“Seharusnya kamu mengingatkan tentang meeting itu semalam,” ucap Sean. Saat ini, Sean dan Putra masih berkendara menuju tempat klien mereka. Sepanjang perjalanan itu, mereka masih juga beradu argumen satu sama lain. “Bukankah aku sudah mengingatkan itu kemarin?” balas Putra yang kini mulai berbicara dengan tidak begitu formal. Tampaknya Sean masih tidak menerima bahwa dia harus membatalkan janjinya dengan Valerie semalam. Padahal Sean sudah mengatakan hal itu dengan sangat percaya diri. “Lagipula, sejak kapan kamu melupakan janji? Biasanya tidak pernah seperti ini,” kata Putra lagi. Kali ini Putra mencoba untuk menggali informasi. Dia harus mengetahui alasan mengapa Sean tidak suka saat dijemput olehnya pagi ini. “Apa kamu membuat masalah dengan Valerie?” tanya Putra lagi. “Tentu saja tidak,” balas Sean cepat. Mereka berdua sama-sama terdiam karena jawaban Sean yang terlewat cepat ini. Dia seperti tidak ingin membuat kesalahan apapun karena lama memberikan jawaban. “Jadi apa
Malam itu, Valerie tampaknya tiba di rumah lebih dulu dibanding Sean. Ketika dia memarkirkan mobilnya tadi, dia memang tidak menemukan mobil yang Sean kendarai tadi, mengingat bahwa dia pergi bersama dengan Putra pagi tadi. Karena itulah Valerie langsung berjalan masuk tanpa perlu menunggu lagi. Mungkin saja Sean masih sibuk dengan semua pekerjaannya yang menumpuk hari ini. Begitu Valerie masuk, para pelayan kembali menyapa dirinya. Mereka juga sudah menyiapkan hidangan makan malam. Melihat hal itu, Valerie menjadi tidak enak sendiri, karena dirinya juga sudah makan malam lebih dulu. “Apa nyonya akan makan malam sekarang?” tanya Bi Tina. Valerie tersenyum perlahan meski merasa tidak nyaman karena akan menolak. “Saya sudah makan malam tadi sebelum pulang,” kata Valerie. “Kalau Sean, belum pulang yah Bi?” tanya Valerie yang menyoba untuk mencairkan suasana. Sebenarnya Bi Tina juga tidak merasa keberatan jika tuan rumahnya tidak ingin menyantap makan malam yang telah disiapkan. Dia
Sore ini, Valerie baru saja pulang dari Rumah Sakit tempatnya bekerja. Dia sudah bekerja dari pagi sampai sore, dan berharap bahwa dia bisa beristirahat lebih awal hari ini.Sesampainya di rumah, Valerie disuguhkan pemandangan yang tidak dia bayangkan sebelumnya. Dia menemukan rumahnya dengan keadaan sangat berantakan.“Pa?” teriak Valerie saat memasuki rumahnya. Dia sedang mencari keberadaan papanya yang entah sedang berada dimana.Valerie berjalan dengan perlahan disana. Aneh sekali, kenapa dia malah merasa takut di rumahnya sendiri?“Papa!” Valerie mencoba kembali untuk memanggil papanya.“Siapa kamu?” teriak seseorang yang berada di dekat tangga saat Valerie berjalan mendekat kesana, pria itu berperawakan tinggi dan dia baru saja muncul dari ruang TV.Pria itu berjalan mendekat, tapi Valerie mulai menjaga jarak. “Seharusnya saya yang bertanya, sedang apa anda di rumah saya?” ucap Valerie yang masih bersikap siaga.“Ohh, jadi kamu anaknya Tio?” balas pria itu sembari tersenyum.Val
Beberapa saat telah berlalu, dan Valerie telah sampai di depan sebuah rumah yang terlihat sangat megah, rumah itu pasti memiliki harga yang fantastis.Namun valerie bukan orang yang suka akan hal-hal mewah seperti itu, apalagi jika itu adalah milik orang lain. Dia juga harus sadar diri.“Masuklah!” ucap Sean, kali ini pria itu berbicara dengan suara yang tenang, Valerie hanya mengikuti ucapan pria itu.“Sebentar,” cegah Valerie sebelum Sean menyuruhnya masuk untuk mengikutinya, “Bagaimana dengan Papa saya?” tanya Valerie memastikan. Itu karena dia tidak langsung dibawa pergi, tanpa melihat papanya yang entah sudah dibuka ikatannya atau tidak.Sean hanya diam dan tidak menjawab, hal itu semakin membuat Valerie gelisah, “Bukankah saya dan anda sudah setuju tadi?” ulang Valerie lagi, dia berhenti ditempatnya dan itu membuat Sean juga berhenti.Pria itu menatap Valerie sembari meletakkan kedua lengannya di pinggang, “Saya tidak ingin menjawab, sebelum kamu masuk.” jelas Sean.Dia mencoba
~Apa aku terdengar seperti sedang meminta persetujuan?~Tanpa menunggu apapun, Valerie langsung menatap kepada orang yang masih mengulurkan tangannya itu.“Papa!” ujar Valerie tidak percaya.Papanya hanya mengangguk dengan air mata yang mulai menetes, “Ayo, Sayang!” ajak papa.Valerie tanpa ragu langsung menggandeng lengan papanya, “Val kangen, Pa,” ucap Valerie yang sepertinya akan menangis.“Don’t cry sweetheart, Papa nggak akan pernah ninggalin kamu.” jelas papa.. . .“Terimakasih!” ucap Valerie pada Sean setelah mereka selesai dengan acara pernikahan, yang menurut Valerie sangat mendadak itu.“Untuk apa?” tanya Sean setelah beberapa saat, Pria itu sedang serius memandang beberapa tamunya.“Untuk mengizinkan Papa menggandeng tanganku hari ini,” jelas Valerie sembari tersenyum lebar.Dia tidak berhenti tersenyum sejak tadi, setidaknya setelah dia bertemu dengan papanya.Mendengar itu, sean lalu menatap Valerie dengan pandangan tertarik, “Saya hanya tidak ingin membuatmu merasa sepe
“Tidak apa-apa nyonya.” Balas bibiValerie menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Bibi mengira bahwa nyonya baru mereka itu akan diam saja atau pergi. Tetapi diluar dugaan, Valerie malah membantu membersihkan beberapa sayuran.Valerie tidak hanya membantu mencuci sayuran. Tapi dia juga memasak beberapa makanan.Saat Valerie sedang menata makanan itu di meja, dia bisa mendengar langkah kaki yang berjalan menuruni tangga.“Selamat pagi!” sapa Valerie saat melihat Sean yang sudah berada diujung tanggaTidak ada balasan apapun dari Sean.“Apa kau ingin sarapan?” tawar ValerieSean menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Valerie baru sadar jika Sean mengenakan pakaian formal saat ini. Dia terlihat seperti ingin pergi ke suatu tempat.“Tidak perlu membuat apapun. Cukup urusi dirimu sendiri!” kata Sean. Dia melangkah pergi dan itu membuat Valerie mengerucutkan bibirnya.Dia merasa kesal. Tapi dia tidak berkata apapun. Valerie menghabiskan pagi itu bersama para pekerja di rumah Sean.Sore h
“Mau atau tidak, seseorang harus meneruskan semua yang sudah dia mulai”Keesokan paginya, Valerie bangun dengan perasaan lega. Tidurnya semalam sangat nyenyak. Padahal kemarin itu sangat melelahkan menurutnya. Meski dia tidak melakukan pekerjaan berat apapun. Entahlah.Valerie mulai membersihkan dirinya. Dia menatap beberapa bingkisan yang entah sejak kapan ada disana. Padahal dia tidak merasa memiliki itu disana sebelumnya. Karena penasaran, Valerie berjalan untuk memeriksa apa isi bingkisan itu.“Pakaian?”Dia memeriksa semua bingkisan dan menemukan banyak pakaian di dalamnya. Melihat itu, Valerie baru teringat bahwa mereka memang membawa banyak barang malam itu. Saat Valerie akan menikah.Mungkin dia akan merapikan pakaiannya nanti. Dia hanya akan merapikan alat riasnya saat ini. Untunglah dia sempat membawa tas tangannya yang berisi beberapa alat makeup.Tak lama kemudian, dia sudah rapi dengan kemeja berlengan panjang sepaha. Dia sudah memeriksa semua pakaian tetapi tidak menemuk
“Dasar gila!” umpat Valerie.Wanita itu berjalan menjauh dari kolam renang dan tidak berniat untuk menoleh ke belakang. Dia pasti sangat kesal saat itu.Sean yang kini sedang mengeringkan rambutnya itupun, hanya menatap punggung istrinya yang berlalu.“Gila?” ucap Sean.Dia tidak percaya bahwa seorang wanita baru saja mengatai dirinya gila. Sean mengambil ponselnya dan mulai memeriksa. Dia melupakan niat awal Valerie menemui dirinya. Tentunya sebelum peristiwa di kolam renang tadi.Pria itu duduk sejenak dan fokus dengan ponsel di tangannya. Tetapi dia bisa mengatakan bahwa dia tidak sepenuhnya fokus dengan kegiatannya.“Apa ponselnya rusak?” pikir Sean.Setelah mengatakan itu, Sean lantas meletakkan ponselnya. Dia lebih tertarik untuk memikirkan kejadian saat dia menarik Valerie, hingga mencium bibir wanita itu dengan paksa.Alasan Sean memikirkan perkataan Valerie, ialah karena untuk pertama kalinya, ada orang yang mengatai dirinya gila hanya karena dicium paksa.Masalahnya, semua w