Perkataan asisten itu mengejutkan kedua orang di dalam kamar.Jeremy segera menoleh, saat melihat Thasia berdiri di depan pintu, dia pun segera melepas pelukan Lisa.Thasia yang ketahuan pun tidak tahu harus berbuat apa, dia segera menunduk dan hendak berjalan keluar.Melihatnya ingin pergi, Jeremy segera mengejarnya, "Thasia!"Thasia berjalan dengan sangat cepat, dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi Jeremy nanti.Namun, Jeremy berhasil mengejarnya dan menangkap tangannya.Thasia segera menoleh, matanya memerah, dia menatap Jeremy dengan tercengang.Jeremy ingin menyeka air mata di sudut mata Thasia, tapi dia menghindar. "Kamu temani saja Lisa, jangan pedulikan aku.""Kenapa kamu bisa ada di sini?" Jeremy tidak memedulikan kata-katanya, dia malah balik bertanya, "Kamu sakit? Bintik-bintik alerginya tambah parah?"Dia menyingsingkan lengan baju Thasia, ingin melihat lengannya.Melihat ini Thasia merasa lebih sedih lagi, dia segera menarik tangannya kembali, tidak ingin memperlihatk
Bagaimana bisa pria itu berkata seperti ini padanya.Lisa merasa terpukul, dia berhenti menangis, menatap Jeremy dengan tercengang dan tidak percaya.Jeremy sudah berubah.Dulu pria itu paling sayang padanya, tidak akan membiarkannya merasa sedih.Kenapa sekarang malah berubah, kenapa dia sekarang tidak sayang lagi padanya, bahkan tidak berusaha membujuknya lagi.Dia tidak percaya pria di depannya ini adalah Jeremy.Pria ini pasti sedang dalam masalah.Lisa segera melepas tangannya, dia ingin memaksa dirinya untuk tersenyum, tapi tidak bisa. "Impas, bagaimana caranya kita bisa impas?"Jeremy berkata, "Dengan menyembuhkan telingamu.""Aku nggak mau, kalau begitu lebih baik aku mati saja!" Suasana hati Lisa pun bergejolak, dia mengambil pisau buah di sebelah dan ingin memotong urat lengannya.Asisten Lisa melihat itu, dia segera menghentikannya, "Jangan, Nona Lisa ...."Mata Lisa memerah. "Jeremy, aku melakukan semua ini demi dirimu, aku begitu mencintaimu, bahkan rela mengorbankan nyawa
Setelah lulus dia sibuk bekerja, lalu memiliki keluarga sendiri.Orang tuanya tidak mau merepotkannya, jadi jarang menelepon, sedangkan dirinya juga sibuk, jadi sering kelupaan orang tuanya.Begitu sampai di rumah, Santo Siris yang membukakan pintu untuknya, di tangannya terdapat koran, dia sedang memakai kacamata baca. Begitu melihat Thasia, wajahnya yang serius pun tersenyum. "Thasia datang, cepatlah masuk."Thasia segera masuk, Santo mengambilkan sandal rumah untuknya. "Ibumu tahu kamu akan pulang, jadi dia sedang sibuk di dapur, dia membuat semua makanan kesukaanmu hari ini, beruntung sekali kamu.""Oke, aku ingin makan iga asam manis buatan Ibu." Thasia segera menggandeng tangan Santo. "Aku juga ingin makan ikan hasil panjingan Ayah."Santo pun tersenyum sambil berkata, "Mulutmu ini benar-benar manis."Thasia segera melepas jaketnya, mengangkat lengan bajunya, lalu berkata, "Aku ke dapur dulu membantu Ibu ....""Aduh, nggak perlu." Santo segera melarangnya.Sebelum masuk ke dapur
Bianca segera menyuruhnya ke sana, memberi mereka ruang untuk berdua.Thasia pun didorong olehnya.Jeremy juga tidak menghentikan kerjaan di tangannya, dia membersihkan dan merapikan bahan-bahan yang dibutuhkan.Seingat Thasia pria ini tidak bisa melakukan pekerjaan dapur."Kenapa kamu bisa ada di sini?"Jeremy berkata, "Aku meneleponmu nggak diangkat, jadi aku bertanya pada ibumu kamu di mana."Thasia ikut mencuci sayur bersama. "Seingatku kamu nggak bisa melakukan pekerjaan seperti ini."Jeremy meliriknya, lalu menjawab dengan meledek, "Demi mendapat hati ibu dan ayah mertua.""Nggak perlu bertingkah.""Kenapa nggak angkat teleponku?" tanya Jeremy.Thasia terdiam sebentar. "Takut mengganggu dirimu dan Lisa."Jeremy tertawa.Thasia bertanya, "Kenapa tertawa?""Kamu cemburu?"Thasia segera menyangkal, "Nggak. Lagi pula, sudah biasa kamu seperti itu, kalau aku cemburu mungkin aku sudah mati karena stres sekarang."Jeremy tidak menyahut, hanya melihat air memercik wajah Thasia. Wanita it
Jason merasa terkejut dan bertanya, "Pak Jeremy juga ada di sini?"Mata semua orang tertuju pada Jeremy.Seketika mereka tidak tahu harus menjawab apa.Thasia segera berkata, "Hari ini Pak Jeremy datang berkunjung. Jason, silakan duduk."Bianca berkata, "Jason, kebetulan aku sedang masak, kamu makan saja di rumah kami, nggak boleh pergi dulu.""Baiklah, terima kasih Tante," jawab Jason dengan sopan.Untung sofa di sana cukup besar, walau di duduki dua orang, tetap masih ada tempat. Jason duduk di seberang Jeremy.Santo sedang mengobrol dengan Jason, kebanyakan mengobrol tentang masa lalu.Thasia baru tahu, ternyata saat mereka sekolah dulu, Jason tinggal di dekat rumah mereka. Apalagi, Santo juga kenal dengan orang tua Jason.Kenapa Thasia bisa tidak tahu?Sungguh hubungan yang aneh.Jeremy yang mendengar ini pun seketika memasang ekspresi dingin dan terlihat tidak senang.Duduk di sana sambil mendengarkan pembicaraan mereka, seketika dia merasa dirinya seperti orang luar.Di meja maka
Perkataan Jeremy terdengar tegas dan memiliki makna mengancam.Bagaimana mungkin Jeremy tidak tahu bahwa Jason ini menyukai Thasia, pria itu selalu muncul di sekitar Thasia.Maka Jeremy akan membuat Jason tahu bahwa pria itu tidak ada kesempatan.Jason menatap Jeremy, udara di antara mereka menjadi menegang. Setelah beberapa saat, Jason baru berkata, "Masih terlalu dingin untuk Pak Jeremy berkata seperti itu."Jason masih tenang dan tidak marah, dia meminum air, lalu berkata dengan penuh arti, "Nggak ada yang tahu masa depan, kalau sudah jodoh, maka nggak ada yang bisa menghalanginya."Mendengar ini Jeremy merasa tidak senang, dia tanpa sadar menarik tangan Thasia.Thasia juga bisa merasakan gejolak perasaan pria itu, sejak Jason datang, Jeremy sudah bersikap aneh, dia selalu berbicara dengan ketus.Namun, akal sehat Thasia sedang bekerja, dia tidak berpikir yang tidak-tidak, dia malah menarik tangannya dan menghilangkan suasana canggung ini, "Apa yang kalian bicarakan, tiba-tiba memba
Lama-kelamaan dia pun lebih mengenal Thasia.Jason tetap memberi batasan, dia tidak menjelaskan lebih lanjut lagi. "Nggak apa-apa, ayo makan."Thasia merasa sedikit bersalah, baginya Jason hanya teman lama, bahkan tidak bisa dibilang sangat dekat, tapi pria itu malah begitu peduli padanya.Thasia segera mengambil sumpit, mengambil daging di piring.Entah kenapa dia tiba-tiba mencium ada bau amis, sehingga membuatnya ingin muntah.Nafsu makannya pun menghilang."Kenapa? Nggak nafsu?" tanya Jason.Thasia meletakkan sumpitnya, tidak enak berkata dia tidak nafsu, jadi dia hanya berkata, "Lambungku kecil, jadi aku sudah kenyang."Jeremy segera berdiri, "Kalau sudah kenyang, maka jangan makan lagi."Thasia bisa merasakan pria itu marah dari nada bicaranya. Thasia pun meliriknya dan melihat tatapan Jeremy yang begitu dingin.Bianca sedang menemani Santo.Jadi Thasia yang mengantar Jason keluar.Jason sadar Thasia tidak terlihat baik-baik saja, dia pun berkata, "Kalau sedang nggak enak badan n
Thasia memegang dinding, tubuhnya terasa tidak nyaman, wajah memucat dan dia tidak berhenti ingin muntah.Namun, tidak ada yang keluar.Melihat ini Jeremy seketika melangkah maju untuk menopangnya. "Kamu kenapa? Nggak enak badan?"Thasia menepis tangannya, matanya berkaca-kaca. "Bukannya tadi bilang mau cerai, untuk apa kamu peduli padaku?"Melihat wajahnya yang pucat, Jeremy tahu wanita ini sedang tidak enak badan, nada bicaranya pun melembut, "Masuk ke dalam dulu, jangan bahas hal ini dulu."Jeremy menopang pinggangnya dan membawanya masuk.Thasia tidak menolak, dia tidak ingin bertengkar dengan Jeremy di depan pintu, nanti orang tuanya melihat ini dan malah akan mengkhawatirkannya.Meski pernikahannya tidak membahagiakan, orang tuanya tidak boleh tahu.Setelah sampai di mobil, melihat Thasia tidak terlalu senang, Jeremy pun menghela napas, dia segera memeluk wanita itu. "Thasia, apa yang harus kulakukan padamu?"Thasia bersandar pada bahunya, hidungnya memerah, entah sejak kapan dir