Bagi Thasia hal itu tidak terlupakan.Namun, bagi Jeremy hal itu tidak ada apa-apanya.Seketika Thasia merasa sedih. Bagi Jeremy hal apa yang patut diingat."Kenapa diam saja?" kata Jeremy dengan kesal, melihatnya hanya diam dia pun mengangkat dagunya. "Apakah perkataanku tepat mengenai hatimu?"Thasia melihat pria itu yang menatapnya dengan dingin, lalu bertanya, "Jeremy, dalam hatimu, apakah kamu memiliki pengalaman yang sangat berarti kamu?"Jeremy menatapnya, seketika dia merasa ragu, di dalam pikirannya terdapat gambaran seorang gadis, tapi dia segera menggelengkan kepalanya. Tangannya yang memegang dagu Thasia menjadi semakin kencang. "Kamu masih belum menjawabku, apakah kamu begitu menyukainya?"Thasia menjawab, "Aku memang sangat menyukainya."Kalimat itu membuat Jeremy semakin marah."Tapi ... uh ...."Sebelum Thasia selesai berbicara, Jeremy sudah menciumnya.Thasia tidak menyangka pria itu akan menciumnya, matanya terbuka lebar. Dia melihat Jeremy meluapkan emosinya dengan m
Suara yang mengganggu itu membuat suasana menjadi dingin.Jeremy bangun dari tubuh Thasia, menatapnya dengan tatapan penuh nafsu.Pria yang disukai wanita ini adalah Leo.Maka dia seharusnya tidak merebut hal yang paling berharga bagi wanita ini.Jeremy berusaha menenangkan dirinya, lalu mengambil ponselnya. Melihat nama di atasnya, dia pun mematikan suara ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku.Jeremy sudah kembali lebih waras, dia pun berkata dengan suara rendah, "Aku mandi dulu."Setelah itu dia berjalan ke kamar mandi, seketika terdengar suara air menetes.Thasia masih terdiam di tempatnya, tentu saja dia merasa kecewa.Keadaan sudah seperti itu, Jeremy masih bisa menahan diri, pria itu begitu menjaga tubuhnya demi Lisa.Meski Jeremy tidak mengatakannya, Thasia tahu orang yang terus meneleponnya pasti Lisa, karena dia sempat melihat tulisan di layarnya tadi.Setelah terkena obat dia masih bisa mengembalikan akal sehatnya, terbukti bahwa pria itu sangat menyukai Lisa.Thasia pun
Bisa ditebak bahwa Thasia sangat menyukai pria itu....Keesokan harinya.Saat Thasia bangun, Jeremy sedang mengikat dasinya.Melihatnya bangun, Jeremy berkata, "Susunya ada di meja dekat kasur, nanti jangan lupa minum."Thasia segera menoleh ke sisi kasur, lalu berkata, "Kamu mau ke mana?"Seingatnya pria ini bilang setelah bangun mereka akan pulang bareng."Ada urusan." Jeremy menatapnya. "Aku akan menyuruh sopir mengantarmu pulang."Thasia duduk di sisi lain, menatap Jeremy dalam diam.Setelah Jeremy sudah rapi, dia tidak mendengar Thasia menjawab, jadi dia pun berjalan mendekat, mengambil susu di sisi ranjang untuk Thasia, lalu berkata, "Minum selagi panas."Thasia menerima gelas itu, lalu berkata, "Seingatku bukannya kamu bilang nggak suka susu.""Yang penting kamu suka."Thasia segera menoleh, dia merasa terkejut mendengar pria itu berkata demikian.Saat itu Jeremy langsung mengerutkan alis kalau melihatnya, bahkan pembantu di rumah berkata pria ini tidak suka makanan manis.Sete
Ternyata wanita ini adalah istrinya.Maka dia harus lebih menghormati wanita ini, tidak boleh seperti dulu lagi.Thasia sengaja bertanya, "Jeremy sudah masuk?""Pak Jeremy ... baru saja masuk," jawab Tony dengan raguThasia melihat para wartawan di pintu, kalau tebakannya benar.Demi Lisa, pria itu tidak akan peduli pada apa pun, juga tidak merasa keberatan.Tony bisa menebak Thasia akan berpikir yang tidak-tidak, jadi dia berkata, "Nyonya, kamu jangan salah paham, Pak Jeremy ke rumah sakit demi kerjaan."Thasia tersenyum, lalu berkata, "Aku nggak salah paham, kamu nggak perlu menjelaskannya."Tony baru merasa tenang. "Baguslah."Di depan ada wartawan, Thasia masih memedulikan privasi, jadi dia masuk dari pintu belakang.Thasia naik ke lift, hingga dia melihat asisten Lisa, dia pun bisa menebak ruang rawatnya ada di mana.Lisa dirawat di ruang VIP, di sini suasananya lebih tenang. Begitu Thasia masuk, dia bisa mendengar Lisa menangis sambil berkata, "Untuk apa kalian menolongku, lebih
Perkataan asisten itu mengejutkan kedua orang di dalam kamar.Jeremy segera menoleh, saat melihat Thasia berdiri di depan pintu, dia pun segera melepas pelukan Lisa.Thasia yang ketahuan pun tidak tahu harus berbuat apa, dia segera menunduk dan hendak berjalan keluar.Melihatnya ingin pergi, Jeremy segera mengejarnya, "Thasia!"Thasia berjalan dengan sangat cepat, dia tidak tahu harus bagaimana menanggapi Jeremy nanti.Namun, Jeremy berhasil mengejarnya dan menangkap tangannya.Thasia segera menoleh, matanya memerah, dia menatap Jeremy dengan tercengang.Jeremy ingin menyeka air mata di sudut mata Thasia, tapi dia menghindar. "Kamu temani saja Lisa, jangan pedulikan aku.""Kenapa kamu bisa ada di sini?" Jeremy tidak memedulikan kata-katanya, dia malah balik bertanya, "Kamu sakit? Bintik-bintik alerginya tambah parah?"Dia menyingsingkan lengan baju Thasia, ingin melihat lengannya.Melihat ini Thasia merasa lebih sedih lagi, dia segera menarik tangannya kembali, tidak ingin memperlihatk
Bagaimana bisa pria itu berkata seperti ini padanya.Lisa merasa terpukul, dia berhenti menangis, menatap Jeremy dengan tercengang dan tidak percaya.Jeremy sudah berubah.Dulu pria itu paling sayang padanya, tidak akan membiarkannya merasa sedih.Kenapa sekarang malah berubah, kenapa dia sekarang tidak sayang lagi padanya, bahkan tidak berusaha membujuknya lagi.Dia tidak percaya pria di depannya ini adalah Jeremy.Pria ini pasti sedang dalam masalah.Lisa segera melepas tangannya, dia ingin memaksa dirinya untuk tersenyum, tapi tidak bisa. "Impas, bagaimana caranya kita bisa impas?"Jeremy berkata, "Dengan menyembuhkan telingamu.""Aku nggak mau, kalau begitu lebih baik aku mati saja!" Suasana hati Lisa pun bergejolak, dia mengambil pisau buah di sebelah dan ingin memotong urat lengannya.Asisten Lisa melihat itu, dia segera menghentikannya, "Jangan, Nona Lisa ...."Mata Lisa memerah. "Jeremy, aku melakukan semua ini demi dirimu, aku begitu mencintaimu, bahkan rela mengorbankan nyawa
Setelah lulus dia sibuk bekerja, lalu memiliki keluarga sendiri.Orang tuanya tidak mau merepotkannya, jadi jarang menelepon, sedangkan dirinya juga sibuk, jadi sering kelupaan orang tuanya.Begitu sampai di rumah, Santo Siris yang membukakan pintu untuknya, di tangannya terdapat koran, dia sedang memakai kacamata baca. Begitu melihat Thasia, wajahnya yang serius pun tersenyum. "Thasia datang, cepatlah masuk."Thasia segera masuk, Santo mengambilkan sandal rumah untuknya. "Ibumu tahu kamu akan pulang, jadi dia sedang sibuk di dapur, dia membuat semua makanan kesukaanmu hari ini, beruntung sekali kamu.""Oke, aku ingin makan iga asam manis buatan Ibu." Thasia segera menggandeng tangan Santo. "Aku juga ingin makan ikan hasil panjingan Ayah."Santo pun tersenyum sambil berkata, "Mulutmu ini benar-benar manis."Thasia segera melepas jaketnya, mengangkat lengan bajunya, lalu berkata, "Aku ke dapur dulu membantu Ibu ....""Aduh, nggak perlu." Santo segera melarangnya.Sebelum masuk ke dapur
Bianca segera menyuruhnya ke sana, memberi mereka ruang untuk berdua.Thasia pun didorong olehnya.Jeremy juga tidak menghentikan kerjaan di tangannya, dia membersihkan dan merapikan bahan-bahan yang dibutuhkan.Seingat Thasia pria ini tidak bisa melakukan pekerjaan dapur."Kenapa kamu bisa ada di sini?"Jeremy berkata, "Aku meneleponmu nggak diangkat, jadi aku bertanya pada ibumu kamu di mana."Thasia ikut mencuci sayur bersama. "Seingatku kamu nggak bisa melakukan pekerjaan seperti ini."Jeremy meliriknya, lalu menjawab dengan meledek, "Demi mendapat hati ibu dan ayah mertua.""Nggak perlu bertingkah.""Kenapa nggak angkat teleponku?" tanya Jeremy.Thasia terdiam sebentar. "Takut mengganggu dirimu dan Lisa."Jeremy tertawa.Thasia bertanya, "Kenapa tertawa?""Kamu cemburu?"Thasia segera menyangkal, "Nggak. Lagi pula, sudah biasa kamu seperti itu, kalau aku cemburu mungkin aku sudah mati karena stres sekarang."Jeremy tidak menyahut, hanya melihat air memercik wajah Thasia. Wanita it