"Dasar perempuan murahan, anak haram dan pelakor!" seru Alea menggebu-gebu.Alea tersenyum saat banyak pasang mata yang menatap ke arahnya, tujuannya tercapai yaitu untuk menarik simpati orang-orang dan berharap mereka akan menghujat Berlian seperti apa yang dirinya inginkan. Bak dunia selebritis jika pelakor takkan mendapatkan dukungan dari siapapun itu.Berlian menggendong Cinta yang mulai merengek, karena takut kepada Alea yang tengah mengeluarkan semua kalimat keji."Cinta, anak Mama yang hebat. Tenang, ya," ujar Berlian. Ia merasakan pegangan yang erat di tangan. Putrinya sangat ketakutan."Kamu ini cuma wanita miskin yang tak tau diuntung. Kamu merebut Jonathan dariku dan menghancurkan acara pertunanganku! Dasar pelakor!"Alea sudah mengangkat tangannya hendak menampar Berlian, tetapi Berlian segera menangkisnya. Ia takut justru Alea dapat menyakiti putrinya."Aku tidak merebut siapa pun Alea!" seru Berlian.Memang ia tidak merebut apa pun dari Alea. Wanita itu terlalu bodoh unt
"He, jangan mengada-ada kalian berdua! Benalu tidak tahu diuntung," ungkap Alea.Ia terus menghina ibu dan anak itu. Jika tak dihentikan Bu Agnia sejak tadi Rani sudah ingin menerkam kakak sambungnya itu."Ngaca siapa yang benalu di sini," ujar Rani.Ibnu datang saat keributan antara Alea dan Agnia terjadi. Alea segera menghampiri sang ayah dan meminta penjelasan dengan apa yang di katakan Agnia. "Pa, benar apa yang dikatakan dia jika Papa memiliki banyak hutang serta rumah ini milik Bu Agnia?" tanya Alea."Coba jelaskan semuanya kepada anakmu itu, Mas. Agar dirinya sadar," ungkap Bu Agnia dengan tatapan sengit.Pak Ibnu tidak ada jalan lain ia menunduk dan menjelaskan semuanya kepada sang putri.Saat menikah dengan pak Ibnu, bu Agnia baru saja menceraikan ayah Berlian yang sakit-sakitan. Lalu, membawa sertifikat rumah dan ia jual dengan memalsukan tanda tangan Baskoro ayah Berlian yang saat itu menjadi suaminya. Suami yang dia rebut dari seorang wanita bernama Shafira.Rani dan bu A
Jonathan sedikit heran dengan apa yang dikatakan Arnold. Hanya saja ia tak mau mengambil pusing. Dirinya sudah tidak mau tahu tentang Berlian. Salah satu sifat jeleknya seperti itu, jika merasa tersakiti, ia pun enggan mau tahu tentang orang itu. Kini hubungannya dan Berlian hanya sebatas Cinta."Ya, aku gak tahu sih kenapa dia ke sini. Itu pun kudengar dari para office girl yang tengah bergosip," ungkap Arnold.Namun, di sisi lain. Ia pun masih memikirkannya Berlian yang bisa-bisanya berbicara kasar dan berubah begitu saja. Entahlah mengapa rasanya begitu janggal akan sikap perubahan wanita itu yang tiba-tiba."Sudahlah jangan ambil pusing," ujar Jonathan disertai tawa entah apa yang dirinya tertawakan hanya saja ingin merubah suasana dan mengalihkan pikiran Arnold."Sepertinya kamu yang memikirkannya, jika aku untuk apa dipikirkan itu masalah kalian bukan masalahku," ujar Arnold menyindir. Jonathan pun sempat berpikir jika mungkin sifat orang pun bisa berubah kapan saja. Apalagi di
"Kamu mencintai Jonathan?"Pertanyaan bu Shafira membuat Berlian terdiam sebuah pertanyaan apa dirinya mencintai Jonathan atau tidak. Ia bungkam, dirinya bingung dengan apa yang tengah dirasakan hatinya. Bimbang dengan semuanya. Ia memang mencintai lelaki itu, tetapi seakan semesta tidak mendukungnya. Ucapan pak Ferdinand begitu tajam menusuk hatinya. Menamparnya pada kenyataan jika dia memang tak selevel dengan putranya.Tanpa menjawab pun sudah bisa bu Shafira ketahui karena saat sang putri bercerita meminta untuk pak Ferdinand mengembalikan posisinya dan ia bersedia menjauh. Terlihat jelas raut kesedihan di wajah sang putri. Bu Shafira merasakan sakit yang teramat karena Berlian harus merasakan hal seperti itu.Berlian menunduk. Mulutnya seakan terkunci. Kini ia juga tengah memikirkan Jonathan. Hatinya ingin selalu bersama, tetapi logika yang menyadarkan pada kenyataan jika Jonathan hanya menjadi angan-angannya saja."Mama tidak usah menunggu jawaban kamu karena sudah jelas kamu me
"Aku senang kok, hanya saja saat ini banyak yang sedang aku pikirkan pa, jadi terlihat sedang tidak baik-baik saja." Alva mencoba mencairkan suasana, mungkin Pak Hardian membaca raut wajah sang anak yang sedang masam. Ia berpikir jika Alva tidak senang dengan kehadiran Berlian. Justru, ia adalah orang pertama yang sangat senang dengan pertemuan ibu dan anak itu. "Papa pikir kamu merasa tersaingi, secara Bu Shafira selama ini hanya perhatian padamu. Eh, datang tiba-tiba," ujar Pak Hardian."Papa bisa saja, enggak seperti itu. Bahkan aku senang Mama bertemu dengan Berlian.""Jadi, namanya Berlian?" tanya Pak Hardian."Iya Pa.""Pasti orangnya secantik namanya." Pak Hardian tersenyum lalu bangkit dari tempat duduk. Pria itu pamit untuk ke kamarnya.Alva menarik napas dalam, ia kembali duduk di sofa sembari mengusap wajah kasar. Memikirkan masalah Berlian membuatnya semakin bimbang harus melangkah sepeti apa.***Alea berada di apartemen miliknya, ia merasa frustrasi karena beberapa pek
Pak Ibnu datang ke apartemen sang putri dirinya sudah sakit kepala karena telah ditelpon oleh pihak bank mengingatkan untuk segera membayar cicilan dirinya. Ia juga kesal karena Alea memutuskan kontak komunikasi dengannya. Bahkan selama satu Minggu ini sang putri tak pernah terlihat walaupun batang hidungnya."Alea ada?"Pak Ibnu berpapasan dengan Hana. "Ada," jawab Hana.Pak Ibnu segera melanjutkan langkahnya.Hana keluar hanya ingin membeli kebutuhan dapur apartemen mereka. Walaupun sudah diusir, tetapi nyatanya Alea masih sangat membutuhkan dirinya. Alea meminta maaf dan menyuruhnya kembali. Ia tak sejahat itu pada artisnya. Tak mungkin meninggalkan Alea pada saat seperti ini. Mereka telah berjuang bersama sampai pernah berasa di puncak, tidak mungkin dirinya meninggalkan Alea sekarang.Pak Ibnu telah sampai di pintu apartemen putrinya, ia menekan bel bahkan mengetuk pintu. Hingga terdengar derap langkah mendekat."Untuk apa Papa ke sini?" Pertanyaan Alea sangat to the point. Kare
"Oh, iya boleh Ma. Nek, aku pergi dulu." Berlian pamit, juga Bu Shafira pada Nenek Lastri.Sementara, Cinta sedang bermain di rumah temannya di sekitar rumah. Sengaja tidak di ajak takutnya menangis melihat sang ibu yang akan pergi. Berlian masuk ke mobil yang di bawa Bu Shafira. Setelah pamit, mereka langsung menuju beberapa butik dan kantor Bu Shafira. Tidak berselang, beberapa menit mereka sampai di salah satu restoran milik Bu Shafira yang dekat dengan kontrakan."Nah, Lusi ini dia kepala pengawas di sini yang melapor pada Ibu jika ada apa-apa," ungkap Bu Shafira.Berlian senang diajak berkeliling oleh sang ibu. Ia dikenalkan kebeberapa karyawan juga diajarkan bagaimana cara bersikap dengan orang lain. Semua orang menyambutnya ramah."Nanti kamu sama Lusi koordinasi bersama bagaimana kedepannya atau akan ada rencana baru dan lainnya," papar Bu Shafira.Berlian mengangguk paham. Ia sudah ada gambaran bagaimana caranya dia bekerja nanti. Takkan menyia-nyiakan kesempatan yang telah
"Iya, aku Shafira. Apa kamu masih ingat kalau pernah merebut suamiku ups, mantan suamiku?" Bu Shafira tersenyum tipis saat melihat wajah Bu Agnia yang merah padam. Netranya beralih ke Berlian yang ada di sampingnya. Suatu hal yang tidak bisa ia cerna, bagaimana bisa Berlian berada bersama ibu kandungnya. "Bagaimana bisa kalian bersama?" Bu Agnia terlihat syok sekali. Sementara, Rani mencoba mencerna kejadian itu. Sudah lama ia tidak bertemu mantan saudara tirinya. "Semua bisa saja terjadi, apalagi takdir mempertemukan kita lagi. Bagaimana kabarmu?"Bu Agnia tak menjawab, ia teringat bagaimana dirinya berusaha membuat berlian hancur dengan mengatakan jika ibu kandungnya pergi dengan wanita lain hingga ia membencinya. Bahkan Agnia senang melihat kehancuran Berlian, apalagi saat tahu Berlian hamil dengan kekasihnya. Ia malah senang dan membuat ayahnya membenci dan mengusir anak kandungnya."Aku seperti yang kamu lihat, baik-baik saja. Aku tidak ada waktu untuk meladeni kamu, apa tid