Victoria terbangun menjelang pukul enam pagi dengan kondisi kepala pusing akibat pengaruh alkohol semalam dan semua perisrtiwa yang terjadi kemarin. Victoria mengangkat tangannya dan meletakkan diatas dahinya. Dirinya seperti merasakan mimpi tapi dia juga tahu jika ini bukan khayalannya. Ini nyata! Pemandangan Roger bergumul dengan Marilyn begitu liarnya dan kata-kata pedasnya saat melihat Victoria yang terluka. Bagaimana dia kembali ke kamar hotelnya dan minum alkohol begitu banyak. Victoria tidak ingat berapa gelas dia minum semalam.
Dan bagaimana dia salah masuk kamar hingga bertemu dengan Deron. Pipi Victoria memerah saat mengingat bagaimana ciuman panas dan sentuhan Deron di tubuhnya. Mengingat itu saja, sudah membuat tubuhnya menggelenyar dan bergairah. Victoria menggelengkan kepalanya berusaha untuk menghilangkan semuanya tentang Deron. Gadis itu pun bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Victoria hendak keluar dari kamar hotelnya dan pergi ke apartemennya yang sudah dia sewa saat masih di London.
Setelah segar dan memakai kaus hitam lengan pendek, celana jeas, sepatu boot dan jaket musim panasnya, Victoria membereskan semua bawaannya termasuk gaun yang dia beli khusus kemarin. Rasanya ingin membuang gaun itu namun mengingat harganya, membuat Victoria mengurungkan niatnya. Gaun ini juga yang dilihat oleh Deron.
Victoria sekali lagi menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan pria tampan dengan brewok di rahangnya serta mata birunya yang tajam dan menghipnotis dirinya. Gadis itu membawa keluar duffle bag dan kopernya keluar lalu dia berjalan menuju lift. Victoria memencet tombol area lobby dan gadis itu menunggu sampai lift itu tiba di lantai satu.
Victoria keluar dari lift lalu berjalan menuju meja resepsionis. Gadis itu melakukan check out dan membayar tagihannya. Usai menyelesaikan semua administrasinya, Victoria pun keluar dan sebuah taksi datang lalu gadis itu masuk ke dalam mobil.
Tanpa sepengetahuan Victoria, Deron keluar dari lift di lantai yang sama. Pria itu mengenali rambut merah Victoria yang jarang dimiliki oleh wanita Italia manapun. Sudut bibir seksi pria itu tertari ke atas secara samar karena tahu Victoria sudah pergi. Deron mengambil ponselnya yang tersimpan di saku dalam jasnya.
"Roberto, makan siang di restauran La Casa satu jam lagi!" perintah Deron.
"Baik Boss," jawab Roberto di seberang.
Deron pun menyimpan kembali ponselnya. Victoria MacAlpen. Entah mengapa Deron merasa dirinya akan bertemu dengan gadis berambut merah itu kembali.
Sementara itu, Victoria menikmati pemandangan kota Milan dan meminta pada supir taksi yang sudah tua itu untuk memperlihatkan lokasi perusahaan tempat kerjanya yang baru dengan apartemennya. Victoria melihat dari g****e map jarak dari gedung apartemennya ke kantor hanya sepuluh menit dengan berjalan kaki.
"Ini kantor TechPro, nona. Gedung apartemen milik nona, ada di blok sebelah sana. Cukup dekat," ucap sopir taksi itu ke Victoria.
"Cukup dekat ya?" Victoria tersenyum karena dirinya bisa menghemat uang transportasi.
"Benar Nona." Mobil yang membawa Victoria pun tiba di depan gedung apartemennya dan gadis itu membayar taksinya lalu turun. Victoria melangkah dengan percaya diri masuk ke dalam gedung apartemennya dan melihat agen perumahan yang dia panggil sudah datang. Keduanya pun naik ke lantai dua dimana unitnya berada dan Victoria pun mendapatkan kuncinya.
Victoria merasa bersyukur karena transaksinya sangat lancar dan dia melihat apartemennya yang masih kosong. Gadis itu pun mengambil ponselnya dan mencari situs belanja online guna minta dikirimkan tempat tidur, kasur dan bantalnya. Setelah selesai membayar, gadis itu menunggu kirimannya datang dengan membersihkan apartemennya.
Keesokan harinya, Victoria pun sudah bersiap menuju tempat kerjanya yang baru dan dirinya sudah merasa nyaman di apartemennya meskipun belum terisi lengkap semua perabotannya. Tapi itu bukan masalah karena yang terpenting, dia tidak harus tinggal di hotel. Victoria pun turun ke lantai bawah usai mengunci unitnya dan berjalan ke arah bangunan miliik TechPro.
Victoria bisa melihat bangunan mewah itu dengan kaca-kaca di sekelilingnya, membuatnya semakin terlihat elegan sepanjang jalan menuju TechPro. Gadis itu pun masuk dan menemui resepsionis yang memberitahukan pada HRD. Victoria pun masuk ke bagian HRD untuk menyelesaikan semua administrasi termasuk mendapatkan id card guna mempermudah dirinya. Olivia, bagian HRD membawa Victoria ke lantai sembilan dimana dia bekerja sebagai sekretaris CEO TechPro Milan.
Mereka pun tiba di lanta sembilan yang agak lengang dan Olivia melangkah ke sisi kanan lantai sembilan itu dimana ada papan kecil bertuliskan 'CEO' di sudut atas pintu kayu mahal itu. Victoria melihat ada meja kerja dan kursi yang nyaman berada di depan ruang CEO itu lengkap dengan PC, printer dan segala sesuatu yang dibutuhkan seorang sekretarsi.
"Ini tempat kerja kamu, Victoria. Biasanya Boss baru datang sekitar siang karena setahu aku ada jadwal meeting dengan rekan bisnis dulu," ucap Olivia.
"Terima kasih Olivia," senyum Victoria yang puas dengan meja kerjanya.
"Semoga betah. Aku tinggal dulu." Olivia dan Victoria saling melambaikan tangan sebelum HRD itu berjalan menuju lift.
Victoria lalu duduk di kursi kerjanya dan mulai menyalakan komputernya. Gadis itu mulai melihat semua isi folder yang berhubungan dengan bidang kerjanya yang sudah ada disana termasuk jadwal sang CEO yang hanya berinisial D.G.
Victoria masih beradaptasi dengan semuanya ketika mendengar suara langkah kaki. Wajahnya pun diangkatnya dari layar monitor dan dirinya terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Wah, wah, wah ... Ternyata benar kamu ya, Vicky. Kamu memang tidak bisa berpisah dariku rupanya?" Wanita itu tertawa sinis.
"Apa maumu Marilyn?" balas Victoria dingin.
"Tidak ada. Tadi aku sedang keluar dari ruanganku dan melihat seorang wanita berambut merah mencolok dan dugaanku benar. Itu memang kamu! Apa yang kamu lakukan disini?"
Victoria mengangkat dagunya. "Aku bekerja disini, Marilyn."
Marilyn tertawa sumbang. "Oh, segitunya kamu mengejar Roger hingga kamu rela pindah kemari? Oh, sayang, kamu itu terlalu naif! Terlalu polos ! Memangnya Roger senang didatangi kamu? Tidak!" Marilyn menyeringai menyebalkan. "Kamu itu terlalu udik !"
"Memang aku udik tapi ... aku tidak murahan seperti kamu yang dengan mudahnya tidur dengan banyak pria," jawab Victoria dengan wajah datar. "Silahkan jika kamu mau ambil Roger, aku tidak perduli."
Marilyn tertawa sinis. "Kamu bilang seperti itu, sebenarnya kamu patah hati kan? Aku bisa memuaskan Roger di ranjang dan dia juga sangat suka dengan servisku. Kamu? Mungkin macam papan kayu yang kaku dan tidak ada gairah disana!"
Mata hijau Victoria berkilat marah namun dia tetap mengontrol emosinya demi tidak terpancing dengan semua ejekan Marilyn yang sudah pernah dia terima sejak kuliah.
"Mungkin. Tapi setidaknya aku masih punya harga diri dengan tidak merebut semua pria yang dekat denganku. Sekarang, siapa yang lebih iri dan murahan? Aku atau kamu?" Victoria berdiri berhadapan dengan Marilyn.
"Oh sayang, mau kamu berbicara sampai berbusa tentang aku, kamu tidak akan pernah menang, Vicky. Karena kamu adalah seorang pecundang sejati!" seringai Marilyn membuat Victoria mengepalkan tangannya.
"Ohya? Lalu kamu itu apa?" senyum Victoria. "Bagaimana seorang yang katanya sahabat, tega merebut pria milik sahabatnya? Siapa yang pecundang disini?"
Wajah Marilyn memerah menahan amarah karena Victoria yang dia hadapi, berbeda dengan Victoria yang dia kenal. Yang selalu penakut dan lebih suka mengalah.
"Kamu memang --"
"Apa yang terjadi disini?"
Terdengar suara bariton yang membuat kedua wanita itu menoleh dan Victoria terkejut saat tahu siapa berada di belakang Marilyn.
Deron?
Victoria terkejut saat melihat ada dua orang pria disana yang mana satu adalah Deron sementara di belakangnya juga ada pria dengan wajah dingin. Victoria bisa melihat mata biru pucat pria asing itu seperti sebuah es dingin saat ini."Tu ... tuan Gonzaga ... Eh--maaf. Saya akan pergi." Marilyn hendak pergi ketika suara Deron menghentikannya."Jaga kelakuan kamu!" ucap Deron dengan nada dingin dan tidak bisa dibantah yang mampu membuat Marilyn pucat pasi. "Ba--baik tuan Gonzaga." Marilyn pun langsung bergegas pergi dari meja Victoria. Deron melihat Victoria yang sangat terkejut dan hanya tersenyum smirk. "So, nona MacAlpen. Apa yang kamu lakukan disini?"Victoria hanya bisa menganga. Deron adalah boss aku? Victoria berusaha mengembalikan wibawanya. "Selamat pagi, tuan Gonzaga. Saya adalah sekretaris baru anda. Perkenalkan, Victoria MacAlpen." Victoria mengangguk hormat.Deron hanya mengangguk angkuh. "Baiklah. Atur semua jadwalku. Sekretaris aku yang lama sudah meninggalkan datanya.
Victoria menatap Deron dengan perasaan campur aduk. Benar-benar bisa memanfaatkan situasi! Victoria merasa menyesal dia tidak membaca detail tentang kontrak pekerjaannya dimana ada pasal penalti jika melakukan pemutusan kontrak di tengah jalan. Apalagi dia baru dua jam disini! Victoria lebih memilih nama baiknya dan cukup tahu jika Deron bisa melakukan apa saja. Parahnya, pria ini bisa memblacklist dirinya di berbagai perusahaan sebagai orang yang tidak bisa bersikap profesional! "Apa yang anda tawarkan, tuan Gonzaga?" tanya Victoria pada akhirnya. Deron tersenyum yang entah dimata Victoria sebagai senyum licik penuh kemenangan. "Roberto!" Victoria melihat Roberto berjalan menuju ke meja dan mengambil sebuah map dari dalam tas kerjanya. Gadis itu tidak menyangka jika Deron sudah mempersiapkan semuanya. "Silahkan dibaca Nona MacAlpen," ucap Roberto sambil menyerahkan map ke Victoria. Gadis itu membaca poin-poin yang ada di surat perjanjian. Matanya melebar saat ada poin, harus berm
Victoria berjalan dengan santainya menuju gedung apartemennya dengan memperhatikan sekelilingnya. Bukan untuk mengawasi orang-orang tapi menghapalkan tempat makan jika dia malas memasak. Victoria melihat ada sebuah toko roti dan teringat dia belum membeli baguette yang biasa dia toast dan diberikan campuran mayonaise, alpukat dan potongan udang rebus serta kepiting. Victoria tersenyum ke arah bakernya. Mereka saling mengobrol dan Victoria berjanji akan mengambil roti dari bakeri itu.Victoria berjalan keluar sambil membawa roti dan ke arah apartemennya tanpa tahu ada sebuah mobil sport hitam berhenti di seberang mengawasi dirinya. Victoria pun masuk ke dalam gedung apartemennya dan dua orang yang di dalam mobil itu hanya memperhatikan dari jauh."Rupanya itu gedung apartemen La Sole," gumam Deron.Roberto hanya mengangguk."Oke. Sudah tahu. Ayo pulang," perintah Deron membuat Roberto menjalankan kembali mobil miik boss yang juga sahabatnya.Deron adalah orang yang tertutup dan hanya s
"Apa maksud kamu?" tanya Roger saat dia berada dalam satu tempat tidur dengan Marilyn. "Anak udik kuno itu bekerja di satu perusahaan sama kamu?""Iya. Si bloon itu sekarang adalah sekretaris boss aku, Deron Gonzaga dan tadi, dia memisahkan aku dengan si kuno itu! Aku merasa kesal ! Bagaimana dia bisa menjadi sekretaris CEO mengingat dia sangat bodoh !" omel Marilyn dengan nada cemburu berat membuat Roger menoleh ke wanita yang memeluknya dengan tubuh polosnya. "Dia dulu bekerja sebagai sekretaris juga, sayang." "Tapi di perusahaan tidak jelas ! Bahkan aku dengar, perusahaannya juga nyaris bangkrut sekarang! Yang aku tidak habis pikir, bagaimana bisa dia diterima di TechPro? Mengingat otak dia sangat dangkal hingga aku bisa memanfaatkan dia!" "Apakah dia beruntung?" gumam Roger. "Tapi dia kemarin sangat terkejut melihat kita ... " Pria itu melirik licik ke Marilyn. "Bagaimana jika kita buat dia tidak betah berada perusahaan kamu, sayang ?" Marilyn terseyum licik. "Aku suka dengan
Victoria menatap wajah Roger dengan perasaan kesal luar biasa karena tidak hanya dia dipermainkan secara hati tapi juga dengan finansial dan itu sangat memukul egonya. Perasaannya yang tulus ke Roger, ternyata hanyalah harapan semu, sia-sia dan buang-buang waktu! Selama ini dia menunggu Roger menjadi sosok yang lebih serius dan mengambil level yang meningkat tapi ternyata ... tidak ada dalam agenda Roger yang jelas."Lebih baik kamu pergi, Roger!" usir Victoria.Roger tertawa. " Harusnya kamu yang pergi, anak kampung! Karena kamu tidak cocok disini dengan gaya pakaian kamu yang kuno dan tidak sophisticated ... Kamu memang cocoknya di Inggris yang muram bukan di Milan yang fashionable dan glamor." "Memang siapa kamu? Kok malah mengatur kehidupan aku? Kita sudah selesai Roger sejak kamu bergumul dengan liar macam binatang tidak punya aturan di atas tempat tidur kamu! Justru aku berterima kasih, karena kaku sekarang terbebas dari kamu jadi aku hanya memikirkan diri sendiri ... Seperti k
Mobil milik Deron akhirnya tiba di sebuah restauran ekslusif yang berada tepat di seberang butik Morr. Victoria baru tahu soal ini jadi tidak heran jika tadi Deron bilang untuk datang ke butik saat dia membicarakan soal bisnis dengan Alessandro Moretti. Ketiganya pun turun dan pelayan mengantarkan mereka ke sebuah ruangan VIP. Victoria bisa melihat seorang pria sudah menunggu mereka disana dan menurutnya, Alessandro Moretti adalah pria Italia yang matang dan sangat seksi. Victoria tidak heran jika banyak wanita yang akan suka rela melemparkan tubuhnya ke pria itu. Dia sepertinya sangat panas di tempat tidur - batin Victoria. Dibandingkan Roger, mantannya itu tidak ada apa-apanya! "Alessandro ...." Deron tersenyum ke arah pria tinggi besar itu. "Deron ... Apa kabar?" senyum Alessandro sambil bersalaman dengan Deron. "Kamu ingat Roberto, asistenku dan ini sekretaris aku yang baru, Victoria MacAlpen." Deron memperkenalkan mereka semua dan Alessandro menyalami mereka satu p
Victoria melihat dirinya di depan cermin dan melihat dirinya tampak berbeda. Kulitnya yang putih pucat khas gadis Inggris dengan gaun off shoulder warna hitam, ditambah dengan rambut merahnya yang mencolok, membuat dirinya semakin terpancar kecantikan alaminya. Aku sangat berbeda jika pakai gaun ini - batin Victoria. Deron berdiri dan menghampiri Victoria. Pria itu berdiri di belakang gadis itu. "Rambut kamu tinggal disanggul Perancis dan wajah kamu diberi makeup sedikit saja, aku yakin, kamu akan membuat semua pria menoleh dua kali," ucap Deron. Pipi Victoria sedikit menghangat. "Saya ... tidak cantik." Deron berbisik di sisi telinganya. "Oh yeah, kamu sangat cantik." Victoria merasa bulu kuduknya berdiri saat Deron berbisik dan mengingatkan saat mereka bersama di kamar hotel. Entah mengapa dirinya masih saja terpengaruh dengan Deron. Apa karena kontrak itu? Yang membuat dirinya menjadi kekasih sementara pria itu hingga mempengaruhi dirinya? "Sa .. saya akan mengg
Deron nyaris tidsk bisa berkomentar karena Victoria sangat berbeda dengan apa yang dia bayangkan sebelumnya. Dalam bayangan Deron, make over yang dilakukan Mario, sangat di luar ekspektasi. Victoria menjadi sosok yang berbeda dan berubah dari gadis polos menjadi gadis yang mampu menyihir banyak pria di pesta nanti dan Deron tidak tahu bagaimana bisa menghalau pria-pria haus darah itu."Apakah aku terlalu berlebihan, Deron sayang?" tanya Mario. "Jujur, aku sangat suka mendadani sekretarismu itu karena dia memiliki banyak hal yang belum aku ekplorasi. Asal kamu tahu, aku bisa membuat Victoria menjadi orang berbeda dalam seribu model.""Tidak usah banyak-banya!" jawab Deron dingin. "Kita berangkat sekarang?"Victoria mengangguk lalu menoleh ke Mario. "Terima kasih Mario, sudah memberikan aku kesempatan untuk membersihkan diri disini dan membuat aku seperti Cinderella."Mario memeluk Victoria. "Ayo, Cinderella, pergilah berpesta tapi jangan sampai sepatumu ketinggalan di jam dua belas mal
Deron menikmati acara minum kopinya bersama dengan Victoria di ruang tengah apartemen gadis itu. Victoria menatap Deron yang tampak relaks bersamanya tapi tidak di perusahaan dan gadis itu tahu kalau Deron hanya seperti itu kepadanya. Terlepas dia hanya sekedar kekasih kontrak pria itu, tapi Victoria merasa mulai nyaman dengan bossnya yang berbeda sikapnya."Victoria ....""Ya Deron.""Minggu depan kita ada acara di perusahaan dan aku rasa kedua orang tuaku tidak akan datang karena mereka masih marah denganku." Victoria mengangguk maklum apalagi Deron terang-terangan menentang Elena soal perjodohannya dengan Ursula."Kamu tahu, ibuku membawa wanita itu ke acara menonton acara teater di Singapura, seolah menunjukkan bahwa si Ursula akan menjadi menantu Gonzaga suatu hari nanti. Benar-benar deh! Siapa juga yang mau menikah dengan gadis manja itu!" omel Deron."Bagaimana kamu tahu?" tanya Victoria."Roberto yang melihat liputannya dan stasiun tv Singapura memperlihatkan wawancara denga
Deron keluar dari apartemennya dan menuju apartemen milik Victoria. Tak lama gadis itu membuka pintunya dan tersenyum melihat Deron di depannya."Ada apa Deron?" tanya Victoria."Boleh aku masuk?" balas Deron."Silahkan." Victoria masuk terlebih dahulu dan Deron mengikutinya dari belakang sambil menutup pintunya. Tiba-tiba pria itu memeluk Victoria dari belakang dan mencium pipi gadis itu. Victoria menoleh ke arah Deron yang menatapnya lembut."Ini bukan karena kontrak itu kan?" bisik Victoria."Kamu kan sudah menjadi kekasihku jadi, aku harus banyak latihan di luar perusahaan." jawab Deron santai. Victoria tersenyum. "Aku ... Jujur aku tidak tahu kenapa aku bisa terpengaruh dengan sikap kamu seperti ini.""Karena Victoria sayang, kamu harus mengikuti apa yang ada di kontrak.. Sekarang, aku lapar. Kamu ada makanan apa?"***"Tangan kamu tidak apa-apa?" tanya Deron ke Victoria yang sedang menyendokkan salad ke piringnya."Tidak apa-apa. Aku sudah beri salep agar tidak memar." Victori
Roger tiba di apartemen bersamanya dengan Marilyn. Wajah pria itu tampak kesal karena rencananya untuk menekan Victoria gagal karena kehadiran Deron Gonzaga. Marilyn yang melihat kekasihnya datang dengan wajah kesal, tahu jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya. "Kamu baik-baik saja sayang?" tanya Marilyn. "Tidak ! Kamu tahu, anak udik itu berani melawan aku dan saat aku sudah hendak menekannya, eh boss kamu keluar dari apartemen sebelah anak udik !" omel Roger. "Boss aku? Deron Gonzaga? Apa yang dia lakukan di gedung apartemen anak itu?" tanya Marilyn bingung. "Mana aku tahu ! Yang aku dengar, dia sepertinya sedang mencari unit apartment baru untuk dijual kembali." "Jangan-jangan ... Deron Gonzaga hendak membeli gedung apartemen itu dan mengusir anak udik dengan menaikkan biaya sewanya?" gumam Marilyn. "Apa kamu tidak berpikir jika Deron tertarik dengan anak udik itu?" Roger menatap Marilyn. "Deron? Ke anak udik itu? Apa yang dilihatnya? Paling dia ha
Georgina bergegas menghampiri Radhi Blair yang sedang bersiap untuk kembali ke Paddock nya. Gadis itu tampak antusias mengejar pembalap F1 dari tim. Scuderia Ferrari. "Mr Blair !" panggil Georgina. "Apakah anda masih mengenali saya?" Radhi menoleh dan tersenyum ke arah gadis berambut pendek itu. "Halo, Georgie," sapa pria itu ramah. "Ah, Mr Blair masih ingat !" seru Georgina senang. "Apakah saya boleh mewawancarai anda usai balapan nanti? Secara pribadi ?" "Tentu saja. Biar nanti aku buatkan jadwal dengan asistenku." "Apakah Mrs Blair ada?" tanya Georgina yang tahu, istri Radhi selalu ikut ke acara balapan jika memang waktunya tepat. "Tentu saja Charlotte ikut. Apa kamu juga sekalian untuk mewawancarai istriku?" balas Radhi. "Jika memang diijinkan," jawab Georgina dengan mata birunya yang berbinar. "Tentu saja." Georgina memekik senang karena Radhi memberikan ijin mewawancarai pasangan itu. "Terima kasih Mr Blair !" Radhi tersenyum. "Sama-sama. Now, If you e
Mata hijau Victoria terbelalak saat melihat siapa yang meminta Roger melepaskan cengkramannya. Gadis itu tidak menyangka jika bossnya sendiri, keluar dari apartemen di sebelahnya yang mana dia tahu unit itu kosong! Bagaimana bisa Deron Gonzaga berada disana sementara dia memiliki penthouse di daerah elite Milan? "Oh, jadi boss kamu tinggal di sebelah kamu?" ejek Roger. "Dia sudah bosan jadi orang kaya?" "Tuan Gonzaga? Apa yang anda lakukan disini?" tanya Victoria bingung. "Apa .... " "Melihat-lihat unit yang hendak aku beli dan sewakan lagi." Deron menatap tajam ke arah Roger. "Lepaskan tanganmu dari nona MacAlpen!" "Ini urusan aku dengan Vicky ! Bukan urusan kamu!" Deron berjalan mendekati Roger. "Ini menjadi urusan aku karena kamu menyakiti sekretaris aku !" "Apakah ... kamu menyukai cewek udik ini, tuan Gonzaga? Selera anda ternyata rendah ya?" ejek Roger. Deron memasang wajah dingin. "Lepaskan tanganmu!" ulangnya dengan nada lebih dingin dari sebelumnya. "At
Deron terbangun dengan sedikit disorientasi karena berada di tempat yang berbeda dari kamarnya. Deron baru sadar kalau dia berada di apartemen baru yang dia sewa sebelumnya. Deron lalu bangun dan berjalan menuju dapur untuk membuat kopi serta sarapan cereal. Deron memang tidak terlalu suka membuat sarapan yang ribet. Kopi jadi dan Deron menuangkan ke dalam mugnya. Deron lalu menuju ke arah balkon dan membuka pintu gesernya. Udara segar pun masuk ke dalam ruangan apartemennya yang termasuk kecil ukurannya dibandingkan dengan penthouse miliknya. Deron menyesap kopinya dan menikmati pemandangan kota Milan dari atas unit apartmentnya. Pria itu menoleh ke arah unit apartment Victoria dengan berharap gadis itu akan keluar di balkon namun harapannya sia-sia karena tidak ada tanda-tanda sekertarisnya akan muncul. Pria itu memilih untuk masuk ke dalam apartemen nya dan membersihkan diri. *** Hotel dekat Imola Sirkuit Georgina terbangun dari tidurnya dan terkejut karena jam di smartwa
Victoria menikmati acara berendamnya di kamar mandi. Harum bom sabun, menyeruak di dalam ruangan itu dan Victoria merasa beruntung mendapatkan apartemen yang ada bathub nya meskipun tidak terlalu besar tapi cukup untuk dirinya jika membutuhkan relaks. Victoria memejamkan matanya dan meresapi harumnya sabun. "Ah nikmatnya ...." Victoria mengambil segelas anggur merah dan menyesapnya pelan. "Satu gelas saja, Vic. Habis ini kamu tidur dan besok bangun siang."Victora menghabiskan anggurnya dan keluar dari bathub lalu menggosok giginya. Gadis itu membilas tubuhnya dan memakai bathrobe handuknya lalu keluar dari kamar mandi. Victoria mengeringkan tubuhnya dan memakai gaun tidurnya. Victoria melakukan rutinitas sebelum tidur dengan membersihkan wajahnya dan setelahnya, dia pun naik ke atas tempat tidur. Setelah berdoa, Victoria pun menarik selimut dan tak lama, dia pun terlelap.Tanpa Victoria tahu, ada seseorang yang datang ke apartemen yang ada di sebelahnya. Pria itu hanya menghela nafa
"Aku tidak terima Roger, darling. Dia sudah memukul hidung aku !" adu Marilyn setelah Roger pulang dari perjalanan dinas dari Perugia. "Dia harus kita tegasi, Sayang. Aku juga tidak suka melihat kamu terluka hanya karena anak udik itu mendapatkan backing dari Bossnya !" Roger teringat saat dirinya ribut dengan Victoria dan Deron datang bersama dengan pengawalnya yang sama-sama berwajah dingin. "Sepertinya Deron tidak mau kehilangan sekretaris lagi dan Victoria cukup ngeyel untuk dibully oleh ku sekarang ini," lanjut Marilyn. "Kamu tahu dimana apartemen mantanku itu?" tanya Roger. Marilyn menyipitkan matanya. "Apakah kamu hendak mengulang cerita lama?" "Tidak sayang. Aku kan sudah ada kamu ... Aku hanya kesana untuk memberikan peringatan agar dia tetap menjadi anak yang mudah kamu tindas!" seringai Roger. Marilyn tersenyum. "Jadi kamu hendak menghancurkan mentalnya lagi?" Roger mengangguk. "Akan aku hancurkan mentalnya !" Marilyn mencium bibir Roger panas. "Aku s
Marilyn merasa dirinya dipermalukan oleh Deron tapi dia harus menahan diri karena dirinya belum mendapatkan penawaran pekerjaan yang gajinya lebih tinggi dari TechPro. Lagipula, disini dia ada Victoria yang bisa dia kerjain setiap saat asal tidak ketahuan oleh Deron Gonzaga. Marilyn hanya memasang wajah datar saat para manajer lainnya mencibir ke arahnya dan dia yakin pasti banyakorang yang menyukuri dirinya dalam situasi negatif. Marilyn memilih menunggu semua orang keluar dari ruang meeting dan Marilyn baru berjalan kelaur bersama dengan sekretarisnya."Apakah kamu akan melawan, M?" tanya sekretarisnya."Tidak ,,, untuk saat ini," jawab Marilyn dingin. Marilyn melihat saat Deron berjalan bersama Roberto dan dirinya tersenyum culas, "Aku akan membuat semuanya terbalik. Aku akan buat Big Boss akan berpaling padaku.""M, kamu sudah bekerja disini hampir tiga tahun dan selama itu Deron Gonzaga juga tidak melirik kamu," kekeh sekretarisnya.Marilyn melirik judes ke sekretarisnya. "Terka