Mendengar Jeremy berkata seperti ini, Thasia pun tidak menyembunyikannya dan berkata, "Kakek Alvin, aku sudah menikah, Anda nggak perlu mencarikan jodoh untukku.""Jadi dia ini suami Thasia!"Kakek Alvin merasa cukup senang. Dulu saat Kakek Tegar meninggal, Thasia masih di bangku sekolah. Sekarang Alvin bisa menyaksikan wanita ini tumbuh dewasa, dia pun menoleh ke arah Jeremy dan berkata sambil tersenyum, "Cukup tampan, kelihatannya seperti orang yang berbakat. Sekilas juga sudah tahu dia pria yang baik, seleramu bagus juga Thasia!""Kalian berdua harus menjalani kehidupan dengan baik. Bisa bertemu satu sama lain merupakan takdir, bisa bersama lebih sulit lagi. Jadi hargailah satu sama lain!"Mendengar ini, sudut bibir Jeremy sedikit terangkat.Thasia pun tidak menyela Kakek Alvin, dia hanya bisa mendengarkannya.Pria tua itu juga ingin pergi makan, jadi mereka berjalan bersama. Kakek Alvin menghela napas dan berkata, "Suby ini, untung kakekmu sudah meninggal. Kalau kakekmu tahu, dia p
Thasia mengambil gelas air itu dan menjawab dengan lembut."Suamimu sangat perhatian. Dia selalu memikirkan istrinya dalam segala hal!"Tindakan mereka diperhatikan oleh yang lainnya.Semua orang tertawa dan meledeknya, sehingga suasana menjadi heboh, hal ini membuat Thasia merasa sedikit tidak enak.Jeremy memegang gelas bir dan berkata sambil tersenyum, "Tentu saja aku harus perhatian pada istriku.""Oh, memang suami Thasia paling baik. Kalau suamiku bisa perhatian padaku sepertimu, kami nggak akan bertengkar setiap hari!""Hahaha ...."Mereka tertawa terbahak-bahak.Thasia tidak banyak bicara, Jeremy sudah cukup membuatnya terasa dihormati.Di mata orang lain, dirinya menikah dengan keluarga kaya dan suaminya sangat perhatian padanya, hal ini membuat mereka merasa iri.Thasia merasa sedikit bingung, jadi dia bertanya, "Mereka tadi bersikap dingin padaku, sekarang mereka tiba-tiba menjadi begitu baik. Apakah kamu melakukan sesuatu secara diam-diam?"Jeremy juga terlihat rukun dengan
"Aku nggak bilang dengan sembarangan, hal itu fakta! Aku dengar Thasia sudah bekerja sebagai sekretaris sebelum dia lulus. Siapa yang cepat tentu saja dia dapat. Mungkinkah dia nggak menikah dengan keluarga kaya? Dia sangat pintar, nggak seperti Feni, apa yang bisa anak itu lakukan? Masih nggak punya pekerjaan, reputasinya juga hancur. Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan yang baik di masa depan?"Ibunya Evelyn bermulut kejam. Feni terluka mendengar Kata-katanya, matanya pun memerah, dia menatap neneknya dan berkata, "Nenek, aku ini cucumu atau bukan? Teganya kamu mengataiku nggak sehebat Thasia!"Setelah mengatakan itu, Feni berlari keluar sambil menangis.Evelyn merasa sedikit khawatir saat melihatnya berlari keluar. "Feni, Feni!"Dia menatap ibunya lagi. "Ibu, kenapa ibu mengatakan hal seperti itu di depan Feni? Ibu sengaja membuatnya sedih!""Aku berkata seperti itu agar dia mau berjuang. Segara hal harus diperjuangkan sendiri, selama bisa menjalani hidup dengan lebih baik, maka
Ruangan telah dirapikan hingga cukup rapi dan bersih.Namun, karena sudah lama tidak ada orang yang tinggal di dalamnya, maka terasa sepi, juga ada sedikit bau apek di dalam rumah.Thasia membuka jendela untuk menghilangkan baunya, lalu mengeluarkan selimut dari lemari."Kalau kamu lelah, berbaringlah di sini sebentar."Jeremy sedang duduk di sofa dengan mata tertutup, tubuhnya berbau alkohol.Thasia memperhatikan bahwa pria itu tidak banyak bicara, berarti dia merasa sedikit lelah.Thasia mengemas semua keperluannya, lalu ingin menyuruhnya berbaring di tempat tidur sebentar.Jeremy mengerutkan kening dan mengangguk. "Ya."Thasia pun terdiam, dia berbalik dan turun ke dapur.Tidak ada apa-apa di rumah, jadi dia harus keluar dulu untuk membeli bahan-bahan membuat sup penghilang mabuk.Saat ini, Feni sedang melihat ke sekeliling, kebetulan dia melihat Thasia berjalan keluar.Dia tahu bahwa Jeremy ada di dalam, pria itu tadi banyak minum dengan kerabat dan teman-teman, pasti dia sedang ma
Seketika.Terdengar suara bernada dingin di telinganya."Tahu nggak kalau aku ini kakak iparmu?"Tubuh Feni membeku, dia menoleh pada Jeremy, lalu menyadari bahwa tatapan pria itu padanya sungguh dingin.Tidak terlihat sama sekali seperti tatapan seorang pria yang sedang tergoda. Sebaliknya, malah terlihat dingin. Seakan-akan dari tadi dirinya sedang bertindak centil sendiri.Punggung Feni pun merinding.Feni meremas tangannya, berusaha menenangkan diri, lalu berkata dengan manja, "Tentu saja aku tahu."Jeremy mengerutkan alisnya.Melihat ini Feni berkata lagi dengan nada menyenangkannya, "Kak Jeremy, apakah kamu sakit kepala? Sini biar aku pijit."Sebelum tangan Feni menyentuh Jeremy, pria itu sudah berkata dengan nada dingin, "Kalau tahu bukankah seharusnya kamu tahu batasan?"Melihatnya menjauh, Feni bisa merasakan bahwa Jeremy sama sekali tidak tertarik pada dirinya.Bagaimana mungkin?Mana ada pria yang tidak suka pada gadis muda dan cantik?Feni segera berkata sambil tersenyum, "
Kenapa gadis itu jadi menargetkan Jeremy?Feni sudah pergi sambil menangis, tangannya mengeluarkan darah karena lecet. Dia takut ditertawakan oleh Thasia, jadi dia keluar dengan berlari.Saat Thasia melihat punggung gadis itu, dia mengerutkan alisnya.Kemudian dia menoleh pada Jeremy.Wajah Jeremy masih terlihat dingin seperti tadi. "Kamu nggak lihat adikmu tadi menggodaku?"Thasia menjawab dengan tenang, "Lihat."Jawabannya ini membuat Jeremy merasa semakin tidak senang. "Nggak ada respons?""Aku harus merespons apa?" jawab Thasia dengan bingung.Seketika wajah Jeremy terlihat sangat dingin. Thasia tidak merasakan apa pun saat melihat wanita lain menggodanya, dia tidak marah, tidak sedih, bahkan tidak menangis.Hal ini membuat Jeremy merasa tidak senang.Wanita ini sedikit pun tidak merasa cemburu.Thasia berpikir sejenak, lalu berkata, "Saat melihat perbuatan Feni tadi aku cukup terkejut. Tapi kalau dipikir-pikir, dia itu nggak suka padaku, jadi dia ingin menggunakan cara ini untuk m
"Justru aku berkata seperti itu demi kalian!" Ibunya Evelyn berkata dengan tegas, "Suby memang nggak sehebat kakaknya! Yang penting itu ada duit. Coba saja kamu lihat Thasia, semua orang memujinya, kalau mendengar namanya semua orang tahu dia sangat hebat. Sedangkan putrimu? Sudah bagus kalau dia bisa menikah dengan pria tua yang kaya, selama ada duit, dia nggak perlu hidup dengan menderita!""Ibu!" Evelyn tidak terima. "Kami nggak seperti dirimu yang mata duitan, apa-apa duit. Semua orang bilang aku ini matre, sekarang aku tahu aku mirip siapa, aku mirip denganmu, kamu yang membuatku menjadi seperti ini. Sekarang kamu ingin putriku juga memiliki sifat jelek itu?""Kenapa kamu berkata seperti itu? Memangnya hal itu salah?" kata ibunya Evelyn dengan marah.Evelyn sedang emosi. "Menurutmu sekarang kondisiku baik-baik saja? Suamiku sudah mati, kondisiku seperti ini, baik dari mana?!""Itu karena kamu nggak berguna." Ibunya masih menyalahkan Evelyn."Oke, aku nggak berguna. Kamu pergi saja
Thasia tahu pelakunya pernah bertemu mereka.Setelah Evelyn melampiaskan semua amarahnya, Thasia baru berkata, "Ketika aku diculik oleh Paman waktu itu, di sana masih ada seorang wanita lagi. Dia nggak ingin aku tahu siapa dirinya, jadi dia mengubah suaranya. Saat kalian memfitnahku waktu itu, aku tahu ada orang yang menghasut kalian, saat aku diculik juga ada satu orang lagi di sana. Aku curiga mereka orang yang sama, kalau ingin tahu siapa dalang dibalik semua ini, maka semua tergantung pada kalian!""Bohong, kamu pasti berbohong, hal itu nggak mungkin!" Evelyn terlihat tidak percaya. "Kamu berkata seperti ini pasti hanya untuk menjadikan orang lain kambing hitam, kamu ingin melemparkan kesalahan pada orang lain."Evelyn berkata seperti ini karena dia tidak mau menerima kenyataan.Karena Suby menculik Thasia, sehingga pihak lawan mengalami kecelakaan itu dan mati. Evelyn terus menyalahkan Thasia agar dirinya tidak merasa bersalah.Thasia sudah mengatakan apa yang seharusnya dia katak