Ketika saatnya makan malam, saat itu Valerie masih berada di kamarnya. Dia masih memakai skincare lebih dulu barulah mengenakan pakaiannya. Meskipun malam hari, Valerie tidak langsung memakai pakaian tidur. Dia mengenakan gaun lebih dulu karena masih akan turun untuk makan malam. Seperti itulah kebiasaannya. Tidak perlu waktu lama untuk Valerie mengenakan pakaiannya. Dia mengambil jepitan rambutnya dan bergegas untuk turun. Jika dia masih berlama-lama di sana, maka Sean bisa saja datang untuk memanggilnya lagi. “Untunglah besok senin,” ujar Valerie. Jika orang lain akan merasa malas untuk menjalani hari di hari senin, maka Valerie sebaliknya. Setidaknya dengan bekerja, dia tidak perlu bertemu dengan Sean lebih lama. Mereka mungkin hanya akan bertemu ketika pulang kerja, dan terkadang saat akan berangkat. Begitu Valerie akan menuruni tangga, dari arah berlawanan dia berpapasan dengan Sean. Pria itu pasti juga akan turun untuk makan malam. Jadilah mereka berdua turun bersama. Sean
Karena Valerie sudah terlanjur mengatakan bahwa dia akan makan kue setelah ini, jadilah dia bergegas untuk pergi. Dia juga tidak merasa masalah jika meninggalkan Sean, karena pria itu juga sudah selesai dengan makan malamnya. “Mau kemana?” tanya Sean begitu menyadari pergerakan Valerie. Tentu saja Valerie tidak akan mengatakan bahwa dia akan makan kue. Dia tidak ingin Sean lantas menginginkan hal yang sama juga. “Aku harus mengambil air,” jawab Valerie. Tetapi sebelum pergi, Valerie kembali menatap Sean. “Apa lagi yang kamu lakukan disitu?” tanya Valerie karena sejak tadi Sean tidak kunjung beranjak. Sama seperti Valerie yang kebingungan, Sean juga sama. Dia tidak mengerti mengapa dia masih saja duduk di sana dan tidak langsung beranjak. Apa itu karena Valerie masih berada di sana? “Saya menunggu kamu,” kata Sean. Mendengar kalimat itu, Valerie lantas menolak dengan cepat. “Tidak perlu. Aku akan langsung naik setelah ini, jadi pergi saja lebih dulu,” balas Valerie. Jika Valeri
“Bukankah kamu juga menikmatinya? Hmm?” ucap Sean yang kembali melumat bibir Valerie lagi.Tidak salah jika Sean menyebutnya sebagai kesibukan baru. Dia benar-benar sibuk sekarang. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal yang lainnya.Sean yang sejak tadi tidak melepaskan bibir Valerie, kini mulai turun dan menyusuri leher jenjang milik Valerie. Dia memberikan banyak ciuman di sana, dan Valerie hanya bisa menahan napas geli.Tentu saja Sean menyadari jika Valerie juga mulai menikmati perbuatannya. Karena itulah dia terus mencium leher Valerie hingga kini tempat itu sudah mulai dipenuhi air liur Sean.“Tidak perlu menahannya, kamu bisa berteriak sesukamu,” ucap Sean.“Kalau begitu berhenti menciumku seperti itu,” balas Valerie.Bukannya berhenti, Sean semakin melancarkan aksinya. Dia memeluk pinggang istrinya itu dengan erat, tetapi terus saja menggerakan tangannya dan tidak tinggal dia
Keesokan harinya, Valerie bangun dari kasurnya dan langsung menuju cermin. Dia memperhatikan lehernya dan memastikan tidak ada tanda aneh di sana.“Untunglah bisa hilang dengan cepat,” ujar Valerie.Semalam setelah kejadian itu, Valerie mencoba untuk membersihkan lehernya dengan menggunakan segala skincare yang dia miliki. Untung saja usahanya tidak sia-sia.Pagi itu Valerie tidak ingin lagi berlama-lama. Setelah dia siap dengan pakaian kantornya, Valerie langsung bergegas menuju dapur. Dia sengaja turun lebih awal untuk menyiapkan sarapannya.“Apa nyonya membutuhkan sesuatu? Bibi akan membuatnya,” ucap Bibi yang melihat Valerie sudah berada di dapur.“Jangan Bi, saya masak sendiri saja,” balas Valerie.Ketika Sean keluar dari kamarnya, dia menatap ke arah jalan menuju kamar Valerie. Sean tidak mungkin menyapa lagi pagi ini.“Apa dia sudah berangkat?” ujar Sea
Ketika Putra masih sibuk di meja kerjanya, tiba-tiba saat itu Sean berjalan keluar. Melihat hal itu Putra lantas bangun dari posisinya.“Ada apa, bos?” tanya Putra.“Tinjau lokasi. Bukankah sudah waktunya?” ucap Sean.Putra memeriksa arloji yang sedang dia kenakan dan menyadari bahwa ucapan Sean memang benar. Mereka memiliki jadwal untuk memeriksa sebuah tempat hari ini.Tetapi tanpa menunggu Putra bersiap, Sean langsung pergi begitu saja. Akhirnya Putra bergegas dan segera mengikuti pria itu.Di sisi lain, saat itu Valerie sedang berada di mal bersama dengan Clara dan Aldo. Mereka sengaja datang untuk memeriksa produk yang sedang dipasarkan, sembari memantau penjualannya.“Snack ini enak. Aku sudah menduga ini akan laku di pasaran,” ujar Clara.“Aishh gayamu,” balas Valerie yang ternyata sedang berada di dekat Clara saat itu.Menyadari bahwa Valeri
Begitu mereka selesai berbelanja, Aldo langsung mendorong troli itu ke arah parkiran. Siang tadi mereka bertiga berangkat bersama dari kantor dengan menggunakan mobil Valerie, karena Aldo dan Clara yang kompak tidak membawa mobil hari ini. “Lihat dia. Sudah seperti bapak-bapak saja,” ucap Clara yang melihat Aldo begitu telaten mengatur semua barang belanjaan mereka tadi di bagasi. Mendengar itu, Valerie lantas mengangguk setuju. “Dia masih sangat muda, tapi sudah mengerti tanggung jawab,” kata Valerie. Valerie tidak mengerti alasan mengapa Sean memiliki hubungan yang buruk dengan sepupunya itu. Padahal sejauh yang Valerie ketahui, Aldo adalah sosok pemuda yang baik. Dia selalu menanyakan kabar orang tuanya, dan tidak lupa menyapa orang tua Sean ketika berada di kantor. Tanpa sadar, saat itu Aldo sudah selesai dengan kegiatannya. Dia memberikan troli itu kepada petugas dan tidak lupa mengucapkan terimakasih. Mereka sudah berencana untuk makan di restoran yang ada di dekat pusat pe
Saat dimana Valerie sedang duduk berdua bersama dengan Aldo sembari tertawa lepas, saat itu Sean juga berada di tempat yang sama. Sean dan Putra baru saja tiba dan akan singgah untuk makan sebentar, sebelum Putra melihat bahwa ada Valerie dan Aldo yang sedang berduaan di sana. Melihat hal itu, Putra lantas mengunci pintu mobil mereka. Dia tidak mungkin membiarkan Sean turun sekarang. Tidak disaat seperti ini. “Apa ini?” ucap Sean dengan nada yang terlewat datar ketika dia menyadari bahwa pintu mobil itu masih belum dibuka kuncinya. Sean tidak memiliki banyak kesabaran, dan dia tidak punya waktu untuk bercanda. Waktunya benar-benar berharga. Tetapi meski tahu bahwa dia sudah membuat Sean kesal, Putra tetap saja tidak bergerak. Dia sedang mencari cara agar Sean mau merubah tempat makan mereka. “Bagaimana jika makan di tempat lain?” ujar Putra mengusulkan. Mendengar itu, Sean sama sekali tidak memberikan respon apapun. Dia hanya menghela napas kesal sembari menatap Putra dengan taj
Keesokan harinya, Sean turun lebih cepat dari biasanya. Dia sudah menanyakan tentang keberadaan Valerie, dan pelayan mengatakan bahwa Valerie sudah berada di meja makan saat ini. Jika tebakan Sean benar, maka Valerie akan memasak untuk dirinya sendiri sama seperti hari kemarin. Dia seolah tidak ingin berbagi makanan yang sama dengan Sean. Begitu Sean sampai di ruang makan, dia mendapati Valerie yang baru saja datang dengan membawa secangkir minuman dari arah dapur. Sean menatap Valerie meski wanita itu tidak balas menatapnya. “Kamu masih tidak ingin berbicara?” ujar Sean. Sean terus saja berdiri sejak tadi meskipun pelayan sudah menarik kursi untuk dia duduki. Sean hanya memberikan perintah dengan tangannya dan pelayan langsung undur diri dari sana. Valerie sekali tidak peduli dengan pria itu dan semua perkataannya. Dia hanya memotong roti lapis miliknya dan menyantapnya dengan perlahan. Melihat Semua itu, Sean akhir duduk sejenak. Dia berusaha untuk menahan diri sejak tadi, kar
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia