Sepertinya wanita itu tidak menyangka mereka ada di sana, tapi dia segera mendapatkan kembali ketenangannya, lalu tersenyum dan memanggil, "Kakek Victor, aku dan Ibu ke sini untuk melihatmu.""Pak Victor." Ibunya Rinesa memanggil Pak Victor.Thasia berpikir sejenak. Keluarga Winata juga kenal pria tua yang sangat dihormati oleh Jeremy ini, mereka juga sepertinya sedikit akrab.Pak Victor tersenyum dan berkata, "Kenapa kalian bisa ada di sini?""Kamu sedang sakit, tentu saja kami harus datang dan menjenguk."Rinesa memasukkan bunga yang dia bawa ke dalam vas dan menghampiri Pak Victor dengan penuh semangat. "Tapi Kakek Victor sepertinya punya tamu."Pak Victor menjelaskan, "Jeremy ini cucu rekan seperjuanganku, dia juga bisa dibilang cucuku.""Aku sempat bertemu dengannya." Rinesa kembali menatap Jeremy dengan percaya diri. "Halo, Pak Jeremy, kita bertemu lagi."Pak Victor bertanya, "Kamu sudah lama sekolah di luar negeri, aku juga belum pernah mendengar kamu mengenal Jeremy.""Beberapa
Rinesa tidak memanggilnya "Pak Jeremy" dengan sopan, tapi langsung memanggil namanya.Wanita itu berdiri di depannya, menghalangi jalan. Jeremy bertanya dengan wajah dingin, "Ada apa?"Rinesa memandangnya dengan sombong, dia tidak memercayai perkataan Jeremy tadi. "Yang barusan kamu katakan itu benar? Kamu benar-benar sudah menikah?"Rinesa belum pernah mendengar tentang kabar ini.Dia curiga pria ini hanya mencari alasan untuk menghindarinya.Wajah Jeremy tampak dingin. "Untuk apa aku berbohong?""Aku belum pernah mendengar kamu sudah menikah, bahkan orang-orang nggak tahu siapa istrimu. Aku curiga jangan-jangan kamu hanya membuat alasan saja.""Hal ini nggak ada hubungannya denganmu."Semakin Jeremy bersikap acuh tidak acuh, Rinesa semakin tertarik padanya, seolah-olah dia telah melihat mangsa, lalu dia memiliki keinginan untuk menaklukkannya.Dia suka pada orang yang sulit untuk didapatkan.Seketika wanita itu tersenyum, baik dalam tindakan maupun perkataan Rinesa sangat berani. Dia
Jeremy perhatian sekali sehingga tahu dirinya akan sakit perut ketika sedang menstruasi.Thasia tidak menyangka akan hal ini.Thasia dulu berpikir bahwa setelah menghabiskan seumur hidup bersama Jeremy, pria ini mungkin tidak akan tahu apa yang dirinya sukai atau bagaimana kondisi fisiknya.Bahkan saat meninggal karena sakit pun, pria ini akan menjadi orang terakhir yang mengetahuinya.Sekarang, setelah sekian lama, walau pria itu tidak mau mengingatnya, mau tidak mau tetap akan ingat.Thasia meniup air jahenya dan meminumnya dalam sekaligus."Istirahatlah." Jeremy dengan hati-hati menutupi tubuhnya dengan selimut.Thasia menatapnya dan bertanya, "Kamu mau ke mana nanti?""Di rumah, nggak ke mana-mana," jawab Jeremy.Thasia berpikir beberapa hari yang lalu Jeremy tidak pulang, mungkin saja hari ini pria itu juga pergi.Walau punya wanita lain di luar sana, tetap saja dia mesti pulang sesekali.Jeremy memperhatikan kekecewaan di wajah Thasia, detik berikutnya dia berbaring, masuk ke dal
Bianca masih memikirkan kondisi Santo, tapi dia malah mendengar orang itu berkata dengan keterlaluan, dia pun berkata dengan tidak senang, "Evelyn, kamu bisa mengatakan apa pun tentang Santo, tapi kamu nggak bisa bilang dia nggak peduli pada Suby! Selama bertahun-tahun ini, kami selalu menolongnya dan membereskan masalah yang dia timbulkan. Kalian nggak bisa kalau ada masalah pergi mencarinya, suruh dia selesaikan sendiri, kenapa malah mencari keluargaku?"Evelyn Lijanto berkata, "Justru karena aku sudah nggak ada jalan keluar lagi, kalau ada jalan keluar untuk apa aku datang mencari kalian?"Saat dia berkata seperti itu, dia mulai menangis."Ibu, jangan menangis, pasti akan ada jalan keluar," hibur Putrinya.Pihak lawan sudah menangis duluan sebelum Bianca menangis, hal ini membuatnya merasa kesal.Selama bertahun-tahun ini, keluarga mereka sudah sangat direpotkan oleh orang-orang ini. Setiap kali ada masalah, mereka selalu datang ke rumah, tapi jika sedang senang, mereka malah menghi
"Evelyn, tolong jaga ucapanmu. Sejak kapan aku menghasut suamiku? Suamiku sudah kalian buat sampai berbaring di rumah sakit seperti ini, apa lagi yang kamu inginkan?" Bianca pun tidak bisa menahan amarahnya."Baiklah, aku akan menanyakan satu hal di sini." Evelyn berkata dengan lantang, "Dulu bagaimana kamu bisa membayar utang 20 miliar itu? Kalian waktu itu juga bilang nggak punya uang, jadi kita bekerja sama untuk mencari solusi. Saat itu Suby mencoba segala cara untuk mengumpulkan uang, bahkan hampir menjual ginjalnya, tapi pada akhirnya semuanya terselesaikan, kalian bisa membayar utang 20 miliar itu tanpa bantuan dari kami."Orang tua Thasia bisa membayar kembali 20 miliar itu dengan sangat lancar, meskipun keluarga Suby tidak mengatakan apa pun, mereka tetap curiga.Mereka berpikir orang tua Thasia memiliki uang."Kak, dari mana kamu mendapatkan semua uang itu? Apakah kalian mengambil semua uang orang tua kita? Kamu mengambil semua uang itu untuk diri kalian sendiri!" ujar Evelyn
Thasia bertanya, "Kampusmu mendapat akreditasi apa?"Feni berkata, "Akreditasi A.""Perusahaan kami hanya menerima lulusan dari sekolah bergengsi, kamu masih jauh dari kriteria kami." Thasia menolaknya dengan tegas.Feni seketika terlihat tidak senang, tapi dia tetap memaksakan sebuah senyum dan berkata, "Bukankah ada Kakak di sini? Selama ada Kakak di sana, maka masalah sekolah jadi nggak masalah."Thasia berkata dengan nada dingin, "Perusahaan yang bagus itu harus mematuhi aturan. Kalau perusahaan sering menggunakan cara curang, sudah pasti hanya dalam beberapa tahun saja ia sudah bangkrut, mana mungkin kamu bisa masuk."Feni tidak senang setelah dikritik olehnya. "Kak, kamu pasti nggak mau membantuku, jadi kamu berkata seperti itu.""Baguslah kalau sadar, jangan bergantung pada orang lain terus, kalau nggak ada yang membantumu, mungkin keadaanmu akan lebih menyedihkan dari pengemis," ujar Thasia."Nggak masalah kalau kamu nggak mau membantuku, tapi kamu malah mengataiku! Ibu, coba d
Jeremy berdiri di depan pintu, dia tidak pernah suka mendengar keributan, apalagi ayah mertuanya sedang berada di rumah sakit.Mendengar suara ini, kedua orang yang membuat keributan tadi berhenti menangis dan menoleh ke arah Jeremy.Thasia menoleh pada Jeremy. Dia sedikit terkejut. Dia tidak memberi tahu pria itu ayahnya masuk rumah sakit, jadi dia bertanya, "Kenapa kamu bisa ada di sini?"Jeremy memandangnya. "Kepala rumah sakit yang meneleponku dan bilang Ayah sedang sakit, jadi aku segera datang ke sini dari kantor.""Ayah, Ibu." Jeremy menyapa kedua mertuanya dulu. Saat melihat tangan Santo diperban, dia bertanya, "Bagaimana keadaan Ayah?"Thasia berkata, "Tulang tangannya patah, jadi harus istirahat selama beberapa hari."Melihat betapa ramai dan bisingnya tempat itu, Jeremy mengerutkan kening, lalu berkata, "Di sini terlalu berisik, Ayah nggak akan bisa istirahat di sini. Aku akan meminta orang memindahkan Ayah ke ruang VIP.""Nggak perlu, aku nggak sensitif itu, Jeremy, sudahla
"Kak Jeremy."Feni merasa lebih baik bertanya langsung pada Jeremy mengenai masalah magangnya daripada bertanya pada Thasia, jadi dia berkata, "Kak Jeremy, aku akan magang dalam sebulan lagi. Bolehkah aku magang di perusahaanmu? Aku nggak tahu harus magang di mana saat ini. Aku hanya perlu sertifikat magang, aku nggak akan menimbulkan masalah untukmu."Evelyn melanjutkan, "Aku adalah bibinya, dia ini adik sepupunya Thasia. Tolong bantu adikmu ini agar dia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik di masa depan."Thasia mengerutkan kening.Mereka ini mencoba memanfaatkan Jeremy saat tahu Jeremy adalah suaminya?Dulu mereka hanya memanfaatkan keluarga Thasia, tapi sekarang mereka malah mengincar Jeremy.Thasia pun segera menoleh pada Jeremy, dia takut pria itu akan berpikir yang tidak-tidak mengenai keluarganya. Baru pertama kali bertemu sudah seperti ini.Selain itu, hubungannya dengan Jeremy tidak begitu dekat, sehingga pria itu harus membantu semua anggota Keluarga Siris.Hal ini sama saja