Home / Rumah Tangga / Bukan Surga Impian / 4 : Tawaran Kedua

Share

4 : Tawaran Kedua

Author: Authorfii
last update Last Updated: 2024-11-04 17:31:49

Cakrawala di siang itu begitu sangat memancar. Sang surya yang bersinar, seolah berada tepat di atas kepala. Tapi hawa panas yang dirasa oleh seorang gadis, bukan saja berasal dari sinar sang surya. Melainkan juga dari sebuah postingan akun I*******m milik adik satu darahnya—Kiara Arsyila, yang memperlihatkan tiga orang termasuk Kiara sendiri—seolah seperti keluarga bahagia tanpa kehadiran dirinya. Tiga orang itu nampak sedang makan bersama, ada senyum dan canda tawa yang diperlihatkan di foto itu. Jelas saja, foto itu pasti diambil setelah kepergiannya beberapa jam yang lalu.

“Sial, dia pikir orang-orang bakal lebih simpati sama dia? Orang-orang nggak tau aja kalau dia itu anak dari pelakor." Gadis yang tidak lain adalah Jenna tersebut mengumpat. Udara yang saat ini terasa panas, lebih membakar lagi saat ia tak sengaja melihat postingan Kiara.

“Tenang, tarik nafas.” Jenna memejamkan mata, ia sadar jika gejolak amarahnya bisa saja menimbulkan gangguan kecemasannya kambuh begitu saja. Apalagi memang Kiara dan ibunya adalah dua orang yang ikut andil dalam traumanya ini.

Jenna sedikit sengaja membuatnya terbatuk-batuk, karena sekarang kondisinya mulai tidak bersahabat. Pikiran Jenna melayang entah ke mana, banyak hal yang tiba-tiba dia pikirkan. Pacuan jantung di dalam sana pun, mulai tidak bisa dia kontrol. Semakin dibiarkan, malah semakin tak terkendali. Jenna tidak bisa menahan lagi, sesak di dadanya semakin menjadi.

Satu orang yang menjadi tujuan Jenna saat ini—dokter Cahaya. Hanya dia yang bisa menolong Jenna saat ini.

Dengan menahan sesak di dada, Jenna menekan nomor darurat di ponselnya. Ada beberapa detik sebelum panggilannya terjawab oleh dokter Cahaya.

“Halo, Jenna!” Jenna masih kesulitan bicara. Bayangan di mana dokter Cahaya memintanya untuk menjadi madu wanita itu tiba-tiba saja mengusik pikiran Jenna. Ingin egois karena dia tak ingin menyetujui permintaan wanita itu, tapi Jenna sangat membutuhkan pertolongan dokter Cahaya saat ini.

Sekarang persetan dengan permintaan itu. Jenna bisa seribu kali menolaknya jika dokter Cahaya kembali membicarakan hal itu. Lagipula, bisa saja dokter Cahaya mengatakan hal itu hanya sedang ada masalah dengan suaminya. Bukan benar-benar keinginan dari hati yang paling dalam.

“H-halo, Dok?” Tenggorokan Jenna tercekat, rasanya ada sesuatu yang mengganjal di dalam tenggorokannya. Ia kesulitan bicara ataupun bernafas melalui mulut.

Dokter Cahaya yang sepertinya tau dengan nada bicara Jenna, langsung melempar tanya. “Kamu kambuh kembali, Jenna?”

Jenna tidak menjawab melalui suara, tapi dia menganggukkan kepala meskipun dokter Cahaya tidak melihatnya.

“Kamu di mana sekarang? Tenang, kamu harus tenang! Jangan biarkan pikiran buruk meracuni kamu. Ayo, kamu gunakan teknik yang sudah kita pelajari waktu itu. Atur pernafasan kamu.” Dokter Cahaya menuntun Jenna untuk lebih rileks menghadapi kecemasannya yang kambuh.

“Sekarang kenapa? Kamu nggak akan kambuh kayak gini kalau tanpa sebab, kan?” Sesuai dugaan dokter Cahaya, Jenna memang sudah jarang kambuh jika tidak ada sebab.

“Bisa kamu tahan sebentar! Kamu kirim posisi kamu di mana via W******p sekarang." Pada akhirnya, Jenna menurut dengan mengirim lokasi pada dokter Cahaya.

Sementara di posisi dokter Cahaya saat ini, wanita itu tengah berada di ruang rawat. Semalam, dia mimisan parah dan dilarikan ke rumah sakit. Alhasil, siang ini Cahaya masih berada di rumah sakit dengan baju pasiennya.

Mendengar jika Jenna kesulitan mengontrol gejala kecemasannya, wanita itu sangat khawatir. Dia menduga pasti Jenna kambuh jika bukan karena kondisi di rumah, pasti karena melihat sesuatu yang seharusnya tidak gadis itu lihat.

Dengan sedikit terhuyung, Cahaya turun dari bangsal rumah sakit. Dia juga mencabut paksa selang infus yang ada di punggung tangannya. Sedikit perih dan mengeluarkan darah, tapi tidak apa-apa. Jenna membutuhkan pertolongannya.

“Kamu harus kuat, Cahaya!” Cahaya menyemangati dirinya sendiri kala merasakan kepalanya bak tertusuk ribuan jarum. Begitu sakit dan perih.

Tepat ketika tangan Cahaya menyentuh gagang pintu, sang suami datang dari luar dan terkejut dengan Cahaya yang hendak pergi.

“Sayang! Kamu mau ke mana?” Reyhan datang tepat waktu. Pria itu kembali menuntun Cahaya untuk berbaring di bangsal.

“Mas! Aku harus menemui Jenna, Mas! Dia butuh pertolonganku,” papar Cahaya.

“Jenna? Untuk apa kamu menemui gadis itu? Kamu lagi sakit, Cahaya!”

“Tapi Jenna juga sekarang butuh pertolonganku.” Cahaya melirih.

“Aku tau dia pasien kamu, tapi kamu saat ini lagi sakit. Biarkan saja dia, aku yakin dia pasti bisa menanganginya sendiri.” Reyhan tidak habis pikir dengan istrinya, yang begitu peduli pada keadaan Jenna. Sampai-sampai dia merelakan tubuhnya yang sakit parah untuk menemui gadis itu.

“Tapi, Mas?” Cahaya masih merengek. Jujur saja, Cahaya hanya takut jika Jenna tidak bisa mengontrol gejala itu hingga menyebabkannya hilang kesadaran.

“Biar aku yang cari dia, kamu di sini saja.”

***

Jenna berjalan dengan tertatih-tatih untuk sampai ke rumah sakit. Pasokan di dadanya kian menipis, seolah hampir habis dipakai berjalan dari parkiran menuju lobi rumah sakit.

“Suster! Bisa tolong panggilkan Dokter Cahaya?” Jenna menghentikkan salah seorang suster yang kebetulan lewat.

“Dokter Cahaya? Tapi dia sepertinya tidak masuk hari ini. Beliau sedang cuti,” jawab suster tersebut.

“Cuti? Ya sudah, terimakasih.”

Sepeninggal suster tadi, Jenna mengambil duduk di kursi tunggu. Dia sandarkan punggung pada kursi, lalu memejamkan matanya. Untuk beberapa saat, dia mencoba teknik pernafasan yang katanya berguna mengusir kecemasan.

Di saat fokus Jenna hampir berhasil, sebuah dering ponsel membuat konstrasi Jenna buyar seketika. Dilihatnya, itu adalah panggilan telepon dari dokter Cahaya. Maka dengan segera, Jenna pun mengangkat panggilan tersebut.

“Kamu di mana, Jenna? Aku mencarimu di lokasi yang kamu berikan, tapi tidak ada.” Dokter Cahaya langsung mencecarnya.

“Aku udah di lobi rumah sakit. Aku mau menemui Dokter, tapi katanya Dokter sedang cuti.”

“Aku di rumah sakit juga. Kamu tunggu di situ, biar aku ke sana.” Sambungan telepon tiba-tiba terputus. Jenna memandang layar ponselnya tersebut dengan nanar.

Ternyata benar saja, tidak ada 5 menit Jenna menunggu—dokter Cahaya datang dari arah barat. Tapi … dia memakai baju pasien? Sebenarnya apa yang terjadi?

“Jenna! Bagaimana? Apa gejalanya sekarang sudah mereda?” Dokter Cahaya langsung mengambil duduk di sebelah Jenna. Wanita itu bahkan tidak segan-segan mempraktikkan bagaimana caranya melakukan teknik pernafasan untuk mengusir cemas.

"Bagaimana sekarang? Sudah mereda?" tanya Cahaya yang diangguki oleh Jenna.

"Aneh. Kenapa ada Dokter, gejalanya berangsur-angsur berkurang?" Jenna menggeleng tak percaya.

"Mungkin itu karena alam bawah sadar kamu sudah mencatat, kalau aku adalah penolong kamu. Alhasil, cukup dengan kehadiranku saja—gejala itu berkurang. Ini sugesti yang kamu buat tanpa sadar, Jenna." Jenna mengangguk saja sebagai respon. Ya! Mungkin saja memang seperti itu pada kenyataannya.

"Dokter? Dokter nggak salah pakai baju pasien kayak gini? Apa yang terjadi?" Akibat tergesa-gesa dan khawatir dengan keadaan Jenna, Cahaya tidak sempat untuk mengganti baju. Alhasil sekarang, Jenna pasti bertanya tentang keadaannya.

"Kita bicara di ruanganku yuk! Ada hal penting lainnya yang harus kubicarakan pada kamu."

Dua perempuan berbeda usia itu, saling merangkul satu sama lain. Keduanya berjalan beriringan menuju ruangan dokter Cahaya. Memang, jika orang lain melihatnya. Mungkin akan mengira jika Cahaya dan Jenna adalah adik dan kakak, karena keduanya begitu akrab. Padahal, status mereka hanyalah seorang dokter dan pasiennya.

Setibanya di ruangan dokter Cahaya, Jenna menuntun Cahaya untuk duduk di kursi kebesarannya. Jenna merasa, sekarang Cahaya lebih kurus dibandingkan sebelumnya. Terbukti dari lengannya yang tadi dia rangkul.

"Apa yang terjadi, Dok? Dokter nggak kenapa-napa, kan?" Ada sorot kekhawatiran dari manik mata Jenna.

"Kamu masih ingat dengan tawaranku beberapa hari yang lalu, Jenna?" Bukannya menjawab pertanyaan Jenna, dokter Cahaya malah membahas topik lain.

"Ya, aku ingat. Dokter memintaku menjadi madu Dokter, bukan? Tapi itu nggak mungkin! Aku tau Dokter mungkin lagi ada masalah sama suami, terus kepikiran kayak gitu. Dokter nggak boleh lagi ngomong kayak gitu ya!"

Cahaya tersenyum dengan respon Jenna. Wanita itu kembali meraih tangan Jenna yang berada di atas meja.

"Jenna, semua itu benar. Aku benar-benar memintamu untuk menjadi maduku, tapi itu semua bukan tanpa alasan. Dan ini tawaran kedua untuk kamu, maukah kamu menjadi maduku?" Mulut Jenna sedikit terbuka ketika Cahaya mengatakan hal itu. Dia benar-benar syok dengan perkataan Cahaya.

"Dok, itu nggak mungkin!" Jenna menggelengkan kepala.

"Meskipun orang yang meminta ini sedang sekarat sekali pun, Jenna?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bukan Surga Impian    5 : Permintaan Orang Sekarat

    "Meskipun orang yang meminta ini sedang sekarat sekali pun, Jenna?" Sepasang manik mata Jenna, bahkan tak berkedip saat kalimat itu terlontar dari bibir dokter Cahaya—psikiaternya. Gadis itu tertegun, terkejut bukan main dengan perkataan dokter Cahaya yang seolah mempermainkan takdir kehidupan. Alih-alih menjawab pertanyaan tersebut, Jenna justru terdiam sembari mencerna semuanya. Bagi Jenna, permintaan konyol itu bukan hanya mendadak. Tapi juga mengusik kembali luka lama yang telah dia usahakan untuk lupa.Seharusnya di sini, Dokter Cahaya tau hal itu, kan? Dia yang berperan sebagai seorang Psikiater untuk Jenna. Dia juga yang telah menyembuhkan luka hati tersebut. Lantas kenapa sekarang dia juga yang membuka kembali luka lama itu?Terlebih, alasan Dokter Cahaya yang membawa-bawa kalimat 'sekarat', membuat Jenna benar-benar tidak suka. Seseorang tidak boleh mempermainkan takdir semacam itu hanya untuk mencapai keinginannya."A-apa maksud, Dokter? Sekali pun Dokter inginkan hal itu,

    Last Updated : 2025-01-16
  • Bukan Surga Impian    6 : Taubatnya Sang Pendosa

    Cakrawala di malam ini nampak tak begitu terang seperti hari malam biasanya. Rembulan yang kala ini berbentuk sabit pun bahkan kesepian—tanpa ada teman yang menemani. Benda-benda kecil yang biasa bertaburan di atas langit, kini tak nampak sama sekali. Keadaan malam yang suram, sama suramnya seperti keadaan hati seorang gadis dengan piyama teddy bear. Entah sudah ke berapa kalinya gadis itu mendesah kasar, sedangkan jemarinya masih menyentuh keyboard laptop tanpa menari di sana. Biasanya, malam hari seperti ini—ia mendapatkan banyak inspirasi untuk bahan lanjutan kisah-kisah yang dia rangkai menjadi sebuah tulisan. Tapi karena malam ini, inspirasi tersebut entah menguap ke mana. Padahal, sudah banyak pesan cinta yang dia dapatkan dari penggemar setia yang menunggu kelanjutan kisah tersebut.“Mungkin aku terlalu kepikiran tentang Dokter Cahaya, sampai-sampai sekarang aku nggak fokus nulis begini.” Jenna, gadis yang kini memilih menutup laptopnya menerawang kembali, pada masa di mana Do

    Last Updated : 2025-01-19
  • Bukan Surga Impian    7 : Luka Seorang Anak

    Tatapan nanar diberikan pada seorang gadis yang duduk dengan kepala tertunduk di hadapannya. Hati pria paruh baya yang menatapnya demikian, tertohok dengan sebuah kiriman foto dari seseorang yang tidak dikenalnya. Beberapa menit sebelumnya, pria paruh baya yang baru saja menyelesaikan tadarus Alquran itu terkejut saat ponselnya berbunyi. Dilihatnya, ada sebuah notifikasi masuk ke pesan Whatsapp miliknya. Saat itu, dahinya berkerut dalam kala ada nomor tak dikenal mengirimkan sebuah foto. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika berhasil mendownload foto tersebut. Foto di mana puteri pertamanya tengah berada di sebuah bar bersama rekan-rekannya. Istighfar dengan segera dilakukan oleh pria paruh baya itu. Tak henti-hentinya dia menenangkan hati dengan kalimat thoyyibah itu, atas kesalahan sang puteri yang sudah membuatnya kecewa."Jawab Ayah, Jenna! Apa yang kamu lakukan ke tempat penuh maksiat itu?" Dengan dada kembang kempis, pria paruh baya yang menyebut dirinya sendiri dengan sebutan '

    Last Updated : 2025-01-20
  • Bukan Surga Impian    8 : Dalam Dekapan Hujan

    “Aku mau pulang aja, Mas!” Itu suara dari seorang wanita yang duduk di atas hospital bed. Ia menoleh, memandang pria yang duduk di hadapannya dengan pandangan memohon.“Aku bosan di sini, Mas. Aku terbiasa bekerja di rumah sakit ini, bukan menjadi seorang pasien.” Pria yang tidak lain adalah Reyhan—suaminya tersebut menghela nafas berat, lalu menyimpan piring yang tadi ada di genggaman. Sebenarnya saat ini, pria itu tengah menyuapi Cahaya—sang istri. Tapi Cahaya kini malah meminta pulang di saat kondisinya bahkan tidak bisa dikatakan stabil.“Kamu kan tau kondisi kamu sekarang bagaimana, Cahaya?” Reyhan berdiri, lantas membantu Cahaya untuk merebahkan tubuhnya di hospital bed. Namun saat akan melakukan itu, Cahaya mencekal tangannya. Wanita itu menggeleng, enggan merebahkan dirinya di sana.“Kamu belum pulih total. Kita akan pulang kalau kamu sudah pulih, aku janji.” Tatapan nanar kemudian diberikan Cahaya pada suaminya itu. Tidak bisakah pria itu mengerti, jika Cahaya merindukan ruma

    Last Updated : 2025-01-23
  • Bukan Surga Impian    9 : Perasaan Asing

    Derit engsel pintu terdengar nyaring saat seseorang masuk ke dalam sebuah ruangan. Dia tersenyum hangat, saat mendapati Widia—editor yang tengah menunggu naskah ceritanya selesai selama satu bulan terakhir ini. Udara sejuk yang dihasilkan dari air conditioner, tambah membuat atmosfer di dalam ruangan itu cukup nyaman. Apalagi kini, Widia menyambut kedatangannya dengan sebuah applause dari kedua tangannya.“Bagaimana perkembangan naskahnya, Jenn? Kata kamu, naskah itu akan terbengkalai selama dua bulan. Tapi kenapa sekarang baru satu bulan, kamu sudah menyelesaikannya?” Pertanyaan itu ditujukan pada seorang perempuan yang kini menarik kursi untuk ia duduki. Seorang perempuan yang kini dikategorikan sebagai penulis populer di tahun 2024, dengan banyak karyanya yang masuk ke dalam jajaran best seller.“Aku mendadak mendapatkan banyak ide beberapa hari ini. Bukannya itu justru baik?” Perempuan yang tidak lain adalah Jenna tersebut melempar tanya.Perempuan yang duduk di seberangnya menga

    Last Updated : 2025-01-30
  • Bukan Surga Impian    10 : Lagi-lagi Menolak

    Setitik air mata, meluncur begitu saja dari sudut seorang wanita berhijab. Tak dapat dipungkiri, segala proses tahapan kemoterapi yang sudah dilakukan—membuat perasaannya campur aduk. Ada perasaan senang, kala ia ditemani dengan setia oleh sang suami. Ada perasaan sedih, jika takdir harus menuliskannya begini.Bibir pucat milik wanita itu sekarang mencuat ke atas. Membentuk sebuah lengkungan tipis yang turut membuat pria di sebelahnya menganggukkan kepala, mencoba meyakinkan dirinya—bahwa semua akan baik-baik saja. Proses kemoterapi yang dilakukan di Rumah Sakit Kenangan Indah pagi ini, meliputi tiga fase dan terapi tambahan. Dari mulai fase induksi, yang berguna untuk membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa. Sampai fase pemeliharaan, yang bertujuan mencegah sel-sel kanker tumbuh kembali. Wanita berhijab yang tidak lain adalah Cahaya tersebut, melakukan proses pengobatannya dengan cukup serius.Tapi meski begitu, Cahaya tetap mempunyai ketakutan yang tidak bisa dia bagi pada oran

    Last Updated : 2025-01-30
  • Bukan Surga Impian    11 : Jadilah maduku, Jenna!

    Dalam cinta, mungkin butuh perjuangan dan juga pengorbanan. Jika dulu, Cahaya berjuang untuk mendapatkan hati Reyhan—maka sekarang, dia harus berkorban untuk cintanya. Jika berbicara tentang ikhlas dan tidak ikhlas, mungkin akal pikirannya akan dengan lantang mengatakan tidak ikhlas. Tentu saja, seperti perkataan Jenna—wanita mana yang rela membagi suaminya untuk perempuan lain? Jawabannya hanya bisa terhitung oleh jari. Sekelas istri Rasulullah saja, masih bisa merasakan cemburu. Lalu bagaimana dengan umat-Nya? Cahaya mengakui, jika dirinya akan amat cemburu. Tapi semua itu sudah menjadi keputusannya, bukan? Untuk apa Cahaya menyesali, jika nanti pada akhirnya—baik Jenna ataupun Reyhan, setuju untuk menikah.Sudah beberapa malam, cuaca terasa tidak cukup nyaman. Mungkin juga memang karena ini awal tahun, yang di mana curah hujan sedang tinggi-tingginya. Selain karena udara malam yang terasa dingin, lalu ditambah dari udara dari air conditioner—Cahaya merasakan tubuhnya menggigil. A

    Last Updated : 2025-02-02
  • Bukan Surga Impian    12 : Menyatukan Benang Takdir

    8 tahun ini, Jenna merasa hidupnya banyak berubah. Ya! Karena peristiwa di mana luka hati untuk sang ibunda dan dirinya terjadi. Sejak saat itu, Jenna sadar—jika hubungannya dengan sang ayah cukup merenggang. Tidak ada lagi Jenna yang manja seperti dulu—merengek setiap kali ayahnya pulang bekerja, meminta dibelikan cemilan. Ataupun Jenna yang mengadu pada sang ayah, kala nilai di sekolahnya menurun. Tapi di malam ini, Jenna harus menurunkan ego demi sesuatu hal yang entah baik ataukah buruk untuknya. Melihat jika keadaan dokter Cahaya semakin tidak stabil, Jenna memutuskan untuk bersedia menuruti permintaannya. Dia tidak memikirkan hal lain, selain permintaan dokter Cahaya yang dikhawatirkan jika itu adalah wasiat darinya.Selang pertemuannya dengan lelaki asing yang sedikitnya berhasil mengetuk hati Jenna, pembicaraan mereka tidak berhenti ketika Reyhan—nama lelaki itu, mengatakan tak ingin menikahi perempuan mana pun lagi. Pembicaraan mereka baru berhenti, saat sadar jika Cahaya ke

    Last Updated : 2025-02-05

Latest chapter

  • Bukan Surga Impian    27 : Mengubah Sapaan

    "Apa yang kamu inginkan itu ... adalah cinta?" Saat itu, Jenna memilih bungkam dengan segala hal yang ada di pikirannya. Bibirnya kelu, bahkan untuk sekedar menjawab ya ataupun tidak. Hati Jenna berdesir, kala Reyhan melontarkan pertanyaan itu. Tapi di sini bukan hanya tentang cinta. Ada hal lain yang diperlukan dalam membina rumah tangga yang baik, dan itu bukanlah tentang cinta dari dua belah pihak. Surga impian. Jenna melihat surga impian itu tidak didapatkan oleh sang bunda. Dengan sang ayah yang menduakan sang bunda saja, surga itu sudah lenyap dari pandangan. Lalu sekarang tentang dirinya, yang berstatus sebagai istri kedua. Apakah Jenna akan mendapatkan surga impiannya tersebut? Jenna tau, sekarang secara hak—dirinya adalah satu-satunya istri di rumah ini. Kepergian Cahaya yang sudah mau 3 hari berlalu, resmi menjadikan posisi Jenna menjadi istri satu-satunya—bukan lagi yang kedua.Tapi banyak pandangan miring tentang dirinya, da Jenna tau sadar dengan hal itu. Makanya kenap

  • Bukan Surga Impian    26 : Keinginan Jenna

    Dalam hidup ini, Jenna sudah berkali-kali melewati masa sulit—yang hanya dirinya sendiri hadapi. Seperti halnya saat dia mendapatkan nilai kecil, dan harus membuktikan jika nilainya berubah di ujian selanjutnya. Ada juga saat dia menghadapi ujian masuk perkuliahan, yang di mana persaingannya sangat ketat. Dan satu lagi, saat kecemasan berlebihannya kambuh tiba-tiba tanpa tau situasi dan kondisi. Semua hal-hal itu, Jenna selalu meyakinkan diri—jika dia bisa melewati masa sulit itu dengan tekad yang kuat. Banyak kata-kata afirmasi positif yang seringkali dia ucapkan, baik dalam hati ataupun mengucapkannya langsung. Tentu saja, itu cukup berguna untuk mendapatkan energi positifnya kembali. Meskipun dirinya terbilang cukup kuat dalam menghadapi segala masa sulit, tapi Jenna pernah merasa putus asa dalam menghadapi masa sulit tersebut. Salah satunya adalah, saat sang ayah mengaku telah menduakan sang bunda—kemudian beberapa bulan setelahnya, sang ibunda dipanggil Sang Maha Kuasa. Sampa

  • Bukan Surga Impian    25 : Keputusan Reyhan

    “Jadi, istri saya tertabrak karena menyelamatkan perempuan ini?” Sebuah anggukkan mengiringi jawaban atas pertanyaan dari Reyhan. Di sela-sela suasana berkabung setelah kepergian Cahaya, Reyhan menyempatkan dirinya untuk mengusut kasus atas kecelakaan yang menimpa Cahaya. Saat ini saja, pria itu sedang berada di kantor polisi untuk menyelesaikan kasusnya. “Perempuan ini saya lihat habis menyelamatkan anak kucing, Pak. Dia nyebrang jalan, tapi pas balik—kayanya nggak fokus lihat jalan. Nah di sisi lain, ada mobil truk yang melaju kencang dari arah berlawanan. Yang saya lihat, almarhumah istri Bapak melihat truk itu menuju perempuan yang ambil anak kucing itu. Sampai pada akhirnya, saya melihat istri Bapak berlari dan mendorong perempuan itu hingga terjatuh. Tapi sayangnya, beliau tidak sempat untuk menyelamatkan diri dan akhirnya tertabrak truk oleng itu.” Salah seorang saksi, yang berprofesi sebagai tukang asongan—memperhatikan kecelakaan yang menimpa Cahaya pada hari itu.Saat meli

  • Bukan Surga Impian    24 : Posisi yang Rumit

    "Semuanya gara-gara, Tante! Mama meninggal gara-gara Tante ada di sini! Aku benci sama Tante!" Jenna mematung. Namun setitik air mata, lolos turun begitu saja dari sudut mata. Bagaimana lontaran gadis kecil itu yang menyesakkan dada, membuat hati Jenna seolah tercabik-cabik benda tajam. "Aku jadi nggak punya mama." Gadis kecil itu meraung keras, tangannya tak diam dengan melayangkan pukulan kecil pada Jenna—melampiaskan segala perasaan yang menyeruak di dalam dada. Jenna paham sekali, bagaimana sakitnya ditinggal seorang ibu di dunia yang keras ini. Apalagi Anala masih kecil, dia masih membutuhkan sosok ibu dalam tumbuh kembangnya. Reyhan yang mendengar puterinya berlaku seperti itu pada Jenna, merasa tak enak hati pada gadis itu. Pria itu, hendak melangkahkan kaki menuju Anala dan Jenna berada. Namun karena Jenna melihatnya, gadis itu mengangkat telapak tangan sebelah kanan pada Reyhan—memberikan isyarat padanya, jika Jenna bisa mengatasi Anala yang sedang melampiaskan gelega

  • Bukan Surga Impian    23 : Luka Tak Kasat Mata

    TPU Anggrek UnguSemestinya, semburat oranye di cakrawala sore itu—membuat Jenna merasakan kedamaian dan ketentraman. Seperti hari-hari sebelumnya, di saat sore hari tiba—dirinya selalu memandangi langit senja dengan perasaan suka cita. Tapi berbeda dengan hari ini. Senja yang biasanya membuat senyumnya terbit di wajah, kini justru malah tangis yang meluruh dari wajah itu.Tepat di depannya, sosok wanita yang berjasa dalam menyembuhkan trauma masa lalunya—telah menyatu kembali dengan tanah. Kepergiannya, hanya menyisakan luka mendalam bagi orang-orang yang menyayanginya. Termasuk Jenna sendiri, yang merasa terpukul dengan kepergian Cahaya. Tapi di sini, ada satu orang yang mengusik pikiran Jenna. Anala—puteri dari Cahaya dan Reyhan itu nampak tak menangis sejak kabar yang ia dapatkan, jika ibundanya telah meninggal dunia. Melihat Anala, Jenna ingat dirinya yang dulu. Merasa terpukul dengan kepergian sang ibunda. Bahkan untuk menangis, rasanya Jenna sudah lelah sekali. “Puteriku.” R

  • Bukan Surga Impian    22 : Kepergian Sang Bidadari

    Hutan Kota SenjakalaAwan gelap masih menyelimuti cakrawala sore itu. Tapi rinai dan gelegar petir, sudah berhenti beberapa menit yang lalu. Keadaan di sana masih sama, cukup sepi karena pengunjung memilih untuk berteduh dari rinai yang turun. Namun seorang perempuan bergamis maroon, enggan beringsut apalagi berdiri dari tempatnya kini. Derai air mata yang tadi menganak sungai, memang sudah tidak ada lagi. Tapi keadaan hatinya yang remuk redam, tidak dapat hilang seperti air mata. Bagaimana cacian itu dilontarkan di depan semua orang, dan bagaimana mereka tidak mau mendengar penjelasan dari Reyhan—sukses membuat Jenna sekarang malu dan enggan datang lagi ke rumah sakit. Allah, kesakitan gadis itu sekarang bertambah lagi. Tidak ada yang tau jika gadis itu sekarang membutuhkan rumah untuk pulang. Sedangkan rumahnya, sejak dulu sudah direbut oleh dua manusia tak tau diri yang datang ke hidupnya. Ting! Aktivitas Jenna yang memandangi hamparan danau yang luas di depan mata, sekarang ha

  • Bukan Surga Impian    21 : Laranya Sang Bidadari Kedua

    Hutan Kota SenjakalaGemericik air hujan, seolah merengkuh seorang gadis yang tengah membiarkan tubuhnya dijatuhi rinainya. Desik daun yang tertiup angin, yang mungkin bagi sebagian orang terlihat menyejukkan—bahkan tak sampai mengalihkan atensi gadis itu. Air mata gadis itu menganak sungai, menyatu dengan air kehidupan. Pakaiannya basah, angin berkesiur yang bahkan membuatnya dingin—tak sama sekali ia hiraukan. Ia terpekur, memandangi air kehidupan yang jatuh membasahi bumi. Sedangkan pikirannya, melanglang ke beberapa saat yang lalu. "Dokter Cahaya ingin bertemu dengan Jenna dan suaminya." Itu perkataan seorang dokter, setelah dia keluar dari ruangan di mana Cahaya berada.Saat itu Jenna masih bersembunyi di balik dinding, dia enggan menemui Reyhan yang nampak terpukul di depan ruangan. Tapi begitu mendengar suara dokter menyebut namanya, Jenna mau tak mau harus ke sana.Saat melewati Reyhan, Jenna merasakan tatapan menusuk dari pria itu. Jenna sendiri menghiraukan, sambil terus

  • Bukan Surga Impian    20 : Hujan Air Mata

    “Kak Aya!” Setitik air mata jatuh tanpa diduga dari sudut mata seorang gadis yang duduk terperenyak di trotoar. Ia memaksa diri untuk menegakkan tubuh, membawa tubuhnya itu berlari kencang pada sosok yang terkapar lemah di jalanan sana. Langit yang bahkan tadi terang benderang, seolah ikut merasakan kesedihan teramat di hari ini. Gelegar petir tiba-tiba bersahutan, rintik hujan—mungkin tak akan sampai 5 menit lagi akan turun membasahi bumi. Gemuruhnya saja sudah terdengar nyaring, sudah pasti gemericik air kehidupan itu akan sampai ke tempatnya berpijak kini.“Aku mohon bertahan, Kak Aya!” Tubuh gadis itu ambruk di depan tubuh seorang wanita yang terkapar lemah. Dia angkat kepala wanita berhijab itu pada pahanya. Tanpa merasa jijik, dia menyeka cairan kental berwarna merah di sekitar wajahnya.“Aku, aku akan bawa Kak Aya ke rumah sakit.” Gadis itu berceloteh, dia berusaha untuk membawa tubuh wanita yang masih sempat membuka matanya.“J-jenna?” panggil lirih wanita yang dipanggil Aya

  • Bukan Surga Impian    19 : Takdir yang Tak Terhindarkan

    Ada beberapa hal yang sangat mengejutkan sekaligus menyakitkan bagi Jenna dalam hidup. Satu, saat ayahnya mengaku telah menduakan sang bunda. Dua, saat sang ayah membawa Dania atau istri keduanya ke rumah. Dan hari ini, Jenna kembali merasakan itu.Mendapatkan fakta jika Cahaya sengaja mengatur rencana untuk menjadikannya seorang madu, karena mereka terikat masa lalu—membuat Jenna merasa terkejut juga tersakiti.Bagaimana bisa Cahaya mengambil jalan pintas seperti ini? Menyatukan dirinya dengan Reyhan yang sudah tak saling kenal dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana mungkin Cahaya menyatukan dirinya dan Reyhan, yang sekarang tak mempunyai perasaan seperti dulu.Jenna tidak habis pikir dengan Cahaya. Hanya karena dia overthinking tentang kematian, wanita itu mengambil jalan yang tidak dia pikirkan lebih panjang lagi. Di sini, banyak perasaan yang akan terluka. Bukan hanya dirinya ataupun Cahaya, tapi ada Reyhan dan Anala yang terpenting."Jenna!” Tiba-tiba saja, sebuah tepukan di bahu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status