Aryan merendahkan tubuhnya di balik kemudia seraya menggulirkan jemari pada layar iPad. Ia membuka undangan dari Chakko hotel Singapura yang akan meresmikan taman bermain dalam area hotel. Salah satu sudut bibir Aryan terangkat ke atas, sebab sudah lama menunggu hari itu datang. Setelah dua tahun proses pembangunan, taman bermain buah pikirannya itu bisa dibuka.Mematikan layar iPad lalu Aryan mengamati dengan seksama obyek yang sedari tadi menjadi incarannya itu. Hari ini Aryan memilih untuk melakukan zoom meeting di dalam mobil sambil mengamati Vanilla. Sesekali ia membenarkan kacamata hitam yang bertengger di tulang hidung sambil menyembunyikan wajah jika Vanilla merasa dirinya sedang diamati. Aneh! Bagaimana bisa Aryan Aditama menjadi stalker?Well, keinginan tersebut muncul begitu saja di benak Aryan setelah mengunjungi The Heights dan memastikan pembangunan kafe di sana berjalan dengan baik.“Aku hanya penasaran saja. Aryan Aditama kalau sudah penasaran bisa melakukan apapun!” om
“Oh jadi dia kekasih kamu setelah sama aku,” gumam Aryan yang diabaikan oleh Vanilla.Well, awalnya Vanilla mengira kisah asmara mereka nyata, tetapi ternyata pura-pura. Ia memberikan keseriusan, dan Aryan hanya menganggapnya sebagai permainan. Ah, terkadang lucu juga jalan hidup manusia yang penuh sandiwara ini.Mobil Aryan menepi dan masuk ke dalam pelataran villa yang lengang. Taman yang teduh dengan beberapa pohon mangga menyambut kedatangan mereka disertai embusan angin lembut.Setelah mobil berhenti, Vanilla langsung turun dan membuat Aryan menahan ucapannya.“Mau a—.” Aryan mendesah. Baru saja mau menawarkan bantuan, Vanilla sudah terjun dari mobil dengan pijakan tinggi itu dan membuka pintu kursi penumpang.Langkah Vanilla semakin memburu setelah memeriksa waktu pada arloji dengan strap yang dibuat dari tali makrame. Salah satu produk terbaru yang akan diluncurkan olehnya bulan depan.Senyuman samar tercetak jelas di wajah Aryan ketika mengamati tingkah Vanilla yang tidak ingin
Saat merasakan pergerakan tangan Aryan yang menyentuh dagunya, Vanilla menggeliat karena terusik. Kontan ia menampar tangan Aryan dengan kencang. Hingga membuat Aryan terkesiap.“Ngapain kamu!” seru Vanilla ketus.Tangan Aryan terlempar hingga membentur dashboard mobil. Suara benturannya terdengar cukup keras. Aryan mengernyitkan dahi sambil meringis untuk menahan rasa sakit.“Kamu kasar banget sih, Van.” Aryan mengibaskan tangannya sebab rasa panas yang mulai menyelimuti. Ia masih mengernyit sambil sesekali melirik pada pribadi Vanilla dari ekor mata.“Lagian kamu ngapain sih!” Vanilla memundurkan posisi duduk dan berusaha menghindar dari sentuhan Aryan. Ia tidak mau sifat buas Aryan kembali lagi dan membuat Zayn memiliki adik dalam waktu dekat.Astaga Vanilla! Apa yang kamu pikirkan!Kepala Vanilla menggeleng samar karena pikiran aneh yang mendadak muncul di kepala. Well, Vanilla tidak bisa menampik sifat liar Aryan yang bisa tiba-tiba merobohkan dinding pertahanannya.“Aku nggak nga
“Ngapain kamu kesini?” tanya Gavin tidak mau berbasa-basi.“Ada larangan? Ini tempat umum, siapa saja bisa berkunjung jika mau,” jawab Aryan sangat tenang. Ia sama sekali terintimidasi tatapan Gavin yang tajam seperti predator yang ingin menerkam mangsanya.Gavin terkekeh lalu melipatkan tangan di depan dada. “Tidak ada larangan memang, tetapi sedikit mengejutkan bertemu dengan Aryan Aditama di pre primary school seperti ini.” Gavin menjeda ucapannya sambil memutar bola matanya ke area sekolah dengan halaman yang lega dan banyak permainan untuk anak kindergarten. “Kalau di klub baru tidak mengejutkan.”“Kamu akan mulai terbiasa,” jawab Aryan dengan senyuman miring. Baru melangkah, Aryan berhenti tepat di sisi Gavin. “Kamu sebaiknya menjaga Vanilla sebelum jatuh ke pelukanku.”“Kenapa baru sekarang, Aryan?” tanya Gavin dengan suaranya yang berat.Aryan menghentikan lalu berbalik pada Gavin. “Apa maksudmu?”“Kenapa baru sekarang kamu datang? Kemana kamu dulu saat Vanilla membutuhkan sand
Sorakan para penonton yang terdiri dari ayah dan anak di Rainbow playgroup and pre primary school memenuhi ruangan yang memiliki dinding kaca itu. Kursi ditata berhadapan dan membuat celah di bagian tengah yang digunakan untuk lomba kekompakan ayah dan anak.Zayn duduk di pundak Aryan lengkap dengan kostum Batman dan topengnya. Di tangan Zayn sudah ada bola berukuran sedang yang harus dimasukkan ke dalam tong besar di ujung ruangan. Sementara Aryan sudah siap untuk berlari dengan kedua mata tertuju pada target.“Are you ready, Boy?” tanya Aryan sambil menoleh ke Zayn.“Ready!” jawab Zayn semangat. “Om, sorry. Bolehkah aku pegangan di rambut Om? Soalnya kata Mommy itu nggak sopan, so i must get permission first.” (Jadi, aku harus dapat izin terlebih dahulu)Aryan terkekeh. “Of course!” (Tentu)“Om harus berlari seperti singa,” celetuk Zayn.Dahi Aryan mengerut kemudian sedikit mendongak pada pribadi Zayn. “Kok singa, bukan cheetah? Cheetah larinya lebih kencang dibandingkan singa.”“Ehm
Kedua mata Zayn yang basah masih melihat ke arah Aryan. Ia berjalan dengan tangan yang digandeng oleh Gavin. Lalu Vanilla membuntuti mereka.Aryan hanya bisa mendesah dengan piala di tangan kiri serta helaian rambut Zayn yang sudah terbungkus rapi dengan tisu. Ia harus mendapatkan jawaban dari serentetan pertanyaan yang beberapa hari ini bergumul hebat di dalam pikiran.Kaki Aryan mengayun pelan menuju ke dalam mobil yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa itu. Ia meletakkan pelan piala tersebut di kursi samping kemudi lalu merogoh saku dalam.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Aryan untuk mendapatkan jawaban dari si penerima telepon. Suara Tino langsung menyeruak di rungu Aryan.[“Ya, Tuan muda. Ada lagi yang bisa saya bantu?”]Suara siaga dari Tino membuat Aryan melemparkan punggung di sandaran kursi belakang kemudi. “Ada yang harus kamu lakukan untukku, Tino.”[“Apa Tuan muda?”]“Aku minta hasil tes DNA helaian rambut yang aku bawa ini, segera,” tandas Aryan.“Baik, Tuan muda,” jawab
Aryan Aditama selalu memiliki cara untuk melancarkan rencananya. Well, seperti hari ini. Aryan datang ke Rainbow pre primary school untuk menjadi salah satu donatur tetap sekolah berstandar internasional tersebut. Itu hanyalah salah satu alasan Aryan agar bisa berjumpa dengan Zayn. Tentu saja ia tidak bisa secara terang-terangan minta izin pada Vanilla. Membayangkan raut marah Vanilla yang mirip dengan Leona membuat Aryan sedikit bergidik ngeri.“Terima kasih banyak, Pak Aryan,” ucap seorang wanita dengan rambut sasakan cukup tinggi dengan senyuman semringahnya.“Sama-sama, Bu. Saya sangat senang bisa menjadi bagian dari sekolah ini,” terang Aryan yang ikut mengulas senyuman untuk Sharmila, kepala yayasan Rainbow school.“Kami tidak hanya mengelola Rainbow pre primary school saja, tetapi juga Rainbow special needs school. Semua anak luar biasa dari kalangan manapun kami rawat dengan sepenuh hati.” Sharmila menjeda ucapannya sebentar seraya melebarkan senyuman. “Seluruh donasi yang dibe
Salah satu tangan Gavin meremas pinggang ramping Vanilla. Sementara tangan yang lain mengelus lembut pipinya sambil terus memberikan lumatan dalam penuh tuntutan. Pun Vanilla menyambut kecupan dari Gavin dengan sangat mahir hingga semakin membuat milik pria itu mengeras. Tidak bisa menahan gelora panas yang semakin menguasai diri, Gavin menggendong Vanilla di pinggang tanpa ingin melepaskan tautan bibir mereka. Kakinya mengayun pelan menuju ke kamar Vanilla yang terletak tidak jauh dari balkon lantai dua. Mereka masih saling menyapukan lidah satu sama lain. Dalam benak Vanilla hanya terbesit satu hal. Ia harus membuat Aryan sadar diri dan pergi menjauh. Jemari Gavin dengan nakal mulai menyingkap dress yang melekuk tubuh Vanilla setelah menjatuhkannya di atas ranjang. Ia bergerak dengan buru-buru untuk membuka satu per satu kancing dan melihat betapa mulus kulit porcelain di balik dress tersebut. Namun, gerakan jemari Gavin terhenti saat Vanilla melepaskan ciuman dan membuka kedua mat
Aryan kamu bilang kita mau ke tempat bermain, kenapa tiba-tiba ke Singapura sih?” Vanilla masih saja mengomel saat pesawat pribadi Aryan terbang di atas awan.“Di Singapura juga ada taman bermain, Universal Studio. Lagipula Zayn happy loh, ya kan Sayang?” Aryan meminta persetujuan dari sang putra dan mendapatkannya dengan anggukan kepala.Aryan terkekeh lalu mencium Zayn dengan gemas. “Ah, anak Daddy. Zayn bisa pergi kemana aja yang Zayn mau.”“Bener Daddy?” Kedua mata Zayn membola. Ia tampak takjub saat sang ayah akan mengabulkan semua keinginannya.“Tentu saja,” jawab Aryan seraya memeluk erat sang putra.“Tapi, butuh banyak uang Daddy,” cicit Zayn.Aryan kembali terkekeh. “Daddy punya banyak sekali uang. Zayn boleh habiskan semuanya.”Melihat kedua laki-laki beda usia itu, Vanilla hanya bisa menggeleng. Zayn sangat menempel kepada Aryan, seperti
Ah, pelan-pelan, Dok.” Aryan merintih kala Dokter Surya mengusap luka pada sudut bibirnya. Ia melirik pada pribadi Dokter Surya yang justru sengaja mengusap luka Aryan dengan penuh tekanan.“Ini kenapa lagi?” tanya Dokter Surya yang sudah hafal dengan kelakukan Aryan. Ia selalu membantah ucapan Aditama dan berakhir dengaan pertikaian. Iris hitamnya melirik pada Vanilla yang sedang menyiapkan kompres air dingin untuk luka lebam Aryan. “Apa karena wanita itu?”“Bukan,” jawab Aryan singkat.“Kamu dan Daddy kamu itu sama saja,” ujar Dokter Surya mengoleskan obat untuk mengurangi lebam Aryan dengan hati-hati.“Ah. Shhhh.” Dahi Aryan berkerut karena rasa perih yang ditimbulkan. “Kami sangat berbeda. Jangan pernah samakan aku dengan dia, kami sangatlah berbeda.”“Sama saja, suka menyimpan kesedihan seorang diri,” tambah Dokter Surya.Alih-alih menanggapi denga
Sudah satu hari Aryan tidak memberikan kabar. Pria bertato itu bahkan tidak memperlihatkan batang hidungnya sama Sudah satu hari Aryan tidak memberikan kabar. Pria bertato itu bahkan tidak memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Berulang kali Vanilla menghubungi Aryan sebab tidak bisa menahan diri. Namun, hanya suara operator yang didengarnya.Tangan Vanilla memasukkan aneka sayuran ke dalam panci dengan pikiran melayang. Mengambil pisau untuk mengiris sosis sebagai campuran. Netra Vanilla melihat ke arah benda tajam itu, tetapi fokusnya terpecah. Ia terus memotong hingga tanpa sadar ujung jari menjadi sasaran.“Aw!” seru Vanilla saat permukaan kulitnya tergores. Sontak ia menghisap darah yang keluar untuk membekukannya. Ia tidak bisa membohongi diri sendiri jika keadaan Aryan kini tenang meracau benak. “Kamu dimana Aryan?”Entah mengapa hati Vanilla merasa tidak enak setiap memikirkan pria itu. Ia tidak benar-benar yakin jika Aryan akan pergi begitu saja. Vanilla merasa jika pr
BAB 48Netra Aryan terus memperhatikan sang putra yang sedang menyantap ayam goreng dengan lahap. Sesekali senyum tipis terulas di bibir Zayn yang belepotan saus tomat. Mengonsumsi makanan cepat saji adalah hal yang paling membahagiakan bagi Zayn. Sebab Vanilla hanya memberikan jatah satu kali dalam satu bulan.“Belepotan ya, Daddy?” Zayn meringis saat Aryan membersihkan bibirnya dengan tisu.Aryan menanggapi celetukan Zayn dengan kekehan. “It’s Okay. Enak?”“Enak banget, Daddy. Boleh nggak sih kalau aku makan kayak gini setiap hari?” cicit Zayn sambil terus mengunyah kulit ayam dengan bumbu yang merasuk hingga ke dalam dagingnya.“Nggak boleh, nanti Mommy marah,” jawab Aryan. “Bukannya Mommy sering buatin ayam goreng kayak gini buat Zayn?”“Iya.” Zayn menganggukkan kepala dengan antusias sebagai jawaban.“Enak mana sama ini?&
BAB 47Mobil Aryan sudah tiba di alamat tersebut. Ia sengaja memarkirkannya cukup jauh dari lokasi. Melihat rumah itu, Aryan tampak tidak asing dengan Villa dua lantai yang mengambil konsep tropis dengan atap mirip dan open space. Aryan seperti pernah berkunjung ke villa itu. Tetapi kapan?“Aryan, dia meneleponku!” Tangan Vanilla bergetar saat nomor tersebut menghubunginya.“Terima saja dan bilang kamu akan pergi seorang diri. Aku akan berada di belakang kamu. Okay?” terang Aryan.Vanilla mengangguk paham. Lalu ia menelan saliva dan menerima panggilan tersebut.[“Halo Vanilla, kamu tidak membawa Aryan bukan?”]“Tentu saja tidak,” jawab Vanilla mengontrol suaranya agar tidak bergetar.[“Kamu sebaiknya bergegas. Zayn sedang bermain di sini, dan kita bisa membuat negosiasi yang akan menguntungkan kita berdua. Cepatlah.”]Panggilan keduanya terput
Pakai mobil Tante aja, Van. Kamu lagi panik, bahaya.” Tangan Hestia langsung menarik pergelangan Vanilla untuk masuk ke dalam mobilnya. Vanilla hanya bisa menurut, otaknya seolah beku dan sulit digunakan untuk berpikir.Hestia yang dikenal jago mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi langsung melaju. Mercedes warna silver itu membelah jalanan Badung menuju ke kios Vanilla yang terletak tidak jauh dari kafe tempat pertemuan mereka.Earphone terpasang di salah satu telinga Hestia. Sesekali matanya melirik pada layar dashboard untuk memastikan sambungan telepon kepada sang putra. Hestia berdecak kesal sebab Aryan tidak kunjung menjawab panggilan tersebut.“Kemana sih Aryan,” gerutu Hestia seraya mengendalikan kemudi serta kecepatan.Dengan gesit, Hestia menyalip mobil serta motor yang menghalangi jalannya. Sementara itu Vanilla masih menggerakkan kedua kaki sebab gusar. Dalam hati ia merapalkan doa supaya hal buruk tidak mendeka
BAB 45Cahaya mentari yang menerobos celah tirai membuat Aryan menggeliat pelan. Ia meregangkan otot punggung sambil menguap. Berulang kali mengerjapkan mata untuk menjernihkan pandangan. Aryan melihat waktu pada ponsel. Seingatnya ia masih melakukan panggilan video dengan Vanilla. Tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya saling menatap hingga Vanilla tertidur, tetapi Aryan enggan untuk mematikan panggilan mereka. Aryan ikut tertidur lalu panggilan mereka terputus karena daya baterai ponsel Vanilla habis.Kaki Aryan mengayun turun dari ranjang. Dengan langkah yang terseret ia menuruni tangga lantai satu dan mendapatkan sambutan dari sang putra yang tampak akrab bersama Narendra, Vian dan Jival.“Apa yang kalian lakukan pagi-pagi begini?” Pertanyaan Aryan ditujukan pada Jival dan Vian. “Harusnya kalian kerja supaya Daddy nggak narik saham kalian.’“Bad news, Aryan. Harusnya kamu yang khawatir soal it
BAB 44 (21+)“Can i eat your ….” Iris gelap Aryan melihat ke arah bibir Sarah yang menggigit sensual. Jemari Aryan bergerak atraktif untuk mengusap bibir wanita itu.“Yes, you can,” jawab Sarah diikuti anggukan kepala.Tanpa membuang waktu, Aryan lantas melahap habis bibir Sarah sembari memasukkan tangannya ke dalam blouse wanita itu. Kecupan yang tercipta semakin bergairah hingga suhu tubuh mereka naik drastis.Jemari Aryan bergerak dengan ahli, melepaskan kaitan bra milik Sarah dan membuangnya sembarangan pada lantai. Pagutan mereka masih menyatu satu sama lain, seperti magnet yang saling tarik menarik.Dengan memanfaatkan ruang yang cukup sempit, Aryan mengangkat tubuh Sarah untuk duduk di atas buffet empat laci yang memiliki tinggi pas. Mereka bersembunyi di balik pintu studio kios Vanilla. Hanya ada lampu remang-remang sumber pencahayaan mereka.Ikut bergerak aktif, Sarah
Setelah malam mendebarkan itu, Vanilla melakukan aktivitas seperti biasanya. Bangun lebih awal untuk mempersiapkan sarapan dan bekal snack untuk Zayn. Rasanya rutinitas pagi itu tidak akan dilewatkan oleh Vanilla, meskipun sang putra sudah beranjak dewasa.Mengenai semalam, Vanilla tidak akan pernah lupa. Momen yang sangat berharga saat pertama kali Zayn menyebut Aryan dengan sebutan ‘Daddy’. Melihat sang putra memeluk ayahnya dengan sangat erat. Vanilla sangat bahagia bisa tiba di tahap yang semula sangat menakutkan itu.“Bu, ini saya cuci sekalian ya?” tanya Mbok Dar yang baru tiba 30 menit yang lalu. Ia memperlihatkan waslap yang teronggok di atas meja.Vanilla menoleh setelah meniriskan kudapan ringan untuk Zayn. Hari ini Zayn minta dibuatkan sosis dan nugget bentuk bintang.“Iya, Mbok cuci sekalian semua ya,” terang Vanilla. “Nanti saya ada kegiatan di Denpasar selama 2 hari. Mbok Dar cukup sapu pel aja ya.”Tangan Vanilla bergerak aktif untuk meletakkan piring kotor di wastafel