“Dor! Hayo memeperhatikan siapa?” Ya, lelaki yang memperhatikan Zahwa tersebut adalah Damian Dawson kakak kandung Andra Dawson. Dia merasa mngenal dan dekat dengan Zahwa tapi sudah lupa di mananya?
“Kamu itu ngagetin. Mau makan siang di kantin nggak?” Andra mengerutkan keningnya. Damian? Mau makan siang di kantin kantor? Ada apa gerangan ini? Timbul kecurigaan dalam hati Andra. Ya, jawabannya tentu karena Damian penasaran dengan wanita yang menabraknya tadi pagi. Suaranya mengingatkan pada seseorang. Hanya saja, dia belum tahu identitasnya dan belum ingat.
“Tidak salah? Berisik, lho. Apalagi nanti karyawan bakalan histeris.” Damian merasa ragu, sehingga dia menurut pada Andra. Dia tidak jadi ke kantin kantor. Tapi memang Andra sudah memesan menu makan siang. Tidak berapa lama mereka mendapatkan makan siangnya.
Sedangkan Arsan dan juga Zahwa baru saja sampai ke kantin. Mereka memesan soto kesukaan Zahwa. Akhirnya pesanan mereka datang. “Za, kalau aku pergi, kamu harus janji jangan telat makan siangnya.” Arsan mengingatkan Zahra sambil sesekali menyeruput kuah soto tersebut.
“Ah, kenapa kamu bawel banget sih? Tenang saja, ada Ingrid. Kamu bisa pergi dengan nyaman. Hmmm, kamu memang benar mau keluar?” tanya Zahwa.
“Kamu mendengar gosip dari mana? Memang benar. Tapi lebih tepatnya bukan keluar. Hanya dipindahkan ke kota lain. Sepertinya Dawson International Corp membuka cabang baru. Kita ‘kan sudah membahasnya kemarin?” Zahwa memicingkan matanya. Dia tidak percaya bahwa lelaki itu akan dipindahkan ke lokasi yang masih baru dan perlu usaha lagi.
“Apa? Kamu tidak menolak gitu? Bukankah karir kamu gemilang di sini? Tidak mudah menstabilkan keadaan. Apalagi terus meningkat. Selama kamu menjabat, bukankah belum pernah sekali pun harga saham turun? Tidakkah itu jadi pertimbangan?” Zahwa masih berusaha agar Arsan mempertimbangkannya. Entahlah, dia merasa kehilangan. Belum pergi saja, sudah merasa jauh. Wanita dengan poni pendek itu menenggak air putih sedikit untuk mendorong makanan masuk ke dalam lambungnya.
“Kau menerimanya saja? Di perusahaan baru, berarti kamu mulai dari nol, Mas. Tidakkah kau merasa mereka memperalatmu?” Arsan terkekeh. Tapi di sisi lain dia merasa sedikit bahagia karena Zahwa khawatir kepadanya.
“Aku memang dibayar untuk itu, Za. ‘Kan kamu tahu. Jangan khawatir, setiap ahir minggu aku akan mengunjungi kalian. Selesaikan makanmu, atau nanti akan pulang lebih sore.” Zahwa mengangguk.
“Kapan kamu mulai pindah?” tanya Zahwa. Sebenarnya itu tujuan Zahwa. Dia harus mempersiapkan diri hidup tanpa Arsan di perusahaan ini. Ah, Arsan tidak peka sepertinya. Zahwa mengulang-ulangnya dengan maksud agar lelaki itu membatalkan tujuannya untuk pindah tugas.
“Besok kita sudah mulai berkantor berbeda.” Zahwa mengangguk. Dia menghabiskan makanannya kemudian meminum air putih. Sedangkan Arsan sudah menyelesaikannya dari tadi. Zahwa akan membayar ke kasir, tapi Arsan sudah menyodorkan uang terlebih dahulu. Selalu demikian. Zahwa tidak suka jika Arsan terlalu memberikan gratisan padanya. Lelaki itu sudah baik padanya sejak dia ... ah peristiwa itu selalu membuatnya sakit yang tida berkesudahan. Walau karena hal itu dia mendapatkan Keano. Walau musibah itu membuatnya hancur berkeping-keping, tapi dia bersyulur sudah diberikan seluruh kebaikan dari anak tersebut. Dia jadi mempunyai keluarga.
Zahwa dan Arsan sudah kembali ke tempatnya masing-masing. Arsan langsung pamit pulang. sedangkan Zahwa melanjutkan pekerjaannya. Dia dengans erius mengerjakan desain tersebut. “Za, apa kalian akan sering bertemu?” tanya Ingrid kemudian.
“Apa maksudmu, In?” tanya Zahwa sambil terus fokus ke arah komputernya. Ada beberapa desan yang hampir selesai dia kerjakan.
“Maksudku, seperti hari ini. Apa kalian akan sering makan siang bareng? Memangnya si ganteng dipindahkan ke mana?” Ingrid sesekali menoleh ke arah Zahwa.
“Oh, maksudmu Arsan? Kayaknya nggak deh. Dia ‘kan dipindahkan ke Bandung.” Zahwa tidak menoleh sedikit pun.
“Kamu bakal kangen pasti. Hmmm, Za, kenapa nggak menikah saja, sih? Bukankah kalian sudah sangat akrab?” tanya Ingrid.
“Hufff, In ... kau sudah tanya berapa kali? Menikah tidak semudah beli tempe goreng. Ada banyak yang harus dipikirkan.” Ya, bukan hanya soal kebersamaan. Tapi lebih dari pada itu. Terutama, soal sex dan seluruh yang berbau hubungan badan. Itu yang sampai hari ini belum bisa dia yakin bisa melakukannya. Bukan dia tidak menyukai Arsan. Lelaki itu sempurna untuk dijadikan pendamping hidup. Tampan, baik hati, kharismatik, mapan itu yang terpenting. Namun dia tidak yakin dapat membahagiakan seorang Arsan. Kekurangan ada pada dirinya.
“Iya, iya. Hanya saja aku masih heran saja kurangnya Arsan apa, sehingga kamu ragu padanya.” Zahwa menoleh ke arah Ingrid. Seakan dia ingin berteriak.
“Bukan dia yang kurang. Tapi aku. Tidakah kau lihat kesempurnaan dia? Sedangkan aku?” Zahwa tidak bisa melanjutkan perkataannya. Jika mengingat semua tentang kekuarangannya, peristiwa masa silam selalu hadir kembali diotaknya. Mereka mengobrol sambil bekerja. Tak terasa sudah sore. Mereka mengemas barang-barang bersiap untuk pulang.
“Kak, kau tidak pulang?”Andra mengingatkan kakaknya tersebut.
“Pulang? I-iya sebentar lagi.” Kali ini gelagat Damian sangat mencurigakan ini diluar kebiasaannya. Duduk tenang di kantor, tanpa melakukan apa pun. Hanya memantengi CCTV yang abru saja diminta aksesnya.
“Ayo kita pulang!” Lagi-lagi Andra melihat aksi kakaknya tersebut dengan perasaan heran. Namun Andra mengikutinya saja. Mereka mengikuti Ingrid dan juga Zahwa dari belakang.
“Kak, apa yang kau lakukan? Lift kita ada di sebelah kanan.” Damian tergagap dan mengikuti Andra saja. Dia berharap saat keluar mereka berbarengan. Namun ternyata lift milik eksekutif yang sampai lebih dulu. Damian melongok kiri kanan, mereka belum nampak atau malah sudah pergi.
“Kak, sebenarnya kamu cari siapa?” tanya Andra akhirnya tidak tahan melihat tingkah lelaki tiga puluh tiga tahun itu.
“Tidak ada. Mari pulang!” Damian menyerah. Dia meninggalkan kentor itu bersama adiknya, dengan masih meninggalkan rasa penasaran pada wanita yang menabraknya tadi siang. Tidak berapa lama, Ingrid dan Zahwa keluar dari lift tersebut.
“Za, kamu bareng aku saja, ya?” kata Ingrid.
“Aku bawa mobil.” Mereka saling berpisah saat sampai di tempat parkir. Zahwa menyetir dengan sedikit tergesa-gesa karena sudah sangat sore. Dia terlambat kali ini karena desainnya harus dipresentasikan besok. Ah, sungguh sangat melelahkan. Zahwa sudah sampai di rumah ketika lepas dari kemacetan selama setengah jam. Ingrid mengerutkan kening. Rupanya Arsan tidak pulang ke rumah. Dia memilih ke rumahnya Zahwa untuk bermain kepada Keano. Terlihat mobil Arsan sudah bertengger di halaman rumahnya.
“Tuh Mama pulang, Om.” Keano membukakan pintu untuk Zahwa. Terlihat wanita itu melepas sepatu hitamnya dan menjinjingnya.
“Ma, ada Om Arsan dari tadi. Mama kok pulang terlambat? Ke mana dulu?” tanya Keano.
“Keano, biarkan mamamu istirahat dulu.” Keano menurut. Anak laki-laki itu menuangkan air putih untuk sang mama. Zahwa tersenyum dan menenggak air tersebut.
“Terima kasih, ya? Kalian seru amat main apa?” tany Zahwa.
“Main gemes, Ma. Kami sudah masak lho.” Zahwa mengangguk. Dia berjalan untuk mengembalikan sepatu pada rak sepatu untuk meletakkan sepatunya.
Zahwa pamit membersihkan diri. Sedangkan Arsan sudah dari tadi mandi dan ganti baju. Zahwa sekarang sudah lebih segar. Dia keluar dari kamarnya sudah wangi. Harum bau sabun mandi tercium di indra penciuman Arsan. Hatinya begitu bergetar hanya mencium aroma sabun mandi Zahwa saja. Ah, begitulah kalau jatuh cinta. Selalu melakukan hal gila.“Mas, kau besok harus berangkat pagi banget ‘kan? Kenapa tidak istirahat?” tanya Zahwa sambil mengambilkan makan untuknya.“Terima kasih, Za. Tidak apa-apa. Dari pada di rumah malah bosan. Aku main sama Keano saja.” Mereka sudah selesai makan malam. Keano pamit ke kamarnya. Anak laki-laki itu selalu pengertian jika terkait dengan Arsan dan juga mamanya. Dia akan memberikan ruang untuk keduanya. Keano berharap jika Arsan menjadi ayahnya saja. Sebab terlihat laki-laki itu sangat baik terhadap dirinya dan juga mamanya.“Mas, hati-hati di tempat yang baru
Kenano tidak habis pikir dengan ibunya tersebut. Apa susahnya menerima seorang Arsan? Toh dia baik?“Apalagi yang dibutuhkan? Bukannya bertanggung jawab lebih dari pada segalanya? Ah, Mama memang sangat payah.” Zahwa tertawa mendengar celoteh anaknya. Ya, Keano memang lebih dapat berpikir dewasa dari pada usianya. Kekerasan hidup yang ditunjukkan oleh Zahwa dan didikannya untuk mandiri membuat Keano dapat berpikir lebih logis dan lebih bijak dari pada usianya.“Kau tidak mengenal mama ternyata.” Keano memicingkan matanya.“Are you kidding? I know you very well enough. Sembilan bulan lebih dalam perutmu, dilanjut sepuluh tahun? Masih sanksi untuk mengakui bahwa aku sangat memahami, Mama?” Keano menyenderkan tubuhnya di dinding, sedangkan Zahwa mengambil kemoceng untuk membersihkan ruangan.“Aku bantu.” Zahwa memberikan kemoceng itu. Wanita itu m
“Apalagi yang dibutuhkan? Bukannya bertanggung jawab lebih dari pada segalanya? Ah, Mama memang sangat payah.” Zahwa tertawa mendengar celoteh anaknya. Ya, Keano memang lebih dapat berpikir dewasa dari pada usianya. Kekerasan hidup yang ditunjukkan oleh Zahwa dan didikannya untuk mandiri membuat Keano dapat berpikir lebih logis dan lebih bijak dari pada usianya.“Kau tidak mengenal mama ternyata.” Keano memicingkan matanya.“Are you kidding? I know you very well enough. Sembilan bulan lebih dalam perutmu, dilanjut sepuluh tahun? Masih sanksi untuk mengakui bahwa aku sangat memahami, Mama?” Keano menyenderkan tubuhnya di dinding, sedangkan Zahwa mengambil kemoceng untuk membersihkan ruangan.“Aku bantu.” Zahwa memberikan kemoceng itu. Wanita itu memang terbiasa bersih-bersih pada malam hari kalau tidak lelah. Keano selalu membantunya. Zahwa mengambil sapu dan juga p
Zahwa melaju ke ruang rapat. Dia memberikan semua bahan yang tadi sudah diperbanyak ke semua meja. Setelah semuanya selesai, dia mengembuskan napas lega. Datanglah orang pertama. Biasanya Arsan akan datang tepat setelah dia masuk ruangan rapat dan membantunya. Tapi hari ini tidak ada dia. Maka yang datang adalah Angkasa. Dia seorang Direktur Pemasaran yang juga care dengan Zahwa. Bedanya lelaki itu hanya menyukai Zahwa karena jinerjanya saja, tidak ada embel-embel ingin memiliki seperti Arsan. “Ah, Zahwa. Kau selalu sempurna melakukannya. Masih butuh bantuan?” tawar Angkasa. “Pak Angkasa, kuanggap itu pujian. Belum ada yang harus Bapak bantu. Jika ada, hanya doakan saya tidak grogi sehingga melakukan kesalahan fatal.” Angkasa tertawa renyah mendengarnya. Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari dirinya itu duduk di barisan kursi depan. Ruang rapat itu berbentuk later U. Angkasa duduk di sebelah kiri, paling dekat dengan LCD.
Zahwa melaju ke ruang rapat. Dia memberikan semua bahan yang tadi sudah diperbanyak ke semua meja. Setelah semuanya selesai, dia mengembuskan napas lega. Datanglah orang pertama. Biasanya Arsan akan datang tepat setelah dia masuk ruangan rapat dan membantunya. Tapi hari ini tidak ada dia. Maka yang datang adalah Angkasa. Dia seorang Direktur Pemasaran yang juga care dengan Zahwa. Bedanya lelaki itu hanya menyukai Zahwa karena jinerjanya saja, tidak ada embel-embel ingin memiliki seperti Arsan.“Ah, Zahwa. Kau selalu sempurna melakukannya. Masih butuh bantuan?” tawar Angkasa.“Pak Angkasa, kuanggap itu pujian. Belum ada yang harus Bapak bantu. Jika ada, hanya doakan saya tidak grogi sehingga melakukan kesalahan fatal.” Angkasa tertawa renyah mendengarnya. Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari dirinya itu duduk di barisan kursi depan. Ruang rapat itu berbentuk later U. Angkasa duduk di sebelah kiri, paling dekat dengan LCD.Zah
Melihat Andra yang tidak tepuk tangan, moderator mennayakan apakah yang harus diperbaiki dari presentasi hari ini. “Tidak ada. Mungkin bisa ditutup dan melakukan langkah selanjutnya.” Andra memilih untuk mengakhrinya karena dia sudah sangat penasaran dengan siapa sosok wanita di depannya? Akhirnya mereka bubar. Damian masih terpaku di tempatnya, sampai sebuah telepon mengekutkannya. Lelaki itu keluar dari ruangan.“Zahwa, kau melakukannya dengan sangat bagus.” Angkasa memberikan selamat dan menjabat tangannya.“Ah, ini berkat bantuan dari tim. Sekarang setelah ini tinggal bagian Bapak yang mengeksekusi.” Angkasa setuju. Mereka berbincang bersama, sampai sebuah telepon masuk dan menderingkan ponsel Zahwa.“Iya, Ibu. Dengan saya sendiri.” Angkasa pamit untuk meninggalkan Zahwa terlebih dahulu. Dia tidak mau menguping privasi Zahwa. Wanita itu mengangguk dan mempersilakan Angkas untuk meninggalkannya.“Oh
“Oh, baiklah jika begitu. Kita bertemu di pengadilan!” Zahwa bangkit dan menarik tangan putranya. Dia baru melepaskan setelah sampai di parkiran. Wanita itu membukakan pintu untuk sang putra. Sedangkan Damian hanya diam dan memandang punggung wanita itu meninggalkan kafe itu.“Masuk, Sayang.” Zahwa berputar untuk sampai di ruang kemudi. Mereka melaju dalam diam sampai Keano buka suara.“Ma, Keano nggak salah. The spoiled child who went ahead, Ma.” Kenao terlihat mmbela diri.“Mama tahu. Makanya membelamu.” Zahwa tersenyum untuk menyembunyikan kegundahannya. Bukan, bukan dia tidak tahu. Dia tidak mau lagi bermasalah dengn keluarga Dawson. Dia sangat paham putranya tidak bersalah. Keano adalah anak yang sangat patuh dan dewasa. Tidak mungkin dia membuat masalah jika tidak didahului.“Ma, lebih baik aku minta maaf saja sama mereka. Dari pada ha
Esok harinya berjalan seperti biasa. Keano sekolah dan Zahwa ke kantor. Di sekolah, Keano lebih banyak diam dan bermain di lapangan. Malas banget harus berurusan dengan Gladis. Walaupun kemarin sudah ada pertemuan antara dirinya bahkan para orang tua, tapi wanita itu tetap saja mengganggunya.“Keano!” Lelaki kelas lima itu menoleh ke arah sumber suara.“Ada apa Alicia?” Keano membiarkan bolanya pergi. Dia mendekati gadis itu ke pingir lapangan. Lelaki itu meraih botol air mineral yang disodorkan oleh Alicia. Ya, Alicia dan Keano berteman sejak masih TK.“Gue denger Lo dan Gladis berantem lagi?” Keano tersenyum kecut sambil menutup botol air mineral itu.“Biasa anak manja.” Alicia menoleh ke arak Keano yang baru saja duduk di dekatnya dengan kaki yang diluruskan.“Emang, ya? Gadis itu pingin tah, ihhh ... gue bener-bener gedeg banget lihat tuh anak sok kaya sendiri.” Keano hanya menggidigka
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Brenda, tolong jangan memutuskan sambungan. Tetap hubungi aku,” tutur Keano.“Dari dulu, kamu memang baik. Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Brenda pergi dari ruangan Keano setelah pamit. Keano masih tidak menyangka, jika saudaranya berubah sedrastis itu.***Meyyis***Hafiza masuk ke ruangan suaminya, mendengar Brenda sudah meminta maaf dan akan melepaskan semua tentang perusahaan. Mendengar hal itu, Hafiza memeluk sang suami karena merasakan senang yang teramat. Kali ini, tujuan yang dilakukan suaminya untuk membawa Brenda kembali ke jalan yang benar, sudah tercapai. Memang seharusnya begitu sebagai seorang kakak memperlakukan adiknya.“Baiklah, karena aku sedang bahagia, dedek bayi mau minta apa dari papa?” tanya Keano sambil memeluk sang istri dari belakang.“Aku pingin nasi megono,” ucap Hafiza.“Nasi megono? Siap!” Keano bangkit, mencari se
“Aku akan mandi dulu.” Brenda meninggalkan ruangan itu, kemudian mandi di kamarnya. Air matanya luruh bersama air yang mengalir. Belum pernah ada, seseorang yang memperhatikannya seperti itu. Kehadiran Andy malam ini membuatnya menyadari bahwa jalan selalu akan terbuka lebar. Bahwa Tuahan masih ada untuknya.Brenda keluar dari kamar untuk berganti baju. Wanita itu keluar kembali untuk mencari Andy. Lelaki itu tidur di kursi yang dihimpitkan, dijajar. Brenda membangunkannya.“Ada kamar tamu di sana. Kamu bisa menggunakannya.” Bagaimana lelaki itu bisa meluluhkan hati Brenda, bahkan membuatnya percaya pada lelaki itu. padahal, baru saja mengenalnya. Wanita itu tidak lagi berprasangka buruk pada orang asing, ada apa dengan Brenda? Mungkinkah … ah, tidak mungkin jatuh cinta dengan pria asing yang baru setengah jam dikenalnya.***Meyyis***Brenda sudah bisa tidru, wanita itu bahkan tidur sudah beberapa jam
“Kenapa menolongku?” tanya Brenda.“Karena melihatmu.” Brenda memejamkan mata. Untuk sesaat wanita itu merasakan ketenangan batin. lelaki itu membuka matanya untuk mempercayai hidup.***Meyyis***Lelaki itu menuntun Brenda masuk ke dalam rumah. Di sebuah meja, ada air putih juga gelas. Lelaki dengan jaket jeans itu menuangkan air tersebut. “Minumlah agar lebih tenang.” Brenda menenggak air putih itu hingga tandas. Keringatnya membanjiri kening hingga ke leher. Wanita itu duduk lemas di kursi tersebut.“Masih banyak yang membutuhkan kita,” ucap lelaki itu.“Kamu bukan aku, bagaimana bisa berkomentar?” ketus Brenda.“Baiklah, kamu tahu kaki ini?” Lelaki itu menunjukkan kaki kanannya yang sudah tersambung dengan … mungkinkah kaki robot? Brenda menoleh ke arah lain setelah melihatnya.“Aku putus ada karenanya. Namun, kaki ini yang menuntunku ke arah kesuk
Mereka kembali memberikan kenyamanan pada masing-masing di kamar mandi itu. Aura romantic semakin terasa ketika membilas di bawah pancuran shower. Keduanya saling melepaskan lagi rasa cinta.***Meyyis***Brenda duduk termenung di balkonnya. Jika tidak diselamatkan, mungkin saja perusahaan kali ini jadi benar-benar hancur. Tidak ada lagi yang dapat dimintai tolong. Semua kenalannya sudah tidak ada lagi yang dapat dihubungi. Brenda menjadi frustasi. Wanita itu belum pernah mengalami krisis seperti ini.“Brenda, gunakan otakmu seperti biasa,” ucap Cassandra datang dengan minuman di tangannya.“Tidak ada yang bisa kulakukan, Ma. Semuanya tidak bisa melawan Keano. Masih sama, semua perusahaan yang aku hubungi di bawahnya,” tutur Brenda.“Kamu tidak bisa memikat Keano? Tidak ada pria yang menolak kesenangan,” tutur Cassandra.“Ma, apakah mama baru mengenal Keano? Bahkan seluruh dunia sudah berada di sampin
“Kamu benar, tapi anak kita lelaki yang kuat seperti sang papa. Dirinya tetap ingin membantu orang tuanya, bukankah itu seksi?” Keano tidak lagi berdebat dengan sang istri, karena semuanya akan percuma jika wanita itu sudah berkeinginan.***Meyyis***Langkah kecil Keano membuat perusahan Arsan kalang kabut. Keputusannya untuk menarik dana suplay perusahaan miliknya tersebut, terbukti ampuh. Arsan sudah lupa, bahwa dibalik berdirinya perusahaan miliknya tersebut, ada andil Damian, pastilah lelaki itu tidak bersih melepaskan. Hal itu diketahui Keano juga lewat arus bank dan finansial papanya, tidak butuh penjelasan dari lelaki yang berjuluk macan bisnis tersebut.“Tenang, Sayang. Kita akan melihat pertunjukan sebentar lagi. Jika mama dan papa berhati lembut selama ini, tidak dengan Keano. Aku bisa jadi singa daratan yang menyeramkan. Bukankah begitu?” Keano menarik tangan sang istri agar berada di depannya. Kedua pahanya mengapit kaki
Brenda duduk termenung ketika sang papa sudah pulang. Hatinya bingung harus menerima tugas tersebut. Papanya memang berkata benar, akan tetapi membujuk Direktur berhati batu macam direktur DAC sangat membuatnya sakit kepala. Tangannya menjambak rambut sendiri.***Meyyis***Mendengar kesulitan yang dihadapi oleh sang istri, Keano tidak bisa tinggal diam, hari ini, ellaki itu akan datang ke kantor dan sibuk menyelesaikan beberapa kesepakatan. Keano menjadi sangat marah, kali ini akan bertarung bahkan menghabisi Brenda dan Arsan. Sudah cukup, selam ini diam dan tidak melakukan hal yang semestinya.Dirinya bukan sang ibu yang memiliki hati selembut sutra. Keano akan menjadi seorang singa ganas jika sudah diusik. Lelaki bermata colakat itu masih dengan bantuan tongkatnya, siang ini menemui Arsan dan akan mengintimidasinya.“Siang, Om. Masih ingat saya.” Keano sudah sampai di perusahaan milik Arsan.“Maaf, Tuan. Bapak ini menerobos masu
Keano tersenyum mendengarnya. Mereka melanjutkan makan dengan lahap. Sesekali, Keano mengusap bibir sang istri yang terkena saos barbeque. Mereka tersenyum bersama, hingga makanan tandas tidak tersisa. Malam ini, rasa tidak nyaman yang sudah dipendam beberapa saat lepas sudah.***Meyyis***Brenda tiba di kantor dengan wajah yang sudah dipenuhi dengan amarah. Sampai mejanya, wanita itu mengamuk dan menyisir mejanya hingga bersih, akan tetapi benda yang ada di mejanya berantakan ke lantai. Wanita itu sangat marah bahwa dirinya dikalahkan oleh Hafiza yang notabennya hanya pimpinan pengganti.“Bodoh kalian semua! Untuk apa aku bayar mahal kalau berakhir gagal. Enyah kalian! Enyah! Perbaiki semuanya. Jangan muncul di hadapanku kalau belum benar.” Brenda melempar barang yang tersisa ke arah beberapa pegawainya.“Aku sungguh tidak tahan lagi.” Pegawainya berbisik pada temannya, setelah keluar dari ruangan Brenda.“Sama,
“Mari makan,” ajak Keano.“Aku sudah makan dengan klien dan Rani. Aku akan menemanimu makan,” ucap Hafiza.“Lupakan.” Keano berbalik dan meninggalkan ruang makan itu. Perutnya tidak lagi lapar. Hafiza merasa sangat bersalah, karena suaminya mempersiapkan semuanya.***Meyyis***Hafiza masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti baju. Sedangkan Keano masih berdiri di depan jendela kamar mereka. Lelaki itu memandang ke arah luar jendela itu. sedangkan Hafiza baru saja selesai mandi, bahkan masih mengenakan handuk kimononya.“Kita makan sekarang?” Hafiza memeluknya dari belakang.“Aku sudah tidak lapar.” Keano hanya diam memandang ke arah luar jendela.“Tidak bisa, harus makan. Aku ganti baju dulu. Nanti kusuapi. Maafkan aku.” Hafiza mencium puncak kepala sang suami. Wanita itu berganti pakaian untuk menemani suaminya makan malam. Meskipun sekarang sudah tengah malam,
“Malam ini, mau makan mi bareng? Kita makan mi ayam sepuasnya, begadang dan makan sosis.” Hafiza tertawa mendengarnya.“Aku ingin, tapi Keano masih membutuhkanku. Oke, aku pamit. Besok kutunggu. Aku akan segera revisi kalau ada yang Kurang pas.” Rani mengacungkan jempolnya dan memeluk sang sahabatn***Meyyis***Hafiza mengembuskan napas berat, wanita itu harus presentasi menyampaikan proposalnya di depan banyak orang untuk memenangkan tender ini. Gilang sebenranya sudah menawarkan diri, akan tetapi wanita itu menolak sebab, menurutnya jika presentasinya berhasil kali ini berarti dirinya memiliki nilai lebih karena CEO pengganti sementara saminya sedang memulihkan diri di rumah. Sebagai pemimpin, tentu para dewan direksi akan percaya padanya, meskipun Keano tidak ada.Sorot lampu mulai hanya fokus kepada dirinya. Hafiza mengembuskan napas panjang. Setelah salam dan mengatakan pembuka, wanita itu mulai presentasi dengan peralat