Home / Rumah Tangga / Bukan Surga Impian / 3 : Dua Perempuan Munafik

Share

3 : Dua Perempuan Munafik

Author: Authorfii
last update Last Updated: 2024-11-04 17:31:22

Udara sejuk yang dihasilkan oleh air conditioner (AC) di dalam kamar seorang gadis, semakin membuat si gadis yang terlelap dalam tidurnya itu bergulung dalam selimut tebal. Entah dia terlalu kecil mengatur suhu, hingga membuatnya kedinginan. Atau karena suhu badannya yang sekarang cukup hangat.

Tapi satu hal yang pasti, gadis itu enggan turun dari kasur dan memilih untuk terus memejamkan matanya. Sampai sebuah suara ketukan pintu tak sabaran, yang diiringi dengan suara seseorang memanggilnya dengan intens-gadis itu baru menggeliat.

"Jenna! Bangun! Kamu harus shalat shubuh dulu." Seseorang, dari luar kamarnya—mengetuk pintu berulang kali. Hingga menyebabkan kedamaian tidur seorang gadis yang tak lain adalah Jenna itu, terganggu.

"Jenna! Bangun! Tidak ada alasan lagi untuk hari ini tidak shalat shubuh," kata orang itu lagi. Kali ini, suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya.

Mendengar teriakan menjengkelkan, pun suara ketukan pintu yang diketuk tidak sabaran—Jenna pun berdecak. Tangannya bergerak membuka selimut tebal yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, lalu disusul dengan membuka kelopak mata yang masih terasa berat.

"Akan ada drama apalagi hari ini?" Meski dengan ogah-ogahan, tapi Jenna tetap memaksakan diri untuk mengambil posisi duduk.

"Jenna! Kalau tidak bangun, Ayah akan dobrak pintunya." Lagi, suara itu mengganggu gendang telinganya.

"Iya, iya. Aku udah bangun, Ayah!" teriak Jenna dari dalam kamar. Bibirnya tak henti menggerutu, ketika suara sang ayah tak kunjung menghilang.

"Langsung shalat shubuh! Udah gitu kamu turun ke bawah, bantuin mama masak." Jenna mencibir perkataan dari orang tuanya itu. Selama hampir 8 tahun hidup bersama dengan dua benalu, Jenna tak sama sekali ingin berbaur dengan dua benalu itu. Ayahnya saja yang terlalu berusaha untuk mendekatkan mereka semua, padahal Jenna sama sekali tidak ingin hidup bersama dengan dua benalu itu.

Begitu suara sang ayah sudah tak terdengar, itu tandanya sang ayah sudah turun lagi ke lantai bawah. Jenna, gadis berusia 25 tahun itu melirik sosok wanita cantik—yang terpampang seperti nyata di figura foto. Foto wanita cantik dengan hijab itu adalah foto mendiang sang bunda, yang sudah lebih dulu pergi sejak 8 tahun yang lalu.

"Udah 8 tahun aja ya, Bun? Tapi di 8 tahun itu, aku sama sekali nggak pernah menemukan diriku yang dulu." Enggan membohongi fakta di depan foto sang ibunda, Jenna menahan sesak di dalam hatinya.

Sekelebat ingatan tentang masa lalu yang menjadi titik awal dirinya yang sekarang, membuat Jenna mengepalkan kedua tangannya yang menggantung di sisi tubuh.

"Aku nggak sangka, kalau Ayah bisa setega itu sama Bunda. Dan lucunya, Ayah bilang melakukan kesalahan itu karena cinta? Apa itu cinta? Apa cinta memang membuat seseorang melakukan kesalahan besar di hidupnya?” Jenna meremas dadanya, selama 8 tahun berlalu—luka itu sama sekali tidak sembuh. Bayangan demi bayangan kesakitan sang ibunda sejak insiden perselingkuhan itu, terus saja terbayang di pikiran Jenna.

“Semua terjadi karena benalu itu,” ucap Jenna saat teringat wajah ibu tirinya yang selama 8 tahun ini hidup bersamanya

***

Mengabaikan dua tatapan intimidasi dari dua orang perempuan yang dibenci, seorang gadis terus berjalan menuruni undakan anak tangga dengan bersiul ceria. Suasana hatinya hari ini cukup membaik, karena pagi ini dia akan menghadiri acara seminar kepenulisan di salah satu SMA terkenal di Jakarta. Apa pun hal tentang buku, selalu cukup membangkitkan mood di hatinya. Meskipun saat tadi shubuh, suasana hatinya cukup kelam karena teringat masa lalu.

“Bangun tidur kesiangan, tidak shalat shubuh, tidak membantu memasak juga. Mau jadi perempuan seperti apa kamu, Jenna?” Perkataan yang terkesan menyudutkan itu sama sekali tidak gadis itu gubris. Justru, dia malah menarik kursi untuk ikut sarapan bersama dengan tiga orang yang sudah lebih dulu duduk di sana.

“Jangan sok tau kalau memang nggak tau kenyataannya, Tante. Aku bangun pagi dan shalat shubuh kok, cuma nggak bantu Tante masak aja. Rasanya, tanganku enggan memasak bersama pelakor. Upsss!" Jenna, gadis itu menutup mulutnya. Yang seolah lancang menyebut ibu tirinya itu pelakor.

“Maaf ya Tante, bibir aku sukanya ceplas ceplos,” imbuh Jenna.

"Jenna! Jaga bicara kamu sama Mama Dania," tegur sang ayah yang memperhatikan bagaimana Jenna memperlakukan istrinya dengan buruk.

"Loh, aku bicara fakta Ayah. Tante Dania kan emang pelakor." Jenna tidak takut meskipun tatapan Dania dan Kiara, sudah menghunus tajam padanya.

"Kak Jenna! Kak Jenna itu kenapa sih suka banget sebut Mama dengan sebutan pelakor? Aku tau, dulu Mama dan Ayah memang salah. Tapi itu udah masa lalu, Kak. Masa lalu itu sudah seharusnya dilupakan, nggak usah diungkit lagi." Kiara—puteri kedua sang ayah dengan Dania ikut menyahuti. Rasanya geram, saat setiap hari—Jenna memperlakukan sang Mama seperti itu.

Melihat respon Kiara yang sok bijak, Jenna mengangguk-anggukkan kepalanya. Adik satu darahnya itu benar-benar ingin membuat namanya kian buruk, dan dia naik menjadi puteri kesayangan ayah ya? Ah, memikirkan itu—Jenna jadi ingat lagi masa lalu. Memang ya, bibit perebutnya pasti turun temurun.

"Nggak usah sok bijak deh lo, Kiara! Lo hadir juga karena kesalahan mereka, 'kan?" Pertanyaan telak, Jenna layangkan pada adiknya itu. Tentu saja, kalimat yang Jenna lontarkan barusan—mengundang amarah bagi sang ayah. Meskipun pada kenyataannya benar, pria paruh baya itu tetap tidak menyukai sikap Jenna yang selalu mengungkit masa lalu.

"Jenna! Ayah diam bukan berarti Ayah membiarkan kamu terus semena-mena pada Mama Dania dan adik kamu. Ayah diam hanya ingin tau, sampai di mana kamu menjelek-jelekkan mereka berdua lalu tersadar. Tapi ternyata, kamu masih menyimpan masa lalu itu sampai sekarang? Ayah kan sudah bilang, maafkan kesalahan Ayah di masa lalu. Ayah juga sudah minta maaf sama almarhumah bunda kamu. Lalu sekarang, kenapa setiap hari selalu saja mengungkit hal itu?" Farid—ayah Jenna menggeleng tak percaya pada puteri sulungnya. 8 tahun berlalu, seharusnya masa lalu pahit itu habis dimakan oleh waktu. Lalu kenapa Jenna tidak benar-benar melupakannya dan malah menyimpan rasa dendam?

"Ayah kira, menjadi seorang penulis—kamu bisa bijak untuk hidup kamu. Jika begini, untuk apa kamu menjadi seorang penulis yang menjadi inspirasi orang, tapi kamu sendiri bersikap seperti ini?!" Dada Jenna naik turun, begitu mendengar ucapan demi ucapan sang ayah yang terlontar. Hatinya kian sesak, saat sang ayah membawa nama profesi yang selama ini Jenna puja.

Bagi Jenna, menulis adalah hidupnya. Tanpa menulis, dia bisa mati. Menulis bukan hanya membuat suatu karya lalu terkenal begitu saja. Tapi melalui menulis itu, banyak hormon-hormon kortisol yang ikut keluar bersama luka-luka di hatinya. Selama 8 tahun ini, mendalami profesi yang masih banyak dipandang sebelah mata itu-membuat Jenna keluar dari keterpurukan yang disebabkan oleh sang ayah. Dan sekarang, saat sang ayah membawa nama profesinya atas sikap Jenna pada ibu tiri dan adiknya—Jenna tidak bisa tinggal diam.

“Ayah pikir masa lalu itu akan hilang begitu aja, iya? Ayah pikir perbuatan Ayah nggak akan berdampak sama kehidupan aku? Ayah lihat aku sekarang!” Jenna berdiri, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh.

“Aku yang sekarang adalah hasil dari perbuatan Ayah di masa lalu. Ayah yang udah membentuk kepribadian lain di hidupku. Lalu sekarang Ayah masih bisa menyalahkan aku atas perbuatan Ayah di masa lalu? No, I don't accept it.” Jenna menggeleng tak percaya dengan sang ayah yang tidak berhenti melukai hatinya.

Sekarang, gadis dengan rambut berwarna coklat mahoni itu menghembuskan nafas kasar. Matanya sudah tidak kuat untuk menahan air mata yang akan merebak. Air mata itu, sialnya terus mendesak turun untuk membasahi pipinya. Jenna benci keadaan seperti ini sebenarnya, terlihat lemah di hadapan dua benalu yang merusak kehidupan damainya. Tapi saat luka bertubi itu didapatkan dari sang ayah yang selalu dia percaya, Jenna tidak bisa untuk tidak menangis.

“Aku yakin banget, dua perempuan iblis itu sedang menertawakan nasibku sekarang ini.” Ucapan Jenna yang diiringi tawa memilukan membuat Farid menoleh. Sekilas, dirinya memang melihat ada senyuman di bibir sang istri-Dania. Tapi itu semua tidak mungkin terjadi. Dania juga menyayangi Jenna, sama halnya dengan Kiara.

“Kak Jenna, Kakak nggak boleh ngomong gitu. Aku sama Mama sayang sama Kak Jenna, mana mungkin kami bahagia lihat Kak Jenna kacau? Justru aku menyarankan, gimana kalau Kakak aku antar untuk ketemu dokter jiwa? Siapa tau, jiwa Kakak memang diambang kewarasan.” Jenna tau, perkataan adiknya itu tidak lebih dari perkataan yang meledek dirinya.

“Gimana kalau gue aja yang anter kalian berdua ke RSJ? Terutama Tante Dania. Tante Dania kan udah gila, soalnya hancurin rumah tangga sahabatnya sendiri.” Untuk selanjutnya, tawa Jenna meledak begitu saja. Meski tak urung, hatinya masih sakit luar biasa. Jenna hanya ingin, Dania dan Kiara tidak memandangnya dengan gadis lemah begitu saja.

Dan perihal ucapan Jenna yang mengatakan jika Dania menghancurkan rumah tangga sahabat, itu memang benar. Bunda Salsa dan Dania adalah sepasang sahabat, mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku putih abu. Namun ya, namanya pelakor. Suami sahabatnya pun dengan lancang dicintai.

Lihat saja sekarang, Dania memandang Jenna dengan amarah yang meletup di dada. Sedikit banyaknya dia tersinggung dengan ucapan Jenna.

“Ah, lama-lama di sini hawanya jadi panas. Rumah ini yang tadinya adem, kerasa panas banget.” Jenna pura-pura menyeka keringat di dahinya. “oh iya lupa, kan ada dua iblis di rumah ini.”

“Ayah, tolong dijaga dua iblis itu ya! Aku khawatir mereka keliaran keluar rumah, terus ngerusak rumah tangga orang lain lagi nanti.” Kalimat terakhir, Jenna ucapkan sembari mengerlingkan mata pada Dania dan Kiara. Setelahnya, gadis itu berlalu pergi usai membuat dua perempuan itu menahan amarah di meja makan.

"Bunda, maafin Jenna kalau Jenna sekarang jadi kayak gini. Banyak hal yang berubah setelah kejadian itu."

Related chapters

  • Bukan Surga Impian    4 : Tawaran Kedua

    Cakrawala di siang itu begitu sangat memancar. Sang surya yang bersinar, seolah berada tepat di atas kepala. Tapi hawa panas yang dirasa oleh seorang gadis, bukan saja berasal dari sinar sang surya. Melainkan juga dari sebuah postingan akun Instagram milik adik satu darahnya—Kiara Arsyila, yang memperlihatkan tiga orang termasuk Kiara sendiri—seolah seperti keluarga bahagia tanpa kehadiran dirinya. Tiga orang itu nampak sedang makan bersama, ada senyum dan canda tawa yang diperlihatkan di foto itu. Jelas saja, foto itu pasti diambil setelah kepergiannya beberapa jam yang lalu. “Sial, dia pikir orang-orang bakal lebih simpati sama dia? Orang-orang nggak tau aja kalau dia itu anak dari pelakor." Gadis yang tidak lain adalah Jenna tersebut mengumpat. Udara yang saat ini terasa panas, lebih membakar lagi saat ia tak sengaja melihat postingan Kiara.“Tenang, tarik nafas.” Jenna memejamkan mata, ia sadar jika gejolak amarahnya bisa saja menimbulkan gangguan kecemasannya kambuh begitu saja.

    Last Updated : 2024-11-04
  • Bukan Surga Impian    5 : Permintaan Orang Sekarat

    "Meskipun orang yang meminta ini sedang sekarat sekali pun, Jenna?" Sepasang manik mata Jenna, bahkan tak berkedip saat kalimat itu terlontar dari bibir dokter Cahaya—psikiaternya. Gadis itu tertegun, terkejut bukan main dengan perkataan dokter Cahaya yang seolah mempermainkan takdir kehidupan. Alih-alih menjawab pertanyaan tersebut, Jenna justru terdiam sembari mencerna semuanya. Bagi Jenna, permintaan konyol itu bukan hanya mendadak. Tapi juga mengusik kembali luka lama yang telah dia usahakan untuk lupa.Seharusnya di sini, Dokter Cahaya tau hal itu, kan? Dia yang berperan sebagai seorang Psikiater untuk Jenna. Dia juga yang telah menyembuhkan luka hati tersebut. Lantas kenapa sekarang dia juga yang membuka kembali luka lama itu?Terlebih, alasan Dokter Cahaya yang membawa-bawa kalimat 'sekarat', membuat Jenna benar-benar tidak suka. Seseorang tidak boleh mempermainkan takdir semacam itu hanya untuk mencapai keinginannya."A-apa maksud, Dokter? Sekali pun Dokter inginkan hal itu,

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bukan Surga Impian    6 : Taubatnya Sang Pendosa

    Cakrawala di malam ini nampak tak begitu terang seperti hari malam biasanya. Rembulan yang kala ini berbentuk sabit pun bahkan kesepian—tanpa ada teman yang menemani. Benda-benda kecil yang biasa bertaburan di atas langit, kini tak nampak sama sekali. Keadaan malam yang suram, sama suramnya seperti keadaan hati seorang gadis dengan piyama teddy bear. Entah sudah ke berapa kalinya gadis itu mendesah kasar, sedangkan jemarinya masih menyentuh keyboard laptop tanpa menari di sana. Biasanya, malam hari seperti ini—ia mendapatkan banyak inspirasi untuk bahan lanjutan kisah-kisah yang dia rangkai menjadi sebuah tulisan. Tapi karena malam ini, inspirasi tersebut entah menguap ke mana. Padahal, sudah banyak pesan cinta yang dia dapatkan dari penggemar setia yang menunggu kelanjutan kisah tersebut.“Mungkin aku terlalu kepikiran tentang Dokter Cahaya, sampai-sampai sekarang aku nggak fokus nulis begini.” Jenna, gadis yang kini memilih menutup laptopnya menerawang kembali, pada masa di mana Do

    Last Updated : 2025-01-19
  • Bukan Surga Impian    7 : Luka Seorang Anak

    Tatapan nanar diberikan pada seorang gadis yang duduk dengan kepala tertunduk di hadapannya. Hati pria paruh baya yang menatapnya demikian, tertohok dengan sebuah kiriman foto dari seseorang yang tidak dikenalnya. Beberapa menit sebelumnya, pria paruh baya yang baru saja menyelesaikan tadarus Alquran itu terkejut saat ponselnya berbunyi. Dilihatnya, ada sebuah notifikasi masuk ke pesan Whatsapp miliknya. Saat itu, dahinya berkerut dalam kala ada nomor tak dikenal mengirimkan sebuah foto. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika berhasil mendownload foto tersebut. Foto di mana puteri pertamanya tengah berada di sebuah bar bersama rekan-rekannya. Istighfar dengan segera dilakukan oleh pria paruh baya itu. Tak henti-hentinya dia menenangkan hati dengan kalimat thoyyibah itu, atas kesalahan sang puteri yang sudah membuatnya kecewa."Jawab Ayah, Jenna! Apa yang kamu lakukan ke tempat penuh maksiat itu?" Dengan dada kembang kempis, pria paruh baya yang menyebut dirinya sendiri dengan sebutan '

    Last Updated : 2025-01-20
  • Bukan Surga Impian    8 : Dalam Dekapan Hujan

    “Aku mau pulang aja, Mas!” Itu suara dari seorang wanita yang duduk di atas hospital bed. Ia menoleh, memandang pria yang duduk di hadapannya dengan pandangan memohon.“Aku bosan di sini, Mas. Aku terbiasa bekerja di rumah sakit ini, bukan menjadi seorang pasien.” Pria yang tidak lain adalah Reyhan—suaminya tersebut menghela nafas berat, lalu menyimpan piring yang tadi ada di genggaman. Sebenarnya saat ini, pria itu tengah menyuapi Cahaya—sang istri. Tapi Cahaya kini malah meminta pulang di saat kondisinya bahkan tidak bisa dikatakan stabil.“Kamu kan tau kondisi kamu sekarang bagaimana, Cahaya?” Reyhan berdiri, lantas membantu Cahaya untuk merebahkan tubuhnya di hospital bed. Namun saat akan melakukan itu, Cahaya mencekal tangannya. Wanita itu menggeleng, enggan merebahkan dirinya di sana.“Kamu belum pulih total. Kita akan pulang kalau kamu sudah pulih, aku janji.” Tatapan nanar kemudian diberikan Cahaya pada suaminya itu. Tidak bisakah pria itu mengerti, jika Cahaya merindukan ruma

    Last Updated : 2025-01-23
  • Bukan Surga Impian    9 : Perasaan Asing

    Derit engsel pintu terdengar nyaring saat seseorang masuk ke dalam sebuah ruangan. Dia tersenyum hangat, saat mendapati Widia—editor yang tengah menunggu naskah ceritanya selesai selama satu bulan terakhir ini. Udara sejuk yang dihasilkan dari air conditioner, tambah membuat atmosfer di dalam ruangan itu cukup nyaman. Apalagi kini, Widia menyambut kedatangannya dengan sebuah applause dari kedua tangannya.“Bagaimana perkembangan naskahnya, Jenn? Kata kamu, naskah itu akan terbengkalai selama dua bulan. Tapi kenapa sekarang baru satu bulan, kamu sudah menyelesaikannya?” Pertanyaan itu ditujukan pada seorang perempuan yang kini menarik kursi untuk ia duduki. Seorang perempuan yang kini dikategorikan sebagai penulis populer di tahun 2024, dengan banyak karyanya yang masuk ke dalam jajaran best seller.“Aku mendadak mendapatkan banyak ide beberapa hari ini. Bukannya itu justru baik?” Perempuan yang tidak lain adalah Jenna tersebut melempar tanya.Perempuan yang duduk di seberangnya menga

    Last Updated : 2025-01-30
  • Bukan Surga Impian    10 : Lagi-lagi Menolak

    Setitik air mata, meluncur begitu saja dari sudut seorang wanita berhijab. Tak dapat dipungkiri, segala proses tahapan kemoterapi yang sudah dilakukan—membuat perasaannya campur aduk. Ada perasaan senang, kala ia ditemani dengan setia oleh sang suami. Ada perasaan sedih, jika takdir harus menuliskannya begini.Bibir pucat milik wanita itu sekarang mencuat ke atas. Membentuk sebuah lengkungan tipis yang turut membuat pria di sebelahnya menganggukkan kepala, mencoba meyakinkan dirinya—bahwa semua akan baik-baik saja. Proses kemoterapi yang dilakukan di Rumah Sakit Kenangan Indah pagi ini, meliputi tiga fase dan terapi tambahan. Dari mulai fase induksi, yang berguna untuk membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa. Sampai fase pemeliharaan, yang bertujuan mencegah sel-sel kanker tumbuh kembali. Wanita berhijab yang tidak lain adalah Cahaya tersebut, melakukan proses pengobatannya dengan cukup serius.Tapi meski begitu, Cahaya tetap mempunyai ketakutan yang tidak bisa dia bagi pada oran

    Last Updated : 2025-01-30
  • Bukan Surga Impian    11 : Jadilah maduku, Jenna!

    Dalam cinta, mungkin butuh perjuangan dan juga pengorbanan. Jika dulu, Cahaya berjuang untuk mendapatkan hati Reyhan—maka sekarang, dia harus berkorban untuk cintanya. Jika berbicara tentang ikhlas dan tidak ikhlas, mungkin akal pikirannya akan dengan lantang mengatakan tidak ikhlas. Tentu saja, seperti perkataan Jenna—wanita mana yang rela membagi suaminya untuk perempuan lain? Jawabannya hanya bisa terhitung oleh jari. Sekelas istri Rasulullah saja, masih bisa merasakan cemburu. Lalu bagaimana dengan umat-Nya? Cahaya mengakui, jika dirinya akan amat cemburu. Tapi semua itu sudah menjadi keputusannya, bukan? Untuk apa Cahaya menyesali, jika nanti pada akhirnya—baik Jenna ataupun Reyhan, setuju untuk menikah.Sudah beberapa malam, cuaca terasa tidak cukup nyaman. Mungkin juga memang karena ini awal tahun, yang di mana curah hujan sedang tinggi-tingginya. Selain karena udara malam yang terasa dingin, lalu ditambah dari udara dari air conditioner—Cahaya merasakan tubuhnya menggigil. A

    Last Updated : 2025-02-02

Latest chapter

  • Bukan Surga Impian    20 : Hujan Air Mata

    “Kak Aya!” Setitik air mata jatuh tanpa diduga dari sudut mata seorang gadis yang duduk terperenyak di trotoar. Ia memaksa diri untuk menegakkan tubuh, membawa tubuhnya itu berlari kencang pada sosok yang terkapar lemah di jalanan sana. Langit yang bahkan tadi terang benderang, seolah ikut merasakan kesedihan teramat di hari ini. Gelegar petir tiba-tiba bersahutan, rintik hujan—mungkin tak akan sampai 5 menit lagi akan turun membasahi bumi. Gemuruhnya saja sudah terdengar nyaring, sudah pasti gemericik air kehidupan itu akan sampai ke tempatnya berpijak kini.“Aku mohon bertahan, Kak Aya!” Tubuh gadis itu ambruk di depan tubuh seorang wanita yang terkapar lemah. Dia angkat kepala wanita berhijab itu pada pahanya. Tanpa merasa jijik, dia menyeka cairan kental berwarna merah di sekitar wajahnya.“Aku, aku akan bawa Kak Aya ke rumah sakit.” Gadis itu berceloteh, dia berusaha untuk membawa tubuh wanita yang masih sempat membuka matanya.“J-jenna?” panggil lirih wanita yang dipanggil Aya

  • Bukan Surga Impian    19 : Takdir yang Tak Terhindarkan

    Ada beberapa hal yang sangat mengejutkan sekaligus menyakitkan bagi Jenna dalam hidup. Satu, saat ayahnya mengaku telah menduakan sang bunda. Dua, saat sang ayah membawa Dania atau istri keduanya ke rumah. Dan hari ini, Jenna kembali merasakan itu.Mendapatkan fakta jika Cahaya sengaja mengatur rencana untuk menjadikannya seorang madu, karena mereka terikat masa lalu—membuat Jenna merasa terkejut juga tersakiti.Bagaimana bisa Cahaya mengambil jalan pintas seperti ini? Menyatukan dirinya dengan Reyhan yang sudah tak saling kenal dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana mungkin Cahaya menyatukan dirinya dan Reyhan, yang sekarang tak mempunyai perasaan seperti dulu.Jenna tidak habis pikir dengan Cahaya. Hanya karena dia overthinking tentang kematian, wanita itu mengambil jalan yang tidak dia pikirkan lebih panjang lagi. Di sini, banyak perasaan yang akan terluka. Bukan hanya dirinya ataupun Cahaya, tapi ada Reyhan dan Anala yang terpenting."Jenna!” Tiba-tiba saja, sebuah tepukan di bahu

  • Bukan Surga Impian    18 : Rahasia yang Terungkap

    RS. Kenangan IndahKota Jakarta Barat saat ini, berada dalam titik suhu terpanas di minggu ini. 33°C, itulah yang tertulis di perkiraan cuaca dari ponsel pintar milik seorang gadis. Menengadahkan kepala ke atas, menatap cakrawala yang begitu terang benderang dengan kedua mata menyipit. Gadis yang saat ini mengangkat satu tangannya untuk mengipas-ngipasi wajah, tertegun menatap sang surya di atas sana—dengan keringat bercucuran. "Mbak! Ngapain duduk di situ sendirian? Saya aja yang berteduh di sini kepanasan." Sesaat ada seseorang yang bersuara, gadis itu menolehkan kepala pada sumber suara. Tepat 5 meter dari tempatnya duduk, ada seorang perempuan yang menatapnya dengan tatapan aneh. "Saya nggak apa-apa kok, Mbak. Cuma lagi pengen gerah aja." Lengkungan tipis, terurai dari bibir bentuk cupid milik gadis itu. "Dasar orang aneh," dengus perempuan itu, sebelum dia memilih pergi meninggalkan gadis yang dia sebut 'aneh' itu. Sepeninggal perempuan itu, gadis yang tidak lain adalah Jen

  • Bukan Surga Impian    17 : Sebuah Rahasia

    Jenna kira, kesakitannya dalam hidup—hanya karena sang ayah mengkhianati sang bunda dan membuatnya terluka waktu itu. Tapi saat mendengar tangisan dari anak kecil, yang tak menerima kehadirannya—cukup membuat hati Jenna mencelos seketika. Perasaan mendebarkan tadi pagi, yang dia rasakan saat Reyhan memeluk dirinya tanpa sadar—raib entah ke mana. Sekarang, hanya ada rasa penyesalan mendalam atas pernikahannya ini. “Aku nggak mau punya mama baru, Ma.” Anala, gadis kecil yang sebentar lagi masuk ke sekolah dasar itu masih menangis. Tangisannya sesenggukkan, begitu menyayat hati orang yang mendengarnya. Dalam hal ini, Jenna tidak membenarkan sikap Cahaya. Bagaimana mungkin, wanita itu terang-terangan menjelaskan siapa dirinya pada Anala? Sudah pasti, jika gadis kecil itu tidak akan mengerti apa yang terjadi. Justru dia sekarang malah menilai Jenna sebagai perebut papanya. Atau mungkin kehadirannya memang seperti itu? “Panggi dia Bunda Jenna, Bunda Jenna adalah mama baru untuk Anala. N

  • Bukan Surga Impian    16 : Mengambil Alih Perannya?

    Keheningan menyapa seorang perempuan yang tengah bersujud. Dalam gerakan sujud terakhirnya, hatinya banyak bermunajat—merapalkan semua doa dan keinginan pada Sang Ilahi Rabbi. Di antara semua keinginannya, selain ia memohon ampunan atas dosa di masa lalu—ia meminta petunjuk terkait pernikahan kontrak yang terjadi ini.Saat ini masih pukul 02.00 malam, di mana banyak orang yang tengah tertidur dengan nyenyaknya. Tapi perempuan yang sekarang telah bangun dari sujudnya, memilih mengisi waktu malamnya dengan shalat sunah tahajjud 4 raka'at dan diakhiri oleh witir 3 raka'at.Shalat sunnah tahajud adalah shalat sunnah yang sangat dianjurkan. Bahkan Imam Syafi'i pernah berkata. "Doa di saat tahajud, bagaikan anak pahah yang melesat tepat mengenai sasaran." Tajamnya anak panah yang dimaksud di sini itu, dua tangan yang menengadah pada Allah SWT di sepertiga malam, tidak akan pernah kembali dengan sesuatu yang hampa. “Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.”“Assalamualakum warrahmatulla

  • Bukan Surga Impian    15 : Tentang Masa Lalu

    Malam kini telah menyapa. Kebetulan sekali, malam ini nampak indah dibandingkan malam lalu. Bagaimana indurasmi itu hampir keseluruhan membuat terang benderang, belum lagi gemerlap bintang yang ikut menemani—membuat semesta di malam ini begitu disukai oleh banyak orang. Salah satu orang yang kini memandangi malam itu adalah Jenna. Entah kenapa, keluar dari rumah yang selama 8 tahun ini membuatnya banyak terluka—Jenna merasa cukup tenang. Meskipun demikian, hatinya tak urung bersedih—saat tau jika sang ayah di sana pasti akan merindukannya. Meskipun Jenna ataupun Reyhan menganggap pernikahan yang terjadi ini adalah kontrak, tapi berbeda dengan Cahaya. Justru wanita itu menginginkan pernikahan yang benar-benar pernikahan, antara Jenna dan suaminya itu. Lihat saja buktinya!Di saat Jenna tengah menikmati malamnya dengan menghirup udara sejuk di balkon kamar, perempuan itu tersentak kaget saat mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Dengan rasa penasaran yang tinggi, pada akhir

  • Bukan Surga Impian    14 : Istri Kedua

    Dalam hidup, Jenna sudah seringkali mengalami banyak kegagalan. Di mana, semua itu tidak sesuai dengan ekspektasi dan mimpi-mimpinya. Seperti halnya saat ia mendapatkan nilai di bawah KKM saat dulu masih sekolah, atau karena tidak lolos masuk jurusan kedokteran di universitas impiannya. Tapi semua itu, tidak sampai membuat Jenna merasakan gelisah seperti saat ini. Kegagalan yang pernah terjadi dulu, yang sifatnya masih cukup wajar—hanya mampu membuatnya sedih sementara saja. Tentunya, mempunyai keinginan untuk mendapatkan surga impian—di saat dirinya menjadi saksi nyata, atas hancurnya surga yang dibangun oleh sang ayah untuk sang bunda, membuat Jenna terpikirkan. Apakah ia akan mendapatkan surga impian itu dalam pernikahannya ini? Meskipun pada dasarnya, Jenna mengajukan sebuah syarat untuk setuju dengan pernikahan ini. Yang di mana syarat tersebut adalah jangka waktu yang dia tentukan untuk tetap berada dalam pernikahan ini, tapi Jenna tidak mungkin mempermainkan pernikahan dalam

  • Bukan Surga Impian    13 : Bidadari Pilihan Allah

    “Allah, kenapa aku masih hidup?” Sepasang mata milik seorang wanita, masih terpejam. Tapi tangannya menyentuh kasur serta selimut yang terpakai di tubuhnya. Kala mencoba membuka mata, penglihatannya samar-samar terpaku pada ruangan yang tadi malam menjadi saksi—atas sebuah pernikahan yang terjadi karena permintaan darinya. Wanita itu menyentuh dada, di sana dia masih merasakan adanya kehidupan. Terbukti dengan degupan jantung yang masih berirama. Langit-langit kamar berwarna putih, dan lampu yang sinarnya begitu menyilaukan mata jika dipandang—masih bisa ia lihat dengan jelas. Jadi benar, tadi malam ia mengantuk itu bukan akan pergi selamanya? “Kukira, malam tadi adalah malam terakhir untukku di dunia ini.” Si wanita itu menghembuskan nafasnya dengan berat. Dia sudah cukup lega jikalau tadi malam benar-benar waktu terakhirnya, karena suami dan madunya itu bisa menjalankan kehidupan baru tanpa bayang-bayang dirinya. Cahaya, si wanita itu berusaha untuk duduk. Dia menatap ke sekeli

  • Bukan Surga Impian    12 : Menyatukan Benang Takdir

    8 tahun ini, Jenna merasa hidupnya banyak berubah. Ya! Karena peristiwa di mana luka hati untuk sang ibunda dan dirinya terjadi. Sejak saat itu, Jenna sadar—jika hubungannya dengan sang ayah cukup merenggang. Tidak ada lagi Jenna yang manja seperti dulu—merengek setiap kali ayahnya pulang bekerja, meminta dibelikan cemilan. Ataupun Jenna yang mengadu pada sang ayah, kala nilai di sekolahnya menurun. Tapi di malam ini, Jenna harus menurunkan ego demi sesuatu hal yang entah baik ataukah buruk untuknya. Melihat jika keadaan dokter Cahaya semakin tidak stabil, Jenna memutuskan untuk bersedia menuruti permintaannya. Dia tidak memikirkan hal lain, selain permintaan dokter Cahaya yang dikhawatirkan jika itu adalah wasiat darinya.Selang pertemuannya dengan lelaki asing yang sedikitnya berhasil mengetuk hati Jenna, pembicaraan mereka tidak berhenti ketika Reyhan—nama lelaki itu, mengatakan tak ingin menikahi perempuan mana pun lagi. Pembicaraan mereka baru berhenti, saat sadar jika Cahaya ke

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status