Beranda / Romansa / CEO adalah Maut / BAB 20 - Cinta Gavin untuk Vanilla

Share

BAB 20 - Cinta Gavin untuk Vanilla

Penulis: LoVelly09
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-15 09:58:25
Salah satu tangan Gavin meremas pinggang ramping Vanilla. Sementara tangan yang lain mengelus lembut pipinya sambil terus memberikan lumatan dalam penuh tuntutan. Pun Vanilla menyambut kecupan dari Gavin dengan sangat mahir hingga semakin membuat milik pria itu mengeras.

Tidak bisa menahan gelora panas yang semakin menguasai diri, Gavin menggendong Vanilla di pinggang tanpa ingin melepaskan tautan bibir mereka. Kakinya mengayun pelan menuju ke kamar Vanilla yang terletak tidak jauh dari balkon lantai dua. Mereka masih saling menyapukan lidah satu sama lain. Dalam benak Vanilla hanya terbesit satu hal. Ia harus membuat Aryan sadar diri dan pergi menjauh.

Jemari Gavin dengan nakal mulai menyingkap dress yang melekuk tubuh Vanilla setelah menjatuhkannya di atas ranjang. Ia bergerak dengan buru-buru untuk membuka satu per satu kancing dan melihat betapa mulus kulit porcelain di balik dress tersebut. Namun, gerakan jemari Gavin terhenti saat Vanilla melepaskan ciuman dan membuka kedua mat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • CEO adalah Maut    BAB 21 - Hasil Tes DNA

    Jakun Aryan naik turun setelah membaca hasil tes Dna yang masih setia menunjukkan angka probability 99,999 persen. Rungu Aryan seolah tuli dengan panggilan dari Tino yang memberitahu jika sebentar lagi mereka akan mendarat di Changi Airport. Pikiran Aryan melanglang buana ke empat tahun silam. Ia kembali mengorek memori saat Vanilla pergi tanpa pamit dari apartemennya. Ternyata wanita itu pergi dengan janin yang sekarang tumbuh menjadi bocah berusia 4 tahun. “Tuan muda.” Panggilan dari Tino tidak juga menyadarkan Aryan dari lamunan. “Tuan, kita sudah sampai.” Dengan kedua mata nanar, Aryan menoleh pada Tino dan bersusah payah menggerakkan lidahnya. “Kita kembali.”“Ma-maaf, Tuan. Kembali? Maksudnya ke Bali?” Tino kembali menegaskan. Pun ia menggosok telinga berulang untuk memastikan jika rungunya masih berfungsi dengan benar. “Right now, Tino!” (Sekarang) Tangan Aryan mengepal kuat diikuti otot pelipis yang tercetak jelas. Kedua bagian giginya saling beradu hingga terdengar suara ge

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • CEO adalah Maut    BAB 22 - Ayah Zayn yang sebenarnya

    Sikap Aryan yang masih terdiam dengan kedua tangan menopang di atas paha, membuat Vanilla tidak bisa berhenti memprovokasinya. Aryan yang terlihat kuat tidak terkalahkan sekarang tampak tidak berdaya. Ia berulang kali menyugar rambut frustrasi. “Kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak berniat masuk dalam keluarga Aditama dan menghambatmu menjadi penerus bisnis keluargamu,” terang Vanilla tanpa ragu. Aryan menoleh pas Vanilla yang duduk di ujung kursi. Ada jarak cukup lebar di antara tempat duduk mereka. “Kamu bisa berpikir sejauh itu?” tanya Aryan dengan dahi yang berkerut. Ia memang brengsek, tetapi apakah sebrengsek itu? “Tentu saja. Aku sekarang bisa berpikir sangat jauh mengenai seseorang, Aryan. Karena kebodohanku di masa lalu.” Vanilla menjeda ucapannya saat masa lalu yang menyayat hati kembali terlintas di benak. “Dulu dengan mudah aku memberikan semua hatiku untuk pria yang nyatanya hanya bermain-main denganku.” Aryan mendesah jengah. Sudah ratusan kali ia mendengar Vanilla m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • CEO adalah Maut    BAB 24 - Menjadi ayah yang baik

    “Have fun ya, Sayang.” Vanilla merapikan kerah batik Zayn dengan warna dasar biru dipadukan motif kuning keemasan. “Mommy akan jemput tepat waktu. Oke.” Jemari Vanilla menyisir rambut pendek Zayn. “Oke Mommy.” Tanpa permisi Zayn lantas mengecup pipi sang ibu. Hal tersebut membuat Vanilla tersenyum lebar. “Sayang Mommy.”“Really?” “Of course. Mommy sebesar apa?” Zayn mengetuk pelipisnya lalu merentangkan tangannya lebar. “Sebesar ini. So many many.” Vanilla terkekeh. Bagaimana ia tidak begitu mencintai sang putra jika sangat lucu dan menggemaskan seperti ini? “Ya udah, buruan masuk. Itu udah ditunggu sama Jason,” ucap Vanilla yang menangkap sosok satu bocah berambut pirang dan hitam di lobi sekolah.“Zayn!” teriak Jason dan Will sambil melambaikan tangan. “Oke. I’m coming!” Zayn berlari menuju ke sahabatnya lalu menoleh pada Vanilla dan melambaikan tangan penuh semangat. “Bye Mommy!” Senyuman Vanilla masih tercetak sambil membalas lambaian tangan Zayn. Kemudian ia masuk ke dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • CEO adalah Maut    BAB 25 - Tidak ada kesempatan kedua

    Mengikuti arah mata Vanilla, Aryan ikut melihat pada telapak tangan yang semula sudah terbalut perban dan mengeluarkan warna merah dari sana. Hingga menetes dan meninggalkan jejak pada lantai kayu Vanilla.“Kok bisa? Kenapa tadi?” Sontak Vanilla segera meraih tangan Aryan lantas membuka satu persatu laci pada meja untuk mencari kotak obat. Sebab panik, Vanilla jadi lupa dimana meletakkan kotak yang berisi obat-obatan lengkap itu. Sementara netra Aryan mengikuti arah gerak Vanilla dan tidak terganggu dengan rasa nyeri yang terasa di seluruh telapak tangan. Ia hanya bergeming ketika Vanilla menarik tangannya dan meminta untuk duduk. “Duduk,” pinta Vanilla yang diikuti dengan patuh oleh Aryan. Kening Vanilla sesekali mengernyit ketika membuka perban yang sudah berlumur darah itu. Ia bergerak dengan sangat hati-hati dan memastikan Aryan tidak kesakitan. “Sakit?” tanya Vanilla seraya mendongakkan kepala. Aryan masih menatap Vanilla lekat-lekat dan memberikan gelengan kepala sebagai jawa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • CEO adalah Maut    BAB 26 - Keraguan

    Ayunan kaki Vanilla semakin memburu ketika suara Aryan menyeruak dari balik ponsel. Sesekali ia menoleh untuk memastikan jika tidak ada yang mencuri dengar.“Aryan! Apa-apaan kamu!” seru Vanilla dengan mempertahankan intonasi agar tidak terlayani menarik perhatian Zayn atau Tante Lusi. [“Apa?”]“Aku bisa beliin kebutuhan Zayn. Kamu nggak perlu repot. Dia itu anakku.” [“Aku tahu, Van. Dia juga anakku.”] “Aku nggak butuh uang kamu. Stop beliin barang ke Zayn!” [“Vanilla, aku beli hadiah buat Zayn bukan kamu. Tapi kalau kamu mau, nanti aku siapin buat kamu juga.”]“Aryan! Aku serius.” [“Aku juga serius, Van. Udahlah, kasih kesempatan aku buat bisa bertanggung jawab atas Zayn. Aku Daddy dia.”] “Mommy! Ini keren banget!” Pekikan suara Zayn membuat Vanilla memanjangkan leher dan mendapati bocah itu sedang asyik bermain hoverboard with handle pemberian Aryan. Sementara Tante Lusi bersiaga mengawasi keseimbangan Zayn. [“Zayn sepertinya suka.”] Suara kekehan terdengar dari balik ponsel.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • CEO adalah Maut    BAB 27 - Cinta atau tanggung jawaab?

    Bab 27Tidak lama Aryan mengecup bibir Vanilla. Ia melepaskannya sambil menerka rasa tidak karuan yang bergemuruh di dalam dada. Iris Aryan meneliti wajah Vanilla yang terpejam. Sesekali ia melemparkan tatapan pada Zayn yang tertidur di kursi penumpang. Anak itu seolah memberikan kesempatan pada ayah dan ibunya untuk memadu kasih. Sangat tenang dan tidak terganggu dengan obrolan serius mereka.Permukaan bibir Vanilla basah. Ia ingin merutuki diri sendiri karena sempat menuntut gerakan Aryan yang lebih dari sekedar kecupan.“Gila! Hentikan kegilaan ini Vanila!” Bersamaan dengan peringatan dari otaknya, Vanilla membuka mata lalu mendorong tubuh Aryan untuk menjauh.“Hentikan sikap mesum mu itu Aryan!” pekik Vanilla yang membuat Zayn menggeliat pelan lalu kembali terlelap. Mungkin bocah itu sedikit terusik dengan suara keras sang ibu.“Aku tidak mesum, hanya ingin memastikan perasaanku,” ucap Aryan seolah enggan mengalihkan perhatian dari rupa Vanilla. Jantung Aryan masih berdebar dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • CEO adalah Maut    BAB 28 - Terhubung masa lalu

    Bab 28[“Iya, sepertinya aku akan pulang lebih lama dari perkiraan. Ada banyak hal yang harus aku selesaikan di sini.”]“Nggak apa-apa, hati-hati ya. Oh ya, soal seragam keluarga kamu, aku udah minta saran sama Tante Suci.”[“Kamu urus aja semuanya, Van. Aku yakin pilihan kamu bagus dan pas buat keluarga aku. Nggak perlu tanya sama Mama.”]Vanilla terdiam. Ini bukan mengenai pintar memilih atau tidak. Namun, Vanilla ingin ibu Gavin juga ikut serta menyumbangkan pendapat mengenai seragam yang akan dikenakan pada hari spesial itu. Sikap ibu Gavin bukan seperti mempercayakan semua hal kepada Vanilla, tetapi lebih ke tidak peduli.“Aku akan bawa beberapa contoh ke rumah kamu.”[“Vanilla, kamu langsung pilih aja.”]“Nggak bisa gitu dong, Vin. Bukan aku yang mau pakai, setidaknya aku minta saran sama Mama kamu.”[“Mama udah percaya sama kam

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • CEO adalah Maut    BAB 29 - Berusaha berdamai

    Kaki Vanilla menghentak di tempat seraya meremas handle paper bag di tangan. Padahal ia hanya menemui Mama Gavin, tetapi rasa gugup langsung menyerang. Well, sejak dulu memang hubungan Vanilla dan Suci tidak begitu baik.Sesekali Vanilla melirik waktu pada arloji dengan strap tali makrame di pergelangan tangan. Sudah hampir 45 menit Suci membiarkan Vanilla menunggu di ruang tamu. Suara gelak tawa terdengar dari dalam rumah. Sepertinya Suci sedang aku bercengkrama dengan seseorang. Entah siapa, Vanilla tidak bisa menerka.“Eh, Vanilla. Udah lama nunggu?” Suci berjalan mendekat sambil melepaskan apron yang dipenuhi serpihan tepung di beberapa bagian. Lalu duduk di sofa berhadapan dengan Vanilla.“Baru aja, Tante,” jawab Vanilla berdusta. Bokongnya sudah cukup panas untuk menunggu Suci. Pun segelas minuman tidak dihidangkan untuk membasahi kerongkongan Vanilla yang mengering.“Ada apa?” Suci bertanya tanpa basa-ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23

Bab terbaru

  • CEO adalah Maut    Bab 51- Akhir cerita

    Aryan kamu bilang kita mau ke tempat bermain, kenapa tiba-tiba ke Singapura sih?” Vanilla masih saja mengomel saat pesawat pribadi Aryan terbang di atas awan.“Di Singapura juga ada taman bermain, Universal Studio. Lagipula Zayn happy loh, ya kan Sayang?” Aryan meminta persetujuan dari sang putra dan mendapatkannya dengan anggukan kepala.Aryan terkekeh lalu mencium Zayn dengan gemas. “Ah, anak Daddy. Zayn bisa pergi kemana aja yang Zayn mau.”“Bener Daddy?” Kedua mata Zayn membola. Ia tampak takjub saat sang ayah akan mengabulkan semua keinginannya.“Tentu saja,” jawab Aryan seraya memeluk erat sang putra.“Tapi, butuh banyak uang Daddy,” cicit Zayn.Aryan kembali terkekeh. “Daddy punya banyak sekali uang. Zayn boleh habiskan semuanya.”Melihat kedua laki-laki beda usia itu, Vanilla hanya bisa menggeleng. Zayn sangat menempel kepada Aryan, seperti

  • CEO adalah Maut    Bab 50- Menjelang Final

    Ah, pelan-pelan, Dok.” Aryan merintih kala Dokter Surya mengusap luka pada sudut bibirnya. Ia melirik pada pribadi Dokter Surya yang justru sengaja mengusap luka Aryan dengan penuh tekanan.“Ini kenapa lagi?” tanya Dokter Surya yang sudah hafal dengan kelakukan Aryan. Ia selalu membantah ucapan Aditama dan berakhir dengaan pertikaian. Iris hitamnya melirik pada Vanilla yang sedang menyiapkan kompres air dingin untuk luka lebam Aryan. “Apa karena wanita itu?”“Bukan,” jawab Aryan singkat.“Kamu dan Daddy kamu itu sama saja,” ujar Dokter Surya mengoleskan obat untuk mengurangi lebam Aryan dengan hati-hati.“Ah. Shhhh.” Dahi Aryan berkerut karena rasa perih yang ditimbulkan. “Kami sangat berbeda. Jangan pernah samakan aku dengan dia, kami sangatlah berbeda.”“Sama saja, suka menyimpan kesedihan seorang diri,” tambah Dokter Surya.Alih-alih menanggapi denga

  • CEO adalah Maut    Bab 49 - Mencintainya

    Sudah satu hari Aryan tidak memberikan kabar. Pria bertato itu bahkan tidak memperlihatkan batang hidungnya sama Sudah satu hari Aryan tidak memberikan kabar. Pria bertato itu bahkan tidak memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Berulang kali Vanilla menghubungi Aryan sebab tidak bisa menahan diri. Namun, hanya suara operator yang didengarnya.Tangan Vanilla memasukkan aneka sayuran ke dalam panci dengan pikiran melayang. Mengambil pisau untuk mengiris sosis sebagai campuran. Netra Vanilla melihat ke arah benda tajam itu, tetapi fokusnya terpecah. Ia terus memotong hingga tanpa sadar ujung jari menjadi sasaran.“Aw!” seru Vanilla saat permukaan kulitnya tergores. Sontak ia menghisap darah yang keluar untuk membekukannya. Ia tidak bisa membohongi diri sendiri jika keadaan Aryan kini tenang meracau benak. “Kamu dimana Aryan?”Entah mengapa hati Vanilla merasa tidak enak setiap memikirkan pria itu. Ia tidak benar-benar yakin jika Aryan akan pergi begitu saja. Vanilla merasa jika pr

  • CEO adalah Maut    Bab 48 - Aryan pergi

    BAB 48Netra Aryan terus memperhatikan sang putra yang sedang menyantap ayam goreng dengan lahap. Sesekali senyum tipis terulas di bibir Zayn yang belepotan saus tomat. Mengonsumsi makanan cepat saji adalah hal yang paling membahagiakan bagi Zayn. Sebab Vanilla hanya memberikan jatah satu kali dalam satu bulan.“Belepotan ya, Daddy?” Zayn meringis saat Aryan membersihkan bibirnya dengan tisu.Aryan menanggapi celetukan Zayn dengan kekehan. “It’s Okay. Enak?”“Enak banget, Daddy. Boleh nggak sih kalau aku makan kayak gini setiap hari?” cicit Zayn sambil terus mengunyah kulit ayam dengan bumbu yang merasuk hingga ke dalam dagingnya.“Nggak boleh, nanti Mommy marah,” jawab Aryan. “Bukannya Mommy sering buatin ayam goreng kayak gini buat Zayn?”“Iya.” Zayn menganggukkan kepala dengan antusias sebagai jawaban.“Enak mana sama ini?&

  • CEO adalah Maut    Bab 47-Sebaiknya pergi

    BAB 47Mobil Aryan sudah tiba di alamat tersebut. Ia sengaja memarkirkannya cukup jauh dari lokasi. Melihat rumah itu, Aryan tampak tidak asing dengan Villa dua lantai yang mengambil konsep tropis dengan atap mirip dan open space. Aryan seperti pernah berkunjung ke villa itu. Tetapi kapan?“Aryan, dia meneleponku!” Tangan Vanilla bergetar saat nomor tersebut menghubunginya.“Terima saja dan bilang kamu akan pergi seorang diri. Aku akan berada di belakang kamu. Okay?” terang Aryan.Vanilla mengangguk paham. Lalu ia menelan saliva dan menerima panggilan tersebut.[“Halo Vanilla, kamu tidak membawa Aryan bukan?”]“Tentu saja tidak,” jawab Vanilla mengontrol suaranya agar tidak bergetar.[“Kamu sebaiknya bergegas. Zayn sedang bermain di sini, dan kita bisa membuat negosiasi yang akan menguntungkan kita berdua. Cepatlah.”]Panggilan keduanya terput

  • CEO adalah Maut    Bab 46 - Pencarian Zayn

    Pakai mobil Tante aja, Van. Kamu lagi panik, bahaya.” Tangan Hestia langsung menarik pergelangan Vanilla untuk masuk ke dalam mobilnya. Vanilla hanya bisa menurut, otaknya seolah beku dan sulit digunakan untuk berpikir.Hestia yang dikenal jago mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi langsung melaju. Mercedes warna silver itu membelah jalanan Badung menuju ke kios Vanilla yang terletak tidak jauh dari kafe tempat pertemuan mereka.Earphone terpasang di salah satu telinga Hestia. Sesekali matanya melirik pada layar dashboard untuk memastikan sambungan telepon kepada sang putra. Hestia berdecak kesal sebab Aryan tidak kunjung menjawab panggilan tersebut.“Kemana sih Aryan,” gerutu Hestia seraya mengendalikan kemudi serta kecepatan.Dengan gesit, Hestia menyalip mobil serta motor yang menghalangi jalannya. Sementara itu Vanilla masih menggerakkan kedua kaki sebab gusar. Dalam hati ia merapalkan doa supaya hal buruk tidak mendeka

  • CEO adalah Maut    Bab 45- Zayn Menghilang

    BAB 45Cahaya mentari yang menerobos celah tirai membuat Aryan menggeliat pelan. Ia meregangkan otot punggung sambil menguap. Berulang kali mengerjapkan mata untuk menjernihkan pandangan. Aryan melihat waktu pada ponsel. Seingatnya ia masih melakukan panggilan video dengan Vanilla. Tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya saling menatap hingga Vanilla tertidur, tetapi Aryan enggan untuk mematikan panggilan mereka. Aryan ikut tertidur lalu panggilan mereka terputus karena daya baterai ponsel Vanilla habis.Kaki Aryan mengayun turun dari ranjang. Dengan langkah yang terseret ia menuruni tangga lantai satu dan mendapatkan sambutan dari sang putra yang tampak akrab bersama Narendra, Vian dan Jival.“Apa yang kalian lakukan pagi-pagi begini?” Pertanyaan Aryan ditujukan pada Jival dan Vian. “Harusnya kalian kerja supaya Daddy nggak narik saham kalian.’“Bad news, Aryan. Harusnya kamu yang khawatir soal it

  • CEO adalah Maut    Bab 44 - Can I eat your… lips?

    BAB 44 (21+)“Can i eat your ….” Iris gelap Aryan melihat ke arah bibir Sarah yang menggigit sensual. Jemari Aryan bergerak atraktif untuk mengusap bibir wanita itu.“Yes, you can,” jawab Sarah diikuti anggukan kepala.Tanpa membuang waktu, Aryan lantas melahap habis bibir Sarah sembari memasukkan tangannya ke dalam blouse wanita itu. Kecupan yang tercipta semakin bergairah hingga suhu tubuh mereka naik drastis.Jemari Aryan bergerak dengan ahli, melepaskan kaitan bra milik Sarah dan membuangnya sembarangan pada lantai. Pagutan mereka masih menyatu satu sama lain, seperti magnet yang saling tarik menarik.Dengan memanfaatkan ruang yang cukup sempit, Aryan mengangkat tubuh Sarah untuk duduk di atas buffet empat laci yang memiliki tinggi pas. Mereka bersembunyi di balik pintu studio kios Vanilla. Hanya ada lampu remang-remang sumber pencahayaan mereka.Ikut bergerak aktif, Sarah

  • CEO adalah Maut    BAB 43 - Aryan Vs Gavin

    Setelah malam mendebarkan itu, Vanilla melakukan aktivitas seperti biasanya. Bangun lebih awal untuk mempersiapkan sarapan dan bekal snack untuk Zayn. Rasanya rutinitas pagi itu tidak akan dilewatkan oleh Vanilla, meskipun sang putra sudah beranjak dewasa.Mengenai semalam, Vanilla tidak akan pernah lupa. Momen yang sangat berharga saat pertama kali Zayn menyebut Aryan dengan sebutan ‘Daddy’. Melihat sang putra memeluk ayahnya dengan sangat erat. Vanilla sangat bahagia bisa tiba di tahap yang semula sangat menakutkan itu.“Bu, ini saya cuci sekalian ya?” tanya Mbok Dar yang baru tiba 30 menit yang lalu. Ia memperlihatkan waslap yang teronggok di atas meja.Vanilla menoleh setelah meniriskan kudapan ringan untuk Zayn. Hari ini Zayn minta dibuatkan sosis dan nugget bentuk bintang.“Iya, Mbok cuci sekalian semua ya,” terang Vanilla. “Nanti saya ada kegiatan di Denpasar selama 2 hari. Mbok Dar cukup sapu pel aja ya.”Tangan Vanilla bergerak aktif untuk meletakkan piring kotor di wastafel

DMCA.com Protection Status