Tidak peduli Jeremy semarah apa, dia tetap harus memperhatikan tubuhnya.Jeremy tidak mendengarkan kata-kata Tony, pikirannya sedang dipenuhi oleh punggung Thasia.Sejak kapan wanita itu berani meninggalkannya."Telepon Thasia," kata Jeremy dengan dingin.Tony tertegun sejenak, dia tidak mengerti apa yang ingin dilakukan Jeremy.Dia juga merasa terkejut saat mengetahui keadaan rumah tangga mereka seperti ini.Tidak heran mereka merahasiakan pernikahan mereka.Tony kira selama ini Thasia tidak suka jadi pusat perhatian, jadi Pak Jeremy menghormati pilihannya dan merahasiakannya.Namun, ternyata pernikahan mereka tanpa didasari rasa cinta.Sayang sekali.Padahal dia menebak CEO Jeremy menyukai Thasia, tapi sekarang sepertinya pria itu tidak menyukai Thasia sebesar yang dia bayangkan.Tony tetap mengeluarkan ponselnya. "Oke."Tony menelepon Thasia.Saat itu, Thasia kebetulan sedang menemani orang tuanya pulang.Santo bersikeras untuk keluar dari rumah sakit. Dokter bilang patah tulangnya
Tony memandang Jeremy lagi. "Bu Thasia bilang ada di sisi kiri ruang ganti dan minta pembantu untuk mencarinya."Jeremy mengerutkan kening. "Bagaimana dengan jaket? Yang warna coklat.""Jaketnya digantung di lemari." Thasia menambahkan."Nggak jadi pakai sweater, aku mau jas saja dan dasi biru," kata Jeremy lagi.Thasia mengerutkan kening. "Ada banyak sekali dasi biru, dasi biru yang mana maksudnya?""Yang garis-garis vertikal."Thasia berkata, "Di kotak ke-28."Agar Jeremy tidak bertanya lagi, Thasia berkata, "Pak Jeremy, selain jas dan kemeja yang dibawa untuk dicuci, semuanya ada di lemari. Mbak pasti bisa menemukannya, kalau pakaian musim dingin, aku telah menyimpannya di kotak ruang ganti. Aku sudah meletakkan dengan rapi, mbak pasti bisa dengan mudah menemukannya. Semuanya sudah dibagi sesuatu kategori dan warna, jadi nggak akan salah ...."Tidak peduli apa yang Jeremy tanyakan, Thasia pasti bisa menjawabnya dengan cepat.Entah itu jaket atau sweater, bahkan Thasia ingat setiap m
"Oke, kalau begitu maaf mengganggu," kata Tony dengan sopan, dia menatap Jeremy. Ekspresi pria itu sedikit membaik, Tony pun menghela napas lega.Thasia awalnya ingin makan malam bersama orang tuanya.Namun, sekarang tidak jadi.Melihat Bianca membereskan tempat tidurnya, dia berjalan mendekat dan berkata, "Ibu, aku harus keluar sebentar, aku nggak bisa makan malam bersama kalian."Bianca menoleh padanya. "Ada apa?""Ada pekerjaan penting."Bianca menghampiri Thasia dan berkata, "Thasia, kalau kamu ingin pindah pekerjaan, pindah saja. Masih banyak pekerjaan di dunia ini."Bianca juga memikirkan nasib Thasia.Putrinya akan bercerai, tapi malah masih bekerja di perusahaan Jeremy, maka betapa memalukannya hal ini."Aku mengerti, Ibu."Thasia juga berpikir seperti itu. Setelah bercerai, dia tidak ingin berada di sisi Jeremy.Mereka akan benar-benar berpisah.Thasia segera kembali ke Kediaman Keluarga Okson.Ketika dia kembali, pembantu tetap memanggilnya "Bu Thasia" dengan hormat.Seakan-a
Thasia melihat tindakannya. Walau dirinya dan Jeremy akan bercerai, tetap saja dia yang tidur di ranjang ini sebelumnya. Dia tidak suka orang lain menyentuhnya, ketika Ella hendak menyentuhnya, dia meraih tangan wanita itu, "Kamu tahu sweater yang mana?"Ella berhenti sejenak dan berpikir, "Hanya mengambil sweater saja, aku juga bisa antarkan."Ella merasa apa yang bisa dilakukan Thasia, dirinya juga bisa melakukannya.Thasia berkata tanpa ekspresi, "Kalau kamu ingin menjadi istrinya, kamu harus bisa memenuhi syarat." Thasia melihat ke arah ranjang besar. "Jeremy itu orang yang suka pilih-pilih, seperti sweater, hari apa dia akan memakai warna putih atau hitam, kalau dia nggak menyukainya ... maka akan gawat.""Berhentilah menakut-nakutiku!" Ella tidak memercayainya. Thasia juga sempat memperingatinya saat di dapur, tapi pada akhirnya Thasia hanya ingin dirinya mundur. "Cuacanya semakin dingin. Kak Jeremy ingin memakai pakaian tebal agar tetap hangat. Mana mungkin dia sampai berpikir s
Thasia biasanya terlihat sangat tenang, tidak mau berdebat dan jarang marah.Tidak peduli bagaimana Ella bertingkah, hal itu bukan urusannya dan Thasia tidak pernah berpikir untuk ikut campur.Juga karena itu Thasia pun dipojokkan hingga keadaannya menjadi seperti ini, Ella semakin berani bersikap sombong.Ella bahkan merasa status Thasia di Keluarga Okson lebih rendah darinya, hal ini membuatnya cukup percaya diri dan berpikir untuk menindasnya.Namun, Thasia tiba-tiba mengamuk dan menamparnya.Ella merasa sedikit terkejut. Ada Jeremy di bangsal, dia tidak boleh bertengkar dengan Thasia, dia harus terlihat lemah. Jadi dia hanya bisa berkata dengan sedih dan mata memerah, "Aku ... nggak bermaksud begitu."Tentu saja Thasia memahami tipuan muslihatnya, wanita ini berpura-pura menunjukkannya sikap lemahnya pada orang lain.Thasia tidak ingin mengalah lagi. Lagi pula, dia sudah keterlaluan, pihak lawan kira dirinya takut sehingga bisa menekannya. "Kamu tadi nggak bersikap seperti ini. Kam
"Aku sudah bawa untukmu." Thasia mengeluarkannya dari tas. "Yang ini, 'kan?"Jeremy awalnya sudah merasa tidak senang, tapi ketika dia melihat Thasia tidak menyerahkan tugas ini kepada wanita lain, ekspresi kesalnya pun menghilang, lalu dia pun bertanya, "Lalu kenapa dia bisa datang?"Thasia memandang Ella. "Tanyakan saja padanya apakah dia yang bersikeras ke sini dan nggak mau mendengarkan saranku. Aku nggak mau disalahkan."Jeremy memandang Ella lagi.Awalnya Ella ingin menunjukkan sisi lemahnya dan membuat Jeremy mengasihaninya, tapi ketika dia melihat tatapan pria itu, dia pun tahu dirinya sedang dalam masalah. Dia berkata dengan hati-hati, "Aku ... aku khawatir padamu. Maafkan aku, aku memang bersalah, aku yang nggak mengerti. Lain kali aku nggak akan melakukannya lagi, aku pasti akan mendengarkan saran Kak Thasia."Sorot mata Jeremy menjadi dingin. "Pergi sana."Ini pertama kalinya Ella diperlakukan begitu dingin oleh Jeremy, pria ini sudah tidak seperti pria yang mengobrol denga
"Bagaimana mungkin aku nggak khawatir? Kamu dirawat di rumah sakit, aku pun sangat mengkhawatirkanmu, aku pikir sama seperti yang waktu itu!" Lisa berkata sambil menangis, "Aku nggak ingin melihatmu terbaring di ranjang rumah sakit lagi, kalau begini aku nggak akan bisa tidur dan makan dengan tenang, juga nggak bisa fokus syuting. Aku lebih baik berada di sisimu untuk menjagamu."Ketika Lisa mengatakan hal ini, Jeremy tiba-tiba teringat pada cedera parahnya dulu.Cedera itu hampir membunuhnya.Lisa yang menyelamatkannya.Sebagai tanggapan, Jeremy hanya menjawab, "Hal itu nggak akan terjadi lagi."Lisa tetap merasa khawatir dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kamu sudah berjanji bahwa kamu nggak ingin melihatku sedih, kamu harus menjaga dirimu dengan baik agar nggak terluka lagi. Jangan gunakan tubuhmu untuk menghukumku!"Jeremy pernah hampir mati sebelumnya.Saat itu, Lisa menjaganya selama tujuh hari tujuh malam tanpa tidur nyenyak.Kemudian, setiap kali dia terluka, Lisa tidak
"Siti, berhenti bicara." Lisa menyelanya dan berkata kepada Jeremy, "Aku baik-baik saja."Jeremy melirik pergelangan kakinya, dia melihat pergelangan kaki Lisa sedikit memerah, jadi pria itu berkata, "Tony, bawa dia ke dokter.""Baik, Pak Jeremy." Tony segera mendekat.Lisa berkata, "Nggak perlu ke dokter, cukup pakai obat saja sudah cukup, hanya luka kecil saja. Aku juga sering terluka di lokasi syuting, bahkan jauh lebih parah dari ini. Tony, tolong bantu aku membelinya."Tony memandang Jeremy, menunggunya keputusannya.Jeremy berkata dengan tenang, "Kalau begitu, belikan obatnya.""Baik, Pak Jeremy." Tony berjalan keluar.Setelah lama tidak bertemu, Lisa cukup merindukan pria ini, tapi dia selalu menahan diri hanya demi kariernya, juga kesal karena pria ini sudah mempermalukannya karena Thasia.Namun, kali ini sepertinya tidak buruk, setidaknya Jeremy masih mengingatnya.Hal ini membuatnya merasa tenang.Lisa mengambil pisau dan mengupas apel untuknya. "Kamu nggak meneleponku saat t