Beranda / Rumah Tangga / Bukan Surga Impian / 2 : Cahaya dan Hidupnya

Share

2 : Cahaya dan Hidupnya

Penulis: Authorfii
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 17:30:50

"Hei, kamu! Perempuan opacraphile yang berambut seperti jagung, tolong saya!" Mulut Jenna terbuka lebar ketika seorang lelaki yang tadi terdengar meringis itu, menyebut rambut coklat mahoninya ini seperti jagung. Memangnya dia siapa, berhak mengatai rambut favoritnya seperti rambut jagung?

"Hei! Kenapa diam saja?!" Lagi, lelaki tak tahu malu itu berkata pada Jenna.

Merasa kesal, Jenna memilih untuk membuang muka ke arah yang lain. Memasang wajah super jutek, meski kesan pertama lelaki itu padanya akan kurang baik—tapi tak apa. Jenna juga tidak berniat untuk kenal lebih jauh lagi dengan lelaki itu.

"Mau minta tolong saja pakai acara ngatain rambut saya kayak jagung segala," cibir Jenna mengulang perkataan lelaki tadi.

"Lho, kamu marah? Pada kenyataannya memang begitu kok. Rambut kamu itu mirip seperti rambut jagung," balasnya malah semakin meledek.

Sial sekali Jenna sore ini. Niat hati ingin menenangkan hati dan pikirannya karena dokter Cahaya, malah harus terganggu dengan lelaki asing yang terus-terusan meledek rambutnya itu.

Memilih membuang egonya, Jenna pun berdiri. Karena dia masih mempunyai hati yang baik dan tidak sombong, Jenna akan menolong lelaki asing itu.

Kaki Jenna hanya melangkah 1 meter dari tempatnya tadi berdiri untuk sampai ke tempat lelaki itu berada. Dia menatap lelaki asing yang terduduk di semak-semak dengan satu alis terangkat.

"Tolong bantu cabutkan paku yang ada di sepatuku ini! Tanganku kebetulan sedang sakit," ucap lelaki itu sambil menunjukkan ibu jari tangan kanannya yang dibalut dengan perban.

Melihat itu, Jenna menghela nafas panjang sebelum dia berjongkok. Dengan segera, satu tangannya memegang ujung sepatu lelaki itu, dan satu tangannya lagi bergerak mencabut paku yang menancap di alas sepatu lelaki itu. Ada sedikit ringisan dari lelaki itu, tapi tak cukup membuat rasa kesal Jenna padanya menguap.

"Saya tidak sengaja menginjak sebuah papan tadi. Saya kira papan itu tidak ada pakunya." Jenna diam tanpa membalas perkataan lelaki itu. Merasa jika penjelasan lelaki itu tak cukup penting juga untuk Jenna sendiri.

"Sudah. Saran saya, kamu segera ke rumah sakit terdekat. Khawatir jika bakteri yang menempel di paku itu menyebabkan tetanus." Jenna berucap sambil melemparkan paku yang barusan dia cabut ke dalam danau.

"Terimakasih atas saranmu, tapi tunggu dulu!" Lelaki asing itu menahan Jenna yang akan melangkah pergi. Ada tatapan tak bisa Jenna terka dari lelaki itu.

"Apa lagi?" tanya Jenna.

"Siapa namamu?" Untuk kedua kalinya, mulut Jenna terbuka lebar karena terkejut. Apa mungkin, lelaki ini adalah salah satu lelaki yang harus Jenna jauhi? Ya, tipe lelaki playboy yang suka menggoda seorang perempuan muda sepertinya.

"Jenna. Tapi saya tidak berminat pada anda yang suka mengoleksi perempuan." Setelah mengatakan itu dengan ekspresi wajah yang jutek, Jenna melangkah pergi dengan perasaan dongkol di dadanya. Hah, bisa-bisanya dia menolong lelaki playboy seperti itu? Jangan-jangan, perihal sepatunya yang tertancap paku hanyalah rekayasa agar mereka bisa berinteraksi.

Jika Jenna pergi dengan perasaan dongkol di dada, maka lelaki yang barusan ditolong oleh Jenna—memandang punggungnya yang perlahan menjauh dengan tatapan sulit diartikan.

"Ternyata kamu ... Aira Jenna Izzaty yang dibicarakan oleh istriku."

***

"Assalamu'alaikum." Sebuah salam, mengiringi langkah berat seorang pria dengan pakaian rapi saat memasuki rumah megahnya. Satu kakinya yang sempat terkena paku, masih dirasa ngilu ketika melangkah.

Dua hari ini, semangatnya saat memasuki rumah—raib sejak istrinya mengutarakan sesuatu hal yang sampai kapan pun tidak bisa dia penuhi.

Tepat dua malam sebelum hari ini, sang istri memintanya untuk menikah lagi. Beliau mengatakan, jika dia sudah mempunyai calon perempuan yang pantas untuk dijadikan madunya.

Begitu melewati ruang tamu yang cukup banyak memajang foto keluarga kecilnya, langkah kaki pria itu terhenti saat melihat sang istri yang terduduk lemah di atas sofa. Di dekapan wanita itu, ada sebuah mushaf dengan sampul berwarna ungu yang menemani tidur singkatnya.

Melihat pemandangan itu, sepasang mata milik pria tadi berembun tanpa diduga. Bagaimana bisa, penyakit mematikan itu bersarang di tubuh wanita yang paling dia cintai tersebut? Seorang wanita pemilik wajah bersahaja, yang setiap harinya membuat dia jatuh cinta.

Melangkah dengan pelan, karena khawatir membangunkan tidur lelap bidadarinya. Pria itu lantas mengambil duduk di sebelah wanita yang menjadi ratu di mahligai cinta mereka selama 5 tahun terakhir ini.

"Aku sudah memenuhi janjiku untuk melihat dia, Cahaya. Tapi hatiku sama sekali tidak bisa memenuhi permintaan kamu. Tolong, kali ini jangan memaksaku lebih jauh lagi. Sampai kapan pun, aku nggak akan bisa menduakan kamu." Tepat ketika pria itu berhenti berkata, sepasang mata indah milik istrinya tersebut terbuka. Kedua insan yang disatukan dalam ikatan pernikahan itu saling bertatapan dalam jangka waktu beberapa detik.

"Mas Reyhan," panggil lirih wanita itu setelahnya.

"Kamu bangun? Maaf ya, aku jadi bikin kamu bangun." Lalu sebuah usapan, mendarat di puncak kepala perempuan yang dipanggil Cahaya tadi.

"Kamu sudah melihat Jenna, Mas? Bagaimana pandangan kamu terhadapnya? Kamu pasti menyukainya, 'kan? Nggak mungkin kalau kamu nggak suka, Jenna itu cantik." Deretan pertanyaan, dilemparkan Cahaya pada suaminya itu—Muhammad Reyhan Dirgantara. Cahaya akui, Jenna cantik. Lelaki mana yang tidak akan menyukainya? Meski membicarakan hal ini adalah hal yang menyakitkan baginya, tapi sebisa mungkin Cahaya akan membuat—nama Jenna indah di pandangan suaminya tersebut.

"Tidak ada wanita cantik menurutku selain kamu, Cahaya." Reyhan menggelengkan kepala. Dia tau jika Cahaya tengah menahan sesak di dalam dadanya perihal pertanyaan ini. Semua terlihat dari kedua sorot matanya yang menatapnya dengan sendu.

"Cahaya, tolong jangan paksa aku untuk melakukan hal yang nggak aku pengen. Aku sudah melihat dia, dan aku sama sekali nggak mau ada hubungan yang lebih jauh lagi setelah hari tadi." Reyhan tatap wanitanya tersebut dengan dalam, ia limpahkan segala perasaan dalam dadanya melalui tatapan mata.

"Mas," panggil Cahaya seraya menyimpan mushaf, lalu meraih tangan sang suami. Dikecupnya dengan lembut punggung tangan pria itu, menandakan bakti seorang istri terhadap suami. "tolong kabulkan keinginan dari orang sekarat ini, Mas."

Reyhan menggelengkan kepala, dia tidak setuju dengan kepesimisan Cahaya. "Kata siapa kamu sekarat? Kamu akan sembuh, Cahaya! Kalau perlu, ayo kita berobat ke luar negeri. Aku sama sekali nggak mau ditinggalin kamu. Aku dan Anala, masih butuh kamu di sini."

Bibir pucat Cahaya nampak tertarik ke atas, dia suka sekali melihat cinta di mata suaminya itu.

"Mas, kamu lupa dengan hakikat kita hidup di dunia ini?" Cahaya menyentuh pipi Reyhan dengan kedua tangannya. "sejatinya, kita hidup di sini hanyalah sementara. Baik aku ataupun kamu, kita akan pergi meninggalkan dunia ini. Mungkin bedanya, waktuku sebentar lagi. Maka dari itu, aku hanya ingin kamu mendapatkan penggantiku sebelum waktuku usai."

"Tidak, Sayang. Aku akan berusaha semaksimal mungkin menyembuhkan kamu, kamu harus sehat. Dan untuk pengganti yang kamu bicarakan, nggak akan ada pengganti yang bisa gantiin kamu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bukan Surga Impian    3 : Dua Perempuan Munafik

    Udara sejuk yang dihasilkan oleh air conditioner (AC) di dalam kamar seorang gadis, semakin membuat si gadis yang terlelap dalam tidurnya itu bergulung dalam selimut tebal. Entah dia terlalu kecil mengatur suhu, hingga membuatnya kedinginan. Atau karena suhu badannya yang sekarang cukup hangat. Tapi satu hal yang pasti, gadis itu enggan turun dari kasur dan memilih untuk terus memejamkan matanya. Sampai sebuah suara ketukan pintu tak sabaran, yang diiringi dengan suara seseorang memanggilnya dengan intens-gadis itu baru menggeliat."Jenna! Bangun! Kamu harus shalat shubuh dulu." Seseorang, dari luar kamarnya—mengetuk pintu berulang kali. Hingga menyebabkan kedamaian tidur seorang gadis yang tak lain adalah Jenna itu, terganggu. "Jenna! Bangun! Tidak ada alasan lagi untuk hari ini tidak shalat shubuh," kata orang itu lagi. Kali ini, suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya.Mendengar teriakan menjengkelkan, pun suara ketukan pintu yang diketuk tidak sabaran—Jenna pun berdecak.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Bukan Surga Impian    4 : Tawaran Kedua

    Cakrawala di siang itu begitu sangat memancar. Sang surya yang bersinar, seolah berada tepat di atas kepala. Tapi hawa panas yang dirasa oleh seorang gadis, bukan saja berasal dari sinar sang surya. Melainkan juga dari sebuah postingan akun Instagram milik adik satu darahnya—Kiara Arsyila, yang memperlihatkan tiga orang termasuk Kiara sendiri—seolah seperti keluarga bahagia tanpa kehadiran dirinya. Tiga orang itu nampak sedang makan bersama, ada senyum dan canda tawa yang diperlihatkan di foto itu. Jelas saja, foto itu pasti diambil setelah kepergiannya beberapa jam yang lalu. “Sial, dia pikir orang-orang bakal lebih simpati sama dia? Orang-orang nggak tau aja kalau dia itu anak dari pelakor." Gadis yang tidak lain adalah Jenna tersebut mengumpat. Udara yang saat ini terasa panas, lebih membakar lagi saat ia tak sengaja melihat postingan Kiara.“Tenang, tarik nafas.” Jenna memejamkan mata, ia sadar jika gejolak amarahnya bisa saja menimbulkan gangguan kecemasannya kambuh begitu saja.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Bukan Surga Impian    5 : Permintaan Orang Sekarat

    "Meskipun orang yang meminta ini sedang sekarat sekali pun, Jenna?" Sepasang manik mata Jenna, bahkan tak berkedip saat kalimat itu terlontar dari bibir dokter Cahaya—psikiaternya. Gadis itu tertegun, terkejut bukan main dengan perkataan dokter Cahaya yang seolah mempermainkan takdir kehidupan. Alih-alih menjawab pertanyaan tersebut, Jenna justru terdiam sembari mencerna semuanya. Bagi Jenna, permintaan konyol itu bukan hanya mendadak. Tapi juga mengusik kembali luka lama yang telah dia usahakan untuk lupa.Seharusnya di sini, Dokter Cahaya tau hal itu, kan? Dia yang berperan sebagai seorang Psikiater untuk Jenna. Dia juga yang telah menyembuhkan luka hati tersebut. Lantas kenapa sekarang dia juga yang membuka kembali luka lama itu?Terlebih, alasan Dokter Cahaya yang membawa-bawa kalimat 'sekarat', membuat Jenna benar-benar tidak suka. Seseorang tidak boleh mempermainkan takdir semacam itu hanya untuk mencapai keinginannya."A-apa maksud, Dokter? Sekali pun Dokter inginkan hal itu,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Bukan Surga Impian    6 : Taubatnya Sang Pendosa

    Cakrawala di malam ini nampak tak begitu terang seperti hari malam biasanya. Rembulan yang kala ini berbentuk sabit pun bahkan kesepian—tanpa ada teman yang menemani. Benda-benda kecil yang biasa bertaburan di atas langit, kini tak nampak sama sekali. Keadaan malam yang suram, sama suramnya seperti keadaan hati seorang gadis dengan piyama teddy bear. Entah sudah ke berapa kalinya gadis itu mendesah kasar, sedangkan jemarinya masih menyentuh keyboard laptop tanpa menari di sana. Biasanya, malam hari seperti ini—ia mendapatkan banyak inspirasi untuk bahan lanjutan kisah-kisah yang dia rangkai menjadi sebuah tulisan. Tapi karena malam ini, inspirasi tersebut entah menguap ke mana. Padahal, sudah banyak pesan cinta yang dia dapatkan dari penggemar setia yang menunggu kelanjutan kisah tersebut.“Mungkin aku terlalu kepikiran tentang Dokter Cahaya, sampai-sampai sekarang aku nggak fokus nulis begini.” Jenna, gadis yang kini memilih menutup laptopnya menerawang kembali, pada masa di mana Do

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Bukan Surga Impian    7 : Luka Seorang Anak

    Tatapan nanar diberikan pada seorang gadis yang duduk dengan kepala tertunduk di hadapannya. Hati pria paruh baya yang menatapnya demikian, tertohok dengan sebuah kiriman foto dari seseorang yang tidak dikenalnya. Beberapa menit sebelumnya, pria paruh baya yang baru saja menyelesaikan tadarus Alquran itu terkejut saat ponselnya berbunyi. Dilihatnya, ada sebuah notifikasi masuk ke pesan Whatsapp miliknya. Saat itu, dahinya berkerut dalam kala ada nomor tak dikenal mengirimkan sebuah foto. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika berhasil mendownload foto tersebut. Foto di mana puteri pertamanya tengah berada di sebuah bar bersama rekan-rekannya. Istighfar dengan segera dilakukan oleh pria paruh baya itu. Tak henti-hentinya dia menenangkan hati dengan kalimat thoyyibah itu, atas kesalahan sang puteri yang sudah membuatnya kecewa."Jawab Ayah, Jenna! Apa yang kamu lakukan ke tempat penuh maksiat itu?" Dengan dada kembang kempis, pria paruh baya yang menyebut dirinya sendiri dengan sebutan '

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Bukan Surga Impian    8 : Dalam Dekapan Hujan

    “Aku mau pulang aja, Mas!” Itu suara dari seorang wanita yang duduk di atas hospital bed. Ia menoleh, memandang pria yang duduk di hadapannya dengan pandangan memohon.“Aku bosan di sini, Mas. Aku terbiasa bekerja di rumah sakit ini, bukan menjadi seorang pasien.” Pria yang tidak lain adalah Reyhan—suaminya tersebut menghela nafas berat, lalu menyimpan piring yang tadi ada di genggaman. Sebenarnya saat ini, pria itu tengah menyuapi Cahaya—sang istri. Tapi Cahaya kini malah meminta pulang di saat kondisinya bahkan tidak bisa dikatakan stabil.“Kamu kan tau kondisi kamu sekarang bagaimana, Cahaya?” Reyhan berdiri, lantas membantu Cahaya untuk merebahkan tubuhnya di hospital bed. Namun saat akan melakukan itu, Cahaya mencekal tangannya. Wanita itu menggeleng, enggan merebahkan dirinya di sana.“Kamu belum pulih total. Kita akan pulang kalau kamu sudah pulih, aku janji.” Tatapan nanar kemudian diberikan Cahaya pada suaminya itu. Tidak bisakah pria itu mengerti, jika Cahaya merindukan ruma

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Bukan Surga Impian    9 : Perasaan Asing

    Derit engsel pintu terdengar nyaring saat seseorang masuk ke dalam sebuah ruangan. Dia tersenyum hangat, saat mendapati Widia—editor yang tengah menunggu naskah ceritanya selesai selama satu bulan terakhir ini. Udara sejuk yang dihasilkan dari air conditioner, tambah membuat atmosfer di dalam ruangan itu cukup nyaman. Apalagi kini, Widia menyambut kedatangannya dengan sebuah applause dari kedua tangannya.“Bagaimana perkembangan naskahnya, Jenn? Kata kamu, naskah itu akan terbengkalai selama dua bulan. Tapi kenapa sekarang baru satu bulan, kamu sudah menyelesaikannya?” Pertanyaan itu ditujukan pada seorang perempuan yang kini menarik kursi untuk ia duduki. Seorang perempuan yang kini dikategorikan sebagai penulis populer di tahun 2024, dengan banyak karyanya yang masuk ke dalam jajaran best seller.“Aku mendadak mendapatkan banyak ide beberapa hari ini. Bukannya itu justru baik?” Perempuan yang tidak lain adalah Jenna tersebut melempar tanya.Perempuan yang duduk di seberangnya menga

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Bukan Surga Impian    10 : Lagi-lagi Menolak

    Setitik air mata, meluncur begitu saja dari sudut seorang wanita berhijab. Tak dapat dipungkiri, segala proses tahapan kemoterapi yang sudah dilakukan—membuat perasaannya campur aduk. Ada perasaan senang, kala ia ditemani dengan setia oleh sang suami. Ada perasaan sedih, jika takdir harus menuliskannya begini.Bibir pucat milik wanita itu sekarang mencuat ke atas. Membentuk sebuah lengkungan tipis yang turut membuat pria di sebelahnya menganggukkan kepala, mencoba meyakinkan dirinya—bahwa semua akan baik-baik saja. Proses kemoterapi yang dilakukan di Rumah Sakit Kenangan Indah pagi ini, meliputi tiga fase dan terapi tambahan. Dari mulai fase induksi, yang berguna untuk membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa. Sampai fase pemeliharaan, yang bertujuan mencegah sel-sel kanker tumbuh kembali. Wanita berhijab yang tidak lain adalah Cahaya tersebut, melakukan proses pengobatannya dengan cukup serius.Tapi meski begitu, Cahaya tetap mempunyai ketakutan yang tidak bisa dia bagi pada oran

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30

Bab terbaru

  • Bukan Surga Impian    38 : Pernyataan Cinta?

    Jika kehidupan seseorang bisa dipilih akan bagaimana perjalanannya, mungkin Jenna tidak menginginkan perjalanan hidup yang banyak menorehkan luka di hatinya seperti ini. Memang, siapa yang ingin menjadi seseorang yang dinilai meruntuhkan rumah tangga orang lain? Seseorang yang kehadirannya dinilai begitu buruk oleh hampir kebanyakan orang. Padahal dirinya tidak seperti itu. Tentu saja Jenna juga tidak ingin. Mendapatkan cinta, di posisinya yang kedua—Jenna pernah merasakan rasa pesimis luar biasa. Statusnya yang berada di nomor dua, sudah pasti tidak akan menjadi prioritas. Tapi setelah kepergian madunya itu, atau seseorang yang menyandang status istri pertama—hati Jenna sempat mengharapkan jika cinta itu akan hadir, karena bagaimana pun dirinya kini berstatus sebagai satu-satunya istri. Menjalani hidup sebagai seorang istri yang awalnya tak diharapkan, tentu tidak mudah untuk dilakukan. Berbulan-bulan lamanya Jenna sering makan hati saat mendengar ocehan demi ocehan dari orang-ora

  • Bukan Surga Impian    37 : Cemburu

    Dalam satu minggu ini, Jenna merasakan banyak perubahan dalam hubungannya bersama Reyhan dan Anala. Hal itu terjadi setelah Anala demam, dan insiden Jenna yang kehujanan lalu disusul oleh Reyhan. Sejak itu, interaksi mereka pun tidak lagi canggung. Reyhan bahkan sudah sering mengajaknya untuk shalat berjama'ah jika pria itu sudah pulang dari kantor, ataupun mengajak Jenna untuk sama-sama tidur di kamar Anala seperti waktu itu. Meskipun belum sampai ke tahap mereka satu ranjang yang sama tanpa Anala, tapi Jenna merasa semuanya sudah cukup. Tidak ada lagi beban pikiran bagi Jenna, untuk memikirkan bagaimana cara mengambil hati dua orang itu. "Bunda!" Lihat! Anala bahkan sudah mau memanggilnya dengan sebutan 'bunda', alih-alih dia memanggil 'tante' seperti biasanya. Saat Jenna mendengar puteri sambungnya itu memanggil, dia dengan segera menoleh dan menghampiri Anala. "Ada apa, Sayang?" Dengan penuh kelembutan, Jenna menjawab panggilan Anala. Senyum juga turut hadir di wajahnya yang c

  • Bukan Surga Impian    36 : Hubungan yang Mulai Membaik

    "M-mas Reyhan?" Jenna mengerjapkan mata saat menangkap presensi suaminya itu di hadapannya. Dia berdiri dengan payung besar di tangannya, pun dengan sorot mata yang terlihat ... khawatir?Jenna tertegun sambil menatap Reyhan dengan mendongakkan kepala, bolehkah dia berharap—jika Reyhan memang sedang khawatir dan sekarang menjemputnya?"Kamu kenapa?" Selanjutnya, Reyhan membungkukkan badan, dan hal itu membuat Jenna buru-buru memalingkan wajah ke arah lain. Ketahuan menatap Reyhan dengan binar, tentu saja hal memalukan untuk Jenna, bukan?"Kakiku sepertinya keseleo, Mas. Tadi aku nggak sengaja injak batu itu," adu Jenna sambil menunjuk batu yang tadi dia injak. Reyhan mengikuti ke mana arah Jenna menunjuk, dia lantas bergegas mengambil batu tersebut dan melemparkannya ke arah yang tidak dilalui oleh orang."Kenapa kamu bisa ceroboh? Sekarang hujan-hujanan pula," gerutu Reyhan. Memang benar, Reyhan saat ini melihat Jenna seperti seorang anak kecil yang tidak tau arah jalan pulang. Ba

  • Bukan Surga Impian    35 : Mulai Khawatir?

    Langit telah menggelap sepenuhnya. Selain itu, tidak adanya sang bintang yang biasanya bertaburan—turut andil dalam membuat malam ini terasa lebih mencekam. Belum lagi suara petir yang mulai terdengar, menandakan jika air mata langit akan turun—membuat seorang gadis yang berjalan dengan membawa dompetnya itu, kini berlari kecil. Memilih untuk berjalan kaki lantaran jarak Supermarket dan rumahnya hanya 200 meter, tujuan utama gadis itu adalah membeli obat penurun panas untuk Anala. Karena stok di rumah hanya ada obat penurun panas berbentuk tablet, yang mana rasanya pun pahit—Anala tidak menginginkan untuk minum obat tersebut. Alhasil, gadis yang tak lain adalah Jenna tersebut harus mau tidak mau keluar untuk membeli obat.Sementara sang suami, sekaligus ayah dari Anala—belum pulang dari kantornya sampai saat ini. Padahal Jenna sudah memberitahu, jika Anala sedang demam di rumah. Mungkin, karena kesibukannya sebagai seorang pemimpin perusahaan—membuatnya tidak bisa berleha-leha seper

  • Bukan Surga Impian    34 : Senjakala yang Sebenarnya

    “Bisa Anda jelaskan, terkait dengan berita tersebut?” “Nona Senjakala, tolong beritahu kami! Apa benar, Nona menjadi istri kedua?”“Katanya, Anda telah merusak rumah tangga orang lain. Apa itu benar, Nona Senjakala?” Jenna mengangkat kedua tangan untuk menutupi dua telinganya rapat-rapat, saat ia mendapatkan pertanyaan bertubi dari para wartawan tersebut. Sungguh! Jenna sama sekali tidak bisa menjawab, lantaran panic attack yang berujung dengan kecemasannya menyerang—membuatnya kesulitan untuk membela diri. Sementara sosok pria yang berdiri di samping Jenna, tertegun sambil mencerna kalimat demi kalimat yang dipertanyakan oleh wartawan tersebut pada istrinya. Senjakala? Bukankah itu nama seorang penulis yang Reyhan sering baca karya novelnya? “Kenapa? Kamu mengenalnya?”“Sangat mengenalnya.” Reyhan ingat pembicaraannya dengan Jenna beberapa menit yang lalu. Perempuan itu bilang, jika dia sangat mengenali sosok Senjakala yang dimaksud. Apa mungkin, sosok Senjakala itu adalah Jenna

  • Bukan Surga Impian    33 : Fans Tak Terduga

    Ada beberapa hal dalam hidup, yang bisa membuat Jenna merasa bangga pada dirinya sendiri. Selain karena bisa mengontrol kecemasan yang datang dengan tiba-tiba, Jenna juga merasa bangga saat ada seseorang yang membaca karyanya dengan perasaan mendalam. Tak jarang, pembacanya selalu meneror Jenna via DM Instagram hanya untuk memaki-maki karakter yang buruk dalam karyanya. Atau memuji karakter yang berperan sebagai protagonis. Sebagai seorang penulis, tentu Jenna membutuhkan feedback dari pembacanya. Maka dari itu dia sangat senang dan bangga pada dirinya sendiri, saat ada pembacanya yang terbawa suasana dengan alur cerita yang dibuat.Sama seperti yang dilakukan oleh seorang pria di meja kerjanya itu. Jenna yang berdiri di ambang pintu cukup terpekur dengan pemandangan langka ini. Bagaimana bisa, suaminya sedang membaca salah satu karyanya yang berjudul 'Bukan Surga Impian'? Yang di mana isi dari cerita itu adalah tentang seorang istri kedua yang menikah karena sesuatu hal. Sebenarny

  • Bukan Surga Impian    32 : Misi Pertama

    Sejak awal, Jenna tak seharusnya berharap lebih dengan pernikahannya bersama Reyhan. Pernikahan yang dari awalnya saja bersifat pemaksaan terhadap personal, meskipun pada prosesnya—Cahaya membeberkan sakitnya sebagai alasan utama, untuk membuat Jenna dan Reyhan menyetujui permintaannya. Maka sekali pun sekarang sudah tidak ada lagi sosok Cahaya, yang membuat Jenna seringkali merasa bersalah karena sudah memutuskan untuk menjadi madu wanita itu. Tapi sekarang Jenna justru dihadapkan dengan segala berita buruk yang beredar tentangnya. Entah bagaimana caranya publik tau, jika status Jenna sebelumnya adalah istri kedua. "Ada yang membebani pikiranmu?" Sebuah suara bariton tiba-tiba membuat Jenna tersentak kecil. Dia lupa, jika saat ini tengah makan malam bersama dengan Reyhan dan Anala."Ah, maaf. Aku sedikit melamun," ucap Jenna merasa tidak enak."Ada yang membebani pikiranmu?" Reyhan mengulangi pertanyaannya. Pasalnya, pria itu merasa Jenna tidak seperti yang ia lihat. Wajahnya terli

  • Bukan Surga Impian    31 : Tak Terduga

    Selama satu bulan full, Jenna memilih mengosongkan jadwal untuknya menghadiri acara seminar ataupun talkshow yang berkaitan dengan literasi. Tapi pagi ini, dia akan kembali lagi dengan aktivitasnya sebagai seorang penulis dan pengisi materi kepenulisan. Satu bulan kemarin, Jenna manfaatkan waktu kekosongan tersebut untuk mengurus rumah tangga barunya. Sekaligus merapikan hati, setelah kepergian Cahaya yang sekarang menginjak bulan kedua. "Setelah ini, kamu dipanggil. Persiapkan diri, Na." Yang bersuara barusan, adalah rekan sesama penulis. Tapi seringkali bekerjasama dengan berbagai sekolah ataupun instansi yang ingin mengadakan acara seminar dan talkshow literasi. Ya sebut saja, dia salah satu bagian dari kepanitiaan acara seminar pagi ini. "Hari ini, kamu tidak jadi pemateri?" Jenna melempar tanya. Sementara, sosok yang menjadi lawan bicara Jenna itu malah membalasnya dengan seulas senyum dan gelengan kepala. "Kukira kamu juga isi," sambung Jenna. "Akhir-akhir ini aku sibuk ja

  • Bukan Surga Impian    30 : Harapan yang Pupus

    "Apa yang kulakukan kemarin? Aku memeluk dia?" Seorang pria berjalan mondar-mandir di kamar. Pikirannya melanglang pada saat siang kemarin, ketika dirinya mendadak peduli dengan Jenna—istri kedua yang sekarang beralih status menjadi satu-satunya istri. "Dia bisa kepedean! Dan yang paling parah adalah ... menaruh perasaan cinta padaku." Pria itu mengusap wajahnya kasar, sama sekali tidak bisa membiarkan jika semua itu terjadi. Meskipun saat ini dirinya menerima kehadiran Jenna sebagai istri, tapi untuk hal perasaan cinta—ia tidak bisa menjanjikan itu. Hidup selama hampir 7 tahun bersama dengan mendiang Cahaya saja, dirinya sulit untuk jatuh cinta pada wanita itu. Bagaimana mungkin, perasaannya akan berubah pada Jenna—yang dia kenal hitungan bulan? Pria yang tak lain adalah Reyhan itu tidak bermaksud untuk jahat, dengan melarang Jenna jatuh cinta padanya. Reyhan hanya takut, jika lagi-lagi dia menyakiti hati seorang perempuan. Sama seperti apa yang dia lakukan pada mendiang Cahaya.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status