"Justru aku berkata seperti itu demi kalian!" Ibunya Evelyn berkata dengan tegas, "Suby memang nggak sehebat kakaknya! Yang penting itu ada duit. Coba saja kamu lihat Thasia, semua orang memujinya, kalau mendengar namanya semua orang tahu dia sangat hebat. Sedangkan putrimu? Sudah bagus kalau dia bisa menikah dengan pria tua yang kaya, selama ada duit, dia nggak perlu hidup dengan menderita!""Ibu!" Evelyn tidak terima. "Kami nggak seperti dirimu yang mata duitan, apa-apa duit. Semua orang bilang aku ini matre, sekarang aku tahu aku mirip siapa, aku mirip denganmu, kamu yang membuatku menjadi seperti ini. Sekarang kamu ingin putriku juga memiliki sifat jelek itu?""Kenapa kamu berkata seperti itu? Memangnya hal itu salah?" kata ibunya Evelyn dengan marah.Evelyn sedang emosi. "Menurutmu sekarang kondisiku baik-baik saja? Suamiku sudah mati, kondisiku seperti ini, baik dari mana?!""Itu karena kamu nggak berguna." Ibunya masih menyalahkan Evelyn."Oke, aku nggak berguna. Kamu pergi saja
Thasia tahu pelakunya pernah bertemu mereka.Setelah Evelyn melampiaskan semua amarahnya, Thasia baru berkata, "Ketika aku diculik oleh Paman waktu itu, di sana masih ada seorang wanita lagi. Dia nggak ingin aku tahu siapa dirinya, jadi dia mengubah suaranya. Saat kalian memfitnahku waktu itu, aku tahu ada orang yang menghasut kalian, saat aku diculik juga ada satu orang lagi di sana. Aku curiga mereka orang yang sama, kalau ingin tahu siapa dalang dibalik semua ini, maka semua tergantung pada kalian!""Bohong, kamu pasti berbohong, hal itu nggak mungkin!" Evelyn terlihat tidak percaya. "Kamu berkata seperti ini pasti hanya untuk menjadikan orang lain kambing hitam, kamu ingin melemparkan kesalahan pada orang lain."Evelyn berkata seperti ini karena dia tidak mau menerima kenyataan.Karena Suby menculik Thasia, sehingga pihak lawan mengalami kecelakaan itu dan mati. Evelyn terus menyalahkan Thasia agar dirinya tidak merasa bersalah.Thasia sudah mengatakan apa yang seharusnya dia katak
Ella tidak menghindar, wajahnya yang terdorong ke samping karena ditampar menoleh lagi. "Kak Thasia, kenapa kamu marah-marah? Memukul orang itu bisa dituntut!"Thasia berkata dengan nada dingin, "Perbuatanmu ini bisa membuatmu dipenjara!"Ella tidak terlihat takut, dia malah berkata sambil tersenyum, "Aku melakukan apa? Kak Thasia, jangan memfitnahku, aku nggak melakukan apa-apa, aku hanya ke sini untuk jalan-jalan saja.""Thasia, apa yang kamu lakukan?!"Saat ini, Yasmin yang berada tidak jauh dari sana berjalan mendekat. Melihat Thasia memukul Ella, dia pun berkata dengan marah, "Hebat sekali kamu, beraninya memukul Ella. Dia sedang hamil keturunan Keluarga Okson, kalau dia kenapa-napa memangnya kamu bisa ganti rugi?"Thasia segera menoleh. Yasmin datang ke sini untuk membela Ella.Melihat dirinya dibela, Ella pun sedikit tersenyum. "Bibi, aku nggak apa-apa. Dia nggak bisa hamil, sedangkan aku bisa hamil, jadi nggak heran kalau Kak Thasia marah padaku."Yasmin berkata dengan ketus, "
Tanpa sadar Ella menyentuh perutnya, tangannya sedikit berkeringat. Lalu dia berkata sambil memaksakan sebuah senyuman, "Aku nggak melakukan kejahatan, jadi aku nggak takut karma."Yasmin tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.Namun, dia merasa bingung bisa bertemu Thasia di sini."Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Yasmin dengan nada dingin. "Pergi jalan-jalan saja bisa bertemu denganmu."Ella malah menjawab duluan, "Tadi aku bertanya pada Kak Thasia, katanya dia sedang menghadiri pemakaman. Tempatnya ada di sana.""Pemakaman?"Yasmin seketika terlihat tidak senang, dia pun menarik Ella menjauh. "Jangan dekat-dekat dengannya. Membawa sial saja!"Thasia merapatkan bibirnya, lalu berkata dengan datar, "Tempat ini memang tempat pemakaman.""Ternyata begitu. Ella kenapa kamu bisa mencari tempat seperti ini?" kata Yasmin. "Ayo pergi, kita ke tempat lain saja. Tempat menyeramkan seperti ini nggak baik untuk bayi!"Saat ini, Feni kebetulan melihat mereka sedang berbicara di dekat
"Aku yang memberi tahu Ayah bahwa Kak Thasia yang membuatmu ditangkap, Ayah sangat marah sehingga pergi mencari Kak Thasia, tapi dia nggak seharusnya menculik Kak Thasia. Mungkinkah semua ini seperti kata Kak Thasia, ada seseorang yang menyuruh Ayah melakukannya, mungkinkah wanita yang membantu kita waktu itu ...."Feni merasa kenyataan ini sungguh menakutkan.Mana mungkin tiba-tiba ada orang yang membantu mereka tanpa alasan.Kecuali dia ada tujuan lain ....Jangan-jangan ayahnya telah dibohongi oleh orang itu."Nggak ... nggak mungkin." Evelyn menolak memercayai hal ini.Feni berkata, "Kalau memang ada yang mencelakai Ayah, maka apa yang harus kita lakukan?"Seketika dia tidak tahu harus melakukan apa.Dia tidak bisa membiarkan ayahnya mati begitu saja, sedangkan pembunuh itu masih merajalela di luar sana...."Sudah selesai?"Jeremy sedang menunggu di sisi lain, di belakangnya ada mobil yang terparkir. Melihat Thasia mendekat, dia pun bertanya demikian.Thasia menoleh padanya. "Suda
Thasia dengan bingung menatap Jeremy, mata pria itu yang tajam dan dingin menatapnya, lalu bibir tipisnya bergerak, "Kamu akhir-akhir ini kelihatannya aneh, sepertinya ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku."Jantung Thasia berdetak dengan lebih kencang, "Nggak ada, memangnya apa yang kusembunyikan?"Jeremy berkata lagi, "Sejak kamu berusaha membantuku mencari wanita itu aku sudah merasa ada yang aneh denganmu, bahkan kamu diam-diam pergi ke rumah sakit!"Thasia menghindari tatapannya. "Aku biasa saja, kamu yang berlebihan.""Kalau begitu sebutkan satu alasan yang bisa membuatku yakin!" Jeremy selama ini merasa Thasia selalu bertindak dengan diam-diam, seakan-akan dia menyembunyikan sesuatu dan takut ketahuan oleh Jeremy.Namun, Jeremy tidak tahu apa yang dia sembunyikan.Hanya bisa menunggu sampai Thasia mengatakannya sendiri.Thasia melipat tangannya untuk menghilangkan rasa gugupnya, lalu dia berkata dengan tenang, "Jeremy, kamu nggak merasa dirimu juga aneh?""Aku aneh?"Setelah
Mereka tidak mengatakan isi hati satu sama lain.Thasia kembali ke kamar untuk membereskan barang-barangnya.Pemakaman Suby sudah selesai, sudah saatnya dia pulang."Thasia."Bianca tiba-tiba berjalan masuk.Gerakan Thasia berhenti, dia pun menoleh. "Ibu."Bianca duduk di samping, dia ingin membicarakan sesuatu dengan putrinya.Thasia juga bisa merasakannya, dia pun duduk di sampingnya. "Ibu, ada apa?""Kali ini Jeremy juga datang ke sini," kata Bianca."Ya."Bianca menoleh padanya. "Bukankah kalian bilang mau bercerai? Dia kali ini datang membantumu, kelihatannya kalian bukan seperti mau bercerai. Kalau hubungan kalian sudah seperti itu, nggak sepatutnya menyusahkan dia."Entah sudah berapa banyak mereka berutang budi pada Jeremy, nanti mereka malah tidak bisa membalasnya.Membiarkannya begini juga tidak baik.Thasia berkata, "Aku nggak pernah memberi tahu Jeremy kalau kita pulang kampung. Nanti aku akan berterima kasih padanya.""Kenapa dia membantumu?"Bianca merasa bingung. "Kalau
Evelyn merasa ragu cukup lama. Dia merasa dirinya tidak boleh membiarkan Suby mati dengan penasaran.Dia tidak bisa membiarkan suaminya mati tanpa penjelasan apa pun."Thasia, kami sudah menerima pembalasan atas tindakan Suby." Evelyn selama berhari-hari ini kelihatannya menjadi lebih tua, rambutnya pun memutih. "Selama beberapa hari ini aku telah berkata kasar padamu, aku minta maaf, memang aku yang nggak bisa berpikir dengan jernih. Saat ini selama bisa menangkap pelaku yang membunuh Suby, aku bersedia melakukan apa pun.""Bibi." Thasia berkata, "Semua itu sudah berlalu, aku juga nggak memasukkannya ke dalam hati. Kehidupan masih berlanjut, kita harus fokus pada masa depan, jangan terus memikirkan masa lalu. Untuk masalah magang Feni, aku akan memikirkan cara untuk membantunya, meski nggak bisa masuk ke PT Okson, dia tetap akan bisa magang."Hal ini merupakan hal yang baik untuk mereka.Koneksi Thasia lebih banyak dari mereka, jadi pihak lawan pasti bisa membantunya."Thasia, terima
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak