Jonathan beristirahat di kamar bersama Berlian. ia cukup cemas dengan kondisi rumah tangga sang kakak. Jonathan pun sembari mengelus perut Berlian, mencoba mengajak bicara sang anak di perut. "Anak Papa, sehat di dalam ya. Kerja sama, sama mama biar selalu sehat.""Jo, apa benar semua itu? Wanita itu mantan Arnold?" tanya Berlian. "Iya, mantannya. Mereka tak berjodoh karena Arnold tak suka dengan beberapa sikap Rania yang sangat jauh dari kata plus.""Maksud kamu?" Jonathan mulai bercerita tentang Saat Arnold bersama dengan Rania. Rania dan sang kakak cukup lama bersama, tapi saat lulus sekolah Rania mulai berubah. Sering ke kelab malam dan berteman dengan lawan jenis yang sikapnya jauh dari kata baik. "Mereka lama pacaran?" "Lama, dari SMA.""Arnold tipe setia?" "Iya, Arnold tipe pria setia. Bahkan kalau Rania tak melakukan hal salah, sudah di pastikan dia yang menikah dengan Arnold bukan Rara."Berlian hanya manggut saja, sama halnya dengan sang suami. Jo juga tipe setia dan s
Pak Hardian menatap Alva dan Cantika bergantian, ia mencoba mencari jawaban dari perkataan sang istri. Apa benar yang di katakan oleh Bu Shafira atau hanya ucapan semata. "Al, benar yang di katakan mama kamu?"Alva bergeming, apa yang harus ia jelaskan. Semua benar, tapi kali ini entah apa kedua orang tuanya akan bisa menerima Cantika atau tidak. Ia hanya takut karena masalah ini, Cantika akan di benci kedua orang tuanya. Bu Shafira menunggu jawaban dengan tak sabar. Ia menghampiri Cantika dan mengguncangkan tubuhnya. "Jawab, kenapa anak saya kamu jadikan tumbal dari hasil orang lain? Apa kamu tidak tahu siapa ayah bayi kamu karena begitu banyak yang meniduri kamu?" "Cukup Tante! Apa pun yang akan aku katakan, apa Tante akan percaya?" Sorot mata Cantika sudah begitu kosong. Entah apa yang sedang ia pikirkan setelah itu. Berteriak di depan ibu mertuanya, Cantika merasa sangat tertekan. "Lancang kamu!" "Aku hanya korban, Tan. Aku mengatakan jika menjadi korban pelecehan pun kalian
Bu Shafira mengambil ponsel di nakas lalu berniat menghubungi sang anak, Berlian. Akan tetapi, ia pun menaruh kembali dan tak jadi menghubungi Berlian, ia melihat Alva ke luar dari kamar. Gegas ia menghampiri sang anak sebelum masuk kembali ke kamarnya. "Al, mama mau bicara." Bu Shafira meminta Alva tetap tinggal."Kalau mama bicara untuk membahas masalah tadi lebih baik tidak usah." Alva langsung to the point dengan sebuah masalah yang akan dibahas oleh ibunya. Sebab Ia paham watak ibunya yang selalu saja mengungkit masalah yang seharusnya sudah tutup dan sudah tak dibahas lagi.Bu Safira langsung memperlihatkan wajah tidak suka. iya yakin Alva sudah terpengaruh oleh Cantika hingga melawan dirinya. "Va, ini masalah besar loh. Dia sudah membohongi kita. Hamil dengan orang lain, terus menikah sama kamu.""Ma, tapi itu Alva yang mau. Kesepakatan bersama. Jadi, tolong Ma jangan buat Cantika stress. Dia sedang hamil anak Alva. Alva masuk dulu," ujarnya.Alva tak mau berdebat dengan sang
Esoknya di restoran Berlian sudah datang pagi-pagi, Bu Shafira juga sudah datang dan langsung menghampiri sang anak. Berlian sedang memakan buah semangka karena ia merasa mual di pagi hari ."Kamu sudah makan belum, kok sudah makan semangka?" tanya Bu Shafira."Ma, mana bisa makan nasi. Minum air putih saja aku mual. ini pagi-pagi nyari tukang kelapa," ujarnya. Di meja sudah ada kelapa bulat yang di beli oleh Jonathan, pesan semalam karena sengaja akan di ambil pagi. Jonathan sampai meminta nomor ponsel si tukang kelapa. Tidak main-main eforia Jonathan sebagai calon ayah dua anak. Bahkan, Berlian merasa sangat berlebihan si calon bapak anak dua itu, pikir sang istri. Berlian melihat wajah ibunya yang terlihat sangat masam. Ia pun gegas bertanya ada apa sebenarnya, lalu pesan masuk semalam pun baru ia buka."Ma, aku semalam tak buka ponsel. Kalau sudah malam rasanya pening kepalaku. Ada apa dengan Alva dan Cantika?" tanya Berlian. Bu Shafira mulai bercerita tentang kedua orang itu.
Rania kesal berulang kali menghubungi Arnold tapi pria itu mengabaikan dirinya. Namun, ia tidak kehabisan akal. Wanita yang penuh obsesi itu pun mencari Arnold ke kantornya. "Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Arnold."Aku hanya ingin meminta pertanggungjawaban kamu. Bagaimana jika aku hamil?" Kalimat itu yang selalu menjadi kunci saat Rania mengancam Arnold. Sebenarnya pria itu juga takut jika wanita itu hamil dan sudah pasti dirinya harus bertanggung jawab. Akan tetapi, dirinya pun bisa menolak untuk bertanggung jawab karena hal itu terjadi di luar kesadaran dirinya.Rania menatap tajam Arnold, kenapa susah sekali mendekati mantan kekasihnya itu. Sekali lagi ia mengingatkan Arnold, tapi pria yang sudah ia kenal lama itu begitu mencintai istrinya."Kalau kau hamil terserah, gugurkan saja. Lagi pula, mana mungkin aku bisa bersama kamu. Sampai kapan pun, aku tidak akan bertanggungjawab." "Apa kurangku dari dia? Aku lebih dulu mengenal kamu, bukan dia." "Iya, memang kamu lebih men
sesuai arahan ibu mertua, Rara pun akhirnya menemui Rania. Bu Santi dan nenek Lastri pun berada tidak jauh dari tempat Rara bertemu dengan Rania. Rara menggunakan kacamata untuk menutupi mata sebabnya. Rania dengan tidak malu muncul dengan senyum seolah-olah ia sedang memenangkan sebuah pertarungan. Rara ingin sekali menjebak rambut panjangnya dan melemparnya hingga ke lantai. Sayang, dia bukan wanita barbar yang mengamuk di ruang terbuka tapi dia butuh akal dan pikiran untuk membalas wanita culas seperti Rania."Akhirnya aku bisa melihat kamu, aku heran Apa yang membuat Arnold memilik kamu dulu," ujar Rania."Mungkin karena Arnold tahu aku bukan wanita seperti kamu jadi dia lebih memilih aku daripada kamu."Baru sepenggal kalimat dari Rara saja Rania mulai gusar dan panas. harusnya ia yang membuat Rara mati kutu tapi nyatanya terbalik. Hanya sedikit ucapan dari Rara sudah membuat mantan kekasih suaminya itu kepanasan."Tapi sebentar lagi aku akan hamil anak Arnold dan dia harus bert
"Kalian mau menginap beberapa hari atau tinggal di sini?" tanya Tante Reni. Wanita itu menatap tajam beberapa barang yang di bawa oleh Cantika juga Alva. Sebab Tuan Rafa tak ada cerita padanya jika anak satu-satunya akan datang membawa banyak barang. Sebenarnya sudah ia duga jika sang Tante akan bertanya banyak hal. Akan tetapi, ia malas menjawabnya dan memiliki masuk tanpa menjawab. "Heh, kamu itu di tanya bukan jawab sih.""Tan, ini rumah siapa sih?""Papa kamu.""Papa aku kan, mau nginep apa tinggal di sini hak aku. Apa mau aku bilang sama Papa kalau Tante mengusir aku?" Cantika menatap tajam sang Tante. "Sudah, ayo masuk kamar saja. Tan, maklum ibu hamil, sensitif," ujar Alva.Alva pun langsung membawa istrinya masuk ke dalam kamar. Sementara, di luar tante Reni menggerutu sendiri karena Cantika yang membuat dirinya sakit kepala. Vera muncul dari ambang pintu menghampiri sang ibu. Ia tak segan bertanya sedang memikirkan apa ibunya sampai terlihat keriput di wajahnya."Itu, se
Vera kembali muntah-muntah, Cantika kembali memergokilnya saat di kamar mandi. Dia curiga sejak lama, lalu mengikuti Vera saat ke dapur.Vera mengambil air hangat lalu meminumnya, Ia hampir kembali ini memuntahkan isi dalam perutnya, tapi Vera menahan dengan memakan permen. "Benarkah kamu sedang hamil, Katakan padaku Vera!" pinta Cantika. Vera merasa gugup saat dia tahu ada Cantika di dapur. Ia bangkit dan menatap Cantika yang sudah menghampirinya. Ia mencoba mencari alasan agar Cantika tak banyak bicara. "Untuk apa kamu ingin tahu semua urusan aku. Lagi pula jangan kamu samakan aku dengan kamu." "Jangan mengelak, ini kan obat mual untuk ibu hamil dan vitamin juga." Cantika menarik obat yang di pegang Vera. Benar dugaannya Vera memang sedang hamil dan obat itu adalah obat mual untuk ibu hamil yang memang dirinya minum juga.Keributan itu terdengar sampai tante Reni pun muncul. Wanita itu pun menghampiri keduanya, juga Tuan Rafa. Vera semakin panik karena sejak beberapa hari Reymon