Bu Shafira mengambil ponsel di nakas lalu berniat menghubungi sang anak, Berlian. Akan tetapi, ia pun menaruh kembali dan tak jadi menghubungi Berlian, ia melihat Alva ke luar dari kamar. Gegas ia menghampiri sang anak sebelum masuk kembali ke kamarnya. "Al, mama mau bicara." Bu Shafira meminta Alva tetap tinggal."Kalau mama bicara untuk membahas masalah tadi lebih baik tidak usah." Alva langsung to the point dengan sebuah masalah yang akan dibahas oleh ibunya. Sebab Ia paham watak ibunya yang selalu saja mengungkit masalah yang seharusnya sudah tutup dan sudah tak dibahas lagi.Bu Safira langsung memperlihatkan wajah tidak suka. iya yakin Alva sudah terpengaruh oleh Cantika hingga melawan dirinya. "Va, ini masalah besar loh. Dia sudah membohongi kita. Hamil dengan orang lain, terus menikah sama kamu.""Ma, tapi itu Alva yang mau. Kesepakatan bersama. Jadi, tolong Ma jangan buat Cantika stress. Dia sedang hamil anak Alva. Alva masuk dulu," ujarnya.Alva tak mau berdebat dengan sang
Esoknya di restoran Berlian sudah datang pagi-pagi, Bu Shafira juga sudah datang dan langsung menghampiri sang anak. Berlian sedang memakan buah semangka karena ia merasa mual di pagi hari ."Kamu sudah makan belum, kok sudah makan semangka?" tanya Bu Shafira."Ma, mana bisa makan nasi. Minum air putih saja aku mual. ini pagi-pagi nyari tukang kelapa," ujarnya. Di meja sudah ada kelapa bulat yang di beli oleh Jonathan, pesan semalam karena sengaja akan di ambil pagi. Jonathan sampai meminta nomor ponsel si tukang kelapa. Tidak main-main eforia Jonathan sebagai calon ayah dua anak. Bahkan, Berlian merasa sangat berlebihan si calon bapak anak dua itu, pikir sang istri. Berlian melihat wajah ibunya yang terlihat sangat masam. Ia pun gegas bertanya ada apa sebenarnya, lalu pesan masuk semalam pun baru ia buka."Ma, aku semalam tak buka ponsel. Kalau sudah malam rasanya pening kepalaku. Ada apa dengan Alva dan Cantika?" tanya Berlian. Bu Shafira mulai bercerita tentang kedua orang itu.
Rania kesal berulang kali menghubungi Arnold tapi pria itu mengabaikan dirinya. Namun, ia tidak kehabisan akal. Wanita yang penuh obsesi itu pun mencari Arnold ke kantornya. "Untuk apa kau datang ke sini?" tanya Arnold."Aku hanya ingin meminta pertanggungjawaban kamu. Bagaimana jika aku hamil?" Kalimat itu yang selalu menjadi kunci saat Rania mengancam Arnold. Sebenarnya pria itu juga takut jika wanita itu hamil dan sudah pasti dirinya harus bertanggung jawab. Akan tetapi, dirinya pun bisa menolak untuk bertanggung jawab karena hal itu terjadi di luar kesadaran dirinya.Rania menatap tajam Arnold, kenapa susah sekali mendekati mantan kekasihnya itu. Sekali lagi ia mengingatkan Arnold, tapi pria yang sudah ia kenal lama itu begitu mencintai istrinya."Kalau kau hamil terserah, gugurkan saja. Lagi pula, mana mungkin aku bisa bersama kamu. Sampai kapan pun, aku tidak akan bertanggungjawab." "Apa kurangku dari dia? Aku lebih dulu mengenal kamu, bukan dia." "Iya, memang kamu lebih men
sesuai arahan ibu mertua, Rara pun akhirnya menemui Rania. Bu Santi dan nenek Lastri pun berada tidak jauh dari tempat Rara bertemu dengan Rania. Rara menggunakan kacamata untuk menutupi mata sebabnya. Rania dengan tidak malu muncul dengan senyum seolah-olah ia sedang memenangkan sebuah pertarungan. Rara ingin sekali menjebak rambut panjangnya dan melemparnya hingga ke lantai. Sayang, dia bukan wanita barbar yang mengamuk di ruang terbuka tapi dia butuh akal dan pikiran untuk membalas wanita culas seperti Rania."Akhirnya aku bisa melihat kamu, aku heran Apa yang membuat Arnold memilik kamu dulu," ujar Rania."Mungkin karena Arnold tahu aku bukan wanita seperti kamu jadi dia lebih memilih aku daripada kamu."Baru sepenggal kalimat dari Rara saja Rania mulai gusar dan panas. harusnya ia yang membuat Rara mati kutu tapi nyatanya terbalik. Hanya sedikit ucapan dari Rara sudah membuat mantan kekasih suaminya itu kepanasan."Tapi sebentar lagi aku akan hamil anak Arnold dan dia harus bert
"Kalian mau menginap beberapa hari atau tinggal di sini?" tanya Tante Reni. Wanita itu menatap tajam beberapa barang yang di bawa oleh Cantika juga Alva. Sebab Tuan Rafa tak ada cerita padanya jika anak satu-satunya akan datang membawa banyak barang. Sebenarnya sudah ia duga jika sang Tante akan bertanya banyak hal. Akan tetapi, ia malas menjawabnya dan memiliki masuk tanpa menjawab. "Heh, kamu itu di tanya bukan jawab sih.""Tan, ini rumah siapa sih?""Papa kamu.""Papa aku kan, mau nginep apa tinggal di sini hak aku. Apa mau aku bilang sama Papa kalau Tante mengusir aku?" Cantika menatap tajam sang Tante. "Sudah, ayo masuk kamar saja. Tan, maklum ibu hamil, sensitif," ujar Alva.Alva pun langsung membawa istrinya masuk ke dalam kamar. Sementara, di luar tante Reni menggerutu sendiri karena Cantika yang membuat dirinya sakit kepala. Vera muncul dari ambang pintu menghampiri sang ibu. Ia tak segan bertanya sedang memikirkan apa ibunya sampai terlihat keriput di wajahnya."Itu, se
Vera kembali muntah-muntah, Cantika kembali memergokilnya saat di kamar mandi. Dia curiga sejak lama, lalu mengikuti Vera saat ke dapur.Vera mengambil air hangat lalu meminumnya, Ia hampir kembali ini memuntahkan isi dalam perutnya, tapi Vera menahan dengan memakan permen. "Benarkah kamu sedang hamil, Katakan padaku Vera!" pinta Cantika. Vera merasa gugup saat dia tahu ada Cantika di dapur. Ia bangkit dan menatap Cantika yang sudah menghampirinya. Ia mencoba mencari alasan agar Cantika tak banyak bicara. "Untuk apa kamu ingin tahu semua urusan aku. Lagi pula jangan kamu samakan aku dengan kamu." "Jangan mengelak, ini kan obat mual untuk ibu hamil dan vitamin juga." Cantika menarik obat yang di pegang Vera. Benar dugaannya Vera memang sedang hamil dan obat itu adalah obat mual untuk ibu hamil yang memang dirinya minum juga.Keributan itu terdengar sampai tante Reni pun muncul. Wanita itu pun menghampiri keduanya, juga Tuan Rafa. Vera semakin panik karena sejak beberapa hari Reymon
Dirinya benar-benar terkejut ternyata anak kesayangannya bisa hamil diluar nikah bagaimana bisa dulu dirinya begitu sangat menghina Cantika Karena wanita itu hamil di luar nikah bahkan dirinya menganggap sang keponakan itu benar-benar sebagai wanita hina karena menurutnya ia sudah berhasil mendidik sang anak juga dia tidak menyangka. Tak bisa menerima hal itu, Tante Reni pun pingsan. Melihat ibunya yang sudah tidak sadarkan diri membuat Vera begitu panik. Ia pun masih diliputi rasa takut karena ia yakin ibunya pasti akan sangat marah besar kepada dirinya apalagi dirinya selalu berkata dengan begitu sombong jika ia adalah wanita baik-baik dan menganggap jika Cantika adalah wanita yang begitu buruk karena pernah hamil di luar nikah, apakah sekarang ia menuai karma yang dahulu sering dikatakan kepada Cantika akhirnya benar-benar merasa begitu takut. "Om, Om tolong!" Vera tidak kuat mengangkat tubuh ibunya, dirinya berteriak dengan begitu histeris meminta bantuan Tuan Rafa untuk segera
Tuan Rafa pun sama pusingnya dengan sang adik, dirinya mencoba bercermin dari pengalamannya yang dulu tentang Cantika dirinya ingin bicara kepada Vera pelan-pelan siapa tahu dengan bicara kepada dirinya wanita itu akan mengatakan siapa orangnya dan mungkin saja akan mau bertanggung jawab."Vera, coba katakan siapa orang yang sudah menghamilimu?" tanya Tuan Rafa. Dirinya memang benar-benar penasaran bagaimana bisa hal yang pernah menimpa anaknya kini menimpa juga keponakannya.Namun, dirinya juga merasa bersyukur karena Cantika lebih beruntung dari Vera dan mendapat Alva sebagai suaminya walau pria yang menghamilinya tak bertanggungjawab.Walaupun yang kini berada di hadapannya adalah Tuan Rafa, tetapi tetap saja tidak membuat Vera mau mengatakan yang sebenarnya tentang siapa yang sudah menghamilinya itu juga masih takut karena Raymond pun mengancam akan meninggalkannya jika berani datang ke rumah dan mengatakan kepada orang tuanya jika sekarang dia tengah hamil anak dari lelaki itu di