Home / Romansa / CEO adalah Maut / BAB 6 - Wanita yang penuh dengan rahasia

Share

BAB 6 - Wanita yang penuh dengan rahasia

Author: LoVelly09
last update Last Updated: 2024-10-25 06:00:00

 

Vanilla tahu, jika ketidak jujurannya akan membuat masalah nanti. Namun, ia tidak ingin mengganggu pikiran Gavin yang sedang bersemangat untuk mempersiapkan pernikahan. Vanilla tidak ingin menyakiti Gavin karena pertemuannya bersama Aryan. Well, pertemuan tidak sengaja. Pun ia tidak menginginkan pertemuan itu terjadi.

Gavin adalah pria yang baik. Sejak bertemu di Bali, ia selalu menemani Vanilla. Bahkan dengan sehati ia menggantikan posisi seorang suami saat persalinan. Suara yang pertama didengar oleh Zayn ketika lahir ke dunia adalah lantunan adzan dari Gavin.

Kelahiran Zayn merubah total kehidupan Vanilla. Semua yang terasa berat seolah bisa dilewati tanpa kendala. Ia seperti mendapatkan kekuatan super saat melihat tubuh mungil yang menggeliat di atas box bayi. Zayn adalah sumber kekuatan Vanilla yang mewarisi gen dominan dari Aryan. Setiap menatap wajah sang putra, wajah Aryan selalu melintas di benak. Sebenarnya bukan masalah besar, Aryan tampan. Hanya saja Vanilla semakin sulit melupakan Bastard itu.

Nada pengingat pesan menyita atensi Vanilla. Ia menghentikan gerakan menyimpul pada makrame dan mengambil ponsel di atas meja. Beberapa kali nama Vanilla disebut dalam grup orang tua murid kelas Zayn. Mereka mengajak Vanilla ikut serta dalam arisan.

Jemari Vanilla mengetuk papan keyboard. Meskipun malas, tetapi Vanilla tetap mengiyakan ajakan tersebut. Ia tidak ingin Zayn mendapatkan perlakuan yang berbeda karena dirinya tidak mau berbaur dengan orang tua murid yang lain. Menjadi pembicaraan karena hamil dan melahirkan tanpa suami aja sudah cukup mengusik hati. Vanilla tidak ingin menambah topik pembicaraan orang lain dengan julukan anti sosial.

“Mommy!” Suara nyaring Zayn membuat Vanilla meletakkan ponsel di meja dan beranjak.

Bocah itu baru saja turun dari mobil dengan kepayahan. Tangannya berulang kali menahan tas gendong yang terasa begitu berat.

“Terima kasih, Bli Nyoman,” seru Vanilla kepada pria yang menjadi sopir antar jemput sekolah Zayn.

“Sama-sama. Dah Zayn!” Pria berkulit cokelat itu melambaikan tangan kepada Zayn sambil memberikan senyuman lebar.

“Bye!” seru Zayn ikut melambaikan tangannya penuh semangat.

Bye, Zayn!”

Bye William, Henry!” Zayn tersenyum menampilkan deretan gigi yang belum lengkap kepada sepasang anak kembar dengan rambut pirang. Mereka merupakan teman dekat Zayn di sekolah. Tidak jarang orang tuanya menitipkan mereka kepada Vanilla untuk berangkat sekolah bersama.

Melihat sang putra yang kepayahan dengan tas gendong ya, Vanilla berinisiatif melepaskan.

“Astaga Zayn! Ini berat sekali, apa yang kamu bawa?” tanya Vanilla.

Zayn menghela napas berat. “Biasa Mommy. Anak-anak di sekolah selalu mengisi mejaku dengan banyak cokelat dan permen.”

Vanilla melongo sebentar. Sebenarnya ia tidak begitu terkejut dengan hal itu. Sejak masuk pre kindergarten, Zayn sudah menjadi idola murid satu kelas maupun kindergarten. Sifatnya yang ramah di awal dan cuek kemudian menarik perhatian anak-anak cewek di sana.

Tidak jarang Vanilla menggelengkan kepala saat melihat beberapa anak perempuan mencari perhatian kepada Zayn. Astaga mereka baru menginjak usia 4 tahun. Pun tidak jarang orang tua murid memuji ketampanan Zayn. Tentu sudah bisa ditebak, dari mana Zayn mendapatkan gen dominan itu.

“Aku sudah membagikannya untuk Will, Henry, Joey, Kaz, dan Keiran.” Zayn menjeda ucapannya sebentar sambil menghitung dengan jari. “Tetapi cokelat itu masih saja nggak habis-habis, Mom.”

“Zayn, bagiin cokelatnya?” tanya Vanilla yang kini duduk bersebelahan dengan Zayn. Ia memberikan fokus penuh kepada sang putra yang sedang berceloteh.

Kepala Zayn mengangguk. “Aku tidak mungkin menghabiskan semua cokelat dan permen itu, Mom. Aku ‘kan boleh makan itu pas hari minggu aja. Ah!”

“Kenapa?” Vanilla menaikkan salah satu alisnya dengan perilaku Zayn yang seperti orang dewasa. Astaga! Anak siapa ini?

“Aku lelah menjadi populer, Mom,” celetuk Zayn sambil menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang dalam kios makrame.

Vanilla terkekeh. Usia Zayn baru akan menginjak 4 tahun lusa, tetapi tingkahnya sudah seperti anak remaja yang kewalahan karena dikejar banyak gadis. Well, lingkungan sekolah Zayn yang kebanyakan dari luar negeri, menjadikannya tumbuh sedikit lebih dewasa.

“Ganti baju dulu, yuk!” ajak Vanilla yang langsung mendapatkan persetujuan dari sang putra.

Bangkit dari tidurnya, lalu Zayn mengayunkan kaki ke lantai dua. “Aku bisa ganti baju sendiri, Mom.”

“Baiklah, hati-hati ambil bajunya,” seru Vanilla sambil memanjangkan leher. Ia memastikan agar sang putra mengambil langkah tepat dan tidak terjatuh di tangga.

Suara lonceng yang berbunyi karena pintu toko terbuka, membuat Vanilla menoleh sambil berucap, “selamat datang.”

Kelopak matanya melebar ketika mendapati pribadi Aryan masuk ke dalam toko sambil mengedarkan pandangan ke setiap sudut. Kemeja warna hitam melekuk tubuh pria itu dengan lengan terlipat sampai siku. Tato yang tercetak memenuhi lengan tampak sama seperti 4 tahun yang lalu.

“Ngapain kamu kesini?” tanya Vanilla dengan nada ketus.

“Come on, Vanilla. Aku datang sebagai pelanggan. Bukankah kamu harus menyambutnya dengan ramah?” Aryan berjalan beberapa langkah dengan salah satu tangan masuk ke saku celana.

“Banyak toko makrame yang lebih lengkap. Aku bisa memberikan rekomendasi kepadamu,” ucap Vanilla seraya mengalihkan tatapan dari Aryan. Ia tidak sudi menatap wajah pria itu.

“Aku ingin beli di sini.” Langkah Aryan semakin merapat. “Kenapa kamu tiba-tiba membatalkan kerja sama dengan hotelku?”

“Aku tidak sanggup memenuhi permintaan yang terlalu banyak dari sana,” jawab Vanilla asal.

Langkah Aryan berhenti lalu memindai penampilan Vanilla yang cantik dengan rambut terurai bebas. Dress warna hitam yang kontras dengan warna kulitnya yang putih membungkus tubuh sintal itu. Terlihat jika Vanilla sangat memperhatikan penampilan setelah melahirkan. Lemak tumbuh di bagian yang tepat dengan ukuran pas.

“Kamu tidak perlu memenuhi jumlahnya. Justru itu akan menjadikan produksi lebih eksklusif. Hanya bisa didapatkan dengan pre order,” terang Aryan.

“Tetap saja aku tidak bisa. Apa yang kamu inginkan, cepat katakan dan pergi,” ujar Vanilla.

Sorot mata Aryan menukik tajam. Wanita itu semakin dingin dan ketus. Ia semakin penasaran dengan alasan Vanilla yang terlihat sangat membencinya.

“Kenapa kamu seperti ini, Vanilla?”

Pertanyaan bodoh itu membuat Vanilla mendongakkan kepala dan membuat mereka saling bertatapan. “Memangnya kamu berharap aku bersikap seperti apa, Aryan?”

“Ya, biasa saja. Jangan terlalu ketus, seperti aku punya salah saja,” ucap Aryan enteng.

Aryan masih sama seperti dulu. Tidak pernah menyadari kesalahan yang sudah diperbuat. Bahkan ia tidak sadar jika menjadikan Vanilla taruhan itu adalah kesalahan yang besar.

Kaki Aryan semakin mendekat dan mengikis jarak di antara mereka. Tubuh Vanilla terdorong hingga menempel pada tembok.

“Aryan, apa yang kamu lakukan!” Vanilla merendahkan suaranya sambil berulang kali menoleh ke arah tangga untuk memastikan Zayn tidak melihatnya.

“Kamu sekarang galak sekali, Vanilla. Semakin membuatku penasaran,” bisik Aryan yang membuat bulu kuduk Vanilla meremang seketika.

“Buang pikiran gila kamu, Aryan!”

“Kenapa? Karena kamu sudah punya anak dan suami?” Aryan terkekeh. “Bukan masalah besar.”

Vanilla mendorong tubuh Aryan. “Keluar dari sini, Aryan!”

“Baiklah baiklah. Kamu ini galak sekali, persis seperti anak kamu. Tidak punya sopan santun, dasar berandalan kecil.”

Melipatkan tangan di depan dada sambil mendesah jengah. Berandalan yang disebut oleh Aryan itu tidak lain adalah anaknya sendiri. Seorang putra yang mewarisi sebagian besar sifat berandalan dari Aryan.

“Jangan mengatai anakku. Cepat pergi!”

“Aku akan datang besok, dan besoknya lagi,” ucap Aryan sambil tersenyum.

“Kamu nggak punya pekerjaan apa?”

“Punya. Aku baru saja selesai meeting di The Heights hotel. Aku sebenarnya sibuk Vanilla, tetapi tetap ada waktu untuk kamu,” tutur Aryan sambil mengedipkan salah satu matanya. Lantas ia berjalan keluar dari toko.

Vanilla mengembuskan napas kasar sambil menyugar rambut frustrasi. Kenapa Aryan justru semakin mengusik hidupnya? Di saat pernikahan dengan Gavin tinggal menghitung bulan saja.

“Hah!” Vanilla mendesah sambil mengamati mobil sport Aryan yang melaju pergi.

Hidup Vanilla yang awalnya tenang kini kembali rumit dengan kedatangan Aryan.

“Ngapain bedebah itu datang kesini?” Suara Tante Lina terdengar bersamaan dengan lonceng pintu toko.

Vanilla terdiam. Ia duduk di sofa sambil menyugar rambutnya frustrasi.

“Dia tinggal di sini? Katakan Vanilla!” tanya Tante Lina.

Kepala Vanilla mengangguk sebagai jawaban. “Dia sekarang pemilik The Heights hotel.”

Tante Lina langsung duduk di samping Vanilla. Suara Zayn yang bernyanyi di lantai dua membuat Tante Lina mengusap pundak Vanilla. Ia sangat membenci sikap Aryan kepada Vanilla. Namun setiap melihat Zayn, maka pikiran lain muncul di benaknya.

“Kamu memberitahu Aryan mengenai Zayn?” tanya Tante Lina dengan suara lirih.

“Tentu saja nggak, Tante. Nggak akan pernah!” jawab Vanilla dengan nada penuh penekanan.

TO BE CONTINUED…. 

 

Related chapters

  • CEO adalah Maut    BAB 7 - Calon suami Vanilla

    Tangan berurat Aryan menggeser layar iPad sambil mengamati satu per satu desain kafe baru di halaman The Heights hotel. Ia ingin membuat kafe baru dengan pemandangan laut tanpa dinding.Ia tidak ingin menyia-nyiakan panorama alam yang sangat menguntungkan itu.Menggaruk dagunya yang tidak gatal sembari menimbang dua arsitektur di layar. Aryan mengamati penuh fokus. “Aku lebih menyukai ini.”Daniel selaku general manager The Heights, sedikit mencondongkan tubuh untuk melihat pilihan Aryan. Perpaduan arsitektur minimal dengan sentuhan mewah di beberapa sudutnya.“Baik, Pak Aryan. Nanti saya sampaikan ke arsitekturnya. Hari ini dia masih ada urusan di Surabaya jadi tidak bisa bertemu. Besok Pak Aryan ada waktu?” tanya Daniel yang duduk berhadapan dengan Aryan di meja coffee shop The Heights hotel.“Aku tidak suka mengikuti jadwal orang lain. Mereka yang harus menyesuaikan dengan waktu senggangku. Kamu saja yang temui dia,” ucap Aryan sambil meneguk minuman dinginnya. Sesekali ia melirik wa

    Last Updated : 2024-10-25
  • CEO adalah Maut    BAB 8 - Khawatir

    Dengan sigap, Gavin berlari lalu menceburkan diri ke kolam setelah mendorong tubuh Aryan. Hampir saja Aryan ikut tercebur ke kolam dengan kedalaman 1,35 meter itu.Gavin langsung menangkap tubuh Zayn yang berusaha untuk menggerakkan kedua kaki dan tangan. Bocah itu bisa berenang, meskipun belum begitu mahir. Sementara itu Vanilla berdiri di pinggir kolam sembari memastikan sang putra baik-baik saja.Raut wajah cemas tercetak jelas di wajah Vanilla. Jantungnya hampir terlepas dari peraduan. Ia tidak sempat melihat apa yang membuat Zayn terjatuh ke kolam karena berada di tengah ketegangan antara Aryan dan Gavin.“Zayn!” Vanilla buru-buru berlari dan menggendong Zayn setelah Gavin keluar dari kolam. “Astaga, Nak! Are you okay?”Zayn mengalungkan kedua lengannya di leher Vanilla sambil menganggukkan kepala sebagai jawaban. Beberapa tamu undangan ikut menghela napas lega setelah memastikan Zayn dalam keadaan baik. Ia hanya sedikit terkejut karena tiba-tiba ada seseorang yang mendorongnya.“

    Last Updated : 2024-10-26
  • CEO adalah Maut    BAB 9 - Wanita jalang itu….

    Aryan menggosok dagunya yang tidak gatal dengan satu tangan berpegangan pada kemudi. Sesekali ia melirik layar ponsel yang masih menghitam. Ia menunggu Vanilla membalas pesannya mengenai keadaan Zayn. Rasa khawatir perlahan mulai terasa dalam batin.Ketika mobilnya melaju dengan kecepatan rata-rata, Aryan kembali mengorek masa lalu. Ia masih ingat betul betapa sakit hantaman dari Rachel ketika ucapan kasar secara tidak sengaja terucap begitu saja. Well, saat itu Aryan masih kecil, tentu masih suka asal bicara. Meskipun sekarang juga masih sama. Jadi ia tahu perasaan Zayn kali ini, pasti bocah itu sangat ketakutan.Si gahar mercedes yang ditumpangi oleh Aryan berbelok ke The Moon Palace, salah satu hotel bintang milik Narendra. Kaki Aryan mengayun turun dari mobil dan memasuki lobi hotel. Beberapa staf yang menyadari kedatangan Aryan menganggukkan kepala untuk memberi salam. Namun, seperti biasa Aryan tidak menanggapinya dan memilih berjalan ke lift.Langkah Aryan semakin memburu setela

    Last Updated : 2024-10-26
  • CEO adalah Maut    BAB 10 - CEO brengsek

    Vanilla bersusah payah mengatur emosi yang bercokol hebat di dalam hati. Jemarinya meremas pinggiran dress bermotif floral yang melekuk tubuh. Sorot mata tajam dilemparkan pada Aryan.“Bukan,” jawab Vanilla dengan penuh keyakinan. “Zayn bukan putramu.”Setelah mendengar jawaban dari Vanilla, Aryan bernapas lega. Tidak dipungkiri, sedari tadi ada rasa sedikit takut mengenai dugaan yang muncul begitu saja dalam pikiran. Entah apa yang akan dilakukan Aryan jika benar Zayn adalah putranya.“Lalu anak siapa dia?” tanya Aryan lebih lanjut.“Itu bukan urusanmu, Aryan! Untuk apa kamu tahu/” jawab Vanilla tegas.“Oke, aku cuma mau tanya alasanmu meninggalkanku?” tanya Aryan penuh desakan.Melihat raut wajah Aryan yang tampak lega setelah mendengar jawabannya, Vanilla berdecak. Well, apa yang harus diharapkan dari pria brengsek seperti Aryan?“Untuk apa kamu tahu, Aryan? Tidak bisakah kita bersikap seolah tidak mengenal satu sama lain?” Bibir merah jambu Vanilla berucap dengan tangan masih merem

    Last Updated : 2024-11-01
  • CEO adalah Maut    BAB 11 - Kebencian Vanila

    Hantaman pintu terdengar cukup keras. Jantung Vanilla bergemuruh hebat diikuti deru napasnya yang tidak beraturan. Ia menggigit bibir bawah dengan bibir yang bergetar. Tangis Vanilla tumpah di sela-sela gerakan dada yang naik turun. Kedua lutut Vanilla lemas, seolah tidak mampu menopang berat tubuh.Serentetan kalimat yang baru saja terucap untuk Aryan terasa mengiris batin. Bukan ini yang ia harapkan. Bukan! Mengapa harus bertemu lagi dengan Aryan ketika hatinya mulai pulih?Air mata Vanilla terus mengalir tanpa jeda. Ia terduduk lemas di lantai sembari memeluk kedua lutut. Cinta yang pernah diberikan oleh Vanilla dengan tulus, ternyata hanya sebuah lelucon bagi Aryan. Vanilla bisa menebak bagaimana dirinya terlihat sangat menyedihkan ketika menjadi topik pembicaraan para putra Aditama. Ia hanya seorang wanita bodoh yang terlihat menyedihkan.“A-aku sa-sangat membencimu, Ar-Aryan.” Napas Vanilla tersengal ketika mengucapkan kalimat itu. Kembali ia memeluk kedua lutut sambil terisak da

    Last Updated : 2024-11-01
  • CEO adalah Maut    BAB 12 - Gavin dan Aryan

    “Mommy Zayn!” Suara wanita dengan Jumpsuit cokelat membungkus tubuh dihiasi obi belt warna hitam setengah berlari menghampiri Vanilla.“Mommy Claire, ada apa?” tanya Vanilla sambil menghaturkan senyuman tipis.Anna sedikit mengatur napasnya yang terengah. Sementara Zayn bersembunyi di balik tubuh Vanilla saat melihat Claire mendekat dengan sang ibu.“Zayn, kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Anna dengan sekotak cokelat di tangan. Ia memerhatikan Zayn lalu melemparkan tatapan pada Vanilla. “Mom, aku mau minta maaf soal kejadian kemarin.”“Kemarin?” Vanilla masih tidak paham dengan maksud pembicaraan Anna.“Iya kemarin Claire tidak sengaja mendorong Zayn ke kolam. Aku benar-benar minta maaf, Mom.”Pengakuan Anna kontan membuat Vanilla sedikit terkejut lalu ia mengusap puncak kepala Zayn dan melihat pada Claire yang juga bersembunyi di balik tubuh sang ibu.“Claire, say sorry sama Zayn dan Tante Vanilla,” pinta Anna kepada sang putri.Claire hanya bisa menatap sang ibu dengan mata ketakutan,

    Last Updated : 2024-11-02
  • CEO adalah Maut    BAB 13 - Ayah Zayn yg sebenarnya

    Aryan merendahkan tubuhnya di balik kemudia seraya menggulirkan jemari pada layar iPad. Ia membuka undangan dari Chakko hotel Singapura yang akan meresmikan taman bermain dalam area hotel. Salah satu sudut bibir Aryan terangkat ke atas, sebab sudah lama menunggu hari itu datang. Setelah dua tahun proses pembangunan, taman bermain buah pikirannya itu bisa dibuka.Mematikan layar iPad lalu Aryan mengamati dengan seksama obyek yang sedari tadi menjadi incarannya itu. Hari ini Aryan memilih untuk melakukan zoom meeting di dalam mobil sambil mengamati Vanilla. Sesekali ia membenarkan kacamata hitam yang bertengger di tulang hidung sambil menyembunyikan wajah jika Vanilla merasa dirinya sedang diamati. Aneh! Bagaimana bisa Aryan Aditama menjadi stalker?Well, keinginan tersebut muncul begitu saja di benak Aryan setelah mengunjungi The Heights dan memastikan pembangunan kafe di sana berjalan dengan baik.“Aku hanya penasaran saja. Aryan Aditama kalau sudah penasaran bisa melakukan apapun!” om

    Last Updated : 2024-11-02
  • CEO adalah Maut    BAB 14 - Wanita yang menggemaskan

    “Oh jadi dia kekasih kamu setelah sama aku,” gumam Aryan yang diabaikan oleh Vanilla.Well, awalnya Vanilla mengira kisah asmara mereka nyata, tetapi ternyata pura-pura. Ia memberikan keseriusan, dan Aryan hanya menganggapnya sebagai permainan. Ah, terkadang lucu juga jalan hidup manusia yang penuh sandiwara ini.Mobil Aryan menepi dan masuk ke dalam pelataran villa yang lengang. Taman yang teduh dengan beberapa pohon mangga menyambut kedatangan mereka disertai embusan angin lembut.Setelah mobil berhenti, Vanilla langsung turun dan membuat Aryan menahan ucapannya.“Mau a—.” Aryan mendesah. Baru saja mau menawarkan bantuan, Vanilla sudah terjun dari mobil dengan pijakan tinggi itu dan membuka pintu kursi penumpang.Langkah Vanilla semakin memburu setelah memeriksa waktu pada arloji dengan strap yang dibuat dari tali makrame. Salah satu produk terbaru yang akan diluncurkan olehnya bulan depan.Senyuman samar tercetak jelas di wajah Aryan ketika mengamati tingkah Vanilla yang tidak ingin

    Last Updated : 2024-11-03

Latest chapter

  • CEO adalah Maut    Bab 51- Akhir cerita

    Aryan kamu bilang kita mau ke tempat bermain, kenapa tiba-tiba ke Singapura sih?” Vanilla masih saja mengomel saat pesawat pribadi Aryan terbang di atas awan.“Di Singapura juga ada taman bermain, Universal Studio. Lagipula Zayn happy loh, ya kan Sayang?” Aryan meminta persetujuan dari sang putra dan mendapatkannya dengan anggukan kepala.Aryan terkekeh lalu mencium Zayn dengan gemas. “Ah, anak Daddy. Zayn bisa pergi kemana aja yang Zayn mau.”“Bener Daddy?” Kedua mata Zayn membola. Ia tampak takjub saat sang ayah akan mengabulkan semua keinginannya.“Tentu saja,” jawab Aryan seraya memeluk erat sang putra.“Tapi, butuh banyak uang Daddy,” cicit Zayn.Aryan kembali terkekeh. “Daddy punya banyak sekali uang. Zayn boleh habiskan semuanya.”Melihat kedua laki-laki beda usia itu, Vanilla hanya bisa menggeleng. Zayn sangat menempel kepada Aryan, seperti

  • CEO adalah Maut    Bab 50- Menjelang Final

    Ah, pelan-pelan, Dok.” Aryan merintih kala Dokter Surya mengusap luka pada sudut bibirnya. Ia melirik pada pribadi Dokter Surya yang justru sengaja mengusap luka Aryan dengan penuh tekanan.“Ini kenapa lagi?” tanya Dokter Surya yang sudah hafal dengan kelakukan Aryan. Ia selalu membantah ucapan Aditama dan berakhir dengaan pertikaian. Iris hitamnya melirik pada Vanilla yang sedang menyiapkan kompres air dingin untuk luka lebam Aryan. “Apa karena wanita itu?”“Bukan,” jawab Aryan singkat.“Kamu dan Daddy kamu itu sama saja,” ujar Dokter Surya mengoleskan obat untuk mengurangi lebam Aryan dengan hati-hati.“Ah. Shhhh.” Dahi Aryan berkerut karena rasa perih yang ditimbulkan. “Kami sangat berbeda. Jangan pernah samakan aku dengan dia, kami sangatlah berbeda.”“Sama saja, suka menyimpan kesedihan seorang diri,” tambah Dokter Surya.Alih-alih menanggapi denga

  • CEO adalah Maut    Bab 49 - Mencintainya

    Sudah satu hari Aryan tidak memberikan kabar. Pria bertato itu bahkan tidak memperlihatkan batang hidungnya sama Sudah satu hari Aryan tidak memberikan kabar. Pria bertato itu bahkan tidak memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Berulang kali Vanilla menghubungi Aryan sebab tidak bisa menahan diri. Namun, hanya suara operator yang didengarnya.Tangan Vanilla memasukkan aneka sayuran ke dalam panci dengan pikiran melayang. Mengambil pisau untuk mengiris sosis sebagai campuran. Netra Vanilla melihat ke arah benda tajam itu, tetapi fokusnya terpecah. Ia terus memotong hingga tanpa sadar ujung jari menjadi sasaran.“Aw!” seru Vanilla saat permukaan kulitnya tergores. Sontak ia menghisap darah yang keluar untuk membekukannya. Ia tidak bisa membohongi diri sendiri jika keadaan Aryan kini tenang meracau benak. “Kamu dimana Aryan?”Entah mengapa hati Vanilla merasa tidak enak setiap memikirkan pria itu. Ia tidak benar-benar yakin jika Aryan akan pergi begitu saja. Vanilla merasa jika pr

  • CEO adalah Maut    Bab 48 - Aryan pergi

    BAB 48Netra Aryan terus memperhatikan sang putra yang sedang menyantap ayam goreng dengan lahap. Sesekali senyum tipis terulas di bibir Zayn yang belepotan saus tomat. Mengonsumsi makanan cepat saji adalah hal yang paling membahagiakan bagi Zayn. Sebab Vanilla hanya memberikan jatah satu kali dalam satu bulan.“Belepotan ya, Daddy?” Zayn meringis saat Aryan membersihkan bibirnya dengan tisu.Aryan menanggapi celetukan Zayn dengan kekehan. “It’s Okay. Enak?”“Enak banget, Daddy. Boleh nggak sih kalau aku makan kayak gini setiap hari?” cicit Zayn sambil terus mengunyah kulit ayam dengan bumbu yang merasuk hingga ke dalam dagingnya.“Nggak boleh, nanti Mommy marah,” jawab Aryan. “Bukannya Mommy sering buatin ayam goreng kayak gini buat Zayn?”“Iya.” Zayn menganggukkan kepala dengan antusias sebagai jawaban.“Enak mana sama ini?&

  • CEO adalah Maut    Bab 47-Sebaiknya pergi

    BAB 47Mobil Aryan sudah tiba di alamat tersebut. Ia sengaja memarkirkannya cukup jauh dari lokasi. Melihat rumah itu, Aryan tampak tidak asing dengan Villa dua lantai yang mengambil konsep tropis dengan atap mirip dan open space. Aryan seperti pernah berkunjung ke villa itu. Tetapi kapan?“Aryan, dia meneleponku!” Tangan Vanilla bergetar saat nomor tersebut menghubunginya.“Terima saja dan bilang kamu akan pergi seorang diri. Aku akan berada di belakang kamu. Okay?” terang Aryan.Vanilla mengangguk paham. Lalu ia menelan saliva dan menerima panggilan tersebut.[“Halo Vanilla, kamu tidak membawa Aryan bukan?”]“Tentu saja tidak,” jawab Vanilla mengontrol suaranya agar tidak bergetar.[“Kamu sebaiknya bergegas. Zayn sedang bermain di sini, dan kita bisa membuat negosiasi yang akan menguntungkan kita berdua. Cepatlah.”]Panggilan keduanya terput

  • CEO adalah Maut    Bab 46 - Pencarian Zayn

    Pakai mobil Tante aja, Van. Kamu lagi panik, bahaya.” Tangan Hestia langsung menarik pergelangan Vanilla untuk masuk ke dalam mobilnya. Vanilla hanya bisa menurut, otaknya seolah beku dan sulit digunakan untuk berpikir.Hestia yang dikenal jago mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi langsung melaju. Mercedes warna silver itu membelah jalanan Badung menuju ke kios Vanilla yang terletak tidak jauh dari kafe tempat pertemuan mereka.Earphone terpasang di salah satu telinga Hestia. Sesekali matanya melirik pada layar dashboard untuk memastikan sambungan telepon kepada sang putra. Hestia berdecak kesal sebab Aryan tidak kunjung menjawab panggilan tersebut.“Kemana sih Aryan,” gerutu Hestia seraya mengendalikan kemudi serta kecepatan.Dengan gesit, Hestia menyalip mobil serta motor yang menghalangi jalannya. Sementara itu Vanilla masih menggerakkan kedua kaki sebab gusar. Dalam hati ia merapalkan doa supaya hal buruk tidak mendeka

  • CEO adalah Maut    Bab 45- Zayn Menghilang

    BAB 45Cahaya mentari yang menerobos celah tirai membuat Aryan menggeliat pelan. Ia meregangkan otot punggung sambil menguap. Berulang kali mengerjapkan mata untuk menjernihkan pandangan. Aryan melihat waktu pada ponsel. Seingatnya ia masih melakukan panggilan video dengan Vanilla. Tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya saling menatap hingga Vanilla tertidur, tetapi Aryan enggan untuk mematikan panggilan mereka. Aryan ikut tertidur lalu panggilan mereka terputus karena daya baterai ponsel Vanilla habis.Kaki Aryan mengayun turun dari ranjang. Dengan langkah yang terseret ia menuruni tangga lantai satu dan mendapatkan sambutan dari sang putra yang tampak akrab bersama Narendra, Vian dan Jival.“Apa yang kalian lakukan pagi-pagi begini?” Pertanyaan Aryan ditujukan pada Jival dan Vian. “Harusnya kalian kerja supaya Daddy nggak narik saham kalian.’“Bad news, Aryan. Harusnya kamu yang khawatir soal it

  • CEO adalah Maut    Bab 44 - Can I eat your… lips?

    BAB 44 (21+)“Can i eat your ….” Iris gelap Aryan melihat ke arah bibir Sarah yang menggigit sensual. Jemari Aryan bergerak atraktif untuk mengusap bibir wanita itu.“Yes, you can,” jawab Sarah diikuti anggukan kepala.Tanpa membuang waktu, Aryan lantas melahap habis bibir Sarah sembari memasukkan tangannya ke dalam blouse wanita itu. Kecupan yang tercipta semakin bergairah hingga suhu tubuh mereka naik drastis.Jemari Aryan bergerak dengan ahli, melepaskan kaitan bra milik Sarah dan membuangnya sembarangan pada lantai. Pagutan mereka masih menyatu satu sama lain, seperti magnet yang saling tarik menarik.Dengan memanfaatkan ruang yang cukup sempit, Aryan mengangkat tubuh Sarah untuk duduk di atas buffet empat laci yang memiliki tinggi pas. Mereka bersembunyi di balik pintu studio kios Vanilla. Hanya ada lampu remang-remang sumber pencahayaan mereka.Ikut bergerak aktif, Sarah

  • CEO adalah Maut    BAB 43 - Aryan Vs Gavin

    Setelah malam mendebarkan itu, Vanilla melakukan aktivitas seperti biasanya. Bangun lebih awal untuk mempersiapkan sarapan dan bekal snack untuk Zayn. Rasanya rutinitas pagi itu tidak akan dilewatkan oleh Vanilla, meskipun sang putra sudah beranjak dewasa.Mengenai semalam, Vanilla tidak akan pernah lupa. Momen yang sangat berharga saat pertama kali Zayn menyebut Aryan dengan sebutan ‘Daddy’. Melihat sang putra memeluk ayahnya dengan sangat erat. Vanilla sangat bahagia bisa tiba di tahap yang semula sangat menakutkan itu.“Bu, ini saya cuci sekalian ya?” tanya Mbok Dar yang baru tiba 30 menit yang lalu. Ia memperlihatkan waslap yang teronggok di atas meja.Vanilla menoleh setelah meniriskan kudapan ringan untuk Zayn. Hari ini Zayn minta dibuatkan sosis dan nugget bentuk bintang.“Iya, Mbok cuci sekalian semua ya,” terang Vanilla. “Nanti saya ada kegiatan di Denpasar selama 2 hari. Mbok Dar cukup sapu pel aja ya.”Tangan Vanilla bergerak aktif untuk meletakkan piring kotor di wastafel

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status