Jika Lisa tidak menerimanya, Bibi tetap akan menerimanya.Lisa tidak bisa melawan keinginannya.Lisa juga tidak ingin menjadi orang jahat di mata orang lain.Setelah beberapa saat.Ada suara ketukan di pintu.Ella ada di dalam kamar. Ketika mendengar suara itu, dia bertanya, "Siapa?""Ini aku, Lisa."Ella ragu-ragu sejenak, tapi dia tetap pergi membukakan pintu.Lisa berdiri di depan pintu, memegang semangkuk sup di tangannya, lalu tersenyum padanya. "Kamu nggak turun, jadi aku membawakanmu sup buatan Bibi, supnya wangi sekali."Ella berkata, "Aku nggak nafsu makan."Lisa meletakkan mangkuk sup di atas meja, menatapnya dan bertanya, "Kamu nggak nafsu makan karena melihatku datang?"Ella berkata dengan cepat, "Bukan begitu, jangan berpikir sembarangan.""Baguslah kalau bukan." Lisa memegang tangan Ella dengan erat. "Kamu masih muda, jadi kamu bisa memanggilku Kak Lisa mulai sekarang. Kalau kamu butuh bantuan, katakan saja padaku. Selama aku bisa membantu, aku akan membantumu."Sikap ram
Hal ini terlintas di hati Ella.Thasia menyukai Jeremy, bagaimana mungkin wanita itu ingin bercerai?Dulu Thasia sempat menasihatinya untuk tidak menyukai Jeremy, tapi pada akhirnya wanita itu juga menyukai Jeremy.Ella sedang mengandung seorang anak, Thasia mungkin akan mencelakainya suatu saat nanti.Ella memegangi perutnya, dia merasa waspada. Dia tidak boleh membiarkan Thasia menyakiti anaknyaLisa mengamati ekspresinya Ella, dia pun berhenti membahas hal ini. "Kamu harus istirahat dan ingat makan supnya, aku akan keluar dulu."Setelah itu, Lisa keluar dengan mencibir.Kalimat Lisa tadi membuat Ella gelisah.Dia harus melakukan sesuatu.Ella tiba-tiba teringat pada bibi dan sepupunya Thasia, entah apa yang terjadi pada mereka....Thasia baru saja keluar dari kantor polisi setelah memberikan pengakuannya."Thasia!"Suara Suby terdengar di depan pintu.Pria itu sama sekali tidak mirip dengan Santo. Usianya hampir lima puluh tahun, dengan kulit pucat dan sedikit keriput. Pria itu mem
Suby mengerutkan kening dan terus merokok. "Jangan berlebihan, kalau aku bisa membayarnya, mana mungkin aku nggak mau bayar? Aku akan membayarnya nanti saat punya uang, pinjamkan aku dulu.""Aku nggak punya uang." Thasia berkata, "Aku masih ada urusan, jadi nggak bisa mengobrol denganmu."Melihat Thasia hendak pergi tanpa menoleh ke belakang, Suby merasa tidak dihormati, dia pun melemparkan rokoknya ke tanah dan berkata dengan keras, "Thasia, jangan paksa aku berbuat keterlaluan, nanti yang ada kamu yang susah!"Thasia langsung melaju pergi.Dia tahu persis apa yang diinginkan pamannya.Keluarga mereka itu seperti parasit. Jika Thasia memberikannya kali ini, maka pihak lawan pasti akan meminta uang terus padanya.Secara kebetulan, kejadian ini dilihat oleh Ella yang bersembunyi di pojokan.Dia melihat Suby terlihat kesal, sepertinya pria itu menyimpan dendam terhadap Thasia, Ella pun seketika punya ide.Kali ini, jika Thasia menghilang dari dunia ini, tidak ada yang bisa mengancam diri
Tony pun menutup teleponnya.Saat dia menutup telepon, panggilan itu masuk lagi."Pak Jeremy, mungkin benar-benar terjadi sesuatu," kata Tony.Jeremy sedang membaca koran hari ini, ketika dia mengangkat tatapan matanya, telepon berdering lagi.Biasanya wanita itu tidak akan meneleponnya.Kalau begitu pasti terjadi sesuatu pada Thasia.Jeremy menutup korannya. "Berikan padaku."Tony menyerahkan ponsel kepada Jeremy. Begitu panggilan tersambung, orang di ujung telepon berkata dengan cemas, "Jeremy, apa maksudmu nggak mau angkat telepon? Kamu sudah nggak peduli pada nasib Thasia lagi?"Mendengar ini Jeremy merapatkan bibirnya. "Ada apa?""Nomor Thasia nggak bisa dihubungi!" Sabrina berkata, "Dia berjanji akan menemuiku satu jam lagi, tapi dia sampai sekarang belum datang, dia juga nggak menjawab panggilanku. Biasanya dia selalu tepat waktu, nggak pernah menghilang tanpa alasan. Aku curiga terjadi sesuatu padanya!"Hati Jeremy menegang, semua rasa kesalnya lenyap saat ini. Dia terduduk dan
Jeremy segera mengambil ponselnya dan menemukan jejak orang itu di video kamera CCTV.Pihak lawan tidak tahu bahwa kamera CCTV akan menangkap sosoknya. Dia ingin menghindari sorotan kamera CCTV, jadi dia mengganti pakaiannya di sudut yang tidak ada kamera sebelum berjalan keluar.Butuh beberapa saat untuk menemukan hasilnya.Namun, akhirnya dia menemukannya."Ayo pergi sekarang!"Mereka segera melaju dan mengikuti petunjuk itu untuk mencari Thasia....Thasia merasa sangat lelah dan tubuhnya juga lemas. Dia jelas sedang beristirahat, tapi dia merasa sepertinya terjebak dan tidak bisa bangun.Samar-samar dia mendengar suara, "Apa yang harus kita lakukan sekarang?""Orangnya sudah kita culik, langsung bunuh saja!""Bunuh? Kamu ingin aku membunuh orang? Dia ini keponakanku. Nggak bisa, aku hanya ingin uang!" Suby merasa sedikit ragu, dia tidak pernah berpikir membunuh Thasia. "Hubungi Jeremy. Kalau dia tahu istrinya diculik, dia pasti akan kasih kita uang!""Jangan, kamu sudah gila!" Meli
"Aku punya uang, jangan sakiti aku!" ujar Thasia.Thasia berkeringat deras, seluruh tubuhnya basah kuyup.Dia ingin mengamankan nyawanya dulu.Tatapannya kembali fokus dan dia melihat lingkungan dirinya berada. Thasia berada di ruangan yang berantakan dengan tangan terikat.Saat dia melihat orang di depannya, wajahnya menjadi pucat. "Paman."Suby memandangnya dengan acuh tak acuh dan berkata, "Kamu baru mau memanggilku paman sekarang?"Thasia tidak menyangka pamannya akan begitu kejam sehingga berpikir menculiknya seperti ini.Thasia juga tidak berharap pamannya ini akan berbelas kasihan padanya, jadi dia bertanya, "Aku harus bagaimana agar kamu mau melepaskanku?""Bukannya kamu tadi baru bilang kamu punya uang?" Suby bertanya, "Apakah uangnya ada di kartu ini?"Suby sedang memegang kartu yang diberikan Jeremy padanya."Ada."Senyuman muncul lagi di wajah Suby, matanya terlihat serakah. "Ada berapa?"Thasia bertanya, "Jika aku memberikannya padamu, apakah kamu akan melepaskanku?"Suby
Setelah mendengar ini, Suby merasa ada benarnya.Dia juga kebetulan bertemu dengan orang itu, wanita itu mendekatinya pasti karena ada maunya.Bagaimanapun, Thasia tetaplah keponakannya.Dia sedang tidak punya pilihan, jadi menggunakan rencana orang lain untuk melawannya.Suby pun melirik ke arah wanita itu.Wanita itu terlihat sedikit cemas dan sangat marah, "Dia berbohong. Kalau bukan aku yang memberimu ide ini, apakah Thasia akan memberimu uangnya? Kita ini harus bekerja sama!"Tidak peduli bagaimanapun, Suby tahu betul tujuannya. Dia memandang Thasia dan berkata, "Thasia, beri tahu aku kata sandinya, maka aku jamin dia nggak akan menyakitimu."Thasia tidak berani memercayainya dengan gegabah.Saat dia ragu-ragu, tiba-tiba terdengar suara mobil di luar.Kali ini Suby merasa panik.Dia meraih Thasia, menaruh pisau di lehernya, berkata dengan gugup, "Ada orang di luar!"Thasia memandangi pisau di depannya, dia tidak berani bernapas kencang-kencang.Wanita itu juga tahu bahwa keadaan m
Benar juga.Pria itu bisa memasukkan 200 miliar ke dalam kartu dan diberikan untuknya.Bagaimana mungkin dia keberatan mengeluarkan uang 100 miliar?Thasia menyipitkan matanya dan merasa sedih. Pria itu baik sekali, sangat baik.Namun, setiap kebaikan yang pria itu lakukan, akan terasa menyakitkan bagi Thasia.Membuatnya tidak mau melepaskan pria itu, tapi dia juga merasa menderita.Suby tertawa dan segera menyebutkan nomor kartu rekeningnya.Jeremy mengeluarkan ponselnya dan menelepon. "Kirimkan 100 miliar ke akun ini!"Ketika wanita yang bersembunyi di belakang melihat ini, dia tiba-tiba merasa panik.Gawat, keadaannya menjadi gawat!Dia harus membunuh Thasia!Ada suara ding.Sebuah pesan masuk ke ponsel Suby.Saat membuka pesannya.Bank mengiriminya pesan.Saat membuka akunnya, dia melihat berapa nominal di sana.100 miliar!Benar-benar dikirim 100 miliar!Dia belum pernah melihat uang sebanyak itu seumur hidupnya.Suby merasa sangat senang dan bahagia, kemudian dia menyimpan ponsel
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak