Ternyata wanita ini adalah istrinya.Maka dia harus lebih menghormati wanita ini, tidak boleh seperti dulu lagi.Thasia sengaja bertanya, "Jeremy sudah masuk?""Pak Jeremy ... baru saja masuk," jawab Tony dengan raguThasia melihat para wartawan di pintu, kalau tebakannya benar.Demi Lisa, pria itu tidak akan peduli pada apa pun, juga tidak merasa keberatan.Tony bisa menebak Thasia akan berpikir yang tidak-tidak, jadi dia berkata, "Nyonya, kamu jangan salah paham, Pak Jeremy ke rumah sakit demi kerjaan."Thasia tersenyum, lalu berkata, "Aku nggak salah paham, kamu nggak perlu menjelaskannya."Tony baru merasa tenang. "Baguslah."Di depan ada wartawan, Thasia masih memedulikan privasi, jadi dia masuk dari pintu belakang.Thasia naik ke lift, hingga dia melihat asisten Lisa, dia pun bisa menebak ruang rawatnya ada di mana.Lisa dirawat di ruang VIP, di sini suasananya lebih tenang. Begitu Thasia masuk, dia bisa mendengar Lisa menangis sambil berkata, "Untuk apa kalian menolongku, lebih
Perkataan asisten itu mengejutkan kedua orang di dalam kamar.Jeremy segera menoleh, saat melihat Thasia berdiri di depan pintu, dia pun segera melepas pelukan Lisa.Thasia yang ketahuan pun tidak tahu harus berbuat apa, dia segera menunduk dan hendak berjalan keluar.Melihatnya ingin pergi, Jeremy segera mengejarnya, "Thasia!"Thasia berjalan dengan sangat cepat, dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi Jeremy nanti.Namun, Jeremy berhasil mengejarnya dan menangkap tangannya.Thasia segera menoleh, matanya memerah, dia menatap Jeremy dengan tercengang.Jeremy ingin menyeka air mata di sudut mata Thasia, tapi dia menghindar. "Kamu temani saja Lisa, jangan pedulikan aku.""Kenapa kamu bisa ada di sini?" Jeremy tidak memedulikan kata-katanya, dia malah balik bertanya, "Kamu sakit? Bintik-bintik alerginya tambah parah?"Dia menyingsingkan lengan baju Thasia, ingin melihat lengannya.Melihat ini Thasia merasa lebih sedih lagi, dia segera menarik tangannya kembali, tidak ingin memperlihatk
Bagaimana bisa pria itu berkata seperti ini padanya.Lisa merasa terpukul, dia berhenti menangis, menatap Jeremy dengan tercengang dan tidak percaya.Jeremy sudah berubah.Dulu pria itu paling sayang padanya, tidak akan membiarkannya merasa sedih.Kenapa sekarang malah berubah, kenapa dia sekarang tidak sayang lagi padanya, bahkan tidak berusaha membujuknya lagi.Dia tidak percaya pria di depannya ini adalah Jeremy.Pria ini pasti sedang dalam masalah.Lisa segera melepas tangannya, dia ingin memaksa dirinya untuk tersenyum, tapi tidak bisa. "Impas, bagaimana caranya kita bisa impas?"Jeremy berkata, "Dengan menyembuhkan telingamu.""Aku nggak mau, kalau begitu lebih baik aku mati saja!" Suasana hati Lisa pun bergejolak, dia mengambil pisau buah di sebelah dan ingin memotong urat lengannya.Asisten Lisa melihat itu, dia segera menghentikannya, "Jangan, Nona Lisa ...."Mata Lisa memerah. "Jeremy, aku melakukan semua ini demi dirimu, aku begitu mencintaimu, bahkan rela mengorbankan nyawa
Setelah lulus dia sibuk bekerja, lalu memiliki keluarga sendiri.Orang tuanya tidak mau merepotkannya, jadi jarang menelepon, sedangkan dirinya juga sibuk, jadi sering kelupaan orang tuanya.Begitu sampai di rumah, Santo Siris yang membukakan pintu untuknya, di tangannya terdapat koran, dia sedang memakai kacamata baca. Begitu melihat Thasia, wajahnya yang serius pun tersenyum. "Thasia datang, cepatlah masuk."Thasia segera masuk, Santo mengambilkan sandal rumah untuknya. "Ibumu tahu kamu akan pulang, jadi dia sedang sibuk di dapur, dia membuat semua makanan kesukaanmu hari ini, beruntung sekali kamu.""Oke, aku ingin makan iga asam manis buatan Ibu." Thasia segera menggandeng tangan Santo. "Aku juga ingin makan ikan hasil panjingan Ayah."Santo pun tersenyum sambil berkata, "Mulutmu ini benar-benar manis."Thasia segera melepas jaketnya, mengangkat lengan bajunya, lalu berkata, "Aku ke dapur dulu membantu Ibu ....""Aduh, nggak perlu." Santo segera melarangnya.Sebelum masuk ke dapur
Bianca segera menyuruhnya ke sana, memberi mereka ruang untuk berdua.Thasia pun didorong olehnya.Jeremy juga tidak menghentikan kerjaan di tangannya, dia membersihkan dan merapikan bahan-bahan yang dibutuhkan.Seingat Thasia pria ini tidak bisa melakukan pekerjaan dapur."Kenapa kamu bisa ada di sini?"Jeremy berkata, "Aku meneleponmu nggak diangkat, jadi aku bertanya pada ibumu kamu di mana."Thasia ikut mencuci sayur bersama. "Seingatku kamu nggak bisa melakukan pekerjaan seperti ini."Jeremy meliriknya, lalu menjawab dengan meledek, "Demi mendapat hati ibu dan ayah mertua.""Nggak perlu bertingkah.""Kenapa nggak angkat teleponku?" tanya Jeremy.Thasia terdiam sebentar. "Takut mengganggu dirimu dan Lisa."Jeremy tertawa.Thasia bertanya, "Kenapa tertawa?""Kamu cemburu?"Thasia segera menyangkal, "Nggak. Lagi pula, sudah biasa kamu seperti itu, kalau aku cemburu mungkin aku sudah mati karena stres sekarang."Jeremy tidak menyahut, hanya melihat air memercik wajah Thasia. Wanita it
Jason merasa terkejut dan bertanya, "Pak Jeremy juga ada di sini?"Mata semua orang tertuju pada Jeremy.Seketika mereka tidak tahu harus menjawab apa.Thasia segera berkata, "Hari ini Pak Jeremy datang berkunjung. Jason, silakan duduk."Bianca berkata, "Jason, kebetulan aku sedang masak, kamu makan saja di rumah kami, nggak boleh pergi dulu.""Baiklah, terima kasih Tante," jawab Jason dengan sopan.Untung sofa di sana cukup besar, walau di duduki dua orang, tetap masih ada tempat. Jason duduk di seberang Jeremy.Santo sedang mengobrol dengan Jason, kebanyakan mengobrol tentang masa lalu.Thasia baru tahu, ternyata saat mereka sekolah dulu, Jason tinggal di dekat rumah mereka. Apalagi, Santo juga kenal dengan orang tua Jason.Kenapa Thasia bisa tidak tahu?Sungguh hubungan yang aneh.Jeremy yang mendengar ini pun seketika memasang ekspresi dingin dan terlihat tidak senang.Duduk di sana sambil mendengarkan pembicaraan mereka, seketika dia merasa dirinya seperti orang luar.Di meja maka
Perkataan Jeremy terdengar tegas dan memiliki makna mengancam.Bagaimana mungkin Jeremy tidak tahu bahwa Jason ini menyukai Thasia, pria itu selalu muncul di sekitar Thasia.Maka Jeremy akan membuat Jason tahu bahwa pria itu tidak ada kesempatan.Jason menatap Jeremy, udara di antara mereka menjadi menegang. Setelah beberapa saat, Jason baru berkata, "Masih terlalu dingin untuk Pak Jeremy berkata seperti itu."Jason masih tenang dan tidak marah, dia meminum air, lalu berkata dengan penuh arti, "Nggak ada yang tahu masa depan, kalau sudah jodoh, maka nggak ada yang bisa menghalanginya."Mendengar ini Jeremy merasa tidak senang, dia tanpa sadar menarik tangan Thasia.Thasia juga bisa merasakan gejolak perasaan pria itu, sejak Jason datang, Jeremy sudah bersikap aneh, dia selalu berbicara dengan ketus.Namun, akal sehat Thasia sedang bekerja, dia tidak berpikir yang tidak-tidak, dia malah menarik tangannya dan menghilangkan suasana canggung ini, "Apa yang kalian bicarakan, tiba-tiba memba
Lama-kelamaan dia pun lebih mengenal Thasia.Jason tetap memberi batasan, dia tidak menjelaskan lebih lanjut lagi. "Nggak apa-apa, ayo makan."Thasia merasa sedikit bersalah, baginya Jason hanya teman lama, bahkan tidak bisa dibilang sangat dekat, tapi pria itu malah begitu peduli padanya.Thasia segera mengambil sumpit, mengambil daging di piring.Entah kenapa dia tiba-tiba mencium ada bau amis, sehingga membuatnya ingin muntah.Nafsu makannya pun menghilang."Kenapa? Nggak nafsu?" tanya Jason.Thasia meletakkan sumpitnya, tidak enak berkata dia tidak nafsu, jadi dia hanya berkata, "Lambungku kecil, jadi aku sudah kenyang."Jeremy segera berdiri, "Kalau sudah kenyang, maka jangan makan lagi."Thasia bisa merasakan pria itu marah dari nada bicaranya. Thasia pun meliriknya dan melihat tatapan Jeremy yang begitu dingin.Bianca sedang menemani Santo.Jadi Thasia yang mengantar Jason keluar.Jason sadar Thasia tidak terlihat baik-baik saja, dia pun berkata, "Kalau sedang nggak enak badan n
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak