Thasia memegang susu yang masih hangat, dia meminumnya. Rasanya manis, ada aroma susu yang samar-samar tercium.Hal itu menenangkan rasa takutnya, tapi juga memberinya sedikit perasaan sedih."Istirahatlah." Luka Jeremy telah dibalut. Dia berkata lagi, "Aku akan mengurus masalah di polisi."Jeremy tidak ingin Thasia terlalu lelah.Dia akan menyelidiki kasus penculikan ni.Jeremy bahkan tidak berpikir untuk beristirahat.Thasia sedang berbaring di ranjang rumah sakit, tidak lama kemudian ada orang datang."Thasia.""Ibu," teriak Thasia.Bianca datang ke rumah sakit dan melihat Thasia terbaring di tempat tidur dengan luka di lehernya, dia seketika merasa sedih dan langsung menangis. Wanita tua itu berjalan menghampiri Thasia untuk memeluknya. "Bagaimana bisa Suby begitu kejam, dia menculikmu dan mengancammu? Dasar bajingan, dia pasti akan menerima akibatnya! Keluarga kita akan putus hubungan dengan mereka di masa depan! Aku juga memberi tahu ayahmu, inilah akibatnya dia terlalu memanjaka
"Benarkah? Ternyata dia orang yang jahat. Suby meninggal secara tragis. Dia dibunuh oleh keponakannya sendiri. Nggak ada penjelasan akan hal ini. Sungguh menyedihkan.""Apa kata polisi? Mana bisa mereka membiarkan orang mati begitu saja.""Kasusnya dibiarkan begitu saja, pria itu hanya akan dikubur, seakan-akan nggak terjadi apa-apa.""Sungguh nggak adil. Nyawanya telah dicabut oleh Thasia!"Perkataan ini membuat Bianca terlihat tidak senang. "Mereka berbicara sembarangan. Bagaimanapun, kita ini masih saudara, tapi mereka malah bergosip seperti ini!"Keluarga Thasia jarang berhubungan dengan para kerabat ini, pada dasarnya mereka hanya menyapa para kerabat ini untuk basa-basi saja. Bianca memandang Thasia dan berkata, "Thasia, jangan dengarkan omong kosong mereka. Kita hanya masuk untuk mendoakan pamanmu saja."Bianca tidak ingin menimbulkan masalah, mereka juga tidak akan mau datang jika bukan Thasia yang mau datang.Thasia merasa biasa saja, dia sudah sering dibicarakan orang.Bebera
Kejadian ini memiliki arti lain dalam perkataan mereka.Daripada menyalahkannya, mereka lebih seperti melampiaskan rasa iri mereka.Di antara keluarganya, yang paling benar adalah keluarga Thasia.Mereka semua menikah dengan keluarga biasa, jadi tidak ada yang menikah dengan keluarga kaya.Mereka bahkan belum pernah melihat keluarga kaya.Menurut mereka hal ini terasa tidak adil.Kenapa harus Thasia yang mendapatkannya? Sehingga identitas mereka berbeda."Keluarga Siris nggak bisa menampung orang kaya seperti kalian!"Santo sudah terbiasa mendengarkan perkataan mereka selama bertahun-tahun ini, tapi dia ingin mengantarkan kepergian Suby dengan tenang. "Kami nggak pernah memiliki pemikiran seperti itu, kalian jangan berbicara sembarangan tanpa mengetahui seluk beluk masalah ini! Aku nggak ingin berdebat denganmu. Hari ini aku datang untuk mengantarkan kepergian adikku, jadi berhentilah bergosip!""Pergi kalian semua, pergi. Kami nggak menyambut kalian di sini, kami nggak butuh doa dari
Semua orang terdiam.Kemudian perlahan-lahan melihat ke arah sumber suara itu.Mereka melihat beberapa mobil terparkir di belakang, sesosok tubuh yang tinggi dan menarik perhatian berjalan mendekat.Pria itu mengenakan setelan jas hitam abu-abu, berwajah tegas. Dia memiliki sepasang mata yang indah, tatapan matanya tajam dan serius, serta mengeluarkan aura yang membuat orang takut untuk mendekatinya, tapi juga membuat orang kagum padanya.Mereka membuka jalan.Thasia berbalik, dia sedikit terkejut melihat orang itu datang.Tangannya yang terkepal itu mengendur dan dia membuang pipa di tangannya.Suasana hening selama beberapa detik, tiba-tiba seseorang berkata dengan marah, "Siapa kamu! Beraninya kamu ikut campur dalam urusan Keluarga Siris?"Jeremy memandang orang itu dengan tatapan tajam.Orang yang berkata dengan sombong itu seketika terdiam, tiba-tiba dia merasakan aura dingin di punggungnya.Jeremy berkata dengan nada dingin, "Aku ini suami Thasia, menurut kalian apakah aku berhak
Mereka sudah lama tidak menginap di sini, tapi tempat ini sering dibersihkan.Santo dan Bianca juga orang yang tahu diri. Meski mereka tahu pernikahan putrinya sudah tidak akan bertahan lama lagi, mereka tetap menyuruh Thasia berterima kasih pada Jeremy.Jeremy sedang duduk di ruang tamu.Thasia menuangkan segelas air untuknya. "Orang tuaku mengucapkan terima kasih padamu.""Sama-sama."Thasia duduk di sebelahnya dan berkata lagi, "Aku sudah berkata panjang lebar tapi nggak ada yang mau mendengarkanku, begitu kamu yang buka suara, mereka langsung percaya. Apakah diriku terlalu lemah? Kenapa mereka nggak memercayaiku?"Thasia tidak mengerti.Jelas Thasia ingin menyelesaikan masalah ini sendiri, tapi pada akhirnya Jeremy yang membantunya menyelesaikannya.Jeremy meminum air hangatnya dan mendengarkan kata-kata Thasia, ekspresinya tidak terlalu banyak, dia tidak terkejut dengan hal semacam ini. "Kamu harus memahami satu kebenaran, sifat manusia itu jelek. Terutama kerabatmu ini, mereka ng
Mendengar Jeremy berkata seperti ini, Thasia pun tidak menyembunyikannya dan berkata, "Kakek Alvin, aku sudah menikah, Anda nggak perlu mencarikan jodoh untukku.""Jadi dia ini suami Thasia!"Kakek Alvin merasa cukup senang. Dulu saat Kakek Tegar meninggal, Thasia masih di bangku sekolah. Sekarang Alvin bisa menyaksikan wanita ini tumbuh dewasa, dia pun menoleh ke arah Jeremy dan berkata sambil tersenyum, "Cukup tampan, kelihatannya seperti orang yang berbakat. Sekilas juga sudah tahu dia pria yang baik, seleramu bagus juga Thasia!""Kalian berdua harus menjalani kehidupan dengan baik. Bisa bertemu satu sama lain merupakan takdir, bisa bersama lebih sulit lagi. Jadi hargailah satu sama lain!"Mendengar ini, sudut bibir Jeremy sedikit terangkat.Thasia pun tidak menyela Kakek Alvin, dia hanya bisa mendengarkannya.Pria tua itu juga ingin pergi makan, jadi mereka berjalan bersama. Kakek Alvin menghela napas dan berkata, "Suby ini, untung kakekmu sudah meninggal. Kalau kakekmu tahu, dia p
Thasia mengambil gelas air itu dan menjawab dengan lembut."Suamimu sangat perhatian. Dia selalu memikirkan istrinya dalam segala hal!"Tindakan mereka diperhatikan oleh yang lainnya.Semua orang tertawa dan meledeknya, sehingga suasana menjadi heboh, hal ini membuat Thasia merasa sedikit tidak enak.Jeremy memegang gelas bir dan berkata sambil tersenyum, "Tentu saja aku harus perhatian pada istriku.""Oh, memang suami Thasia paling baik. Kalau suamiku bisa perhatian padaku sepertimu, kami nggak akan bertengkar setiap hari!""Hahaha ...."Mereka tertawa terbahak-bahak.Thasia tidak banyak bicara, Jeremy sudah cukup membuatnya terasa dihormati.Di mata orang lain, dirinya menikah dengan keluarga kaya dan suaminya sangat perhatian padanya, hal ini membuat mereka merasa iri.Thasia merasa sedikit bingung, jadi dia bertanya, "Mereka tadi bersikap dingin padaku, sekarang mereka tiba-tiba menjadi begitu baik. Apakah kamu melakukan sesuatu secara diam-diam?"Jeremy juga terlihat rukun dengan
"Aku nggak bilang dengan sembarangan, hal itu fakta! Aku dengar Thasia sudah bekerja sebagai sekretaris sebelum dia lulus. Siapa yang cepat tentu saja dia dapat. Mungkinkah dia nggak menikah dengan keluarga kaya? Dia sangat pintar, nggak seperti Feni, apa yang bisa anak itu lakukan? Masih nggak punya pekerjaan, reputasinya juga hancur. Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan yang baik di masa depan?"Ibunya Evelyn bermulut kejam. Feni terluka mendengar Kata-katanya, matanya pun memerah, dia menatap neneknya dan berkata, "Nenek, aku ini cucumu atau bukan? Teganya kamu mengataiku nggak sehebat Thasia!"Setelah mengatakan itu, Feni berlari keluar sambil menangis.Evelyn merasa sedikit khawatir saat melihatnya berlari keluar. "Feni, Feni!"Dia menatap ibunya lagi. "Ibu, kenapa ibu mengatakan hal seperti itu di depan Feni? Ibu sengaja membuatnya sedih!""Aku berkata seperti itu agar dia mau berjuang. Segara hal harus diperjuangkan sendiri, selama bisa menjalani hidup dengan lebih baik, maka