Thasia tidak berpikir begitu.Dia mengucapkan kata-kata menghina seperti itu karena Lisa.Untuk melindungi dirinya sendiri."Bukannya kamu tahu aku menyukai seseorang?" kata Thasia.Satu kalimat itu langsung membuat Jeremy terdiam.Thasia menyukai seseorang.Namun, dia belum pernah melihat pria itu sebelumnya!Hal ini menjadi teka-teki di antara mereka.Wajah tampan Jeremy menjadi dingin, tapi dia berkata, "Kamu nggak perlu menyebut masalah pria itu. Ketika masa kontraknya habis, aku akan melepaskanmu. Walau kamu nggak memberiku surat cerai itu, aku tetap akan memberikannya padamu!"Setelah masa surat kontrak habis, barulah Jeremy bisa mendapatkan sahamnya.Thasia tahu akan hal ini.Dia pun hanya diam dan mengikuti alur pria itu.Anggap saja sebagai balas budinya untuk Jeremy."Oke." Thasia mengeluarkan ponselnya dan melihat kalender. "Tinggal beberapa hari lagi. Aku harap Pak Jeremy punya waktu saat itu."Jeremy tidak menjawab.Luka kedua orang itu dibalut oleh dokter.Luka Thasia tid
Thasia memegang susu yang masih hangat, dia meminumnya. Rasanya manis, ada aroma susu yang samar-samar tercium.Hal itu menenangkan rasa takutnya, tapi juga memberinya sedikit perasaan sedih."Istirahatlah." Luka Jeremy telah dibalut. Dia berkata lagi, "Aku akan mengurus masalah di polisi."Jeremy tidak ingin Thasia terlalu lelah.Dia akan menyelidiki kasus penculikan ni.Jeremy bahkan tidak berpikir untuk beristirahat.Thasia sedang berbaring di ranjang rumah sakit, tidak lama kemudian ada orang datang."Thasia.""Ibu," teriak Thasia.Bianca datang ke rumah sakit dan melihat Thasia terbaring di tempat tidur dengan luka di lehernya, dia seketika merasa sedih dan langsung menangis. Wanita tua itu berjalan menghampiri Thasia untuk memeluknya. "Bagaimana bisa Suby begitu kejam, dia menculikmu dan mengancammu? Dasar bajingan, dia pasti akan menerima akibatnya! Keluarga kita akan putus hubungan dengan mereka di masa depan! Aku juga memberi tahu ayahmu, inilah akibatnya dia terlalu memanjaka
"Benarkah? Ternyata dia orang yang jahat. Suby meninggal secara tragis. Dia dibunuh oleh keponakannya sendiri. Nggak ada penjelasan akan hal ini. Sungguh menyedihkan.""Apa kata polisi? Mana bisa mereka membiarkan orang mati begitu saja.""Kasusnya dibiarkan begitu saja, pria itu hanya akan dikubur, seakan-akan nggak terjadi apa-apa.""Sungguh nggak adil. Nyawanya telah dicabut oleh Thasia!"Perkataan ini membuat Bianca terlihat tidak senang. "Mereka berbicara sembarangan. Bagaimanapun, kita ini masih saudara, tapi mereka malah bergosip seperti ini!"Keluarga Thasia jarang berhubungan dengan para kerabat ini, pada dasarnya mereka hanya menyapa para kerabat ini untuk basa-basi saja. Bianca memandang Thasia dan berkata, "Thasia, jangan dengarkan omong kosong mereka. Kita hanya masuk untuk mendoakan pamanmu saja."Bianca tidak ingin menimbulkan masalah, mereka juga tidak akan mau datang jika bukan Thasia yang mau datang.Thasia merasa biasa saja, dia sudah sering dibicarakan orang.Bebera
Kejadian ini memiliki arti lain dalam perkataan mereka.Daripada menyalahkannya, mereka lebih seperti melampiaskan rasa iri mereka.Di antara keluarganya, yang paling benar adalah keluarga Thasia.Mereka semua menikah dengan keluarga biasa, jadi tidak ada yang menikah dengan keluarga kaya.Mereka bahkan belum pernah melihat keluarga kaya.Menurut mereka hal ini terasa tidak adil.Kenapa harus Thasia yang mendapatkannya? Sehingga identitas mereka berbeda."Keluarga Siris nggak bisa menampung orang kaya seperti kalian!"Santo sudah terbiasa mendengarkan perkataan mereka selama bertahun-tahun ini, tapi dia ingin mengantarkan kepergian Suby dengan tenang. "Kami nggak pernah memiliki pemikiran seperti itu, kalian jangan berbicara sembarangan tanpa mengetahui seluk beluk masalah ini! Aku nggak ingin berdebat denganmu. Hari ini aku datang untuk mengantarkan kepergian adikku, jadi berhentilah bergosip!""Pergi kalian semua, pergi. Kami nggak menyambut kalian di sini, kami nggak butuh doa dari
Semua orang terdiam.Kemudian perlahan-lahan melihat ke arah sumber suara itu.Mereka melihat beberapa mobil terparkir di belakang, sesosok tubuh yang tinggi dan menarik perhatian berjalan mendekat.Pria itu mengenakan setelan jas hitam abu-abu, berwajah tegas. Dia memiliki sepasang mata yang indah, tatapan matanya tajam dan serius, serta mengeluarkan aura yang membuat orang takut untuk mendekatinya, tapi juga membuat orang kagum padanya.Mereka membuka jalan.Thasia berbalik, dia sedikit terkejut melihat orang itu datang.Tangannya yang terkepal itu mengendur dan dia membuang pipa di tangannya.Suasana hening selama beberapa detik, tiba-tiba seseorang berkata dengan marah, "Siapa kamu! Beraninya kamu ikut campur dalam urusan Keluarga Siris?"Jeremy memandang orang itu dengan tatapan tajam.Orang yang berkata dengan sombong itu seketika terdiam, tiba-tiba dia merasakan aura dingin di punggungnya.Jeremy berkata dengan nada dingin, "Aku ini suami Thasia, menurut kalian apakah aku berhak
Mereka sudah lama tidak menginap di sini, tapi tempat ini sering dibersihkan.Santo dan Bianca juga orang yang tahu diri. Meski mereka tahu pernikahan putrinya sudah tidak akan bertahan lama lagi, mereka tetap menyuruh Thasia berterima kasih pada Jeremy.Jeremy sedang duduk di ruang tamu.Thasia menuangkan segelas air untuknya. "Orang tuaku mengucapkan terima kasih padamu.""Sama-sama."Thasia duduk di sebelahnya dan berkata lagi, "Aku sudah berkata panjang lebar tapi nggak ada yang mau mendengarkanku, begitu kamu yang buka suara, mereka langsung percaya. Apakah diriku terlalu lemah? Kenapa mereka nggak memercayaiku?"Thasia tidak mengerti.Jelas Thasia ingin menyelesaikan masalah ini sendiri, tapi pada akhirnya Jeremy yang membantunya menyelesaikannya.Jeremy meminum air hangatnya dan mendengarkan kata-kata Thasia, ekspresinya tidak terlalu banyak, dia tidak terkejut dengan hal semacam ini. "Kamu harus memahami satu kebenaran, sifat manusia itu jelek. Terutama kerabatmu ini, mereka ng
Mendengar Jeremy berkata seperti ini, Thasia pun tidak menyembunyikannya dan berkata, "Kakek Alvin, aku sudah menikah, Anda nggak perlu mencarikan jodoh untukku.""Jadi dia ini suami Thasia!"Kakek Alvin merasa cukup senang. Dulu saat Kakek Tegar meninggal, Thasia masih di bangku sekolah. Sekarang Alvin bisa menyaksikan wanita ini tumbuh dewasa, dia pun menoleh ke arah Jeremy dan berkata sambil tersenyum, "Cukup tampan, kelihatannya seperti orang yang berbakat. Sekilas juga sudah tahu dia pria yang baik, seleramu bagus juga Thasia!""Kalian berdua harus menjalani kehidupan dengan baik. Bisa bertemu satu sama lain merupakan takdir, bisa bersama lebih sulit lagi. Jadi hargailah satu sama lain!"Mendengar ini, sudut bibir Jeremy sedikit terangkat.Thasia pun tidak menyela Kakek Alvin, dia hanya bisa mendengarkannya.Pria tua itu juga ingin pergi makan, jadi mereka berjalan bersama. Kakek Alvin menghela napas dan berkata, "Suby ini, untung kakekmu sudah meninggal. Kalau kakekmu tahu, dia p
Thasia mengambil gelas air itu dan menjawab dengan lembut."Suamimu sangat perhatian. Dia selalu memikirkan istrinya dalam segala hal!"Tindakan mereka diperhatikan oleh yang lainnya.Semua orang tertawa dan meledeknya, sehingga suasana menjadi heboh, hal ini membuat Thasia merasa sedikit tidak enak.Jeremy memegang gelas bir dan berkata sambil tersenyum, "Tentu saja aku harus perhatian pada istriku.""Oh, memang suami Thasia paling baik. Kalau suamiku bisa perhatian padaku sepertimu, kami nggak akan bertengkar setiap hari!""Hahaha ...."Mereka tertawa terbahak-bahak.Thasia tidak banyak bicara, Jeremy sudah cukup membuatnya terasa dihormati.Di mata orang lain, dirinya menikah dengan keluarga kaya dan suaminya sangat perhatian padanya, hal ini membuat mereka merasa iri.Thasia merasa sedikit bingung, jadi dia bertanya, "Mereka tadi bersikap dingin padaku, sekarang mereka tiba-tiba menjadi begitu baik. Apakah kamu melakukan sesuatu secara diam-diam?"Jeremy juga terlihat rukun dengan
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak