanilla perlahan melunak dengan kehadiran pria baru yang selalu bersabar menantinya.

"You look so beautiful, today." Suara berat yang tiba-tiba terdengar di telinga kanan Vanilla, membuatnya terkesiap. Pun semakin kaget dengan tangan yang melingkar di pinggang.

"Gavin! Kamu buat kaget deh," ujar Vanilla yang membiarkan pria itu menyandarkan kepala di bahunya.

"Ah, harum banget. Bikin betah," cicit Gavin setelah menghidu aroma parfum yang kerap digunakan oleh Vanilla. Aroma manis yang selalu membuat Gavin rindu.

Vanilla tersenyum dan memegang tangan Gavin. Pria itu merupakan salah satu orang yang senantiasa menemani Vanilla di empat tahun terakhir ini. Ia yang membantu Vanilla keluar dari rasa bersalah dan kesedihan akibat ulah Aryan. Ah, Vanilla sangat membenci nama itu.

"Sayang," panggil Gavin dengan nada lembut.

"Iya."

"Jagoan kita di mana?"

"Tuh." Vanilla menggerakkan ujung dagu ke arah samping kios macrame. Menunjuk pada seorang anak berusia 3 tahun yang sedang asyik memainkan miniatur binatang buas favoritnya. "Lagi main."

"Zayn itu emang paling suka sama binatang buas. Ada aja kesukaannya," ucap Gavin. "Kamu tahu, dia kemarin bilang pengen naik jetski karena penasaran."

Vanilla menoleh ke arah Gavin dan pelukan mereka terlepas. "Jetski?"

"Iya. Jagoan kita suka semua hal yang menantang," ujar Gavin sambil terkekeh.

Semua kegemaran Zayn, selalu mengingatkan Vanilla pada sosok yang ingin dihapuskan dalam memori. Jika ada obat yang bisa menghapus beberapa ingatan, Vanilla ingin membelinya untuk melupakan semua kenangan bersama pria brengsek itu.

TO BE CONTINUED....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status