Share

Bab 4

last update Last Updated: 2024-12-30 18:30:07

Di ruang klinik besar yang sunyi, Gaura terlihat berjalan perlahan dengan langkah yang goyah. Perawat yang menemaninya membantu menguatkan tubuhnya, tetapi wajah Gaura tetap tampak kosong, jauh di dalam pikirannya. Sejak kembali dari pemeriksaan, hatinya terasa begitu berat. Kehamilannya, yang tak pernah terpikirkan olehnya, kini terpampang nyata. Setiap langkahnya, setiap tarikan napasnya, seakan menjadi beban yang semakin tak tertahankan.

Gaura, yang terbiasa menjaga jarak dan tegar sebagai seorang bodyguard, kini harus menghadapi kenyataan pahit yang mengancam hidupnya. Kehamilan ini—yang tidak diinginkan—adalah bencana yang tidak bisa ia hindari. Hatinya bergejolak saat memikirkan bagaimana ibunya akan merespons. Sebagai seorang bodyguard, Gaura dilatih untuk menghadapi berbagai ancaman fisik, namun ancaman yang datang kali ini berasal dari dalam dirinya sendiri.

Sesampainya di rumah, Gaura disambut dengan omelan Elia yang khawatir. Wajah ibunya yang sudah tak muda lagi terlihat begitu mencemaskannya. “Gaura, kamu dari mana saja? Kenapa kamu tidak mengangkat telepon? Ibu hampir saja melapor ke polisi jika kamu tak pulang juga!“ Elia berkata dengan suara serak penuh kecemasan. “Kamu sakit, bukan? Kenapa kamu tidak memberitahu Ibu?”

Gaura hanya diam, mencoba menahan air mata yang sudah mulai menggenang. Tanpa berkata-kata, ia melangkah mendekat dan langsung memeluk Elia dengan erat. Air mata mulai tumpah, dan tubuhnya bergetar di pelukan ibunya. Selama ini, Gaura selalu berusaha kuat, tetapi kali ini ia merasa sangat rapuh. Ia merasa seperti telah mengkhianati ibu yang telah membesarkannya seorang diri. Pikirannya langsung tertuju pada janin di dalam kandungannya yang mungkin akan mengalami nasib yang sama. Hidup tanpa sosok Ayah.

Elia kaget dengan tangisan Gaura yang tak tertahankan. “Sayang, ada apa? Kamu kenapa?” tanyanya, tetapi Gaura hanya menggelengkan kepala, tidak bisa mengatakan apapun. Hatinya begitu sesak, dan setiap pertanyaan yang datang seakan semakin menyakitkan.

Akhirnya, setelah beberapa saat, Gaura pun bisa menenangkan diri. Elia menatapnya dengan penuh kekhawatiran, masih berusaha memahami apa yang terjadi pada anaknya. “Sayang, cerita sama Ibu. Apa yang terjadi?”

Gaura memejamkan mata, seolah berjuang melawan perasaan yang terus mengguncangnya. “Ibu... aku sangat lelah. Aku... aku masuk kamar dulu, ya?” Suaranya hampir tak terdengar, dan dengan perlahan, Gaura meninggalkan ruang tamu menuju kamar.

Hari pun berganti, namun Gaura tak juga keluar dari kamar dan izin dari pekerjaannya dengan alasan sakit. Setiap kali Elia mengantarkan makanan, Gaura hanya duduk termenung, tak menyentuhnya sedikitpun. Pikiran-pikiran buruk terus berputar di benaknya, sementara perutnya yang semakin membesar semakin tidak bisa disembunyikan.

Kehamilannya semakin jelas, dan Gaura tahu, tidak lama lagi, dunia akan tahu apa yang terjadi. Sebagai seorang bodyguard, ia diajarkan untuk melindungi orang lain, tetapi kali ini, siapa yang akan melindunginya? Bagaimana ia bisa menghadapinya? Sementara itu, Edrio, atasannya yang selama ini tampak begitu tegas dan profesional, kini hanya menjadi bayang-bayang gelap yang menghantui Gaura. Apa yang harus ia lakukan? Jika dia mengungkapkan semuanya pada ibunya, apakah Elia akan menganggapnya sebagai anak durhaka?

Setelah berjam-jam berpikir, Gaura memutuskan untuk keluar dari kamar. Elia duduk menunggu di ruang tamu, dan ketika melihat sang putri keluar, hatinya berdegup kencang. “Sayangku... kamu sudah siap cerita sama Ibu?” tanya Elia pelan, berharap ada penjelasan.

Gaura berjalan mendekat, tubuhnya terasa lemah, namun ia mencoba untuk tegar. Ketika ia menggenggam tangan Elia, rasa sakit di hatinya semakin dalam. “Ibu... maafkan aku. Aku sudah melakukan kesalahan yang besar,” Gaura berkata dengan suara tertahan, air mata kembali mengalir.

Elia mengusap puncak kepala Gaura dengan penuh kasih sayang. “Tidak apa-apa, sayang. Semua orang pasti membuat kesalahan. Ceritakan, Ibu akan mendengarkan.”

Gaura terdiam lama, merasakan gelombang emosi yang begitu berat. Namun, akhirnya ia menarik napas dalam-dalam dan mengucapkan kata-kata yang selama ini ia pendam. “Ibu... aku, aku...“

Gaura merasakan lidahnya terasa kelu dan lehernya seakan tercekik ketika akan mengungkapkan kenyataan pahit yang ia alami. Namun, Elia dengan sabar menanti kata apa yang akan terucap dari bibir putrinya.

“Aku.“ Gaura menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata, “Aku hamil, Bu."

Keheningan menyelimuti ruangan itu. Elia terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja didengar. “Kamu... hamil?” Suaranya hampir tidak terdengar. Tidak ada yang bisa membayangkan bagaimana rasanya mendengar kata-kata itu dari anak yang selama ini ia banggakan.

Gaura menunduk, tak berani menatap mata ibunya. “Iya, Bu. Aku hamil,” jawabnya lirih, suaranya tercekat di tenggorokan.

Elia diam, seakan tidak bisa menerima kenyataan itu. Gaura selalu menjadi anak yang kuat, selalu menjaga dirinya. Tidak ada pria yang pernah bisa mendekatinya, apalagi menghamilinya. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

“Siapa... siapa yang melakukannya? Kamu harus bilang pada Ibu,” tanya Elia, suaranya mulai bergetar, namun kini ada nada marah yang jelas terdengar.

Gaura menggigit bibirnya. Mengatakan nama Edrio, atasannya yang selama ini ia hormati, adalah hal yang paling sulit. Namun, keheningan yang mencekam itu membuatnya tak bisa berbohong lagi.

“Ibu... dia... Edrio. Atasanku,” jawab Gaura dengan suara tercekat.

Elia terperanjat, wajahnya memerah, dan tangannya gemetar. “Edrio? Apa kamu bercanda?” Suaranya naik, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja diungkapkan. “Bagaimana bisa dia—”

Isak tangis Gaura terdengar menyakitkan di telinga Elia. “Apakah... apakah kamu dipaksa?"

Gaura dengan pelan menganggukkan kepalanya. "Aku sudah berusaha melawan, Bu... tapi, ta-tapi-“

Elia tidak tahu harus berkata apa. Air mata mulai mengalir di wajahnya. Rasa marah, kecewa, dan khawatir bercampur aduk. “Jangan takut, sayang. Kita akan hadapi ini bersama. Bayi ini tidak bersalah.”

Gaura menggenggam tangan ibunya lebih erat, merasakan kehangatan dari pelukanq Elia yang penuh kasih sayang. Meski hatinya terasa hancur, setidaknya ada satu orang yang tetap percaya padanya.

“Maafkan aku, Bu,” Gaura berkata pelan penuh penyesalan.

“Tidak apa-apa, sayang. Kamu tidak sendiri. Cucuku, adalah tanggung jawabku juga,” jawab Elia, memeluk anaknya dengan penuh kasih, mencoba memberikan ketenangan di tengah badai yang melanda hidup mereka.

Gaura tahu, meski Edrio adalah bayangan kelam dalam hidupnya, ia tidak akan menyerah. Kini, ia punya alasan lebih untuk bertahan—untuk dirinya, untuk ibunya, dan untuk janin yang sedang tumbuh di dalam rahimnya.

Esoknya, Gaura memutuskan untuk kembali ke kantor. Ia datang ke kantor dengan langkah yang berbeda. Tidak seperti biasanya, hari ini dia tampil berbeda.

Rambutnya yang biasanya disanggul rapi kini dibiarkan tergerai indah, menyentuh bahunya dengan lembut. Wajahnya, yang biasanya tegas dan datar, kini dihiasi dengan riasan yang sempurna, menonjolkan kecantikan alami yang selama ini disembunyikan. Setelan jas hitam yang dipakainya bukan hanya menggambarkan sosok seorang bodyguard yang kuat, tetapi juga seorang wanita yang kini tahu betul apa yang ia inginkan dari hidupnya.

Tiba di kantor, Gaura menarik perhatian banyak orang. Ada yang menatapnya dengan kagum, namun Gaura hanya berjalan dengan kepala tegak, penuh percaya diri. Setiap langkahnya terasa lebih mantap, meski hatinya penuh dengan ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Perasaan gelisahnya semakin meningkat seiring dekatnya ruang kerja Edrio. Tadi malam, Gaura sudah memutuskan bahwa ini adalah waktunya. Waktunya untuk melepaskan masa lalu, meski itu terasa sangat menyakitkan.

Ketika Gaura akhirnya memasuki ruang kerja Edrio, suasana dalam ruangan terasa berbeda. Edrio, yang biasanya tampak dominan dan tidak mudah terpengaruh, kali ini tampak sedikit terkejut melihat penampilannya yang berbeda. Namun, dia tidak mengungkapkan perasaannya. Wajahnya tetap datar, meski ada sesuatu yang berubah dalam tatapannya yang langsung tertuju pada Gaura.

Gaura berdiri di depan meja Edrio dengan tegas, menatapnya tanpa gentar. Senyum tipis mengembang di bibirnya. "Selamat pagi, Pak Edrio," sapanya, suaranya terdengar lebih tenang dan percaya diri dari biasanya.

Edrio memandangnya sejenak, bingung dan sedikit tertegun. Namun, dia tidak berkata apa-apa, hanya menatap Gaura dengan mata yang penuh pertanyaan.

"Pak Edrio," lanjut Gaura, matanya tetap menatap mata pria itu, "saya ingin mengundurkan diri hari ini." Kata-katanya keluar dengan penuh ketegasan, hampir seperti perintah.

Keheningan menyelimuti ruangan. Edrio terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. Tidak ada yang lebih mengejutkan baginya selain pengunduran diri Gaura, yang selama ini selalu menjadi sosok yang tidak pernah goyah. Apa yang terjadi? Mengapa setelah Gaura yang cukup lama izin dari pekerjaannya, dan dikenal tegas dan setia, tiba-tiba mengundurkan diri begitu saja?

"Saya sudah memikirkan ini dengan matang, Pak. Saya rasa ini keputusan terbaik untuk saya." Gaura melanjutkan, sambil menyerahkan amplop putih yang berisi surat pengunduran dirinya.

Edrio menyentuh amplop itu dengan ragu, lalu membuka perlahan. Matanya menelusuri setiap kata yang tertulis di dalamnya. Tidak ada kata penjelasan lebih lanjut, hanya kalimat tegas yang menyatakan bahwa Gaura mengundurkan diri.

Gaura menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dipahami Edrio. Ada rasa kesedihan yang mendalam, tapi juga keberanian yang sangat jelas di mata wanita itu. "Terima kasih. Saya berharap Anda sukses ke depannya."

Related chapters

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 5

    "Kamu ingin mengundurkan diri? Kenapa? Kita harus berbicara tentang beberapa tugas besar yang harus kamu tangani setelah kamu tinggalkan." Gaura menatapnya dengan mata yang tidak bisa menyembunyikan sedikit pun keraguan. "Pak Edrio, saya merasa kesehatan saya semakin memburuk. Dokter menyarankan saya untuk beristirahat, fokus pada pengobatan dan pemulihan," jawab Gaura dengan suara yang sedikit gemetar, berusaha meyakinkan Edrio. Edrio menatapnya tajam, ragu. Sejak pertama kali bertemu Gaura, ia tahu wanita ini bukan tipe orang yang mudah mengeluh atau menyerah. Gaura selalu tampak kuat, tidak pernah menunjukkan kelemahan. "Tapi kamu tampak sehat-sehat saja, Gaura. Sepertinya tidak ada yang salah denganmu. Apa ini benar-benar alasanmu mengundurkan diri?" tanya Edrio, nada suaranya mulai berubah.Gaura menunduk, berusaha menahan perasaan yang mulai mencemaskan hati. Ia tahu bahwa kebohongannya ini harus tampak meyakinkan. "Sebenarnya, saya sudah merasa tidak enak badan sejak lama, Pa

    Last Updated : 2024-12-30
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 6

    Gaura berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Tangannya gemetar saat menyentuh alat rias, tetapi ia mencoba tersenyum setenang mungkin. Edrio tampak terpaku di tempatnya, matanya masih menatap Gaura dengan ekspresi yang sulit diartikan—ada keterkejutan, rasa bersalah, dan sesuatu yang lebih dalam. Sementara itu, Galen, yang tak menyadari ketegangan di antara mereka, menatap pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Tuan, apakah sakit? Apa aku menabrak terlalu keras?" Edrio akhirnya tersadar, mengalihkan pandangan dari Gaura, lalu menunduk ke arah Galen. Suaranya serak saat berbicara. "Tidak apa-apa." Wanita yang sedang dirias oleh Gaura tersenyum sambil menoleh ke arah Edrio. "Sayang, kenapa diam di sana? Mendekatlah. Lihat, Gaura sudah hampir selesai. Sebentar lagi kita siap untuk acara ini." Gaura menelan ludah. Pikirannya berputar cepat. Sayang... jadi benar, dia pria itu. Edrio adalah calon tunangan wanita ini. Edrio berjalan mendekat, langkahnya berat, seperti menahan beb

    Last Updated : 2025-01-20
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 1

    “Ah! Pak! Lepaskan saya!”Dengan gerakan cepat, Edrio menarik pergelangan tangan Gaura, membuat wanita itu terkejut dan berusaha melepaskan diri. Gaura, yang selama ini dikenal sebagai bodyguard tangguh, tidak pernah membayangkan dirinya berada dalam situasi seperti ini—ditawan oleh pria yang seharusnya ia lindungi.“Pak Edrio, sadarlah! Anda bukan diri Anda sendiri!” teriak Gaura, mencoba meronta dari cengkeraman pria itu.Namun, Edrio tidak mendengarkan. Matanya yang biasanya penuh kendali kini memancarkan sesuatu yang liar dan gelap. “Diam, Gaura. Aku tidak butuh nasihatmu sekarang,” desisnya, mendorong tubuh Gaura ke dinding dengan kasar. Suaranya terdengar sangat berat dengan napas yang tidak beraturan karena gairah yang tertahan. “Jangan sentuh saya!” Gaura berusaha menendang Edrio untuk mempertahankan diri, tetapi pria itu terlalu cepat. Tangan besar pria itu dengan sigap menahan gerakannya, membuat Gaura semakin terpojok.“Kamu tidak bisa kabur dariku,” gumam Edrio sambil men

    Last Updated : 2024-12-30
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 2

    “Saya di sana karena tugas, Pak. Anda mabuk dan menahan saya untuk tidak meninggalkan Anda.”Edrio duduk di kursi kebesarannya, tangannya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme tak beraturan. Pikirannya terus berputar pada kejadian semalam. Mata tajamnya melihat ke depan dimana Gaura berada. Pagi tadi, saat dia terkejut melihat keberadaan Gaura di dalam kamar mandi, wanita itu langsung pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Maka dari itu, kini ia meminta kejelasan. Edrio menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya tidak lepas dari Gaura. “Tugas? Apakah itu termasuk tinggal semalaman di kamarku?”“Saya mencoba pergi, tapi Anda tidak mengizinkan. Saya hanya menjalankan perintah Anda, Pak,” jawab Gaura dengan nada tegas, namun tetap sopan.Edrio mendengus. “Jadi, kamu hanya mengikuti perintahku? Tidak lebih dari itu?”“Tidak lebih, Pak.”Hening melingkupi ruangan. Edrio menatap Gaura dengan intens, mencoba membaca pikirannya. Tapi Gaura tidak menunjukkan celah sedikit pun. Pria itu yakin. Yang

    Last Updated : 2024-12-30
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 3

    “Ya, ini ada hubungannya dengan Gaura. Kau, cari tahu siapa yang berusaha menjebakku semalam di bar," perintah Edrio pada Brian. Brian menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Pria itu dengan cepat menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak. Saya akan menyelidikinya sekarang," balasnya sambil membuka ponsel miliknya kemudian mengutak-atiknya. Beberapa saat kemudian, Brian begitu terkejut melihat hasilnya. "Pak, saya sudah mengirimkan hasil penyelidikannya pada anda," ucapnya. Edrio segera membuka laptopnya, kemudian melihat semua hasil penyelidikan Brian. Tangannya mengepal dengan rahang yang mengeras. “Singkirkan semuanya tikus-tikus itu!“ ***Satu bulan telah berlalu. Kini, Gaura tengah berdiri tegak di lapangan tembak, matanya fokus pada target yang terletak beberapa meter di depannya. Udara pagi yang sejuk terasa menyegarkan, namun tubuhnya yang sudah mulai lelah tak dapat menyembunyikan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuh. Beberapa minggu terakhir, Gaura merasa semakin lelah, b

    Last Updated : 2024-12-30

Latest chapter

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 6

    Gaura berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Tangannya gemetar saat menyentuh alat rias, tetapi ia mencoba tersenyum setenang mungkin. Edrio tampak terpaku di tempatnya, matanya masih menatap Gaura dengan ekspresi yang sulit diartikan—ada keterkejutan, rasa bersalah, dan sesuatu yang lebih dalam. Sementara itu, Galen, yang tak menyadari ketegangan di antara mereka, menatap pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Tuan, apakah sakit? Apa aku menabrak terlalu keras?" Edrio akhirnya tersadar, mengalihkan pandangan dari Gaura, lalu menunduk ke arah Galen. Suaranya serak saat berbicara. "Tidak apa-apa." Wanita yang sedang dirias oleh Gaura tersenyum sambil menoleh ke arah Edrio. "Sayang, kenapa diam di sana? Mendekatlah. Lihat, Gaura sudah hampir selesai. Sebentar lagi kita siap untuk acara ini." Gaura menelan ludah. Pikirannya berputar cepat. Sayang... jadi benar, dia pria itu. Edrio adalah calon tunangan wanita ini. Edrio berjalan mendekat, langkahnya berat, seperti menahan beb

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 5

    "Kamu ingin mengundurkan diri? Kenapa? Kita harus berbicara tentang beberapa tugas besar yang harus kamu tangani setelah kamu tinggalkan." Gaura menatapnya dengan mata yang tidak bisa menyembunyikan sedikit pun keraguan. "Pak Edrio, saya merasa kesehatan saya semakin memburuk. Dokter menyarankan saya untuk beristirahat, fokus pada pengobatan dan pemulihan," jawab Gaura dengan suara yang sedikit gemetar, berusaha meyakinkan Edrio. Edrio menatapnya tajam, ragu. Sejak pertama kali bertemu Gaura, ia tahu wanita ini bukan tipe orang yang mudah mengeluh atau menyerah. Gaura selalu tampak kuat, tidak pernah menunjukkan kelemahan. "Tapi kamu tampak sehat-sehat saja, Gaura. Sepertinya tidak ada yang salah denganmu. Apa ini benar-benar alasanmu mengundurkan diri?" tanya Edrio, nada suaranya mulai berubah.Gaura menunduk, berusaha menahan perasaan yang mulai mencemaskan hati. Ia tahu bahwa kebohongannya ini harus tampak meyakinkan. "Sebenarnya, saya sudah merasa tidak enak badan sejak lama, Pa

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 4

    Di ruang klinik besar yang sunyi, Gaura terlihat berjalan perlahan dengan langkah yang goyah. Perawat yang menemaninya membantu menguatkan tubuhnya, tetapi wajah Gaura tetap tampak kosong, jauh di dalam pikirannya. Sejak kembali dari pemeriksaan, hatinya terasa begitu berat. Kehamilannya, yang tak pernah terpikirkan olehnya, kini terpampang nyata. Setiap langkahnya, setiap tarikan napasnya, seakan menjadi beban yang semakin tak tertahankan. Gaura, yang terbiasa menjaga jarak dan tegar sebagai seorang bodyguard, kini harus menghadapi kenyataan pahit yang mengancam hidupnya. Kehamilan ini—yang tidak diinginkan—adalah bencana yang tidak bisa ia hindari. Hatinya bergejolak saat memikirkan bagaimana ibunya akan merespons. Sebagai seorang bodyguard, Gaura dilatih untuk menghadapi berbagai ancaman fisik, namun ancaman yang datang kali ini berasal dari dalam dirinya sendiri. Sesampainya di rumah, Gaura disambut dengan omelan Elia yang khawatir. Wajah ibunya yang sudah tak muda lagi terlihat

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 3

    “Ya, ini ada hubungannya dengan Gaura. Kau, cari tahu siapa yang berusaha menjebakku semalam di bar," perintah Edrio pada Brian. Brian menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Pria itu dengan cepat menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak. Saya akan menyelidikinya sekarang," balasnya sambil membuka ponsel miliknya kemudian mengutak-atiknya. Beberapa saat kemudian, Brian begitu terkejut melihat hasilnya. "Pak, saya sudah mengirimkan hasil penyelidikannya pada anda," ucapnya. Edrio segera membuka laptopnya, kemudian melihat semua hasil penyelidikan Brian. Tangannya mengepal dengan rahang yang mengeras. “Singkirkan semuanya tikus-tikus itu!“ ***Satu bulan telah berlalu. Kini, Gaura tengah berdiri tegak di lapangan tembak, matanya fokus pada target yang terletak beberapa meter di depannya. Udara pagi yang sejuk terasa menyegarkan, namun tubuhnya yang sudah mulai lelah tak dapat menyembunyikan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuh. Beberapa minggu terakhir, Gaura merasa semakin lelah, b

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 2

    “Saya di sana karena tugas, Pak. Anda mabuk dan menahan saya untuk tidak meninggalkan Anda.”Edrio duduk di kursi kebesarannya, tangannya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme tak beraturan. Pikirannya terus berputar pada kejadian semalam. Mata tajamnya melihat ke depan dimana Gaura berada. Pagi tadi, saat dia terkejut melihat keberadaan Gaura di dalam kamar mandi, wanita itu langsung pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Maka dari itu, kini ia meminta kejelasan. Edrio menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya tidak lepas dari Gaura. “Tugas? Apakah itu termasuk tinggal semalaman di kamarku?”“Saya mencoba pergi, tapi Anda tidak mengizinkan. Saya hanya menjalankan perintah Anda, Pak,” jawab Gaura dengan nada tegas, namun tetap sopan.Edrio mendengus. “Jadi, kamu hanya mengikuti perintahku? Tidak lebih dari itu?”“Tidak lebih, Pak.”Hening melingkupi ruangan. Edrio menatap Gaura dengan intens, mencoba membaca pikirannya. Tapi Gaura tidak menunjukkan celah sedikit pun. Pria itu yakin. Yang

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 1

    “Ah! Pak! Lepaskan saya!”Dengan gerakan cepat, Edrio menarik pergelangan tangan Gaura, membuat wanita itu terkejut dan berusaha melepaskan diri. Gaura, yang selama ini dikenal sebagai bodyguard tangguh, tidak pernah membayangkan dirinya berada dalam situasi seperti ini—ditawan oleh pria yang seharusnya ia lindungi.“Pak Edrio, sadarlah! Anda bukan diri Anda sendiri!” teriak Gaura, mencoba meronta dari cengkeraman pria itu.Namun, Edrio tidak mendengarkan. Matanya yang biasanya penuh kendali kini memancarkan sesuatu yang liar dan gelap. “Diam, Gaura. Aku tidak butuh nasihatmu sekarang,” desisnya, mendorong tubuh Gaura ke dinding dengan kasar. Suaranya terdengar sangat berat dengan napas yang tidak beraturan karena gairah yang tertahan. “Jangan sentuh saya!” Gaura berusaha menendang Edrio untuk mempertahankan diri, tetapi pria itu terlalu cepat. Tangan besar pria itu dengan sigap menahan gerakannya, membuat Gaura semakin terpojok.“Kamu tidak bisa kabur dariku,” gumam Edrio sambil men

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status