"Aku nggak bilang dengan sembarangan, hal itu fakta! Aku dengar Thasia sudah bekerja sebagai sekretaris sebelum dia lulus. Siapa yang cepat tentu saja dia dapat. Mungkinkah dia nggak menikah dengan keluarga kaya? Dia sangat pintar, nggak seperti Feni, apa yang bisa anak itu lakukan? Masih nggak punya pekerjaan, reputasinya juga hancur. Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan yang baik di masa depan?"Ibunya Evelyn bermulut kejam. Feni terluka mendengar Kata-katanya, matanya pun memerah, dia menatap neneknya dan berkata, "Nenek, aku ini cucumu atau bukan? Teganya kamu mengataiku nggak sehebat Thasia!"Setelah mengatakan itu, Feni berlari keluar sambil menangis.Evelyn merasa sedikit khawatir saat melihatnya berlari keluar. "Feni, Feni!"Dia menatap ibunya lagi. "Ibu, kenapa ibu mengatakan hal seperti itu di depan Feni? Ibu sengaja membuatnya sedih!""Aku berkata seperti itu agar dia mau berjuang. Segara hal harus diperjuangkan sendiri, selama bisa menjalani hidup dengan lebih baik, maka
Ruangan telah dirapikan hingga cukup rapi dan bersih.Namun, karena sudah lama tidak ada orang yang tinggal di dalamnya, maka terasa sepi, juga ada sedikit bau apek di dalam rumah.Thasia membuka jendela untuk menghilangkan baunya, lalu mengeluarkan selimut dari lemari."Kalau kamu lelah, berbaringlah di sini sebentar."Jeremy sedang duduk di sofa dengan mata tertutup, tubuhnya berbau alkohol.Thasia memperhatikan bahwa pria itu tidak banyak bicara, berarti dia merasa sedikit lelah.Thasia mengemas semua keperluannya, lalu ingin menyuruhnya berbaring di tempat tidur sebentar.Jeremy mengerutkan kening dan mengangguk. "Ya."Thasia pun terdiam, dia berbalik dan turun ke dapur.Tidak ada apa-apa di rumah, jadi dia harus keluar dulu untuk membeli bahan-bahan membuat sup penghilang mabuk.Saat ini, Feni sedang melihat ke sekeliling, kebetulan dia melihat Thasia berjalan keluar.Dia tahu bahwa Jeremy ada di dalam, pria itu tadi banyak minum dengan kerabat dan teman-teman, pasti dia sedang ma
Seketika.Terdengar suara bernada dingin di telinganya."Tahu nggak kalau aku ini kakak iparmu?"Tubuh Feni membeku, dia menoleh pada Jeremy, lalu menyadari bahwa tatapan pria itu padanya sungguh dingin.Tidak terlihat sama sekali seperti tatapan seorang pria yang sedang tergoda. Sebaliknya, malah terlihat dingin. Seakan-akan dari tadi dirinya sedang bertindak centil sendiri.Punggung Feni pun merinding.Feni meremas tangannya, berusaha menenangkan diri, lalu berkata dengan manja, "Tentu saja aku tahu."Jeremy mengerutkan alisnya.Melihat ini Feni berkata lagi dengan nada menyenangkannya, "Kak Jeremy, apakah kamu sakit kepala? Sini biar aku pijit."Sebelum tangan Feni menyentuh Jeremy, pria itu sudah berkata dengan nada dingin, "Kalau tahu bukankah seharusnya kamu tahu batasan?"Melihatnya menjauh, Feni bisa merasakan bahwa Jeremy sama sekali tidak tertarik pada dirinya.Bagaimana mungkin?Mana ada pria yang tidak suka pada gadis muda dan cantik?Feni segera berkata sambil tersenyum, "
Kenapa gadis itu jadi menargetkan Jeremy?Feni sudah pergi sambil menangis, tangannya mengeluarkan darah karena lecet. Dia takut ditertawakan oleh Thasia, jadi dia keluar dengan berlari.Saat Thasia melihat punggung gadis itu, dia mengerutkan alisnya.Kemudian dia menoleh pada Jeremy.Wajah Jeremy masih terlihat dingin seperti tadi. "Kamu nggak lihat adikmu tadi menggodaku?"Thasia menjawab dengan tenang, "Lihat."Jawabannya ini membuat Jeremy merasa semakin tidak senang. "Nggak ada respons?""Aku harus merespons apa?" jawab Thasia dengan bingung.Seketika wajah Jeremy terlihat sangat dingin. Thasia tidak merasakan apa pun saat melihat wanita lain menggodanya, dia tidak marah, tidak sedih, bahkan tidak menangis.Hal ini membuat Jeremy merasa tidak senang.Wanita ini sedikit pun tidak merasa cemburu.Thasia berpikir sejenak, lalu berkata, "Saat melihat perbuatan Feni tadi aku cukup terkejut. Tapi kalau dipikir-pikir, dia itu nggak suka padaku, jadi dia ingin menggunakan cara ini untuk m
"Justru aku berkata seperti itu demi kalian!" Ibunya Evelyn berkata dengan tegas, "Suby memang nggak sehebat kakaknya! Yang penting itu ada duit. Coba saja kamu lihat Thasia, semua orang memujinya, kalau mendengar namanya semua orang tahu dia sangat hebat. Sedangkan putrimu? Sudah bagus kalau dia bisa menikah dengan pria tua yang kaya, selama ada duit, dia nggak perlu hidup dengan menderita!""Ibu!" Evelyn tidak terima. "Kami nggak seperti dirimu yang mata duitan, apa-apa duit. Semua orang bilang aku ini matre, sekarang aku tahu aku mirip siapa, aku mirip denganmu, kamu yang membuatku menjadi seperti ini. Sekarang kamu ingin putriku juga memiliki sifat jelek itu?""Kenapa kamu berkata seperti itu? Memangnya hal itu salah?" kata ibunya Evelyn dengan marah.Evelyn sedang emosi. "Menurutmu sekarang kondisiku baik-baik saja? Suamiku sudah mati, kondisiku seperti ini, baik dari mana?!""Itu karena kamu nggak berguna." Ibunya masih menyalahkan Evelyn."Oke, aku nggak berguna. Kamu pergi saja
Thasia tahu pelakunya pernah bertemu mereka.Setelah Evelyn melampiaskan semua amarahnya, Thasia baru berkata, "Ketika aku diculik oleh Paman waktu itu, di sana masih ada seorang wanita lagi. Dia nggak ingin aku tahu siapa dirinya, jadi dia mengubah suaranya. Saat kalian memfitnahku waktu itu, aku tahu ada orang yang menghasut kalian, saat aku diculik juga ada satu orang lagi di sana. Aku curiga mereka orang yang sama, kalau ingin tahu siapa dalang dibalik semua ini, maka semua tergantung pada kalian!""Bohong, kamu pasti berbohong, hal itu nggak mungkin!" Evelyn terlihat tidak percaya. "Kamu berkata seperti ini pasti hanya untuk menjadikan orang lain kambing hitam, kamu ingin melemparkan kesalahan pada orang lain."Evelyn berkata seperti ini karena dia tidak mau menerima kenyataan.Karena Suby menculik Thasia, sehingga pihak lawan mengalami kecelakaan itu dan mati. Evelyn terus menyalahkan Thasia agar dirinya tidak merasa bersalah.Thasia sudah mengatakan apa yang seharusnya dia katak
Ella tidak menghindar, wajahnya yang terdorong ke samping karena ditampar menoleh lagi. "Kak Thasia, kenapa kamu marah-marah? Memukul orang itu bisa dituntut!"Thasia berkata dengan nada dingin, "Perbuatanmu ini bisa membuatmu dipenjara!"Ella tidak terlihat takut, dia malah berkata sambil tersenyum, "Aku melakukan apa? Kak Thasia, jangan memfitnahku, aku nggak melakukan apa-apa, aku hanya ke sini untuk jalan-jalan saja.""Thasia, apa yang kamu lakukan?!"Saat ini, Yasmin yang berada tidak jauh dari sana berjalan mendekat. Melihat Thasia memukul Ella, dia pun berkata dengan marah, "Hebat sekali kamu, beraninya memukul Ella. Dia sedang hamil keturunan Keluarga Okson, kalau dia kenapa-napa memangnya kamu bisa ganti rugi?"Thasia segera menoleh. Yasmin datang ke sini untuk membela Ella.Melihat dirinya dibela, Ella pun sedikit tersenyum. "Bibi, aku nggak apa-apa. Dia nggak bisa hamil, sedangkan aku bisa hamil, jadi nggak heran kalau Kak Thasia marah padaku."Yasmin berkata dengan ketus, "
Tanpa sadar Ella menyentuh perutnya, tangannya sedikit berkeringat. Lalu dia berkata sambil memaksakan sebuah senyuman, "Aku nggak melakukan kejahatan, jadi aku nggak takut karma."Yasmin tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.Namun, dia merasa bingung bisa bertemu Thasia di sini."Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Yasmin dengan nada dingin. "Pergi jalan-jalan saja bisa bertemu denganmu."Ella malah menjawab duluan, "Tadi aku bertanya pada Kak Thasia, katanya dia sedang menghadiri pemakaman. Tempatnya ada di sana.""Pemakaman?"Yasmin seketika terlihat tidak senang, dia pun menarik Ella menjauh. "Jangan dekat-dekat dengannya. Membawa sial saja!"Thasia merapatkan bibirnya, lalu berkata dengan datar, "Tempat ini memang tempat pemakaman.""Ternyata begitu. Ella kenapa kamu bisa mencari tempat seperti ini?" kata Yasmin. "Ayo pergi, kita ke tempat lain saja. Tempat menyeramkan seperti ini nggak baik untuk bayi!"Saat ini, Feni kebetulan melihat mereka sedang berbicara di dekat