âBagaimana ini?â Gaura duduk di ruang tamunya. Pikirannya terus melayang ke pertemuan tak terduga antara Edrio dan Galen. Wajah anak itu sangat mirip dengan Edrio, dan itu membuat Gaura merasa sangat terancam. Gaura tahu bahwa Edrio tidak akan pernah berhenti sampai ia mendapatkan apa yang dia inginkan. âApa yang dia rencanakan? Apakah dia sengaja menemui Galen?â Gaura bergumam sendiri, tangannya sedikit gemetar. Ia memikirkan berbagai cara agar Galen dapat terhindar dari jangkauan Edrio. Ia benar-benar tak ingin mereka menjadi dekat dan menyadari ada sebuah ikatan di antara mereka. Ia takut, takut Galen akan di ambil dari dirinya. Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di pikirannya. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi seseorang yang ia percayai. âMika, aku butuh bantuanmu segera.â Suara Gaura terdengar tegas meski hatinya berdebar. Ia langsung berbicara tanpa basa-basi kepada salah satu asistennya itu. âGaura, ada apa? Apa yang terjad
Siang itu, di luar gerbang sekolah Galen, Edrio berdiri di dalam mobilnya yang diparkir tidak jauh. Ia mengenakan kacamata hitam, memandang dari kejauhan, memastikan bahwa tidak ada yang menyadarinya. Matanya tertuju pada sosok kecil Galen yang keluar dari gerbang, ditemani oleh Mika. Edrio mengamati setiap langkah anak itu. Galen tampak ceria, berbicara dengan Mika tentang sesuatu yang tampaknya menyenangkan. Tetapi yang menarik perhatian Edrio bukanlah percakapan mereka, melainkan cara anak itu berjalan, senyum yang begitu familier, dan ekspresi wajah yang seolah mencerminkan dirinya sendiri. âTidak mungkin hanya kebetulan...â gumam Edrio, menggenggam setir mobilnya dengan kuat. Namun, dia tidak mendekat. Dia tahu, jika terlalu gegabah, maka ia akan semakin sulit untuk mendekati anak itu. Oleh karenanya, Edrio memilih untuk tetap diam, membiarkan dirinya menjadi bayangan yang tak terlihat. Tapi dalam hatinya, dia bertekad untuk mencari tahu hal yang membuatnya merasa penasaran
âApa yang kau temukan?â tanya Edrio tanpa basa-basi, suaranya tenang tapi penuh ketegasan. âSaya menemukan beberapa hal menarik tentang Gaura. Tapi ada bagian yang terasaâĶ aneh," jawab seorang pria yang merupakan bawahannya sambil menyerahkan sebuah map berisi informasi tentang Gaura. âAneh bagaimana?â Edrio membuka map tersebut, matanya langsung menyisir halaman-halaman yang penuh dengan informasi. âSetelah dia mengundurkan diri dari posisi bodyguard pribadi anda beberapa tahun lalu, dia menghilang selama beberapa bulan. Tidak ada jejak aktivitas, pekerjaan, atau bahkan keberadaannya. Baru setelah itu dia muncul kembali sebagai penata rias di kota ini.â Edrio menghentikan bacaannya, menatap bawahanya dengan tajam. âMenghilang? Tidak ada jejak sama sekali?â Pria itu mengangguk. âYa. Saya mencoba melacak aktivitasnya, tapi semuanya tertutup rapat. Seolah-olah dia sengaja menghapus keberadaannya.â Edrio mengetuk meja dengan jarinya, pikirannya berputar cepat. âApa ada hubu
"Aku harus mendekat," ucap Edrio. Setelah mengetahui fakta mengejutkan semalam, pagi ini, ia kembali duduk di dalam mobil hitamnya, menatap taman tempat Galen biasa bermain setelah sekolah. Dari balik jendela gelap, ia mengamati bocah itu dengan saksama. Tak jauh dari sana, Mika berdiri dengan waspada, memastikan Galen tetap dalam jangkauannya. Edrio mengepalkan tangan. Selama beberapa hari terakhir, ia hanya bisa mengamati dari jauh tanpa mendapatkan kesempatan untuk mendekat. Tapi hari ini berbeda. Ia tahu bahwa Mika biasanya meninggalkan Galen beberapa saat untuk mengambil air minum atau mengurus hal kecil lainnya. Itu adalah momen yang ia tunggu. âIni waktunya,â gumam Edrio sambil membuka pintu mobil, berjalan perlahan dengan langkah mantap. Di sisi lain. Mika melirik Galen yang sedang asyik menggambar dengan teman-temannya. Ia mendekati Galen dan berkata, âGalen, aku akan ke mobil sebentar untuk mengambil sesuatu. Jangan ke mana-mana, oke?â Galen mengangguk. âOke.â Mika
"Sudah selesai gambarnya, sayang?" tanya Gaura, mencoba bersikap biasa meskipun entah mengapa, hatinya terasa gusar. Pada siang hari, Gaura duduk di sofa, tangannya sibuk melipat pakaian sambil sesekali melirik Galen yang duduk di lantai dengan penuh semangat, mencoret-coret kertas gambar di hadapannya. Tawa kecil anak itu menggema di ruangan, tetapi hati Gaura terasa berat. Galen menoleh dengan senyum lebar. "Iya, sebentar lagi selesai, Bunda! Ini gambarnya untuk seseorang yang spesial." Gaura mengernyit. "Seseorang yang spesial? Siapa itu?" Galen tertawa kecil, wajahnya memerah. "Rahasia!" Ia terus mewarnai dengan antusias. Gaura tersenyum tipis, tetapi perasaannya tak enak. Ia tidak ingin memaksanya, tetapi naluri keibuannya memintanya untuk waspada. Tak lama kemudian, Galen berdiri dengan bangga, memegang hasil gambarnya. "Selesai!" serunya sambil mengangkat kertas itu ke udara. Gaura memeriksa gambar itu dengan hati-hati. Di kertas tersebut, ada tiga sosok yang dig
âHasilnya positif, Tuan,â akhirnya pria itu berkata dengan nada pelan. âAnak itu adalah putra kandung anda.â Kata-kata itu menggantung di udara, seolah-olah memenuhi ruangan dengan bobot yang tak terlihat. Edrio menatap kertas di tangannya sekali lagi, memastikan bahwa apa yang ia baca benar-benar nyata. Angka-angka dan analisis di atas kertas itu tidak mungkin salah. "Keluar," ucap Edrio tiba-tiba, membuat pria itu tersentak. "T-tuan?" "Keluar. Sekarang," ulang Edrio dengan nada lebih tegas, namun tetap berusaha mengendalikan emosinya. Pria itu segera mengangguk, membungkuk cepat, lalu pergi meninggalkan ruangan tanpa berani berkata apa-apa lagi. Setelah pria itu pergi, Edrio mengusap rambutnya dengan kasar dengan tangannya yang lain masih memegang dokumen hasil tes DNA tersebut. Ia menatap kosong ke langit-langit, pikirannya penuh dengan pertanyaan. âJadi, Galen memang anakku...â gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar. Namun, alih-alih merasa lega, ia justru m
âEdrio, jangan bicara seperti itu pada Mommy-mu!â Edwin membentak. Ayara menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. âKami tidak hanya memikirkan reputasi, Edrio. Tapi ini tentang tanggung jawab. Kalau benar Galen adalah anakmu, kau harus mengambil tanggung jawab atas hidupnya.â âItulah yang akan kulakukan,â jawab Edrio dengan tegas. âAku datang ke sini bukan untuk dihakimi. Aku datang karena aku butuh bantuan.â Keduanya terdiam. Suasana di ruang itu terasa mencekam. Edwin akhirnya duduk kembali, wajahnya serius. âBaiklah. Kalau begitu, ceritakan semuanya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan... Gaura? Kenapa dia menyembunyikan ini darimu?â Edrio menarik napas dalam. âAku belum tahu sepenuhnya. Tapi yang aku tahu, Gaura mengundurkan diri dariku dengan alasan kesehatan, lalu pergi ke luar kota. Aku tidak pernah tahu dia hamil, Daddy. Kalau aku tahu, aku pasti akanââ âMelakukan apa?â potong Edwin tajam. âKau mungkin akan tetap fokus pada kariermu dan melupakan semuany
âAku tidak tahu. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak akan meninggalkan Galen. Apa pun yang terjadi," jawabnya dengan menggeleng pelan. Edwin menggelengkan kepalanya dengan frustrasi. âKau membuat semuanya lebih rumit, Edrio. Tapi jika itu keputusanmu, kami tidak bisa menghentikanmu. Tapi jangan harap semuanya akan berjalan mulus.â Ayara menghela napas panjang, lalu menatap Edrio dengan tatapan penuh kasih sayang meski masih ada sedikit kekecewaan. âKami tidak akan menghalangimu, Edrio. Tapi pikirkan baik-baik. Jangan sampai kau menyesali keputusan ini nanti.â Edrio mengangguk pelan, menatap kedua orang tuanya dengan penuh tekad. âTerima kasih. Aku tahu ini tidak mudah untuk kita semua, tapi aku harus melakukan ini.â Ayara dan Edwin saling berpandangan, mencoba mencerna keputusan putra mereka. Di dalam hati Edrio, ia tahu bahwa jalan di depannya akan penuh dengan rintangan. Tapi ia juga tahu bahwa ia tidak akan mundur. Tidak sekarang, tidak setelah mengetahui kebenaran tentan
âHentikan pernikahan ini, atau kami akan mengambil sesuatu yang berharga dari kalian. Ini peringatan terakhir!â Edrio meremas kertas itu dengan geram. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Namun, ia tahuâĶ seseorang sedang mengawasi mereka. Tanpa menunggu lebih lama, ia kembali masuk ke dalam rumah dan menunjukkan kertas itu pada semua orang. Gaura membaca tulisan itu dan wajahnya langsung pucat. Elia menutup mulutnya, sementara Ayara tampak ingin menangis. ââSesuatu yang berhargaââĶâ Gaura berbisik lemah, matanya langsung tertuju pada Galen. Edrio langsung menarik Gaura dan Galen ke dalam pelukannya, seolah ingin memastikan mereka tetap aman. Malam yang seharusnya diisi dengan kebahagiaan kini berubah menjadi malam penuh ancaman. Edrio tahuâĶ ini bukan sekadar ancaman kosong. Seseorang benar-benar ingin menghancurkan mereka. Dan pastinya, ia tidak akan tinggal diam. **** Pagi hari di kota masih tampak biasa, tetapi di dalam kantor pusat, sua
Suasana di dalam rumah berubah drastis setelah Edrio menunjukkan isi pesan itu pada Gaura. Wajah wanita itu menegang, sementara tangan Elia yang menggenggamnya mulai gemetar. âIniâĶ ancaman,â gumam Elia dengan suara pelan namun penuh ketakutan. Ayara menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. âApa kita harus melibatkan aparat?â tanyanya, meski dari suaranya terdengar jelas bahwa ia juga cemas. Edrio meremas kertas itu di tangannya. Matanya dipenuhi ketajaman, seperti elang yang siap memburu mangsanya. âTidak. Jika kita langsung melibatkan aparat, mereka mungkin akan bersembunyi dan kita tidak akan pernah tahu siapa dalang sebenarnya.â Edwin mengangguk setuju. âAku setuju dengan Edrio. Kita perlu tahu siapa yang benar-benar menginginkan pernikahan ini gagal. Jika kita gegabah, mereka bisa saja menghilang dan menyerang dengan cara lain.â Gaura menggigit bibirnya. Ia memandangi Galen yang masih berada dalam pelukannya, anak itu tampak kebingungan dengan situasi yang terjadi.
Brak! Galen yang sedang bermain di lantai langsung tersentak dan berlari ke arah Gaura. Semua orang menoleh ke arah jendela, Edrio pun langsung berdiri, wajahnya berubah serius. âAda apa itu?â Ayara bertanya panik. Elia juga terlihat cemas, tangannya refleks menggenggam lengan Gaura. Edrio berjalan ke arah pintu dengan langkah waspada, sementara Edwin mengikutinya dari belakang. âJangan buka pintunya dulu,â perintah Edwin, nada suaranya penuh kewaspadaan. Gaura bangkit berdiri, hatinya mulai dipenuhi rasa tak nyaman. Ia segera membawa Galen lebih dekat padanya, melindungi anak itu di belakang tubuhnya. Edrio melirik ke arah luar dari celah jendela, matanya menyipit tajam. âAda mobil hitam asing yang terparkir di depan pagarâĶâ gumamnya rendah. Edwin mengernyit. âMobil siapa?â Belum sempat ada yang menjawab, tiba-tiba terdengar suara derap langkah tergesa-gesa di luar rumah. Lalu, seseorang mulai mengetuk pintuâbukan ketukan biasa, tapi lebih seperti gedoran keras. Dug! Dug!
"Aku berharap..." Gaura hampir menyelesaikan kalimatnya ketika tiba-tiba terdengar suara keras dari dapur. Brak! Semua orang tersentak. Ayara langsung menaruh tangannya di dada, terkejut. âAstaga, suara apa itu?â Elia segera berdiri. âMungkin kucing liar. Aku akan lihat.âNamun sebelum ia bisa melangkah, seorang pria berbaju hitam muncul dari arah dapur, wajahnya penuh keringat. Ia adalah salah satu pelayan yang bekerja untuk keluarga Edrio. "Maafkan saya, Tuan, Nyonya... saya... saya hanya tidak sengaja menjatuhkan nampan," katanya gugup. Gaura menatap tajam ke arah dapur. âApa yang kau lakukan di sana?â Pria itu terlihat semakin gelisah, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, seperti sedang mencari jalan keluar. Edrio yang peka terhadap gerak-gerik orang langsung berdiri. âSiapa yang menyuruhmu kemari?â Pria itu menelan ludah. "Aku hanya... hanya ingin memastikan keadaan rumah ini aman..." "Jangan berbohong," suara Edrio kini terdengar jauh lebih dingin. âAku tida
âAku akan melakukannya,â ucap Edrio tegas. **** Kini, Gaura sedang duduk di ruang tamu, menyesap teh hangat sembari memeriksa beberapa berkas yang berkaitan dengan studionya. Setelah kejadian kemarin, ia masih perlu waktu untuk memulihkan reputasi bisnisnya, dan itu bukan hal yang mudah. Ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja. Ia melihat nama yang tertera di layarâEdrio. Gaura menghela napas sebelum mengangkatnya. âAda apa?â tanyanya langsung. Di seberang telepon, suara Edrio terdengar tenang seperti biasa. âApa kau ada waktu untuk bicara?â Gaura melirik jam di dinding. âAku sedang istirahat sebentar. Jadi, cepatlah bicara.â Hening sejenak sebelum Edrio berkata, âAku akan datang ke rumah bersama kedua orang tuaku.â Gaura tertegun. âApa?â âAku ingin melamarmu, Gaura,â lanjut Edrio, suaranya tegas dan tak terbantahkan. âDan aku ingin melakukannya secara resmi, di hadapan orang tuaku dan Ibumu.â Jantung Gaura seakan berhenti berdetak sesaat. Lamaran? Ia bangkit d
Hari-hari berikutnya, Edrio membuktikan kata-katanya dengan tindakan nyata. Meskipun kesibukannya sebagai CEO menuntut banyak waktu, pria itu selalu menyempatkan diri untuk hadir dalam kehidupan Galen dan Gaura. Pagi hari, sebelum berangkat ke kantor, ia akan mampir ke rumah Gaura untuk memastikan Galen siap berangkat ke sekolah. Jika Gaura terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, Edrio akan mengantar Galen secara langsung. Seperti pagi ini, Gaura sedang sibuk mengurus dokumen untuk kembali membuka studionya. âBunda, aku berangkat!â seru Galen dengan penuh semangat, tas kecilnya sudah tergantung di punggung. Gaura berbalik dan hendak menghampirinya, tapi sebelum ia bisa bergerak, seseorang telah lebih dulu membungkuk di hadapan Galen. âSudah siap?â Galen mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar. âAyah!â Gaura memandang Edrio yang sudah siap dengan kemeja putih dan jas hitamnya. âKau mau mengantarnya?â Edrio mengangguk. âYa. Aku ada rapat nanti pagi, tapi aku masih punya
Setelah membawa belanjaan masuk ke dalam rumah, Gaura menghela napas panjang. Ia memandangi Galen yang masih tertidur di pelukannya, kemudian perlahan membaringkannya di sofa dengan hati-hati agar tidak membangunkannya. Di sisi lain, Edrio sibuk merapikan belanjaan mereka ke meja. Meskipun ia seorang CEO yang terbiasa menyuruh orang lain, pria itu tidak segan untuk turun tangan sendiri. Gaura memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ketika akhirnya mereka duduk di ruang tamu, keheningan menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Gaura menggigit bibirnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk membuka pembicaraan. âAku masih belum terbiasa dengan ini,â katanya akhirnya, suaranya sedikit pelan. Edrio menatapnya. âMaksudmu?â âKau yang tiba-tiba ada di sini, menghabiskan waktu bersama kamiâĶ Mengajak Galen berbelanja dan makan siangâĶ Rasanya tidak nyata,â Gaura mengakui. Edrio menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap Gaura tanpa terburu-buru. âKau masih berpikir
Sementara mereka berjalan menuju gerbang sekolah, beberapa orang tua murid yang mengenal Gaura menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang simpati, ada yang penasaran, bahkan ada yang berbisik-bisik. âDia itu, kan, pemilik studio yang kemarin sempat kena skandalâĶâ âTapi katanya sudah terbukti tidak bersalah.â âIya, dan ternyata Ayah dari Galen ituâĶ CEO besar yang terkenal itu.â Gaura menundukkan kepalanya, menahan napas. Ia sudah terbiasa menghadapi berbagai omongan orang, tapi kali ini berbeda. Kali ini, semuanya berhubungan dengan dirinya dan Edrio. âBunda?â suara Galen menariknya kembali ke realitas. Gaura tersenyum dan mengusap kepala putranya. âTidak apa-apa, Sayang. Sana masuk, ya. Belajar yang rajin.â Galen mengangguk. âBaik, Bunda!â Anak itu berlari masuk ke dalam sekolah, bergabung dengan teman-temannya. Gaura masih berdiri di tempatnya, memperhatikan putranya dengan tatapan lembut.Beberapa jam kemudian, akhirnya Galen keluar dari gerbang sekolah dengan wajah ceria
Setelah konferensi pers yang mengguncang dunia, Gaura akhirnya tiba di rumahnya dengan kepala penuh dengan berbagai macam pikiran. Ia masih tidak percaya bahwa Edrio telah mengungkapkan semuanya di depan publikâtentang Galen, tentang mereka, danâĶ tentang pernikahan.Ia menghempaskan tubuhnya di sofa, mencoba mengatur napas dan pikirannya yang masih berantakan. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama karena ibunya, Elia, muncul dari dapur dengan ekspresi serius.âGauraâĶâ suara lembut Elia memanggilnya.Gaura mengangkat wajahnya, menatap sang ibu yang kini berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.âKau baik-baik saja?â tanya Elia dengan nada penuh kekhawatiran.Gaura menghela napas panjang. "AkuâĶ tidak tahu, Bu."Elia mengamati wajah putrinya yang terlihat lelah dan penuh kebingungan. âAku melihat konferensi pers tadi di televisi. ItuâĶ kejutan besar, Nak.âGaura memijat pelipisnya. âAku juga tidak menyangka Edrio akan melakukan hal itu, Bu. Dia mengatakannya begitu saja, di depan