Tuan Rafa pun sama pusingnya dengan sang adik, dirinya mencoba bercermin dari pengalamannya yang dulu tentang Cantika dirinya ingin bicara kepada Vera pelan-pelan siapa tahu dengan bicara kepada dirinya wanita itu akan mengatakan siapa orangnya dan mungkin saja akan mau bertanggung jawab."Vera, coba katakan siapa orang yang sudah menghamilimu?" tanya Tuan Rafa. Dirinya memang benar-benar penasaran bagaimana bisa hal yang pernah menimpa anaknya kini menimpa juga keponakannya.Namun, dirinya juga merasa bersyukur karena Cantika lebih beruntung dari Vera dan mendapat Alva sebagai suaminya walau pria yang menghamilinya tak bertanggungjawab.Walaupun yang kini berada di hadapannya adalah Tuan Rafa, tetapi tetap saja tidak membuat Vera mau mengatakan yang sebenarnya tentang siapa yang sudah menghamilinya itu juga masih takut karena Raymond pun mengancam akan meninggalkannya jika berani datang ke rumah dan mengatakan kepada orang tuanya jika sekarang dia tengah hamil anak dari lelaki itu di
Cantika terus memperhatikan Vera yang begitu cemas dengan berulang kali mencoba menghubungi seseorang dari ponselnya. Ia yakin sekarang sepupunya itu sedang mencoba menghubungi Reymond sama seperti dirinya dulu sebelum putus hubungan dengan pria brengsek itu. Sebenarnya ia merasa iba pada sepupunya itu, akan tetapi dirinya tidak mau ikut campur kembali dengan urusan pria bernama Raymond. Cantika menghampiri Vera dan berniat untuk menguatkan. "kamu mau mentertawakan aku kan?" Cantika bingung kenapa Vera menuduhnya seperti itu. padahal dia datang dengan niat baik dan menguatkan, tapi malah Vera menuduhnya dengan hal lain."Kamu puas kan, ini kan yang kamu mau, Cantika. Semua orang termasuk mama aku tahu tentang kehamilan ini. lalu, kamu kamu menertawakan aku karena ayah bayi ini menghilang, iyakan?""Aku enggak sepeti itu, kamu saja yang terlalu berpikiran jelek. Padahal aku mau mengatakan jika aku peduli sama kamu. Reymond itu bukan pria baik-baik, lebih baik kamu jangan meminta dia
Vera akhirnya mencoba mencari Reymond, dirinya sudah mencoba untuk menghubungi lelaki itu berulang kali, tetapi tetap saja tidak ada jawaban bahkan pesan-pesan yang dia kirimkan pun tidak dibuka oleh Reymond dirinya benar-benar merasa takut."Aku akan langsung mencoba untuk mendatanginya saja lah," ungkap Vera. Dirinya sudah menemukan alamat lelaki itu dan ia berniat untuk mendatanginya langsung.Vera semalam di minta pulang karena bagaimanapun juga sekarang dirinya Tengah berbadan dua, maka dari itu dia juga harus bisa menjaga kesehatannya dan yang menjaga di rumah sakit adalah tuan Rafa sebagai kakaknya.Setelah bersiap dirinya langsung saja mengambil tas dan keluar dari kamar ia ingin langsung mendatangi lelaki itu untuk meminta pertanggungjawaban karena dirinya sudah benar-benar sangat takut jika sampai dibiarkan terus-terusan Reymond tidak akan mau bertanggung jawab tentang anak yang tengah dirinya kandung itu.Dirinya tidak bisa meminta bantuan kepada siapapun juga karena jika d
"Alva ada menghubungi kamu tidak Lian?" tanya Bu Shafira.Lian yang sedang membawa mangkuk di piring duduk lalu menghampiri ibunya. "Alva tidak ada menelepon, memang kenapa?" tanyanya."Alva sepertinya marah sama Mama, dia dan Cantika sementara waktu pindah ke rumah ayahnya Cantika itu pun tanpa berdiskusi dengan Mama."Bu Safira mendesah pelan, sudah 3 hari Alva tidak menghubunginya. Dia pun gengsi untuk tidak menghubungi sang anak karena takut malah dia merasa di butuhkan. "Memang kenapa dia tidak mengabari mama, apa di masih marah masalah kemarin?" "Bisa jadi, Mama hanya mau yang terbaik buat dia. Kenapa malah dia seperti itu. Salah kalau Mama marah dengan kebohongan istrinya?" "Ma, Cantika tidak berbohong. Bukanya dia mengatakan jika akan membatalkan dan Alva tidak mau. Lagi pula, Alva sudah tahu sejak awal, hanya saya mereka berdua yang tahu. Ma, sudahlah. Rumah tangga mereka sedang baik-baik saja."Bu Shafira menatap Berlian, kali ini sang anak membela Alva. Ia kembali berpik
Permasalahan rumah tangga yang semakin pelik saja membuat Arnold benar-benar tidak bisa berpikir, apalagi melihat keadaan sang istri yang terlihat begitu saat melihatnya benar-benar membuat dia setengah frustasi untuk menghadapi permasalahan ini. Tadi ayahnya menelpon meminta ia agar segera datang ke ruangan dari Pak Ferdinand.Biasanya permasalahan rumah tangganya itu tidak pernah sampai di telinga ayahnya karena ia bisa menghandle, tetapi permasalahan ini mengenai Rania sudah tidak bisa lagi ditutup-tutupi.Arnold melangkah menuju ruangan ayahnya itu dengan wajah yang benar-benar tidak terurus serta kantong mata yang menghitam pertanda jika dirinya sudah beberapa hari ini tidak bisa tertidur dan lelap.Pak Ferdinand menatap Sang putra yang baru saja duduk di seberang dirinya, wajah putranya itu benar-benar terlihat begitu banyak beban yang tengah dirinya pikirkan. Apalagi sang istri sudah memberitahu tentang masalah yang pernah menggelayuti putrinya yaitu anaknya terlibat sebuah ska
Jonathan menunggu Berlian di rumah, ia cemas dengan kondisi sang istri yang bisa saja down jika terlalu banyak aktivitas. Jonathan pun langsung menghampiri saat Berlian masuk di antar sang ibu. "Kenapa baru pulang?" tanya Jonathatha."Iya, tadi mampir ke toko kosmetik sebentar," jawab Berlian. Bu Shafira yang tadi tidak bersama Berlian masuk, kini muncul di ambang pintu. Ia sengaja pamit pada Jonatan dan Berlian karena ada banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan. "Enggak besok saja Ma, aku antar pagi-pagi," tawar Jonathan."Beberapa data ada di file, kebetulan enggak pernah bawa. Mama pamit ya, Jo.""Iya, Ma. Aku terima kasih sudah dianter dan ditemani Berlian."Jonathan berterima kasih sama Bu Sahfira, lalu mertuanya pun pamit. Berlian pamit mandi dulu karena ia tak betah dengan aroma keringat yang sejak tadi membanjiri tubuhnya. Sementara, Jonathatha duduk menunggu sang istri sembari memeriksa beberapa berkas yang tidak selesai di kerjakannya. Beberapa waktu, ia pun sempat berbi
Bu Safira menelpon Alva, ada beberapa hari ini sang anak tidak mengabarinya entah sibuk atau memang Alva sengaja menghindari ibunya. Merasa tidak enak Bu Safira mencoba menghubungi sang anak.Namun beberapa lama Alva tidak mengangkat panggilan masuk darinya. Di kepalanya banyak pemikiran tentang sang anak, apa Alva marah padanya atau memang sedang sibuk."Ada apa Ma?" tanya Alva dari sebrang telepon sana."Al, kamu baik-baik saja?" "Mama hanya bertanya tentang aku saja?" Bu Shafira membisu, ia paham yang di maksud oleh sang anak adalah bagaimana dengan kondisi Cantika. Kenapa ia tak bertanya padahal istrinya sedang hamil. Bu Shafira tak kuat berlama-lama berjauhan atau tidak mendengar kabar Alva, tapi dirinya tak mau memaafkan Cantika yang sudah jelas seperti memanfaatkan sang anak. "Ma, kok diam?" "Oh, iya. Bagaimana dengan Cantika? Kandungannya baik-baik saja kan?" Walau Alva tahu sang ibu Sepertinya terpaksa bertanya tentang Cantika, tapi setidaknya ibunya mau peduli dengan is
Vera berada di IGD, Tuan Rafa juga Tante Reni pun gegas menuju rumah sakit saat ada yang menghubungi mereka. Sementara, Alva dan Cantika juga sedang menuju rumah sakit.Beberapa waktu lalu ada telepon masuk dan mengabarkan jika Vera berada di rumah sakit karena mengalami pendarahan hebat. Tante Reni gegas menuju IGD saat sampai lalu bertanya apa yang terjadi dengan anaknya. "Pasien sedang di tangani dokter. Ibu tunggu saja, sebentar lagi dokter ke luar dan akan menjelaskan." Salah satu suster menjelaskan pada tante Rani.Benar, tidak lama dokter keluar dari ruangan. Tuan Rafa bergegas menghampiri dokter itu. Lalu bertanya bagaimana keadaan keponakannya. Cantika dan apapun baru datang dan langsung menghampiri sang ayah. Dengar kabar Vera berada di rumah sakit, Cantika langsung mengajak Alva ke sana."Dok, gimana kondisi keponakan saya?""Pendarahannya cukup hebat, kebanyakan anda mengalami keguguran." Cantika teringat saat dia juga pernah merasakan hal yang dirasakan Vera. Keguguran