"Kalau menurutmu makanan yang dimasak oleh bibi enak, maka kamu makan saja yang banyak."Thasia meletakkan cangkirnya di atas meja, dia tidak berniat menemani Ella lagi.Dia ingin pergi, Jeremy juga tidak ada di sini. Ella takut jika beberapa hal tidak ditanyakan sekarang, maka tidak akan ada kesempatan lagi di lain waktu. Jadi sebelum Thasia pergi, dia berkata, "Jawabannya untuk pertanyaan yang biasanya nggak dijawab seharusnya sudah ada. Kamu pasti menyukai Pak Jeremy! Kalimatmu di dapur tadi padaku, pasti karena kamu takut kehadiranku mengganggu posisimu, bukankah kamu terlalu egois? Sebenarnya kamu nggak ingin aku muncul karena aku pernah tidur dengan Pak Jeremy, sehingga membuatmu nggak senang!Thasia mengerutkan kening dan berbalik.Ella menatap Thasia dengan penuh percaya diri, dia sudah tidak seperti gadis pemalu yang pertama kali ditemui Thasia.Pada awalnya Ella masih gadis pemalu. "Percaya diri sekali kamu?" Thasia bertanya dengan pelan, "Kamu yakin telah tidur dengan Pak Je
Orang yang masuk melihat kartu nomornya jatuh ke lantai, seketika dia terlihat bingung. Dia merasa terkejut melihat Thasia muncul sepagi ini di rumah sakit.Pria itu membungkuk dan mengambil kartu nomornya yang jatuh.Thasia melihatnya, pupil matanya sedikit menegang, dia hendak merebutnya.Namun, jarak pria itu lebih dekat dan dengan cepat memegang kartu nomor itu."Kamu nggak enak badan?"Pria itu melihat kartu nomornya, di sana tertulis untuk USG.Melihat itu saja sudah membuatnya ragu.Thasia merasa bingung, seolah-olah pria itu akan menemukan rahasianya yang mengejutkan. Dia segera mengambil kartu itu dan memasukkannya ke dalam saku, kemudian berkata dengan berusaha tenang, "Hanya untuk memeriksa saja."Jeremy memusatkan pandangannya ke wajah Thasia dan bertanya, "Kalau perutmu nggak enak, kenapa harus USG?"Thasia mengepalkan tangannya, dia tidak berani menatap pria itu. "Bukankah aku sudah bilang hanya untuk memeriksa saja."Jeremy memasukkan satu tangan ke dalam sakunya, dia ti
Hal Ini membuat Thasia terkejut.Tidak peduli dia dulu sesakit apa, pria ini tidak pernah peduli padanya.Bahkan karena urusan bekerja, pria itu selalu mengabaikan perasaan Thasia.Di saat Thasia tidak perlu ditemani, pria itu malah bersikeras menemaninya.Hal ini sedikit memusingkan.Jeremy melihat orang lain hendak memasuki lift. "Masuk dulu, kita bicarakan lagi nanti."Mereka berdiri di tengah-tengah lift cukup lama.Thasia setidaknya harus masuk ke lift bersamanya lagi.Thasia memasukkan tangannya ke dalam sakunya, memegang erat kertas nomornya, seketika dia merasa tangannya panas.Kenapa dirinya harus bertemu Jeremy hari ini.Jeremy berdiri di lift, dia menatap lurus ke depan, tapi karena mengkhawatirkan Thasia, dia pun bertanya, "Kamu sudah sarapan?"Thasia tidak menjawab, dia masih memikirkan cara untuk melarikan diri.Melihat wanita itu tidak menjawab, Jeremy pun menoleh pada Thasia yang sedang mengerutkan keningnya, wajahnya terlihat serius, seolah-olah sedang memikirkan sesua
Thasia merasa sedikit bingung dan dengan sopan berseru, "Halo, Pak Victor."Tatapan Pak Victor terlihat terkejut, dia belum pernah mendengar masalah ini, lalu dia tertawa dengan gembira. "Hebat juga kamu sudah menikah, kapan kamu menikah? Kamu dan kakekmu sama saja, masalah seperti ini bukannya memberitahuku, sampai-sampai sekarang aku baru bertemu istrimu."Pak Victor dan Kakek Okson adalah rekan seperjuangan ketika masih muda.Persahabatan mereka sangat erat.Mereka berjuang di medan perang, melakukan perbuatan baik, lalu meraih banyak prestasi.Namun, mereka melakukan pilihan yang berbeda untuk masa depan mereka.Pak Victor terjun dalam dunia politik dan Kakek Okson dalam dunia bisnis. Mereka mengambil jalan yang berbeda dan jarang berinteraksi satu sama lain.Pak Victor memandang Thasia dengan saksama, lalu mengangguk. "Dia kelihatannya wanita yang baik, Jeremy, hebat juga kamu memilih cewek."Jeremy berkata, "Pernikahan kami diadakan secara sederhana, kami juga nggak mengumumkanny
Sepertinya wanita itu tidak menyangka mereka ada di sana, tapi dia segera mendapatkan kembali ketenangannya, lalu tersenyum dan memanggil, "Kakek Victor, aku dan Ibu ke sini untuk melihatmu.""Pak Victor." Ibunya Rinesa memanggil Pak Victor.Thasia berpikir sejenak. Keluarga Winata juga kenal pria tua yang sangat dihormati oleh Jeremy ini, mereka juga sepertinya sedikit akrab.Pak Victor tersenyum dan berkata, "Kenapa kalian bisa ada di sini?""Kamu sedang sakit, tentu saja kami harus datang dan menjenguk."Rinesa memasukkan bunga yang dia bawa ke dalam vas dan menghampiri Pak Victor dengan penuh semangat. "Tapi Kakek Victor sepertinya punya tamu."Pak Victor menjelaskan, "Jeremy ini cucu rekan seperjuanganku, dia juga bisa dibilang cucuku.""Aku sempat bertemu dengannya." Rinesa kembali menatap Jeremy dengan percaya diri. "Halo, Pak Jeremy, kita bertemu lagi."Pak Victor bertanya, "Kamu sudah lama sekolah di luar negeri, aku juga belum pernah mendengar kamu mengenal Jeremy.""Beberapa
Rinesa tidak memanggilnya "Pak Jeremy" dengan sopan, tapi langsung memanggil namanya.Wanita itu berdiri di depannya, menghalangi jalan. Jeremy bertanya dengan wajah dingin, "Ada apa?"Rinesa memandangnya dengan sombong, dia tidak memercayai perkataan Jeremy tadi. "Yang barusan kamu katakan itu benar? Kamu benar-benar sudah menikah?"Rinesa belum pernah mendengar tentang kabar ini.Dia curiga pria ini hanya mencari alasan untuk menghindarinya.Wajah Jeremy tampak dingin. "Untuk apa aku berbohong?""Aku belum pernah mendengar kamu sudah menikah, bahkan orang-orang nggak tahu siapa istrimu. Aku curiga jangan-jangan kamu hanya membuat alasan saja.""Hal ini nggak ada hubungannya denganmu."Semakin Jeremy bersikap acuh tidak acuh, Rinesa semakin tertarik padanya, seolah-olah dia telah melihat mangsa, lalu dia memiliki keinginan untuk menaklukkannya.Dia suka pada orang yang sulit untuk didapatkan.Seketika wanita itu tersenyum, baik dalam tindakan maupun perkataan Rinesa sangat berani. Dia
Jeremy perhatian sekali sehingga tahu dirinya akan sakit perut ketika sedang menstruasi.Thasia tidak menyangka akan hal ini.Thasia dulu berpikir bahwa setelah menghabiskan seumur hidup bersama Jeremy, pria ini mungkin tidak akan tahu apa yang dirinya sukai atau bagaimana kondisi fisiknya.Bahkan saat meninggal karena sakit pun, pria ini akan menjadi orang terakhir yang mengetahuinya.Sekarang, setelah sekian lama, walau pria itu tidak mau mengingatnya, mau tidak mau tetap akan ingat.Thasia meniup air jahenya dan meminumnya dalam sekaligus."Istirahatlah." Jeremy dengan hati-hati menutupi tubuhnya dengan selimut.Thasia menatapnya dan bertanya, "Kamu mau ke mana nanti?""Di rumah, nggak ke mana-mana," jawab Jeremy.Thasia berpikir beberapa hari yang lalu Jeremy tidak pulang, mungkin saja hari ini pria itu juga pergi.Walau punya wanita lain di luar sana, tetap saja dia mesti pulang sesekali.Jeremy memperhatikan kekecewaan di wajah Thasia, detik berikutnya dia berbaring, masuk ke dal
Bianca masih memikirkan kondisi Santo, tapi dia malah mendengar orang itu berkata dengan keterlaluan, dia pun berkata dengan tidak senang, "Evelyn, kamu bisa mengatakan apa pun tentang Santo, tapi kamu nggak bisa bilang dia nggak peduli pada Suby! Selama bertahun-tahun ini, kami selalu menolongnya dan membereskan masalah yang dia timbulkan. Kalian nggak bisa kalau ada masalah pergi mencarinya, suruh dia selesaikan sendiri, kenapa malah mencari keluargaku?"Evelyn Lijanto berkata, "Justru karena aku sudah nggak ada jalan keluar lagi, kalau ada jalan keluar untuk apa aku datang mencari kalian?"Saat dia berkata seperti itu, dia mulai menangis."Ibu, jangan menangis, pasti akan ada jalan keluar," hibur Putrinya.Pihak lawan sudah menangis duluan sebelum Bianca menangis, hal ini membuatnya merasa kesal.Selama bertahun-tahun ini, keluarga mereka sudah sangat direpotkan oleh orang-orang ini. Setiap kali ada masalah, mereka selalu datang ke rumah, tapi jika sedang senang, mereka malah menghi