Ini sudah beberapa tahun setelah kejadian nahas itu. Rara telah menjelma menjadi wanita dewasa dan berbeda. Dia bersembunyi di balik kaca mata tebal, rambut keriting panjang, baju kedododoran, gigi berkawat warna hijau dan wajah tanpa make-up.
Isu kedatangan CEO yang baru. Seperti biasa, hal itu tidak ada pengaruhnya bagi Zahwa Almira. Dia tidak berhubungan dengan CEO secara langsung. Wanita dengan kaca mata tebal dan baju longgar itu tetap pada aktivitasnya. Melakukan pekerjaannya, pulang bertemu putra kesayangannya. Tidak ada yang berubah setiap harinya, kecuali ahir minggu.
Hiruk pikuk para karyawan biasa terjadi kecuali hari libur atau saat akhir minggu. Di Dawson International Corp selalu sibuk dengan berbagai aktivitas. Seperti pagi ini, Zahwa sudah berkutat dengan desain yang harus dikerjakannya. Akhir bulan, akan lounching produk baru. Jadi bagian periklanan dan pemasaran akan sangat sibuk.
“Za, lo dah tahu belum kalau CEO kita akan diganti?” tanya Ingrid sahabatnya. Zahwa hanya tersenyum saja, sambil sesekali membetulkan kaca matanya. Dia menggeleng tanda tidak tahu entah tidak peduli.
“Za, lo itu kalau udah kerja nggak tengok kanan-kiri. Sesekali perhatiin lingkungan napa?” Lagi-lagi Zahwa hanya tersenyum saja.
“Emang susah, ya ngomong sama lo. Bener saja Pak Arsan dan Pak Angkasa sangat suka sama Lo. Worka holic banget.” Zahwa hanya mengembuskan napas halus.
“Bukan begitu, In, gue harus tanggung jawab betulin banyak desain. Nggak bisa konsen kalau sembari ngobrol.” Ingrid akhirnya menyerah. Mereka kembali kepada kesibukan masing-masing. Zahwa masih berkutat dengan seluruh pekerjaannya hingga istirahat tiba. Arsan sang CEO yang nantinya akan digantikan dengan CEO baru sudah ada di depan pintu. Lalaki itu memang naksir berat dengan Zahwa. Dia yang menolong Zahwa waktu dalam kesulitan. Ada kejadian memilukan saat itu. untung saja Arsan segera datang. Di sanalah mereka kenal, di sebuah jembatan besar saat hujan lebat. Jauh sebelum Zahwa kerja di perusahaan itu. Arsan pula yang merekomendasikan Zahwa kerja ditempat itu. Jujur awalnya Zahwa takut karena perusahaan itu milik keluarga Dawson. Tapi Arsan berhasil meyakinkannya.
“Berhenti, Za. Dia tidak akan menangis kalau kamu tinggal. Waktunya makan siang.” Zahwa meluruskan pandang ke arah lelaki yang bersuara itu.
“Last minute ago.” Zahwa meminta sedikit waktu lagi. Sedangkan kawan-kawannya sudah bubar ke arah kantin termasuk Ingrid karena sudah ada Arsan yang menunggu. Jika tidak ada, biasanya mereka akan pergi makan siang bersama, dengan Inggrid yang menunggunya.
“Done!” Zahwa menutup laptopnya, kemudian melenggang bersama Arsan ke kantin. Lelaki dewasa yang mapan itu tidak sungkan makan di kantin karyawan. Dia berjalan beriringan dengan Zahwa yang ada di sampingnya. Sesekali mengobrol tentang banyak hal. Akhirnya mereka sampai ke kantin. Walau jenjang karir mereka sangat jauh, kedekatan mereka tidak menjadi bahan perbincangan karena keduanya sudah akrab sebelumnya. Arsan bahkan bisa membaur dengan para karyawan. Lelaki satu itu memang menjadi idaman. Walau sukses tapi tidak sombong. Demikian stempel yang diberikan karyawan padanya.
“Mas, katanya akan ada perpindahan CEO yang baru, benarkah?” Zahwa bangkit dan mengambil air mineral yang ada di kulkas pojok.
“Kau sudah mendengarnya?” Arsan membalas tanya Zahwa setelah wanita itu kembali. Zahwa mengangguk, kemudian membuka segel air mineral itu dan menenggaknya.
“Mas yakin dengan keputusan ini? Lima tahun bukan waktu yang singkat dan kamu sudah bisa menstabilkan harga saham Dawson bahkan grafiknya naik. Itu tidak adil, kamu tidak protes?” Arsan tertawa renyah. Hal itu yang selalu dirindukan Arsan dari wanita itu. Dia sebenarnya pendiam. Namun jika ada yang menggenggu pikirannya langsung saja meledak dan nerocos mirip mercon renteng.
“Mau bagaimana lagi? Mereka menggajiku untuk memajukan perusahaan. Lagi pula, sahamku hanya sepuluh persen. Yang bicara adalah pemilik perusahaan dengan saham terbesar. Rapat pemegang saham juga menyetujuinya. Aku tinggal mengamini saja.” Pembicaraan mereka mengalir bagai sungai dari hulu ke hilir. Sesekali Zahwa menegang karena marah. Dia membetulkan kaca mata tebalnya, yang sebenarnya hanya kaca mata baca saja.
“Sebenarnya mereka hanya memindahkanku, Za. Cuma memang perusahaan anak cabang yang baru dirilis.” Zahwa menghentikan suapannya. Apalagi dipindahkan ke anak cabang yang masih culun. Berarti lelaki itu hanya diperalat. Demikian pemikiran Zahra.
“Kok mereka jahat banget, sih? Kamu harus berjuang dari nol lagi begitu?” Arsan mengangguk.
“Ah, itu namanya mereka membuangmu, Mas. Kamu hanya diperalat. Kenapa tidak cari orang baru untuk melakukannya. Bukankah kau berprestasi?” tanya Zahwa sambil mencocol daging dengan saus.
“Bukan membuang, Za. Kau ini bahasamu sarkas banget. Memang keahlianku ‘kan itu. Ya itung-itung pengalaman baru. Siapa tahu kamu jadi rindu kalau tidak jumpa denganku agak lama.” Zahwa tersedak. Dia memang selalu menghindar jika Arsan sduah mulai berbicara ke arah yang serius. Arsan mengambilkan air untuk Zahwa. Wanita itu menenggaknya kemudian menepuk dadanya.
Zahwa sudah selesai makan siangnya, kemudian kembali ke ruang kerjanya. Arsan tidak ikut kembali karena dia ada rapat di luar kantor. Zahwa bersama teman-teman lain berarak menuju ke lift untuk kembali ke ruang masing-masing.
“Za, gimana ya nanti CEO yang baru. Sebaik Pak Arsan tidak ya?” tanya Inggrid sambil turut berjalan dan masuk ke lift. Terlihat agak berjejal di sana karena memang karyawan barengan saat istirahat.
“Pak Arsan baik karena kita sudah mengenalnya. Kalau belum juga mungkin sama saja. Kita di gaji ‘kan untuk bekerja. Bukan untuk dekat dengan CEO.” Zahwa memang jenis spesies langka. Dia tidak pernah histeris mau seberapa ganteng atasan atau pria mana pun di kantor. Jika yang lain menggunakan trik untuk dekat dengan Arsan, dia malah sebaliknya. Merasa tidak spesial dekat dengan lelaki yang sebentar lagi dipindahkan ke anak cabang itu.
“Aku lupa kalau elo adalah jenis genus dari tanaman langka. Bahkan ketika Joe Taslim di depanmu pun, kamu akan tetap beku tidak bereaksi.” Zahwa tertawa. Dia mengibaskan rambut keriting panjangnya ke belakang. Poninya yang mulai tidak teratur, dibereskan dengan jari-jarinya. Ya, demikian penampilan Zahwa.
Zahwa menyembunyikan wajah anggun dan cantiknya untuk motif tertentu. Wajah datar jarang senyum. Rambut keriting panjang dengan poni di kening. Kaca mata tebal, jangan lupa deretan giginya yang dipasang kawat gigi membuat penampilannya dalam kategori “culun”. Bajunya yang kebesaran dari ukuran seharusnya. Jangan lupa, stoking warna hitam dan tas besar yang tidak pernah diganti. Tanpa make-up, tanpa aksesoris yang melekat dalam diri selayaknya seorang wanita. Hanya Arsan yang tahu alasannya dan hanya dia pula yang tahu betapa cantiknya Zahwa. Tentu selain putranya Keano.
Zahwa memang bukan lagi sendiri walau dia lajang. Ada Keano seorang anak kelas lima yang menajadi penyemangatnya. Keano pula alasan dia betah menyendiri. Keano adalah kesalahan fatal masa lalunya. Kendatipun demikian, kesalahan itu dia nikmati karena Keano tumbuh menjadi anak laki-laki yang kuat dan tidak neko-neko. Dia anak lelaki yang penegrtian sesuai tupoksi usianya. Bahkan karena terbiasa hidup dalam berbagai macam tekanan dan kekurangan, anak laki-laki itu berpikir lebih rasional dibanding anak-anak lain seusianya.
Zahwa seorang janda? Tidak! Dia belum pernah menikah. Dia memiliki anak karena sebuah insiden hubungan semalam dengan salah seorang. Hingga akhirnya berbuah Keano yang kini menjadi pusat hidupnya. Zahwa kembali berkutat dengan seluruh pekerjaannya. Dia kembali mengibaskan rambutnya yang turut serta turun ketika tubuhnya condong ke bawah.
“Za, aku keluar dulu. Mau minta tanda tangan.” Ingrid melenggang. Zahwa hanya mengangguk tanpa menoleh ke sumber suara.
Jam demi jam terlampaui. Seolah pekerjaan tidak ada habisnya. Namun akhirnya games over juga. Zahwa mengucek matanya karena terasa perih. Dia membuka kaca matanya, kemudian membersihkannya. Sekilas Ingrid berhenti membereskan mejanya. Selama ini Zahwa tidak sekali pun membuka kaca matanya.“Za, lo itu cantik banget lagi. Nggak usah pakai kaca mata busuk itu napa?” Zahwa hanya tersenyum kemudian memakai kaca matanya kembali.“Cantik nggak selamanya baik, In. Gue burem kalau tanpa kaca mata,” bohong Zahwa. Penampilannya itu hanya untuk menutupi jati dirinya dari para lelaki penggoda. Cukup sekali kesalahan itu. Lelaki memang tidak selamanya brtengsek. Tapi lelaki yang pernah dipertemukan dengannya adalah lelaki terbrengsek yang pernah ditemui. Setelah mencicipi tubuhnya, bahkan menuduhnya sebagai penggoda.“Melamun aja! Pulang yuk?” Ingrid menepuk meja Zahwa sehingga dia me
“Jadi bagaimana,Ma? Whether to consider it?” Lagi-lagi Zahwa hanya tersenyum. Anak laki-lakinya itu memang sangat peka dengan kehidupan keras yang dia jalani.“Kita bicarakan lain waktu, ya? Semua sudah Mama koreksi. Hurry to sleep!” Zahwa meminta putranya itu untuk tidur. Yang lebih tepat, dia lari dari pertanyaan dan permintaan putranya. Lari adalah cara terbaik dari pada melukai hati sang putra. Keano menarik napas lelah. Ibunya selalu menghindar jika sudah di tanya masalah menikah. Bocah laki-laki itu mengambil bukunya setengah sewot. Bukan hanya untuknya saja sebenarnya. Anak belia itu memikirkan ibunya yang harus pontang-panting mencari uang untuk kehidupan mereka.Malam ini Zahwa tidak bisa tidur. Dia hanya bergulung-gulung saja di ranjangnya. Perkataan anaknya kali ini terdengar derius di benaknya. Anak laki-lakinya itu hampir tidak pernah mengusik apa pun yang berhubungan dengan ranah pribadinya. Tapi mal
“Dor! Hayo memeperhatikan siapa?” Ya, lelaki yang memperhatikan Zahwa tersebut adalah Damian Dawson kakak kandung Andra Dawson. Dia merasa mngenal dan dekat dengan Zahwa tapi sudah lupa di mananya?“Kamu itu ngagetin. Mau makan siang di kantin nggak?” Andra mengerutkan keningnya. Damian? Mau makan siang di kantin kantor? Ada apa gerangan ini? Timbul kecurigaan dalam hati Andra. Ya, jawabannya tentu karena Damian penasaran dengan wanita yang menabraknya tadi pagi. Suaranya mengingatkan pada seseorang. Hanya saja, dia belum tahu identitasnya dan belum ingat.“Tidak salah? Berisik, lho. Apalagi nanti karyawan bakalan histeris.” Damian merasa ragu, sehingga dia menurut pada Andra. Dia tidak jadi ke kantin kantor. Tapi memang Andra sudah memesan menu makan siang. Tidak berapa lama mereka mendapatkan makan siangnya.Sedangkan Arsan dan juga Zahwa baru saja sampai ke kantin. Mereka memesan soto kesukaan Zahwa. Akhirnya pesanan mereka
Zahwa pamit membersihkan diri. Sedangkan Arsan sudah dari tadi mandi dan ganti baju. Zahwa sekarang sudah lebih segar. Dia keluar dari kamarnya sudah wangi. Harum bau sabun mandi tercium di indra penciuman Arsan. Hatinya begitu bergetar hanya mencium aroma sabun mandi Zahwa saja. Ah, begitulah kalau jatuh cinta. Selalu melakukan hal gila.“Mas, kau besok harus berangkat pagi banget ‘kan? Kenapa tidak istirahat?” tanya Zahwa sambil mengambilkan makan untuknya.“Terima kasih, Za. Tidak apa-apa. Dari pada di rumah malah bosan. Aku main sama Keano saja.” Mereka sudah selesai makan malam. Keano pamit ke kamarnya. Anak laki-laki itu selalu pengertian jika terkait dengan Arsan dan juga mamanya. Dia akan memberikan ruang untuk keduanya. Keano berharap jika Arsan menjadi ayahnya saja. Sebab terlihat laki-laki itu sangat baik terhadap dirinya dan juga mamanya.“Mas, hati-hati di tempat yang baru
Kenano tidak habis pikir dengan ibunya tersebut. Apa susahnya menerima seorang Arsan? Toh dia baik?“Apalagi yang dibutuhkan? Bukannya bertanggung jawab lebih dari pada segalanya? Ah, Mama memang sangat payah.” Zahwa tertawa mendengar celoteh anaknya. Ya, Keano memang lebih dapat berpikir dewasa dari pada usianya. Kekerasan hidup yang ditunjukkan oleh Zahwa dan didikannya untuk mandiri membuat Keano dapat berpikir lebih logis dan lebih bijak dari pada usianya.“Kau tidak mengenal mama ternyata.” Keano memicingkan matanya.“Are you kidding? I know you very well enough. Sembilan bulan lebih dalam perutmu, dilanjut sepuluh tahun? Masih sanksi untuk mengakui bahwa aku sangat memahami, Mama?” Keano menyenderkan tubuhnya di dinding, sedangkan Zahwa mengambil kemoceng untuk membersihkan ruangan.“Aku bantu.” Zahwa memberikan kemoceng itu. Wanita itu m
“Apalagi yang dibutuhkan? Bukannya bertanggung jawab lebih dari pada segalanya? Ah, Mama memang sangat payah.” Zahwa tertawa mendengar celoteh anaknya. Ya, Keano memang lebih dapat berpikir dewasa dari pada usianya. Kekerasan hidup yang ditunjukkan oleh Zahwa dan didikannya untuk mandiri membuat Keano dapat berpikir lebih logis dan lebih bijak dari pada usianya.“Kau tidak mengenal mama ternyata.” Keano memicingkan matanya.“Are you kidding? I know you very well enough. Sembilan bulan lebih dalam perutmu, dilanjut sepuluh tahun? Masih sanksi untuk mengakui bahwa aku sangat memahami, Mama?” Keano menyenderkan tubuhnya di dinding, sedangkan Zahwa mengambil kemoceng untuk membersihkan ruangan.“Aku bantu.” Zahwa memberikan kemoceng itu. Wanita itu memang terbiasa bersih-bersih pada malam hari kalau tidak lelah. Keano selalu membantunya. Zahwa mengambil sapu dan juga p
Zahwa melaju ke ruang rapat. Dia memberikan semua bahan yang tadi sudah diperbanyak ke semua meja. Setelah semuanya selesai, dia mengembuskan napas lega. Datanglah orang pertama. Biasanya Arsan akan datang tepat setelah dia masuk ruangan rapat dan membantunya. Tapi hari ini tidak ada dia. Maka yang datang adalah Angkasa. Dia seorang Direktur Pemasaran yang juga care dengan Zahwa. Bedanya lelaki itu hanya menyukai Zahwa karena jinerjanya saja, tidak ada embel-embel ingin memiliki seperti Arsan. “Ah, Zahwa. Kau selalu sempurna melakukannya. Masih butuh bantuan?” tawar Angkasa. “Pak Angkasa, kuanggap itu pujian. Belum ada yang harus Bapak bantu. Jika ada, hanya doakan saya tidak grogi sehingga melakukan kesalahan fatal.” Angkasa tertawa renyah mendengarnya. Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari dirinya itu duduk di barisan kursi depan. Ruang rapat itu berbentuk later U. Angkasa duduk di sebelah kiri, paling dekat dengan LCD.
Zahwa melaju ke ruang rapat. Dia memberikan semua bahan yang tadi sudah diperbanyak ke semua meja. Setelah semuanya selesai, dia mengembuskan napas lega. Datanglah orang pertama. Biasanya Arsan akan datang tepat setelah dia masuk ruangan rapat dan membantunya. Tapi hari ini tidak ada dia. Maka yang datang adalah Angkasa. Dia seorang Direktur Pemasaran yang juga care dengan Zahwa. Bedanya lelaki itu hanya menyukai Zahwa karena jinerjanya saja, tidak ada embel-embel ingin memiliki seperti Arsan.“Ah, Zahwa. Kau selalu sempurna melakukannya. Masih butuh bantuan?” tawar Angkasa.“Pak Angkasa, kuanggap itu pujian. Belum ada yang harus Bapak bantu. Jika ada, hanya doakan saya tidak grogi sehingga melakukan kesalahan fatal.” Angkasa tertawa renyah mendengarnya. Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari dirinya itu duduk di barisan kursi depan. Ruang rapat itu berbentuk later U. Angkasa duduk di sebelah kiri, paling dekat dengan LCD.Zah
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Brenda, tolong jangan memutuskan sambungan. Tetap hubungi aku,” tutur Keano.“Dari dulu, kamu memang baik. Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Brenda pergi dari ruangan Keano setelah pamit. Keano masih tidak menyangka, jika saudaranya berubah sedrastis itu.***Meyyis***Hafiza masuk ke ruangan suaminya, mendengar Brenda sudah meminta maaf dan akan melepaskan semua tentang perusahaan. Mendengar hal itu, Hafiza memeluk sang suami karena merasakan senang yang teramat. Kali ini, tujuan yang dilakukan suaminya untuk membawa Brenda kembali ke jalan yang benar, sudah tercapai. Memang seharusnya begitu sebagai seorang kakak memperlakukan adiknya.“Baiklah, karena aku sedang bahagia, dedek bayi mau minta apa dari papa?” tanya Keano sambil memeluk sang istri dari belakang.“Aku pingin nasi megono,” ucap Hafiza.“Nasi megono? Siap!” Keano bangkit, mencari se
“Aku akan mandi dulu.” Brenda meninggalkan ruangan itu, kemudian mandi di kamarnya. Air matanya luruh bersama air yang mengalir. Belum pernah ada, seseorang yang memperhatikannya seperti itu. Kehadiran Andy malam ini membuatnya menyadari bahwa jalan selalu akan terbuka lebar. Bahwa Tuahan masih ada untuknya.Brenda keluar dari kamar untuk berganti baju. Wanita itu keluar kembali untuk mencari Andy. Lelaki itu tidur di kursi yang dihimpitkan, dijajar. Brenda membangunkannya.“Ada kamar tamu di sana. Kamu bisa menggunakannya.” Bagaimana lelaki itu bisa meluluhkan hati Brenda, bahkan membuatnya percaya pada lelaki itu. padahal, baru saja mengenalnya. Wanita itu tidak lagi berprasangka buruk pada orang asing, ada apa dengan Brenda? Mungkinkah … ah, tidak mungkin jatuh cinta dengan pria asing yang baru setengah jam dikenalnya.***Meyyis***Brenda sudah bisa tidru, wanita itu bahkan tidur sudah beberapa jam
“Kenapa menolongku?” tanya Brenda.“Karena melihatmu.” Brenda memejamkan mata. Untuk sesaat wanita itu merasakan ketenangan batin. lelaki itu membuka matanya untuk mempercayai hidup.***Meyyis***Lelaki itu menuntun Brenda masuk ke dalam rumah. Di sebuah meja, ada air putih juga gelas. Lelaki dengan jaket jeans itu menuangkan air tersebut. “Minumlah agar lebih tenang.” Brenda menenggak air putih itu hingga tandas. Keringatnya membanjiri kening hingga ke leher. Wanita itu duduk lemas di kursi tersebut.“Masih banyak yang membutuhkan kita,” ucap lelaki itu.“Kamu bukan aku, bagaimana bisa berkomentar?” ketus Brenda.“Baiklah, kamu tahu kaki ini?” Lelaki itu menunjukkan kaki kanannya yang sudah tersambung dengan … mungkinkah kaki robot? Brenda menoleh ke arah lain setelah melihatnya.“Aku putus ada karenanya. Namun, kaki ini yang menuntunku ke arah kesuk
Mereka kembali memberikan kenyamanan pada masing-masing di kamar mandi itu. Aura romantic semakin terasa ketika membilas di bawah pancuran shower. Keduanya saling melepaskan lagi rasa cinta.***Meyyis***Brenda duduk termenung di balkonnya. Jika tidak diselamatkan, mungkin saja perusahaan kali ini jadi benar-benar hancur. Tidak ada lagi yang dapat dimintai tolong. Semua kenalannya sudah tidak ada lagi yang dapat dihubungi. Brenda menjadi frustasi. Wanita itu belum pernah mengalami krisis seperti ini.“Brenda, gunakan otakmu seperti biasa,” ucap Cassandra datang dengan minuman di tangannya.“Tidak ada yang bisa kulakukan, Ma. Semuanya tidak bisa melawan Keano. Masih sama, semua perusahaan yang aku hubungi di bawahnya,” tutur Brenda.“Kamu tidak bisa memikat Keano? Tidak ada pria yang menolak kesenangan,” tutur Cassandra.“Ma, apakah mama baru mengenal Keano? Bahkan seluruh dunia sudah berada di sampin
“Kamu benar, tapi anak kita lelaki yang kuat seperti sang papa. Dirinya tetap ingin membantu orang tuanya, bukankah itu seksi?” Keano tidak lagi berdebat dengan sang istri, karena semuanya akan percuma jika wanita itu sudah berkeinginan.***Meyyis***Langkah kecil Keano membuat perusahan Arsan kalang kabut. Keputusannya untuk menarik dana suplay perusahaan miliknya tersebut, terbukti ampuh. Arsan sudah lupa, bahwa dibalik berdirinya perusahaan miliknya tersebut, ada andil Damian, pastilah lelaki itu tidak bersih melepaskan. Hal itu diketahui Keano juga lewat arus bank dan finansial papanya, tidak butuh penjelasan dari lelaki yang berjuluk macan bisnis tersebut.“Tenang, Sayang. Kita akan melihat pertunjukan sebentar lagi. Jika mama dan papa berhati lembut selama ini, tidak dengan Keano. Aku bisa jadi singa daratan yang menyeramkan. Bukankah begitu?” Keano menarik tangan sang istri agar berada di depannya. Kedua pahanya mengapit kaki
Brenda duduk termenung ketika sang papa sudah pulang. Hatinya bingung harus menerima tugas tersebut. Papanya memang berkata benar, akan tetapi membujuk Direktur berhati batu macam direktur DAC sangat membuatnya sakit kepala. Tangannya menjambak rambut sendiri.***Meyyis***Mendengar kesulitan yang dihadapi oleh sang istri, Keano tidak bisa tinggal diam, hari ini, ellaki itu akan datang ke kantor dan sibuk menyelesaikan beberapa kesepakatan. Keano menjadi sangat marah, kali ini akan bertarung bahkan menghabisi Brenda dan Arsan. Sudah cukup, selam ini diam dan tidak melakukan hal yang semestinya.Dirinya bukan sang ibu yang memiliki hati selembut sutra. Keano akan menjadi seorang singa ganas jika sudah diusik. Lelaki bermata colakat itu masih dengan bantuan tongkatnya, siang ini menemui Arsan dan akan mengintimidasinya.“Siang, Om. Masih ingat saya.” Keano sudah sampai di perusahaan milik Arsan.“Maaf, Tuan. Bapak ini menerobos masu
Keano tersenyum mendengarnya. Mereka melanjutkan makan dengan lahap. Sesekali, Keano mengusap bibir sang istri yang terkena saos barbeque. Mereka tersenyum bersama, hingga makanan tandas tidak tersisa. Malam ini, rasa tidak nyaman yang sudah dipendam beberapa saat lepas sudah.***Meyyis***Brenda tiba di kantor dengan wajah yang sudah dipenuhi dengan amarah. Sampai mejanya, wanita itu mengamuk dan menyisir mejanya hingga bersih, akan tetapi benda yang ada di mejanya berantakan ke lantai. Wanita itu sangat marah bahwa dirinya dikalahkan oleh Hafiza yang notabennya hanya pimpinan pengganti.“Bodoh kalian semua! Untuk apa aku bayar mahal kalau berakhir gagal. Enyah kalian! Enyah! Perbaiki semuanya. Jangan muncul di hadapanku kalau belum benar.” Brenda melempar barang yang tersisa ke arah beberapa pegawainya.“Aku sungguh tidak tahan lagi.” Pegawainya berbisik pada temannya, setelah keluar dari ruangan Brenda.“Sama,
“Mari makan,” ajak Keano.“Aku sudah makan dengan klien dan Rani. Aku akan menemanimu makan,” ucap Hafiza.“Lupakan.” Keano berbalik dan meninggalkan ruang makan itu. Perutnya tidak lagi lapar. Hafiza merasa sangat bersalah, karena suaminya mempersiapkan semuanya.***Meyyis***Hafiza masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti baju. Sedangkan Keano masih berdiri di depan jendela kamar mereka. Lelaki itu memandang ke arah luar jendela itu. sedangkan Hafiza baru saja selesai mandi, bahkan masih mengenakan handuk kimononya.“Kita makan sekarang?” Hafiza memeluknya dari belakang.“Aku sudah tidak lapar.” Keano hanya diam memandang ke arah luar jendela.“Tidak bisa, harus makan. Aku ganti baju dulu. Nanti kusuapi. Maafkan aku.” Hafiza mencium puncak kepala sang suami. Wanita itu berganti pakaian untuk menemani suaminya makan malam. Meskipun sekarang sudah tengah malam,
“Malam ini, mau makan mi bareng? Kita makan mi ayam sepuasnya, begadang dan makan sosis.” Hafiza tertawa mendengarnya.“Aku ingin, tapi Keano masih membutuhkanku. Oke, aku pamit. Besok kutunggu. Aku akan segera revisi kalau ada yang Kurang pas.” Rani mengacungkan jempolnya dan memeluk sang sahabatn***Meyyis***Hafiza mengembuskan napas berat, wanita itu harus presentasi menyampaikan proposalnya di depan banyak orang untuk memenangkan tender ini. Gilang sebenranya sudah menawarkan diri, akan tetapi wanita itu menolak sebab, menurutnya jika presentasinya berhasil kali ini berarti dirinya memiliki nilai lebih karena CEO pengganti sementara saminya sedang memulihkan diri di rumah. Sebagai pemimpin, tentu para dewan direksi akan percaya padanya, meskipun Keano tidak ada.Sorot lampu mulai hanya fokus kepada dirinya. Hafiza mengembuskan napas panjang. Setelah salam dan mengatakan pembuka, wanita itu mulai presentasi dengan peralat