"Oh, iya boleh Ma. Nek, aku pergi dulu." Berlian pamit, juga Bu Shafira pada Nenek Lastri.Sementara, Cinta sedang bermain di rumah temannya di sekitar rumah. Sengaja tidak di ajak takutnya menangis melihat sang ibu yang akan pergi. Berlian masuk ke mobil yang di bawa Bu Shafira. Setelah pamit, mereka langsung menuju beberapa butik dan kantor Bu Shafira. Tidak berselang, beberapa menit mereka sampai di salah satu restoran milik Bu Shafira yang dekat dengan kontrakan."Nah, Lusi ini dia kepala pengawas di sini yang melapor pada Ibu jika ada apa-apa," ungkap Bu Shafira.Berlian senang diajak berkeliling oleh sang ibu. Ia dikenalkan kebeberapa karyawan juga diajarkan bagaimana cara bersikap dengan orang lain. Semua orang menyambutnya ramah."Nanti kamu sama Lusi koordinasi bersama bagaimana kedepannya atau akan ada rencana baru dan lainnya," papar Bu Shafira.Berlian mengangguk paham. Ia sudah ada gambaran bagaimana caranya dia bekerja nanti. Takkan menyia-nyiakan kesempatan yang telah
"Iya, aku Shafira. Apa kamu masih ingat kalau pernah merebut suamiku ups, mantan suamiku?" Bu Shafira tersenyum tipis saat melihat wajah Bu Agnia yang merah padam. Netranya beralih ke Berlian yang ada di sampingnya. Suatu hal yang tidak bisa ia cerna, bagaimana bisa Berlian berada bersama ibu kandungnya. "Bagaimana bisa kalian bersama?" Bu Agnia terlihat syok sekali. Sementara, Rani mencoba mencerna kejadian itu. Sudah lama ia tidak bertemu mantan saudara tirinya. "Semua bisa saja terjadi, apalagi takdir mempertemukan kita lagi. Bagaimana kabarmu?"Bu Agnia tak menjawab, ia teringat bagaimana dirinya berusaha membuat berlian hancur dengan mengatakan jika ibu kandungnya pergi dengan wanita lain hingga ia membencinya. Bahkan Agnia senang melihat kehancuran Berlian, apalagi saat tahu Berlian hamil dengan kekasihnya. Ia malah senang dan membuat ayahnya membenci dan mengusir anak kandungnya."Aku seperti yang kamu lihat, baik-baik saja. Aku tidak ada waktu untuk meladeni kamu, apa tid
"Kamu kenapa seperti kaget?" tanya Pak Hardian."Eh, enggak. Kaya pernah dengar saja." Bu Agnia sedikit berdusta kalau sebenarnya ia kaget karena Ferdinand adalah ayahnya Jonathan.Bu Shafira mengangguk paham. Pantas saja tidak keluar kota rupanya sang suami akan mengurus kerja sama di Jakarta. Ia mendengarkan perjalanan pak Hardian selama tour bisnisnya. Ya, itu adalah suatu kegiatan rutin mereka berdua saat berjumpa."Mas, aku ingin meminta izin akan membawa Berlian anaknya serta nenek Lastri untuk tinggal di sini apakah boleh?" tanya Bu Shafira.Pak Hardian menatap ke arah istrinya yang juga tengah menatap ke arahnya. Memang sebaiknya Berlian tinggal bersama bu Shafira agar istrinya itu tidak merasa kesepian. Lagi pula rumah mereka cukup besar. Apalagi pembangunan ruangan baru sudah hampir selesai."Tentu saja boleh," jawab Pak Hardian.Bu Shafira segera berterimakasih kepada suaminya itu. Ia sangat bersyukur karena memiliki suami seperti pak Hardian yang begitu sangat pengertian w
"Aku sudah lelah, boleh aku masuk, Al?" tanya Berlian. "Oh, silakan." Berlian melangkah masuk, sedangkan Alva terus saja memperhatikan Berlian dari kejauhan. Hatinya begitu pedih saat mengetahui kenyataan yang sedang mereka jalani. Sebelum masuk kamar, Berlian pun pamit pada ibu dan suaminya."Bu, Pa, aku dan Cinta pamit ke kamar." Setelah makan malam Berlian pamit untuk istirahat lebih awal karena Cinta sudah mulai rewel sejak tadi. Ia tahu jika putrinya pasti kelelahan setelah seharian bermain dengan Alva apalagi dia tidak tidur siang otomatis anaknya itu akan rewel.Sebelum masuk ke kamar ia melihat ke kamar nenek Lastri yang juga tengah beristirahat. Sekarang dirinya tidak perlu khawatir orang yang disayangi akan kekurangan. Dirinya sangat bersyukur karena pak Hardian sangat menerimanya di rumah ini, walaupun dirinya masih merasa canggung dengan Alva."Yuk, cuci muka gosok gigi."Cinta tak ingin jalan terpaksa Berlian menggendongnya. Setelah itu mereka menuju ranjang dan Berlia
Jonathan masih saja kesal jika memikirkan Berlian. Apalagi ia tak menyangka jika akan bekerja sama dengan pak Hardian yang juga ayahnya Alva. Apabila tahu akan hal tersebut dirinya memilih untuk tidak hadir daripada merusak moodnya lagi.Pria itu juga terlihat tidak fokus sejak tadi pun yang banyak menjelaskan dan menjawab beberapa pertanyaan dari pak Hardian adalah Arnold atau pak Ferdinand. Wajah Jonathan hanya ditekuk dengan sempurna, begitu terbaca jika dirinya tidak menyukai pertemuan ini.Pak Ferdinand melihat kegelisahan sang anak. Hanya saja ia sedang menjaga jarak dan tidak bertanya-tanya pada Jonathan. Dirinya memilih sibuk dengan ponsel dan menghubungi beberapa klien. Ia ingin kembali meroket dalam dunia bisnis. Dirinya ingin menjadi orang nomor satu dalam bisnis. "Ayo." Pak Ferdinand melangkah lebih dulu.Mereka datang menggunakan mobil masing-masing karena setelah ini tujuannya berbeda-beda. Jonathan masih duduk di kursi, ia hanya menyentuh dagunya seolah tengah memikirk
"Dasar kukira kau wanita baik nyatanya sama saja. Materialistis." Jonathan kembali kesal.Suara Jonathan walaupun pelan, tetapi dapat terdengar oleh Alva dan Berlian. Karena jarak keduanya cukup dekat.Mendengar ucapan itu membuat Alva sangat kesal lelaki itu sudah mengepalkan tangannya."Jangan, Al." Berlian menahan Alva agar tak membuat keributan karena takut ada keviralan lagi. Ya, bisa-bisa hal itu membuat kerja sama pak Hardian batal. Dirinya tidak mau merugikan siapa pun juga. Karena sekarang ini banyak pasang mata yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dan menyebarluaskan informasi."Biar aku beri dia pelajaran, Ber," ujar Alva. Ia ingin membungkam mulut Jonathan yang asal berbicara dirinya tidak terima dengan semua yang diucapkan oleh Jonathan.Berlian bukan wanita seperti itu. Baginya Berlian adalah wanita berkelas, justru Jonathan lah yang rendah karena pemikiran yang tidak terbuka. Tangan Alva terus dipegangi oleh Berlian. Bahkan wanita itu berusaha mengajaknya pergi."Ji
"Jangan Sok tahu," ujar Jonathan pada Arnold. "Aku sebagai abangmu, pasti tahu semua apa yang kamu pikirkan, jangan gegabah. Lagi pula, kalau kamu percaya Berlian, sudah pasti tidak akan percaya dengan yang sedang terjadi." "Maksudnya, bagaikan?" tanya Jonathan.Arnold hanya mengangkat bahu, ia takut salah bicara. Ia akan mencari bukti le iu dahulu sebelum mengatakan jika Berlian wanita materialistis. Sejak awal mereka bertemu, kalau memang Belian menyukai uang, dia akan meminta lebih pada Arnold yang sudah menabrak anaknya. Akan tetapi, tidak dengan Berlian. Wanita item hanya meminta pengobatan sampai selesai karena dia tidak memiliki uang."Kenapa?" tanya Jonathan saat melihat Arnold bengong."Enggak apa-apa. Oh, ya tadi Papa minta kita pulang ke rumah lebih cepat. Mau ada tamu, Om Geri pulang dari London sama keluarganya."Wajah Jonathan terlihat tidak senang, ia teringat Melisa anak Om Geri yang terlalu agresip. Dirinya pun hanya menarik napas panjang. "Lihat nanti." Jonathan
"Saya, ingin memesan menu catering terbaik di sini. Ingin ada ayam serta sayuran yang bervariasi. Boleh saya mencoba menu yang dipilih itu?" tanya Bu Santi.Berlian memanggil beberapa pelayan untuk mengambilkan beberapa menu yang bu Santi pilih."Tunggu sebentar, Bu, sedang diambilkan menu-menu yang dipilih," jawab Berlian.Ia sangat gugup, ini adalah pesanan catering pertama kepadanya. Terlebih yang memesan adalah ibu dari Jonathan yang tak lain orang yang kini menguasai hati serta pikirannya."Saya ingin semua masakan disajikan fresh, tak ingin ada kesalahan ini untuk para klien dan karyawan perusahaan Rubia Angkasa," papar Bu Santi.Saat mereka berdua membicarakan pekerjaan terutama catering yang akan digunakan oleh perusahaan Pak Ferdinand, bu Santi berpikir bagaimana bisa Berlian cepat menjadi manajer. Hal yang begitu tiba-tiba.Bu Santi berpikir apa benar yang dikatakan oleh Jonathan jika Berlian itu ternyata hanya menginginkan kekayaan para pria kaya. Terlihat dari penampilanny
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi