Kini Putra dan Sean sedang berada di parkiran, tetapi mobil mereka belum juga berangkat sejak tadi. Padahal Putra sudah bersiap untuk pergi dan hanya menunggu perintah Sean saja. “Apa ada sesuatu yang tertinggal?” tanya Putra perlahan. Di bagian bangku penumpang, Putra bisa melihat Sean yang sedang duduk seraya memijat pelipisnya perlahan. Dia seperti seseorang yang sedang memiliki banyak beban pikiran, hingga kesulitan untuk berpikir. Karena melihat gelagat Sean yang seperti itu, Putra kembali terdiam dan tidak lagi melanjutkan kalimatnya. Melihatnya saja sudah membuat Putra pening, apalagi jika dia mengalami semuanya sendiri. Ketika Putra masih menunggu dengan diam, saat itu Sean akhirnya mulai membuka suara, “Kamu punya nomor telepon Valerie?” tanya Sean. Putra yang kaget karena tidak menduga bahwa Sean akan berbicara saat itupun lantas berbalik dan menatap ke arah bangku penumpang. “Aku punya,” balas Putra. Awalnya Sean tampak ragu, tetapi kali ini dia kembali meneruskan kali
Karena hubungan Sean dan Valerie tidak kunjung membaik, akhirnya semua itu sangat membebani Sean. Beberapa hari terakhir ini, dia tidak lagi menyantap makanan apapun dan tempramennya menjadi semakin buruk. Seperti hari ini ketika Sean tiba di kantor, tatapan menjadi sangat dingin sehingga setiap karyawan yang hendak menyapa hanya bisa membungkuk dengan sopan. Sama sekali tidak ada yang berani untuk mengeluarkan suara. Ketika Sean tiba di depan meja resepsionis, dia hanya mendapatkan seorang karyawan di sana. Melihat hal itu, Sean lantas berhenti. “Di mana karyawan lain?” ujar Sean. Resepsionis yang awalnya membungkuk itupun lantas melihat Sean sejenak, tetapi tidak sanggup menatap wajahya. “Mohon maaf pak, sepertinya masih dalam perjalanan,” jawab resepsionis itu. Hilang sudah ketentraman pagi itu. Sean benar-benar menunjukkan aura gelap yang membuat semua orang ketakutan. Mereka tidak berani bergerak sedikitpun. “Katakan padanya tidak perlu datang hari ini,” kata Sean. Putra
“Silahkan,” ucap Sean lagi. Pria itu menyodorkan tangannya seolah menunggu Valerie untuk memasangkan cincin itu di jarinya. Karena sudah mengerti dan tidak ingin lagi menanyakan apapun, Valerie langsung mengeluarkan cincin itu dari kotaknya, dan memasangnya di jari manis Sean. “Sudah,” ujar Valerie singkat. Karena Valerie sudah melakukan tugasnya sesuai keinginan Sean, dia menduga bahwa Sean akan melepaskan dirinya dan membiarkannya pergi setelah itu. Jadi tanpa menunggu lagi, Valerie lantas hendak beranjak. “Masih belum selesai,” kata Sean. Mendengar hal itu, Valerie hanya bisa menatapnya dengan tatapan seolah bertanya. “Ada apa lagi?” tanya Valerie. Tetapi bukannya menjawab, Sean malah kembali menggenggam tangan Valerie dan mengajaknya pergi lagi. Kali ini, mereka pergi menuju kamar tidur Valerie. “Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie begitu Sean membuka pintu kamar tidurnya. Karena memerlukan bantuan Valerie, Sean lantas menjawab, “Kamu juga harus memakai cincin milik
Beberapa hari kemudian setelah kejadian cincin pernikahan waktu itu, sejak itu Sean menjadi semakin sibuk di kantor. Jika sebelumnya Valerie yang pulang larut kerena disibukan dengan urusan pekerjaan, maka kali ini giliran Sean.Jika Sean pulang selepas waktu makan malam, dia juga akan terus bekerja di ruangan kerjanya yang berada di rumah. Dia tampaknya sudah kembali menjadi Sean yang gila kerja sekarang. Dia juga tidak lagi mengganggu Valerie, dan sepertinya itulah yang Valerie inginkan.Pagi itu ketika Sean berangkat ke kantor, dia merasa ada yang salah dengan tubuhnya. Entah mengapa dia merasa lemas hari ini. Ketika mobilnya sampai di parkiran, bertepatan dengan itu Putra juga baru saja tiba.Melihat Sean yang baru saja turun dari mobilnya, Putra lantas bergegas untuk menyapa, “Selamat pagi, bos!” sapa Putra dengan bersemangat.Tetapi begitu Putra memperhatikan wajah Sean, dia menjadi kebingungan. Masalahnya, Sean tampak se
Setelah memutus panggilannya dengan Putra, Valerie tidak langsung pergi menuju kantor milik Sean. Dia lebih dulu menyiapkan bubur di dapur kantor. Jika Sean memang sedang demam dan kurang enak badan, maka seharusnya dia memakan makanan yang mudah dicerna lebih dulu.Setelah menyiapkan makanan, barulah Valerie bergegas menuju kantor Sean. Ketika menelpon tadi, dia juga sudah meminta kepada Putra agar meminta resep obat dari dokter, dan ternyata Sean juga memiliki dokter keluarga.“Dia benar-benar membuat panik,” ucap Valerie.Masalahnya, bukan hanya Valerie yang dia buat panik. Putra yang melihat perubahan Sean juga pasti menjadi panik. Jika dia memang merasa tidak sehat, maka seharusnya dia tidak perlu berangkat ke kantor dan berdiam diri saja di rumah.Sebenarnya Valerie juga membelikan beberapa cemilan, dan akan memberikan itu karyawan Sean nanti. Mendengar cerita Putra saja, sudah bisa membuat Valerie membayangkan sikap Sean
Valerie berjalan untuk meletakkan tasnya sementara Sean masih berdiri dengan keadaan yang sama sejak tadi. Tetapi begitu dia merasakan pening di kepalanya, Sean lantas duduk kembali. Dia ingin memejamkan mata sejenak, namun khawatir jika Valerie bisa saja pergi jika dia melakukan hal itu.Begitu meletakkan tasnya, Valerie mengambil secangkir teh hangat yang tadi dibawakan oleh Putra. Dia memang meminta itu tadi. Tanpa menunggu lagi, Valerie segera menuju ke arah Sean dan meletakan cangkir itu dihadapannya.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Valerie memastikan.“Sepertinya sedikit buruk,” jawab Sean.Valerie mendekat ke samping kiri Sean dan meletakkan telapak tangannya di dahi pria itu. “Kamu demam,” ucap Valerie.Meski Sean merasa kaget karena melihat keberadaan Valerie di ruangannya, dia masih tidak menanyakan hal itu. Saat ini dia hanya ingin agar Valerie tidak lagi menjauh darinya.&l
Valerie berjalan untuk meletakkan tasnya sementara Sean masih berdiri dengan keadaan yang sama sejak tadi. Tetapi begitu dia merasakan pening di kepalanya, Sean lantas duduk kembali. Dia ingin memejamkan mata sejenak, namun khawatir jika Valerie bisa saja pergi jika dia melakukan hal itu.Begitu meletakkan tasnya, Valerie mengambil secangkir teh hangat yang tadi dibawakan oleh Putra. Dia memang meminta itu tadi. Tanpa menunggu lagi, Valerie segera menuju ke arah Sean dan meletakan cangkir itu dihadapannya.“Bagaimana keadaanmu?” tanya Valerie memastikan.“Sepertinya sedikit buruk,” jawab Sean.Valerie mendekat ke samping kiri Sean dan meletakkan telapak tangannya di dahi pria itu. “Kamu demam,” ucap Valerie.Meski Sean merasa kaget karena melihat keberadaan Valerie di ruangannya, dia masih tidak menanyakan hal itu. Saat ini dia hanya ingin agar Valerie tidak lagi menjauh darinya.&l
Baru saja Valerie dan Putra kembali ke ruang kerja Sean untuk memeriksa keadaan pria itu, mereka malah menemukan Sean yang berjalan keluar dari kamar pribadinya.Sean yang mendapati Valerie datang bersama dengan Putra, lantas berjalan mendekat. “Sepertinya saya hanya tertidur sebentar,” ucap Sean.Mendengar hal itu, Putra dan Valerie saling menatap satu sama lain. Mereka berdua bersikap seolah tidak setuju dengan ucapan Sean barusan.“Ada apa?” tanya Sean yang menyadari ada kejanggalan disana.“Itu benar, kamu hanya tidur sebentar,” kata Valerie. “Hanya tiga jam jika aku tidak salah,” lanjut Valerie lagi.Valerie beranjak untuk mengambil barang-barangnya, sementara Sean hanya bisa terdiam di tempat.“Ti-tiga jam?” ujar Sean sembari menatap ke arah Putra yang kini sedang berdiri di hadapannya.Tidak seperti Valerie yang langsung memberikan jawaban,
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia