Share

Bab 4

last update Last Updated: 2024-12-30 18:30:07

Di ruang klinik besar yang sunyi, Gaura terlihat berjalan perlahan dengan langkah yang goyah. Perawat yang menemaninya membantu menguatkan tubuhnya, tetapi wajah Gaura tetap tampak kosong, jauh di dalam pikirannya. Sejak kembali dari pemeriksaan, hatinya terasa begitu berat. Kehamilannya, yang tak pernah terpikirkan olehnya, kini terpampang nyata. Setiap langkahnya, setiap tarikan napasnya, seakan menjadi beban yang semakin tak tertahankan.

Gaura, yang terbiasa menjaga jarak dan tegar sebagai seorang bodyguard, kini harus menghadapi kenyataan pahit yang mengancam hidupnya. Kehamilan ini—yang tidak diinginkan—adalah bencana yang tidak bisa ia hindari. Hatinya bergejolak saat memikirkan bagaimana ibunya akan merespons. Sebagai seorang bodyguard, Gaura dilatih untuk menghadapi berbagai ancaman fisik, namun ancaman yang datang kali ini berasal dari dalam dirinya sendiri.

Sesampainya di rumah, Gaura disambut dengan omelan Elia yang khawatir. Wajah ibunya yang sudah tak muda lagi terlihat begitu mencemaskannya. “Gaura, kamu dari mana saja? Kenapa kamu tidak mengangkat telepon? Ibu hampir saja melapor ke polisi jika kamu tak pulang juga!“ Elia berkata dengan suara serak penuh kecemasan. “Kamu sakit, bukan? Kenapa kamu tidak memberitahu Ibu?”

Gaura hanya diam, mencoba menahan air mata yang sudah mulai menggenang. Tanpa berkata-kata, ia melangkah mendekat dan langsung memeluk Elia dengan erat. Air mata mulai tumpah, dan tubuhnya bergetar di pelukan ibunya. Selama ini, Gaura selalu berusaha kuat, tetapi kali ini ia merasa sangat rapuh. Ia merasa seperti telah mengkhianati ibu yang telah membesarkannya seorang diri. Pikirannya langsung tertuju pada janin di dalam kandungannya yang mungkin akan mengalami nasib yang sama. Hidup tanpa sosok Ayah.

Elia kaget dengan tangisan Gaura yang tak tertahankan. “Sayang, ada apa? Kamu kenapa?” tanyanya, tetapi Gaura hanya menggelengkan kepala, tidak bisa mengatakan apapun. Hatinya begitu sesak, dan setiap pertanyaan yang datang seakan semakin menyakitkan.

Akhirnya, setelah beberapa saat, Gaura pun bisa menenangkan diri. Elia menatapnya dengan penuh kekhawatiran, masih berusaha memahami apa yang terjadi pada anaknya. “Sayang, cerita sama Ibu. Apa yang terjadi?”

Gaura memejamkan mata, seolah berjuang melawan perasaan yang terus mengguncangnya. “Ibu... aku sangat lelah. Aku... aku masuk kamar dulu, ya?” Suaranya hampir tak terdengar, dan dengan perlahan, Gaura meninggalkan ruang tamu menuju kamar.

Hari pun berganti, namun Gaura tak juga keluar dari kamar dan izin dari pekerjaannya dengan alasan sakit. Setiap kali Elia mengantarkan makanan, Gaura hanya duduk termenung, tak menyentuhnya sedikitpun. Pikiran-pikiran buruk terus berputar di benaknya, sementara perutnya yang semakin membesar semakin tidak bisa disembunyikan.

Kehamilannya semakin jelas, dan Gaura tahu, tidak lama lagi, dunia akan tahu apa yang terjadi. Sebagai seorang bodyguard, ia diajarkan untuk melindungi orang lain, tetapi kali ini, siapa yang akan melindunginya? Bagaimana ia bisa menghadapinya? Sementara itu, Edrio, atasannya yang selama ini tampak begitu tegas dan profesional, kini hanya menjadi bayang-bayang gelap yang menghantui Gaura. Apa yang harus ia lakukan? Jika dia mengungkapkan semuanya pada ibunya, apakah Elia akan menganggapnya sebagai anak durhaka?

Setelah berjam-jam berpikir, Gaura memutuskan untuk keluar dari kamar. Elia duduk menunggu di ruang tamu, dan ketika melihat sang putri keluar, hatinya berdegup kencang. “Sayangku... kamu sudah siap cerita sama Ibu?” tanya Elia pelan, berharap ada penjelasan.

Gaura berjalan mendekat, tubuhnya terasa lemah, namun ia mencoba untuk tegar. Ketika ia menggenggam tangan Elia, rasa sakit di hatinya semakin dalam. “Ibu... maafkan aku. Aku sudah melakukan kesalahan yang besar,” Gaura berkata dengan suara tertahan, air mata kembali mengalir.

Elia mengusap puncak kepala Gaura dengan penuh kasih sayang. “Tidak apa-apa, sayang. Semua orang pasti membuat kesalahan. Ceritakan, Ibu akan mendengarkan.”

Gaura terdiam lama, merasakan gelombang emosi yang begitu berat. Namun, akhirnya ia menarik napas dalam-dalam dan mengucapkan kata-kata yang selama ini ia pendam. “Ibu... aku, aku...“

Gaura merasakan lidahnya terasa kelu dan lehernya seakan tercekik ketika akan mengungkapkan kenyataan pahit yang ia alami. Namun, Elia dengan sabar menanti kata apa yang akan terucap dari bibir putrinya.

“Aku.“ Gaura menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata, “Aku hamil, Bu."

Keheningan menyelimuti ruangan itu. Elia terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja didengar. “Kamu... hamil?” Suaranya hampir tidak terdengar. Tidak ada yang bisa membayangkan bagaimana rasanya mendengar kata-kata itu dari anak yang selama ini ia banggakan.

Gaura menunduk, tak berani menatap mata ibunya. “Iya, Bu. Aku hamil,” jawabnya lirih, suaranya tercekat di tenggorokan.

Elia diam, seakan tidak bisa menerima kenyataan itu. Gaura selalu menjadi anak yang kuat, selalu menjaga dirinya. Tidak ada pria yang pernah bisa mendekatinya, apalagi menghamilinya. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

“Siapa... siapa yang melakukannya? Kamu harus bilang pada Ibu,” tanya Elia, suaranya mulai bergetar, namun kini ada nada marah yang jelas terdengar.

Gaura menggigit bibirnya. Mengatakan nama Edrio, atasannya yang selama ini ia hormati, adalah hal yang paling sulit. Namun, keheningan yang mencekam itu membuatnya tak bisa berbohong lagi.

“Ibu... dia... Edrio. Atasanku,” jawab Gaura dengan suara tercekat.

Elia terperanjat, wajahnya memerah, dan tangannya gemetar. “Edrio? Apa kamu bercanda?” Suaranya naik, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja diungkapkan. “Bagaimana bisa dia—”

Isak tangis Gaura terdengar menyakitkan di telinga Elia. “Apakah... apakah kamu dipaksa?"

Gaura dengan pelan menganggukkan kepalanya. "Aku sudah berusaha melawan, Bu... tapi, ta-tapi-“

Elia tidak tahu harus berkata apa. Air mata mulai mengalir di wajahnya. Rasa marah, kecewa, dan khawatir bercampur aduk. “Jangan takut, sayang. Kita akan hadapi ini bersama. Bayi ini tidak bersalah.”

Gaura menggenggam tangan ibunya lebih erat, merasakan kehangatan dari pelukanq Elia yang penuh kasih sayang. Meski hatinya terasa hancur, setidaknya ada satu orang yang tetap percaya padanya.

“Maafkan aku, Bu,” Gaura berkata pelan penuh penyesalan.

“Tidak apa-apa, sayang. Kamu tidak sendiri. Cucuku, adalah tanggung jawabku juga,” jawab Elia, memeluk anaknya dengan penuh kasih, mencoba memberikan ketenangan di tengah badai yang melanda hidup mereka.

Gaura tahu, meski Edrio adalah bayangan kelam dalam hidupnya, ia tidak akan menyerah. Kini, ia punya alasan lebih untuk bertahan—untuk dirinya, untuk ibunya, dan untuk janin yang sedang tumbuh di dalam rahimnya.

Esoknya, Gaura memutuskan untuk kembali ke kantor. Ia datang ke kantor dengan langkah yang berbeda. Tidak seperti biasanya, hari ini dia tampil berbeda.

Rambutnya yang biasanya disanggul rapi kini dibiarkan tergerai indah, menyentuh bahunya dengan lembut. Wajahnya, yang biasanya tegas dan datar, kini dihiasi dengan riasan yang sempurna, menonjolkan kecantikan alami yang selama ini disembunyikan. Setelan jas hitam yang dipakainya bukan hanya menggambarkan sosok seorang bodyguard yang kuat, tetapi juga seorang wanita yang kini tahu betul apa yang ia inginkan dari hidupnya.

Tiba di kantor, Gaura menarik perhatian banyak orang. Ada yang menatapnya dengan kagum, namun Gaura hanya berjalan dengan kepala tegak, penuh percaya diri. Setiap langkahnya terasa lebih mantap, meski hatinya penuh dengan ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Perasaan gelisahnya semakin meningkat seiring dekatnya ruang kerja Edrio. Tadi malam, Gaura sudah memutuskan bahwa ini adalah waktunya. Waktunya untuk melepaskan masa lalu, meski itu terasa sangat menyakitkan.

Ketika Gaura akhirnya memasuki ruang kerja Edrio, suasana dalam ruangan terasa berbeda. Edrio, yang biasanya tampak dominan dan tidak mudah terpengaruh, kali ini tampak sedikit terkejut melihat penampilannya yang berbeda. Namun, dia tidak mengungkapkan perasaannya. Wajahnya tetap datar, meski ada sesuatu yang berubah dalam tatapannya yang langsung tertuju pada Gaura.

Gaura berdiri di depan meja Edrio dengan tegas, menatapnya tanpa gentar. Senyum tipis mengembang di bibirnya. "Selamat pagi, Pak Edrio," sapanya, suaranya terdengar lebih tenang dan percaya diri dari biasanya.

Edrio memandangnya sejenak, bingung dan sedikit tertegun. Namun, dia tidak berkata apa-apa, hanya menatap Gaura dengan mata yang penuh pertanyaan.

"Pak Edrio," lanjut Gaura, matanya tetap menatap mata pria itu, "saya ingin mengundurkan diri hari ini." Kata-katanya keluar dengan penuh ketegasan, hampir seperti perintah.

Keheningan menyelimuti ruangan. Edrio terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengar. Tidak ada yang lebih mengejutkan baginya selain pengunduran diri Gaura, yang selama ini selalu menjadi sosok yang tidak pernah goyah. Apa yang terjadi? Mengapa setelah Gaura yang cukup lama izin dari pekerjaannya, dan dikenal tegas dan setia, tiba-tiba mengundurkan diri begitu saja?

"Saya sudah memikirkan ini dengan matang, Pak. Saya rasa ini keputusan terbaik untuk saya." Gaura melanjutkan, sambil menyerahkan amplop putih yang berisi surat pengunduran dirinya.

Edrio menyentuh amplop itu dengan ragu, lalu membuka perlahan. Matanya menelusuri setiap kata yang tertulis di dalamnya. Tidak ada kata penjelasan lebih lanjut, hanya kalimat tegas yang menyatakan bahwa Gaura mengundurkan diri.

Gaura menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dipahami Edrio. Ada rasa kesedihan yang mendalam, tapi juga keberanian yang sangat jelas di mata wanita itu. "Terima kasih. Saya berharap Anda sukses ke depannya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Berlian biru
seruuu. lanjuttt
goodnovel comment avatar
pengagum rahasia
sumpah sebagai orang tua udah pasti kecewa sih anaknya hamil di luar nikah tapi lebih sakit lagi kalo tau anaknya jadi korban kejahatan. lanjutttt thorr
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 5

    "Kamu ingin mengundurkan diri? Kenapa? Kita harus berbicara tentang beberapa tugas besar yang harus kamu tangani setelah kamu tinggalkan." Gaura menatapnya dengan mata yang tidak bisa menyembunyikan sedikit pun keraguan. "Pak Edrio, saya merasa kesehatan saya semakin memburuk. Dokter menyarankan saya untuk beristirahat, fokus pada pengobatan dan pemulihan," jawab Gaura dengan suara yang sedikit gemetar, berusaha meyakinkan Edrio. Edrio menatapnya tajam, ragu. Sejak pertama kali bertemu Gaura, ia tahu wanita ini bukan tipe orang yang mudah mengeluh atau menyerah. Gaura selalu tampak kuat, tidak pernah menunjukkan kelemahan. "Tapi kamu tampak sehat-sehat saja, Gaura. Sepertinya tidak ada yang salah denganmu. Apa ini benar-benar alasanmu mengundurkan diri?" tanya Edrio, nada suaranya mulai berubah.Gaura menunduk, berusaha menahan perasaan yang mulai mencemaskan hati. Ia tahu bahwa kebohongannya ini harus tampak meyakinkan. "Sebenarnya, saya sudah merasa tidak enak badan sejak lama, Pa

    Last Updated : 2024-12-30
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 6

    Gaura berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Tangannya gemetar saat menyentuh alat rias, tetapi ia mencoba tersenyum setenang mungkin. Edrio tampak terpaku di tempatnya, matanya masih menatap Gaura dengan ekspresi yang sulit diartikan—ada keterkejutan, rasa bersalah, dan sesuatu yang lebih dalam. Sementara itu, Galen, yang tak menyadari ketegangan di antara mereka, menatap pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Tuan, apakah sakit? Apa aku menabrak terlalu keras?" Edrio akhirnya tersadar, mengalihkan pandangan dari Gaura, lalu menunduk ke arah Galen. Suaranya serak saat berbicara. "Tidak apa-apa." Wanita yang sedang dirias oleh Gaura tersenyum sambil menoleh ke arah Edrio. "Sayang, kenapa diam di sana? Mendekatlah. Lihat, Gaura sudah hampir selesai. Sebentar lagi kita siap untuk acara ini." Gaura menelan ludah. Pikirannya berputar cepat. 'Sayang... jadi benar, dia pria itu. Edrio adalah calon tunangan wanita ini.' Edrio berjalan mendekat, langkahnya berat, seperti menahan be

    Last Updated : 2025-01-20
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 7

    Aula penuh dengan tawa dan obrolan hangat. Prita, yang merupakan tunangan Edrio, berdiri di tengah ruangan, tersenyum lebar sambil menerima ucapan selamat dari tamu-tamu yang mengelilinginya. Gaun panjangnya berkilauan, dan tangannya yang mengenakan cincin pertunangan memegang lengan Edrio dengan posesif. Namun, Edrio tidak sepenuhnya peduli. Tatapannya, meski diarahkan ke tamu-tamu yang berbicara, sesekali melirik ke sudut ruangan tempat Gaura dan Galen berdiri. Ada sesuatu yang tidak bisa ia abaikan—sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pertama kali ia melihat anak kecil itu. Entah mengapa, dia merasa dekat dengan anak itu. Prita menyadari sikap tunangannya yang tidak biasa. “Sayang,” ujarnya pelan sambil memiringkan kepala. “Apa kau baik-baik saja? Kau terlihat… tidak fokus.” Edrio menoleh, wajahnya datar seperti biasa. “Tidak ada.” “Benarkah?” Priska menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. “Kau kenapa? Kau biasanya tidak begini.” Edrio menghela napas kecil, mencoba

    Last Updated : 2025-01-21
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 8

    Pagi itu, rutinitas berjalan seperti biasa. Gaura menyiapkan sarapan sambil memastikan Galen tidak lupa membawa semua perlengkapannya ke sekolah. Namun, pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran tentang Edrio. Pertemuan mereka telah mengguncang ketentraman hidupnya. “Bunda, aku sudah siap!” seru Galen sambil berlari ke meja makan. Gaura menoleh, tersenyum lembut meskipun hatinya gelisah. “Baiklah, habiskan sarapanmu dulu. Setelah itu kita berangkat.” Seperti biasa, ia mengantar Galen ke gerbang sekolah dan memastikan anaknya masuk dengan aman. Setelah melambaikan tangan, Gaura pergi menuju tempat kerjanya, mencoba mengabaikan perasaan ganjil yang tidak mau hilang dari benaknya. Namun, di balik pagar sekolah, seseorang memperhatikan Galen dengan seksama. *** Saat jam istirahat tiba, Galen duduk di taman sekolah. Ia memakan bekalnya dengan santai. Anak-anak lain bermain di sekitar, tetapi Galen memilih duduk sendirian, memperhatikan bunga-bunga yang bermekaran di taman kecil

    Last Updated : 2025-01-21
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 9

    Edrio kembali ke kantornya dengan langkah berat. Meski ia adalah pria yang dikenal dingin dan fokus, pikirannya kini terasa kacau. Pertemuannya dengan Galen di sekolah tadi meninggalkan kesan mendalam. Wajah anak itu, senyumnya, bahkan caranya berbicara—semuanya terlalu mirip dengan dirinya. Edrio duduk di kursi kulit hitam besar di ruang kerjanya. Jendela besar di belakangnya menyuguhkan pemandangan kota, tetapi pikirannya tidak tertuju ke sana. Tangannya mengusap dagunya sambil berpikir keras. “Gaura,” gumamnya pelan. Nama itu terasa begitu akrab, seperti luka lama yang tiba-tiba terbuka kembali. Kantor Edrio yang biasanya sunyi kini dipenuhi aura ketegangan. Tumpukan dokumen di mejanya terlihat berantakan, dan meskipun ia mencoba menyusun strategi dalam pikirannya, semuanya terasa seperti potongan puzzle yang tak cocok satu sama lain. Ia memutuskan untuk menghubungi orang-orang yang pernah bekerja dekat dengan Gaura. Edrio menekan tombol telepon di mejanya. ”Hubungi Brian s

    Last Updated : 2025-01-21
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 10

    ”Bagaimana ini?” Gaura duduk di ruang tamunya. Pikirannya terus melayang ke pertemuan tak terduga antara Edrio dan Galen. Wajah anak itu sangat mirip dengan Edrio, dan itu membuat Gaura merasa sangat terancam. Gaura tahu bahwa Edrio tidak akan pernah berhenti sampai ia mendapatkan apa yang dia inginkan. “Apa yang dia rencanakan? Apakah dia sengaja menemui Galen?” Gaura bergumam sendiri, tangannya sedikit gemetar. Ia memikirkan berbagai cara agar Galen dapat terhindar dari jangkauan Edrio. Ia benar-benar tak ingin mereka menjadi dekat dan menyadari ada sebuah ikatan di antara mereka. Ia takut, takut Galen akan di ambil dari dirinya. Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di pikirannya. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi seseorang yang ia percayai. “Mika, aku butuh bantuanmu segera.” Suara Gaura terdengar tegas meski hatinya berdebar. Ia langsung berbicara tanpa basa-basi kepada salah satu asistennya itu. “Gaura, ada apa? Apa yang terjad

    Last Updated : 2025-01-22
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 11

    Siang itu, di luar gerbang sekolah Galen, Edrio berdiri di dalam mobilnya yang diparkir tidak jauh. Ia mengenakan kacamata hitam, memandang dari kejauhan, memastikan bahwa tidak ada yang menyadarinya. Matanya tertuju pada sosok kecil Galen yang keluar dari gerbang, ditemani oleh Mika. Edrio mengamati setiap langkah anak itu. Galen tampak ceria, berbicara dengan Mika tentang sesuatu yang tampaknya menyenangkan. Tetapi yang menarik perhatian Edrio bukanlah percakapan mereka, melainkan cara anak itu berjalan, senyum yang begitu familier, dan ekspresi wajah yang seolah mencerminkan dirinya sendiri. “Tidak mungkin hanya kebetulan...” gumam Edrio, menggenggam setir mobilnya dengan kuat. Namun, dia tidak mendekat. Dia tahu, jika terlalu gegabah, maka ia akan semakin sulit untuk mendekati anak itu. Oleh karenanya, Edrio memilih untuk tetap diam, membiarkan dirinya menjadi bayangan yang tak terlihat. Tapi dalam hatinya, dia bertekad untuk mencari tahu hal yang membuatnya merasa penasaran

    Last Updated : 2025-01-22
  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 12

    “Apa yang kau temukan?” tanya Edrio tanpa basa-basi, suaranya tenang tapi penuh ketegasan. ”Saya menemukan beberapa hal menarik tentang Gaura. Tapi ada bagian yang terasa… aneh," jawab seorang pria yang merupakan bawahannya sambil menyerahkan sebuah map berisi informasi tentang Gaura. “Aneh bagaimana?” Edrio membuka map tersebut, matanya langsung menyisir halaman-halaman yang penuh dengan informasi. “Setelah dia mengundurkan diri dari posisi bodyguard pribadi anda beberapa tahun lalu, dia menghilang selama beberapa bulan. Tidak ada jejak aktivitas, pekerjaan, atau bahkan keberadaannya. Baru setelah itu dia muncul kembali sebagai penata rias di kota ini.” Edrio menghentikan bacaannya, menatap bawahanya dengan tajam. “Menghilang? Tidak ada jejak sama sekali?” Pria itu mengangguk. “Ya. Saya mencoba melacak aktivitasnya, tapi semuanya tertutup rapat. Seolah-olah dia sengaja menghapus keberadaannya.” Edrio mengetuk meja dengan jarinya, pikirannya berputar cepat. “Apa ada hubu

    Last Updated : 2025-01-23

Latest chapter

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 89

    "Seseorang dengan akses tingkat tinggi masuk ke sistem beberapa menit sebelum CCTV mati. Aku masih mencoba mencari tahu siapa, tapi ini bukan kerjaan orang biasa. Mereka tahu apa yang mereka lakukan." Vigo menatap mereka dengan ekspresi serius. Gaura mengepalkan tangannya. "Siapa pun dia, mereka pasti ada di sekitar kita. Bisa jadi salah satu karyawan atau seseorang yang sering masuk ke studio." Edrio mengangguk. "Dan mereka juga tahu kapan waktu yang tepat untuk bertindak." Ketegangan memenuhi ruangan itu. Lalu, ponsel Gaura kembali bergetar. Kali ini, sebuah foto masuk. Gaura langsung membelalakkan mata ketika melihatnya. "Ya Tuhan…" Edrio dan Vigo segera mendekat untuk melihat. Di layar ponsel, terpampang sebuah foto yang diambil dari jarak jauh. Foto Gaura dan Galen—saat mereka keluar dari rumah pagi tadi. Gaura merasa tubuhnya membeku. "Mereka dimanapun selalu mengawasi kita." Edrio langsung merampas ponsel Gaura dan menatapnya dengan rahang mengeras. "Ini sudah kelew

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 88

    Gambar di layar mendadak gelap. Gaura menegang. "Apa yang terjadi?" Edrio mengernyit dan mundur beberapa detik sebelum titik mati itu terjadi. Rekaman berjalan lagi—normal. Namun, tepat ketika waktu menunjukkan sekitar pukul 08.45, layar kembali gelap selama kurang lebih tiga menit, lalu kembali menyala seolah tidak ada yang terjadi. Ketika layar kembali aktif, amplop itu sudah ada di meja resepsionis. Gaura menggigit bibirnya. "Tidak mungkin…" Edrio mencoba mempercepat rekaman, mencari sudut lain dari kamera yang mungkin menangkap kejadian tersebut. Ia memutar ulang rekaman dari kamera yang menghadap pintu masuk studio. Namun, hasilnya sama. Tepat pada waktu yang sama, kamera itu juga mengalami gangguan. "Ini bukan kebetulan," gumam Vigo dari belakang. Gaura menatapnya. "Kau pikir ada yang meretas sistem kita?" Vigo mengangguk. "Seseorang jelas ingin menyembunyikan identitas mereka. Mereka cukup profesional untuk mengetahui cara menonaktifkan CCTV di waktu yang tepat." Ed

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 87

    Itu adalah... foto dirinya dan Galen yang diambil secara diam-diam dari kejauhan. Beberapa foto menunjukkan mereka saat berada di taman bermain, saat mengantar Galen ke sekolah, bahkan ada foto dirinya saat sedang berada di dalam rumah, di ruang tamu. Di bagian bawah foto itu, ada tulisan tangan yang sama dengan surat di dalam kotak tadi. "Kami tahu segalanya. Kau tidak bisa lari." Gaura mulai merasa mual dengan semua yang terjadi. Seseorang telah mengawasi mereka. Ia segera berdiri, jantungnya berdebar kencang. "Siapa yang mengirim ini?" Karyawan itu menggeleng, suaranya bergetar. "Kami menemukannya di laci resepsionis pagi ini. Tidak ada yang tahu siapa yang meletakkannya." Gaura mengepalkan tangan. Ini sudah keterlaluan. Ia tidak peduli lagi. Dengan tangan gemetar, ia menghubungi Edrio lagi. "Ini bukan hanya ancaman biasa, Edrio." suaranya sedikit bergetar. "Mereka mengawasi kita. Bahkan Galen." Di seberang telepon, suara Edrio berubah dingin. "Aku akan ke sana sekaran

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 86

    "Jonathan tidak hanya ingin menghancurkan reputasimu," kata Jade sambil menyodorkan tablet yang berisi laporan-laporan rahasia. "Dia juga berencana untuk mengambil alih salah satu aset terpenting perusahaanmu—dan dia hampir berhasil." Jade kembali dengan data yang mengejutkan selang beberapa jam kemudian. Edrio membaca data itu dengan cepat. Matanya menyala penuh kemarahan. Jonathan telah menyuap beberapa orang dalam di perusahaannya untuk melemahkan sistem keuangan dan komunikasi internal. Jika rencana ini berhasil, bukan hanya reputasi Edrio yang hancur, tetapi juga bisnisnya. Edrio menatap Vigo dan Reno. "Kita harus bertindak sekarang." Vigo mengangguk. "Apa langkah pertama?" Edrio tersenyum tipis, tetapi senyum itu dipenuhi oleh ancaman. "Kita buat Jonathan percaya bahwa dia sudah menang. Dan saat dia lengah, kita jatuhkan dia." Malam itu, Edrio mulai mengatur permainan. Ia menyebarkan informasi palsu, membuat Jonathan percaya bahwa serangannya terhadap bisnis Edrio mulai

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 85

    Suasana di kantor pusat Edrio kini semakin mencekam.Edrio berdiri di depan jendela kaca besar ruangannya, menatap keluar dengan rahang mengeras. Pikirannya berputar cepat, memproses setiap informasi yang baru saja ia terima. Ada seseorang yang bergerak di balik layar—seseorang yang lebih berbahaya dari Prita dan kaki tangannya.Vigo, Reno, dan beberapa kepala keamanan lainnya menunggu perintah selanjutnya dengan ekspresi tegang.Edrio akhirnya berbalik."Kita tidak bisa hanya menunggu mereka menyerang lebih dulu," katanya dengan nada dingin. "Kita harus menemukan mereka sebelum mereka menemukan kita."Reno mengangguk cepat. "Kami sedang melacak transaksi keuangan itu, Tuan. Tetapi rekening anonim ini sangat sulit untuk dipecahkan. Butuh waktu lebih lama."Edrio menyipitkan mata. "Tidak ada waktu untuk menunggu. Gunakan jalur lain."Reno ragu sejenak. "Jalur lain, maksud Anda...?"Edrio menatapnya tajam. "Kita temui orang yang bisa membantu kita melewati batasan legal. Kita butuh info

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 84

    “Hentikan pernikahan ini, atau kami akan mengambil sesuatu yang berharga dari kalian. Ini peringatan terakhir!” Edrio meremas kertas itu dengan geram. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Namun, ia tahu… seseorang sedang mengawasi mereka. Tanpa menunggu lebih lama, ia kembali masuk ke dalam rumah dan menunjukkan kertas itu pada semua orang. Gaura membaca tulisan itu dan wajahnya langsung pucat. Elia menutup mulutnya, sementara Ayara tampak ingin menangis. “‘Sesuatu yang berharga’…” Gaura berbisik lemah, matanya langsung tertuju pada Galen. Edrio langsung menarik Gaura dan Galen ke dalam pelukannya, seolah ingin memastikan mereka tetap aman. Malam yang seharusnya diisi dengan kebahagiaan kini berubah menjadi malam penuh ancaman. Edrio tahu… ini bukan sekadar ancaman kosong. Seseorang benar-benar ingin menghancurkan mereka. Dan pastinya, ia tidak akan tinggal diam. **** Pagi hari di kota masih tampak biasa, tetapi di dalam kantor pusat, sua

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 83

    Suasana di dalam rumah berubah drastis setelah Edrio menunjukkan isi pesan itu pada Gaura. Wajah wanita itu menegang, sementara tangan Elia yang menggenggamnya mulai gemetar. “Ini… ancaman,” gumam Elia dengan suara pelan namun penuh ketakutan. Ayara menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Apa kita harus melibatkan aparat?” tanyanya, meski dari suaranya terdengar jelas bahwa ia juga cemas. Edrio meremas kertas itu di tangannya. Matanya dipenuhi ketajaman, seperti elang yang siap memburu mangsanya. “Tidak. Jika kita langsung melibatkan aparat, mereka mungkin akan bersembunyi dan kita tidak akan pernah tahu siapa dalang sebenarnya.” Edwin mengangguk setuju. “Aku setuju dengan Edrio. Kita perlu tahu siapa yang benar-benar menginginkan pernikahan ini gagal. Jika kita gegabah, mereka bisa saja menghilang dan menyerang dengan cara lain.” Gaura menggigit bibirnya. Ia memandangi Galen yang masih berada dalam pelukannya, anak itu tampak kebingungan dengan situasi yang terjadi.

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 82

    Brak! Galen yang sedang bermain di lantai langsung tersentak dan berlari ke arah Gaura. Semua orang menoleh ke arah jendela, Edrio pun langsung berdiri, wajahnya berubah serius. “Ada apa itu?” Ayara bertanya panik. Elia juga terlihat cemas, tangannya refleks menggenggam lengan Gaura. Edrio berjalan ke arah pintu dengan langkah waspada, sementara Edwin mengikutinya dari belakang. “Jangan buka pintunya dulu,” perintah Edwin, nada suaranya penuh kewaspadaan. Gaura bangkit berdiri, hatinya mulai dipenuhi rasa tak nyaman. Ia segera membawa Galen lebih dekat padanya, melindungi anak itu di belakang tubuhnya. Edrio melirik ke arah luar dari celah jendela, matanya menyipit tajam. “Ada mobil hitam asing yang terparkir di depan pagar…” gumamnya rendah. Edwin mengernyit. “Mobil siapa?” Belum sempat ada yang menjawab, tiba-tiba terdengar suara derap langkah tergesa-gesa di luar rumah. Lalu, seseorang mulai mengetuk pintu—bukan ketukan biasa, tapi lebih seperti gedoran keras. Dug! Dug!

  • CEO Dingin Itu Ayah Dari Putraku    Bab 81

    "Aku berharap..." Gaura hampir menyelesaikan kalimatnya ketika tiba-tiba terdengar suara keras dari dapur. Brak! Semua orang tersentak. Ayara langsung menaruh tangannya di dada, terkejut. “Astaga, suara apa itu?” Elia segera berdiri. “Mungkin kucing liar. Aku akan lihat.”Namun sebelum ia bisa melangkah, seorang pria berbaju hitam muncul dari arah dapur, wajahnya penuh keringat. Ia adalah salah satu pelayan yang bekerja untuk keluarga Edrio. "Maafkan saya, Tuan, Nyonya... saya... saya hanya tidak sengaja menjatuhkan nampan," katanya gugup. Gaura menatap tajam ke arah dapur. “Apa yang kau lakukan di sana?“ Pria itu terlihat semakin gelisah, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, seperti sedang mencari jalan keluar. Edrio yang peka terhadap gerak-gerik orang langsung berdiri. “Siapa yang menyuruhmu kemari?” Pria itu menelan ludah. "Aku hanya... hanya ingin memastikan keadaan rumah ini aman..." "Jangan berbohong," suara Edrio kini terdengar jauh lebih dingin. “Aku tida

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status