Esok harinya berjalan seperti biasa. Keano sekolah dan Zahwa ke kantor. Di sekolah, Keano lebih banyak diam dan bermain di lapangan. Malas banget harus berurusan dengan Gladis. Walaupun kemarin sudah ada pertemuan antara dirinya bahkan para orang tua, tapi wanita itu tetap saja mengganggunya.
“Keano!” Lelaki kelas lima itu menoleh ke arah sumber suara.
“Ada apa Alicia?” Keano membiarkan bolanya pergi. Dia mendekati gadis itu ke pingir lapangan. Lelaki itu meraih botol air mineral yang disodorkan oleh Alicia. Ya, Alicia dan Keano berteman sejak masih TK.
“Gue denger Lo dan Gladis berantem lagi?” Keano tersenyum kecut sambil menutup botol air mineral itu.
“Biasa anak manja.” Alicia menoleh ke arak Keano yang baru saja duduk di dekatnya dengan kaki yang diluruskan.
“Emang, ya? Gadis itu pingin tah, ihhh ... gue bener-bener gedeg banget lihat tuh anak sok kaya sendiri.” Keano hanya menggidigka
“Ganteng buat apa kalau jutek?” Zahwa berjalan mendahului Ingrid. Dia langsung berjalan jenjang menuju ke lift. Dada Zahwa sangat kencang berdetak mendengar Andra yang memanggilnya. Bukan karena dia takut ditegur tentang dirinya yang tidak menunduk. Namun lebih dari pada itu. Dia takut jika Andra mengenalinya.“Za, Lo dipanggil Pak Andra ‘kan? Kenapa masih di sini?” Ingrid yang tertinggal di belakang sudah sampai di kubikelnya.“Hufff, gue nggak akan datang. Ya kali karena gue nggak mau nunduk dia jadi hukum? Gila hormat banget dia.” Zahwa menolak untuk ke ruangan Andra. Jujur dia ingin resign, akan tetapi ini sangat menyesakkan dada. Jika dia mengenalinya, maka secara otomatis dia akan lari kembali. Tidak mau lagi berurusan dengan keluarga Dawson.“Ih, berani banget kamu menolak si ganteng. Dia ‘kan bos kita, Za. Suka-suka dia mau ngapain aja. Kita sebagai bawahan tinggal nurut. Kau ‘kan bisa minta maaf sama dia.” Zahwa mengedikkan
Zahwa menarik napasnya sehalus mungkin agar tidak terdengar oleh lelaki itu. “ Ah-e, anu mana mungkin saya berarani, Pak.” Zahwa sudah tidak tahu bagaimana harus bersembunyi. Jika mungkin, kali ini dia akan berlari ke hutan Amazon sehingga tidak ada satu pun yang dapat menemukannya.“Zahwa Almira, kau tidak ingat padaku, Ra? Ke mana selama ini? Aku mencarimu ke semua tempat. Tapi jejakmu menghilang. Kenapa?” Zahra menelan air ludahnya sangat susah. Dia membetulkan kaca mata tebalnya. Dia tidak percaya jika Andra mengenalinya.“Aku tidak ke mana-mana. Kontrakku dengan Media Tour habis jadi pulang kampung,” bohong Zahra.“Aku mencarimu ke Semarang. Tapi tidak pernah kau kembali.” Zahwa mati kutu. Dia tidak bisa beralasan lagi.“Apa kau sengaja menghilang? Kenapa? Kakakku sudah menodaimu, seharusnya dia bertanggung jawab. Tapi kau memilih menghilang.
Hari ini langit sangat cerah. Burung-burung gereja juga berarak mrnghiasi pohon-pohon akasia yang ada di sepanjang jalan perumahan. Sudah dua hari ini Keano hanya terdiam. Bahkan kritikan pedas yang kasang diberikan kepada Zahwa lenyap. Zahwa sendiri merasa takut akan tingkah putranya itu. Namun dia akan membiarkan dahulu. Toh dia sudah tahu penyebabnya.“Keano, siang mama kayaknya bisa jemput. Nunggu mama, ya?” Keano hanya mengangguk kemudian meraih tangan Zahwa untuk dicium. Seperti biasa Zahwa masih rutin mencium pipi manis Keano dan anak laki-laki itu pun tidak menolak atau malu. Mereka sudah berpisah, Keano masuk ke kelasnya sedangkan Zahwa melaju ke tempat kerja. Hari-harinya kini tidak leluasa sejak Andra mengetahui jati dirinya. Semoga saja, Damian tidak menyusul mengetahuinya. Tapi dia sudah berencana untuk pindah. Mungkin saja, nanti akan merendahkan diri dengan menyusul Arsan ke Bandung.Sempat berpikir untuk menerima
“Ra, maksudku Za ... kenapa?” Andra mengikuti Zahwa dan Ingrid dari belakang.“Za, sepertinya aku harus duluan, deh. Dah Pak Andra ....” Zahwa meminta Ingrid untuk tetap tinggal tapi Ingrid keburu masuk ke dalam lift.“Ra, kamu menghindariku? Aku hanya ingin dekat dengan Keano. Please!” Andra menangkupkan tangannya memelas.“Sudah saya bilang jangan ganggu saya, Pak. biarkan seperti ini. aku dengan kehidupanku dan bapakd engan kehidupan Bapak. Kita tidak akan pernah dapat satu level, Pak.” Zahwa mengucek matanya yang terasa pedih. Dia melepas kaca mata tebalnya. Hanya beberapa detik, kemudian mengenakannya lagi. Ya, lagi-lagi Andra terpesona. Andra memang sudah menyukai Zahwa sejak pertama dulu bertemu. Dia menelan ludahnya dengan susah payah. Tring ... bunyi lift berdentang. Mereka berdua masuk ke dalam lift.“Za, aku ikut jemput Keano, ya?&rdquo
Zahwa dan Andra sudah sampai di sekolah. Terlihat Keano ada di halte itu. lima menit lagi Zahra terlambat Keano pasti sudah naik bus way. Zahra turun dari mobil. Mereka berada di seberang jalan sekarang. Zahra menghampiri putranya tersebut.“Sudah dari tadi, Nak?” tanya Zahwa.“Ya, siapa laki-laki itu!” Sekarang memang dibelakang Zahwa ada laki-laki. Siapalagi kalau bukan Andra yang ikut turun.“Oh, maaf mama lupa. Ini adalah Pak Andra Bos mama.” Andra maju untuk berada sejajar dengan Zahwa agar bisa menjabat tangan Kenao.“Halo, namamu Keano? Nama yang ganteng seganteng orangnya.” Ya, saat melihatnya memang dia sudah sangat tahu bahwa Keano adalah anaknya Damian. Uluran tangan Andra hanya berbuah kehampaan. Kenao tidak meraih tangan itu, sehingga Andra menariknya.“Keano,tidak sopan seperti itu.” Zahwa mengintrupsi kelakuan anaknya pada Andra.“It’s oke, Zah. Tidak masa
Zahwa tidak ke kantor lagi. Dia memilih untuk mandi karena rasa gerah begitu menguasainya. Andra memang tidak mengijinkan dia untuk kembali ke kantor karena sepertinya Keano marah padanya. Selesai mandi, Zahwa datamg ke kamar Keano. Sebelumnya dia mengetuk pintu terlebih dahulu.“Mama masuk, ya?” tanya Zahwa. Dia membuka pintu kamar anaknya.Keano terlihat tak acuh sambil bermain games kesukaannya. Dia bahkan tidak menggubris kedatangan mamanya. Zahwa mengembuskan napasnya sangat berat ketika anaknya sudah mode diam seperti itu.“Keano, boleh mama tahu alasannya kamu tidak suka?” tanya Zahwa dengan hati-hati.“Apa yang mama maksud?” Zahwa mengelus rambut Keano yang hitam.“Sama Om Andra. Kenapa tadi bersikap seperti itu?” Zahwa merangkul putranya tersebut. Dia memandang lekat ke arah putranya tersebut berharap anak laki-laki itu mem
“Ma, Om Arsan sudah selesai denganku.” Zahwa sudah mengenakan sarung tangan siap untuk mengisi pot-potnya.“Bisa tolong pegangi? Mama masih sedikit ribet ini.” Keano dengan sabar mau melakukannya untuk mamanya. Ya, jika dengan Arsan memang Keano mau melakukan apa pun.“Ada apa, Mas. Aku sedang bercocok tanam. Mumpung pulang lebih awal.” Arsan tersenyum. Dia selalu mampu membaca gerak Zahwa dengan baik.“Kau menghindariku?” Zahwa sedikit berubah aura wajahnya. Dari mana Arsan tahu? Bahwa dirinya menghindar.“Perasaan Mas saja. Baiklah aku akan cuci tangan. Mengobrolah dahulu dengan Keano.” Zahwa melepas sarung tangan plastiknya, kemudian mencuci tangannya. Dengan sabar Arsan menunggu sambil sesekali bercanda dengan Keano.“Terima kasih, Sayang. Halo, Mas.” Zahwa berjalan menuju kamarnya.momentum ini akan dia g
Esok hari yang di nanti tiba. Sekarang sudah pukul tujuh malam karena Arsan memang langsung berkendara dari kantor. Dia langsung pulang ke rumah Zahwa tidak mampir ke rumahnya dulu. Suara dentang bel berbunyi menandakan seorang Arsan yang sudah sampai.“Key, minta tolong bukakan pintu. Kayaknya itu Om Arsan deh.” Keano membukakan pintu. Tapi bukan Arsan yang datang melainkan Andra. Maka dengan tidak sopan Keano menutup pintunya kembali bahkan tidak memberi kesempatan pada Andra untuk bicara. Anak laki-laki itu memang selalu frontal jika tidak suka dengan seseorang.“Mana Om Arsannya?” tanya Zahwa sambil meletakkan sayur di atas meja.“Bukan Om Arsan tapi hanya ornag gila.” Zahwa paling tahu Keano. Dia berbohong. Itu pasti bukan orang gila. Astagfirullah ... pasti Pak Andra. Demikian batin Zahwa. Dia bergegas ke depan. Bukan apa-apa, dia masih membutuhkan pekerjaan. Maka Zahwa membuka pintu setelah sampai meraihnya.&ldq
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Brenda, tolong jangan memutuskan sambungan. Tetap hubungi aku,” tutur Keano.“Dari dulu, kamu memang baik. Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Brenda pergi dari ruangan Keano setelah pamit. Keano masih tidak menyangka, jika saudaranya berubah sedrastis itu.***Meyyis***Hafiza masuk ke ruangan suaminya, mendengar Brenda sudah meminta maaf dan akan melepaskan semua tentang perusahaan. Mendengar hal itu, Hafiza memeluk sang suami karena merasakan senang yang teramat. Kali ini, tujuan yang dilakukan suaminya untuk membawa Brenda kembali ke jalan yang benar, sudah tercapai. Memang seharusnya begitu sebagai seorang kakak memperlakukan adiknya.“Baiklah, karena aku sedang bahagia, dedek bayi mau minta apa dari papa?” tanya Keano sambil memeluk sang istri dari belakang.“Aku pingin nasi megono,” ucap Hafiza.“Nasi megono? Siap!” Keano bangkit, mencari se
“Aku akan mandi dulu.” Brenda meninggalkan ruangan itu, kemudian mandi di kamarnya. Air matanya luruh bersama air yang mengalir. Belum pernah ada, seseorang yang memperhatikannya seperti itu. Kehadiran Andy malam ini membuatnya menyadari bahwa jalan selalu akan terbuka lebar. Bahwa Tuahan masih ada untuknya.Brenda keluar dari kamar untuk berganti baju. Wanita itu keluar kembali untuk mencari Andy. Lelaki itu tidur di kursi yang dihimpitkan, dijajar. Brenda membangunkannya.“Ada kamar tamu di sana. Kamu bisa menggunakannya.” Bagaimana lelaki itu bisa meluluhkan hati Brenda, bahkan membuatnya percaya pada lelaki itu. padahal, baru saja mengenalnya. Wanita itu tidak lagi berprasangka buruk pada orang asing, ada apa dengan Brenda? Mungkinkah … ah, tidak mungkin jatuh cinta dengan pria asing yang baru setengah jam dikenalnya.***Meyyis***Brenda sudah bisa tidru, wanita itu bahkan tidur sudah beberapa jam
“Kenapa menolongku?” tanya Brenda.“Karena melihatmu.” Brenda memejamkan mata. Untuk sesaat wanita itu merasakan ketenangan batin. lelaki itu membuka matanya untuk mempercayai hidup.***Meyyis***Lelaki itu menuntun Brenda masuk ke dalam rumah. Di sebuah meja, ada air putih juga gelas. Lelaki dengan jaket jeans itu menuangkan air tersebut. “Minumlah agar lebih tenang.” Brenda menenggak air putih itu hingga tandas. Keringatnya membanjiri kening hingga ke leher. Wanita itu duduk lemas di kursi tersebut.“Masih banyak yang membutuhkan kita,” ucap lelaki itu.“Kamu bukan aku, bagaimana bisa berkomentar?” ketus Brenda.“Baiklah, kamu tahu kaki ini?” Lelaki itu menunjukkan kaki kanannya yang sudah tersambung dengan … mungkinkah kaki robot? Brenda menoleh ke arah lain setelah melihatnya.“Aku putus ada karenanya. Namun, kaki ini yang menuntunku ke arah kesuk
Mereka kembali memberikan kenyamanan pada masing-masing di kamar mandi itu. Aura romantic semakin terasa ketika membilas di bawah pancuran shower. Keduanya saling melepaskan lagi rasa cinta.***Meyyis***Brenda duduk termenung di balkonnya. Jika tidak diselamatkan, mungkin saja perusahaan kali ini jadi benar-benar hancur. Tidak ada lagi yang dapat dimintai tolong. Semua kenalannya sudah tidak ada lagi yang dapat dihubungi. Brenda menjadi frustasi. Wanita itu belum pernah mengalami krisis seperti ini.“Brenda, gunakan otakmu seperti biasa,” ucap Cassandra datang dengan minuman di tangannya.“Tidak ada yang bisa kulakukan, Ma. Semuanya tidak bisa melawan Keano. Masih sama, semua perusahaan yang aku hubungi di bawahnya,” tutur Brenda.“Kamu tidak bisa memikat Keano? Tidak ada pria yang menolak kesenangan,” tutur Cassandra.“Ma, apakah mama baru mengenal Keano? Bahkan seluruh dunia sudah berada di sampin
“Kamu benar, tapi anak kita lelaki yang kuat seperti sang papa. Dirinya tetap ingin membantu orang tuanya, bukankah itu seksi?” Keano tidak lagi berdebat dengan sang istri, karena semuanya akan percuma jika wanita itu sudah berkeinginan.***Meyyis***Langkah kecil Keano membuat perusahan Arsan kalang kabut. Keputusannya untuk menarik dana suplay perusahaan miliknya tersebut, terbukti ampuh. Arsan sudah lupa, bahwa dibalik berdirinya perusahaan miliknya tersebut, ada andil Damian, pastilah lelaki itu tidak bersih melepaskan. Hal itu diketahui Keano juga lewat arus bank dan finansial papanya, tidak butuh penjelasan dari lelaki yang berjuluk macan bisnis tersebut.“Tenang, Sayang. Kita akan melihat pertunjukan sebentar lagi. Jika mama dan papa berhati lembut selama ini, tidak dengan Keano. Aku bisa jadi singa daratan yang menyeramkan. Bukankah begitu?” Keano menarik tangan sang istri agar berada di depannya. Kedua pahanya mengapit kaki
Brenda duduk termenung ketika sang papa sudah pulang. Hatinya bingung harus menerima tugas tersebut. Papanya memang berkata benar, akan tetapi membujuk Direktur berhati batu macam direktur DAC sangat membuatnya sakit kepala. Tangannya menjambak rambut sendiri.***Meyyis***Mendengar kesulitan yang dihadapi oleh sang istri, Keano tidak bisa tinggal diam, hari ini, ellaki itu akan datang ke kantor dan sibuk menyelesaikan beberapa kesepakatan. Keano menjadi sangat marah, kali ini akan bertarung bahkan menghabisi Brenda dan Arsan. Sudah cukup, selam ini diam dan tidak melakukan hal yang semestinya.Dirinya bukan sang ibu yang memiliki hati selembut sutra. Keano akan menjadi seorang singa ganas jika sudah diusik. Lelaki bermata colakat itu masih dengan bantuan tongkatnya, siang ini menemui Arsan dan akan mengintimidasinya.“Siang, Om. Masih ingat saya.” Keano sudah sampai di perusahaan milik Arsan.“Maaf, Tuan. Bapak ini menerobos masu
Keano tersenyum mendengarnya. Mereka melanjutkan makan dengan lahap. Sesekali, Keano mengusap bibir sang istri yang terkena saos barbeque. Mereka tersenyum bersama, hingga makanan tandas tidak tersisa. Malam ini, rasa tidak nyaman yang sudah dipendam beberapa saat lepas sudah.***Meyyis***Brenda tiba di kantor dengan wajah yang sudah dipenuhi dengan amarah. Sampai mejanya, wanita itu mengamuk dan menyisir mejanya hingga bersih, akan tetapi benda yang ada di mejanya berantakan ke lantai. Wanita itu sangat marah bahwa dirinya dikalahkan oleh Hafiza yang notabennya hanya pimpinan pengganti.“Bodoh kalian semua! Untuk apa aku bayar mahal kalau berakhir gagal. Enyah kalian! Enyah! Perbaiki semuanya. Jangan muncul di hadapanku kalau belum benar.” Brenda melempar barang yang tersisa ke arah beberapa pegawainya.“Aku sungguh tidak tahan lagi.” Pegawainya berbisik pada temannya, setelah keluar dari ruangan Brenda.“Sama,
“Mari makan,” ajak Keano.“Aku sudah makan dengan klien dan Rani. Aku akan menemanimu makan,” ucap Hafiza.“Lupakan.” Keano berbalik dan meninggalkan ruang makan itu. Perutnya tidak lagi lapar. Hafiza merasa sangat bersalah, karena suaminya mempersiapkan semuanya.***Meyyis***Hafiza masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti baju. Sedangkan Keano masih berdiri di depan jendela kamar mereka. Lelaki itu memandang ke arah luar jendela itu. sedangkan Hafiza baru saja selesai mandi, bahkan masih mengenakan handuk kimononya.“Kita makan sekarang?” Hafiza memeluknya dari belakang.“Aku sudah tidak lapar.” Keano hanya diam memandang ke arah luar jendela.“Tidak bisa, harus makan. Aku ganti baju dulu. Nanti kusuapi. Maafkan aku.” Hafiza mencium puncak kepala sang suami. Wanita itu berganti pakaian untuk menemani suaminya makan malam. Meskipun sekarang sudah tengah malam,
“Malam ini, mau makan mi bareng? Kita makan mi ayam sepuasnya, begadang dan makan sosis.” Hafiza tertawa mendengarnya.“Aku ingin, tapi Keano masih membutuhkanku. Oke, aku pamit. Besok kutunggu. Aku akan segera revisi kalau ada yang Kurang pas.” Rani mengacungkan jempolnya dan memeluk sang sahabatn***Meyyis***Hafiza mengembuskan napas berat, wanita itu harus presentasi menyampaikan proposalnya di depan banyak orang untuk memenangkan tender ini. Gilang sebenranya sudah menawarkan diri, akan tetapi wanita itu menolak sebab, menurutnya jika presentasinya berhasil kali ini berarti dirinya memiliki nilai lebih karena CEO pengganti sementara saminya sedang memulihkan diri di rumah. Sebagai pemimpin, tentu para dewan direksi akan percaya padanya, meskipun Keano tidak ada.Sorot lampu mulai hanya fokus kepada dirinya. Hafiza mengembuskan napas panjang. Setelah salam dan mengatakan pembuka, wanita itu mulai presentasi dengan peralat