Victoria terbangun menjelang pukul enam pagi dengan kondisi kepala pusing akibat pengaruh alkohol semalam dan semua perisrtiwa yang terjadi kemarin. Victoria mengangkat tangannya dan meletakkan diatas dahinya. Dirinya seperti merasakan mimpi tapi dia juga tahu jika ini bukan khayalannya. Ini nyata! Pemandangan Roger bergumul dengan Marilyn begitu liarnya dan kata-kata pedasnya saat melihat Victoria yang terluka. Bagaimana dia kembali ke kamar hotelnya dan minum alkohol begitu banyak. Victoria tidak ingat berapa gelas dia minum semalam.
Dan bagaimana dia salah masuk kamar hingga bertemu dengan Deron. Pipi Victoria memerah saat mengingat bagaimana ciuman panas dan sentuhan Deron di tubuhnya. Mengingat itu saja, sudah membuat tubuhnya menggelenyar dan bergairah. Victoria menggelengkan kepalanya berusaha untuk menghilangkan semuanya tentang Deron. Gadis itu pun bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Victoria hendak keluar dari kamar hotelnya dan pergi ke apartemennya yang sudah dia sewa saat masih di London.
Setelah segar dan memakai kaus hitam lengan pendek, celana jeas, sepatu boot dan jaket musim panasnya, Victoria membereskan semua bawaannya termasuk gaun yang dia beli khusus kemarin. Rasanya ingin membuang gaun itu namun mengingat harganya, membuat Victoria mengurungkan niatnya. Gaun ini juga yang dilihat oleh Deron.
Victoria sekali lagi menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayangan pria tampan dengan brewok di rahangnya serta mata birunya yang tajam dan menghipnotis dirinya. Gadis itu membawa keluar duffle bag dan kopernya keluar lalu dia berjalan menuju lift. Victoria memencet tombol area lobby dan gadis itu menunggu sampai lift itu tiba di lantai satu.
Victoria keluar dari lift lalu berjalan menuju meja resepsionis. Gadis itu melakukan check out dan membayar tagihannya. Usai menyelesaikan semua administrasinya, Victoria pun keluar dan sebuah taksi datang lalu gadis itu masuk ke dalam mobil.
Tanpa sepengetahuan Victoria, Deron keluar dari lift di lantai yang sama. Pria itu mengenali rambut merah Victoria yang jarang dimiliki oleh wanita Italia manapun. Sudut bibir seksi pria itu tertari ke atas secara samar karena tahu Victoria sudah pergi. Deron mengambil ponselnya yang tersimpan di saku dalam jasnya.
"Roberto, makan siang di restauran La Casa satu jam lagi!" perintah Deron.
"Baik Boss," jawab Roberto di seberang.
Deron pun menyimpan kembali ponselnya. Victoria MacAlpen. Entah mengapa Deron merasa dirinya akan bertemu dengan gadis berambut merah itu kembali.
Sementara itu, Victoria menikmati pemandangan kota Milan dan meminta pada supir taksi yang sudah tua itu untuk memperlihatkan lokasi perusahaan tempat kerjanya yang baru dengan apartemennya. Victoria melihat dari g****e map jarak dari gedung apartemennya ke kantor hanya sepuluh menit dengan berjalan kaki.
"Ini kantor TechPro, nona. Gedung apartemen milik nona, ada di blok sebelah sana. Cukup dekat," ucap sopir taksi itu ke Victoria.
"Cukup dekat ya?" Victoria tersenyum karena dirinya bisa menghemat uang transportasi.
"Benar Nona." Mobil yang membawa Victoria pun tiba di depan gedung apartemennya dan gadis itu membayar taksinya lalu turun. Victoria melangkah dengan percaya diri masuk ke dalam gedung apartemennya dan melihat agen perumahan yang dia panggil sudah datang. Keduanya pun naik ke lantai dua dimana unitnya berada dan Victoria pun mendapatkan kuncinya.
Victoria merasa bersyukur karena transaksinya sangat lancar dan dia melihat apartemennya yang masih kosong. Gadis itu pun mengambil ponselnya dan mencari situs belanja online guna minta dikirimkan tempat tidur, kasur dan bantalnya. Setelah selesai membayar, gadis itu menunggu kirimannya datang dengan membersihkan apartemennya.
Keesokan harinya, Victoria pun sudah bersiap menuju tempat kerjanya yang baru dan dirinya sudah merasa nyaman di apartemennya meskipun belum terisi lengkap semua perabotannya. Tapi itu bukan masalah karena yang terpenting, dia tidak harus tinggal di hotel. Victoria pun turun ke lantai bawah usai mengunci unitnya dan berjalan ke arah bangunan miliik TechPro.
Victoria bisa melihat bangunan mewah itu dengan kaca-kaca di sekelilingnya, membuatnya semakin terlihat elegan sepanjang jalan menuju TechPro. Gadis itu pun masuk dan menemui resepsionis yang memberitahukan pada HRD. Victoria pun masuk ke bagian HRD untuk menyelesaikan semua administrasi termasuk mendapatkan id card guna mempermudah dirinya. Olivia, bagian HRD membawa Victoria ke lantai sembilan dimana dia bekerja sebagai sekretaris CEO TechPro Milan.
Mereka pun tiba di lanta sembilan yang agak lengang dan Olivia melangkah ke sisi kanan lantai sembilan itu dimana ada papan kecil bertuliskan 'CEO' di sudut atas pintu kayu mahal itu. Victoria melihat ada meja kerja dan kursi yang nyaman berada di depan ruang CEO itu lengkap dengan PC, printer dan segala sesuatu yang dibutuhkan seorang sekretarsi.
"Ini tempat kerja kamu, Victoria. Biasanya Boss baru datang sekitar siang karena setahu aku ada jadwal meeting dengan rekan bisnis dulu," ucap Olivia.
"Terima kasih Olivia," senyum Victoria yang puas dengan meja kerjanya.
"Semoga betah. Aku tinggal dulu." Olivia dan Victoria saling melambaikan tangan sebelum HRD itu berjalan menuju lift.
Victoria lalu duduk di kursi kerjanya dan mulai menyalakan komputernya. Gadis itu mulai melihat semua isi folder yang berhubungan dengan bidang kerjanya yang sudah ada disana termasuk jadwal sang CEO yang hanya berinisial D.G.
Victoria masih beradaptasi dengan semuanya ketika mendengar suara langkah kaki. Wajahnya pun diangkatnya dari layar monitor dan dirinya terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Wah, wah, wah ... Ternyata benar kamu ya, Vicky. Kamu memang tidak bisa berpisah dariku rupanya?" Wanita itu tertawa sinis.
"Apa maumu Marilyn?" balas Victoria dingin.
"Tidak ada. Tadi aku sedang keluar dari ruanganku dan melihat seorang wanita berambut merah mencolok dan dugaanku benar. Itu memang kamu! Apa yang kamu lakukan disini?"
Victoria mengangkat dagunya. "Aku bekerja disini, Marilyn."
Marilyn tertawa sumbang. "Oh, segitunya kamu mengejar Roger hingga kamu rela pindah kemari? Oh, sayang, kamu itu terlalu naif! Terlalu polos ! Memangnya Roger senang didatangi kamu? Tidak!" Marilyn menyeringai menyebalkan. "Kamu itu terlalu udik !"
"Memang aku udik tapi ... aku tidak murahan seperti kamu yang dengan mudahnya tidur dengan banyak pria," jawab Victoria dengan wajah datar. "Silahkan jika kamu mau ambil Roger, aku tidak perduli."
Marilyn tertawa sinis. "Kamu bilang seperti itu, sebenarnya kamu patah hati kan? Aku bisa memuaskan Roger di ranjang dan dia juga sangat suka dengan servisku. Kamu? Mungkin macam papan kayu yang kaku dan tidak ada gairah disana!"
Mata hijau Victoria berkilat marah namun dia tetap mengontrol emosinya demi tidak terpancing dengan semua ejekan Marilyn yang sudah pernah dia terima sejak kuliah.
"Mungkin. Tapi setidaknya aku masih punya harga diri dengan tidak merebut semua pria yang dekat denganku. Sekarang, siapa yang lebih iri dan murahan? Aku atau kamu?" Victoria berdiri berhadapan dengan Marilyn.
"Oh sayang, mau kamu berbicara sampai berbusa tentang aku, kamu tidak akan pernah menang, Vicky. Karena kamu adalah seorang pecundang sejati!" seringai Marilyn membuat Victoria mengepalkan tangannya.
"Ohya? Lalu kamu itu apa?" senyum Victoria. "Bagaimana seorang yang katanya sahabat, tega merebut pria milik sahabatnya? Siapa yang pecundang disini?"
Wajah Marilyn memerah menahan amarah karena Victoria yang dia hadapi, berbeda dengan Victoria yang dia kenal. Yang selalu penakut dan lebih suka mengalah.
"Kamu memang --"
"Apa yang terjadi disini?"
Terdengar suara bariton yang membuat kedua wanita itu menoleh dan Victoria terkejut saat tahu siapa berada di belakang Marilyn.
Deron?
Victoria terkejut saat melihat ada dua orang pria disana yang mana satu adalah Deron sementara di belakangnya juga ada pria dengan wajah dingin. Victoria bisa melihat mata biru pucat pria asing itu seperti sebuah es dingin saat ini."Tu ... tuan Gonzaga ... Eh--maaf. Saya akan pergi." Marilyn hendak pergi ketika suara Deron menghentikannya."Jaga kelakuan kamu!" ucap Deron dengan nada dingin dan tidak bisa dibantah yang mampu membuat Marilyn pucat pasi. "Ba--baik tuan Gonzaga." Marilyn pun langsung bergegas pergi dari meja Victoria. Deron melihat Victoria yang sangat terkejut dan hanya tersenyum smirk. "So, nona MacAlpen. Apa yang kamu lakukan disini?"Victoria hanya bisa menganga. Deron adalah boss aku? Victoria berusaha mengembalikan wibawanya. "Selamat pagi, tuan Gonzaga. Saya adalah sekretaris baru anda. Perkenalkan, Victoria MacAlpen." Victoria mengangguk hormat.Deron hanya mengangguk angkuh. "Baiklah. Atur semua jadwalku. Sekretaris aku yang lama sudah meninggalkan datanya.
Victoria menatap Deron dengan perasaan campur aduk. Benar-benar bisa memanfaatkan situasi! Victoria merasa menyesal dia tidak membaca detail tentang kontrak pekerjaannya dimana ada pasal penalti jika melakukan pemutusan kontrak di tengah jalan. Apalagi dia baru dua jam disini! Victoria lebih memilih nama baiknya dan cukup tahu jika Deron bisa melakukan apa saja. Parahnya, pria ini bisa memblacklist dirinya di berbagai perusahaan sebagai orang yang tidak bisa bersikap profesional!"Apa yang anda tawarkan, tuan Gonzaga?" tanya Victoria pada akhirnya.Deron tersenyum yang entah dimata Victoria sebagai senyum licik penuh kemenangan. "Roberto!"Victoria melihat Roberto berjalan menuju ke meja dan mengambil sebuah map dari dalam tas kerjanya. Gadis itu tidak menyangka jika Deron sudah mempersiapkan semuanya."Silahkan dibaca Nona MacAlpen," ucap Roberto sambil menyerahkan map ke Victoria.Gadis itu membaca poin-poin yang ada di surat perjanjian. Matanya melebar saat ada poin, harus bermesra
“Siapa yang sudi tidur dengan gadis kuno dan kampungan seperti kamu?!” Ucapan Roger terus terngiang di kepala Victoria meski pikirannya sudah cukup kabur karena alkohol. Gadis itu kemudian meminta satu gelas lagi dan menenggaknya habis dalam sekali teguk sebelum berdiri dan berjalan menuju lift. Guna menuju ke kamarnya yang terletak di lantai 14. Sesampainya di depan kamar yang dituju, Victoria membuka pintu dan langsung membuka pakaiannya hingga menyisakan sepasang pakaian dalam berenda merah maroon yang mampu menggoda pria manapun. Sayangnya, kekasihnya ... ralat mantan kekasihnya lebih tertarik dengan yang lain. Pakaian dalam ini awalnya ia beli untuk memulai malam panas dengan Roger, karena hari ini adalah hari anniversary mereka yang kedua.Namun, siapa sangka kalau Roger ternyata sudah lebih dulu menghabiskan malam panas itu dengan sahabatnya, Marilyn? Mengingat itu, Victoria merasa kesal, karena Roger sama sekali tak pernah menyentuhnya lebih dari bersentuhan tangan. Bahka
Victoria masih tidak bisa menggerakkan badannya setelah Deron melepaskan pagutan bibir mereka. Rasa syok membuat badannya kaku dan hanya bisa merasakan sensasi hangat pria itu di bibirnya.Hingga setelah pria itu berbalik untuk melihat siapa yang datang, Victoria baru ikut menoleh dan menatap sosok wanita paruh baya yang berdiri di dekat pintu. Victoria bersumpah dia melihat pria asing yang bernama Deron itu, sempat menyunggingkan senyum licik. “Siapa kamu?! Apa yang kamu lakukan bersama anak saya?!” bentak wanita yang diperkirakan berusia sekitar lima puluhan itu sambil menunjuk ke arah Victoria yang masih sedikit gemetar antara ciuman panas dengan Deron dan bentakan wanita asing yang mengatakan pria di depannya adalah putranya. Victoria hendak menjawab, tapi Deron sudah lebih dulu menggenggam tangannya dan meliriknya sekilas dengan pandangan meyakinkan. “Mama tidak ada urusan dengan Victoria.” Terdengar suara bariton itu sangat dalam dan dingin.Victoria terkejut bagaimana Der
Mendengar ucapan Deron, semua orang yang duduk di meja itu terperangah, terutama Ursula. Gadis yang duduk di tengah-tengah orang tuanya itu bahkan sampai berdiri dari tempat duduknya dengan tatapan tidak terima.“Deron, sebaiknya kamu jangan bercanda di situasi seperti ini. Perjodohan kita sudah lama direncanakan dan kamu sama sekali tak punya kekasih!”Ursula berkata dengan percaya diri. Sebab, selama ini Elena memang selalu menegaskan kalau pria itu tak punya belahan hati. Ursula bahkan sudah mengamati sendiri kalau Deron sama sekali tak pernah kelihatan bersama wanita. Lalu, dari mana datangnya calon istri ini?!“Kamu berbicara seperti sangat mengenal dengan kehidupan pribadiku,” jawaban Deron membuat Ursula tersentak dan kesulitan untuk kembali berargumen. Bahkan Deron mengajak Victoria duduk dengan menarik kursi layaknya seorang gentleman dan gadis itu pun duduk. Deron menyusul duduk di sebelahnya dan menggenggam tangan Victoria lagi sembari menatap gadis itu dengan tatapan de
Deron dan Victoria keluar dari ruang Versaille tanpa ada pembicaraan diantara mereka berdua. Gadis itu merasa dirinya sudah cukup banyak mendapatkan permasalahan dalam kurun waktu kurang dari 12 jam saja dan tidak mau menambahkan lagi. Deron melirik ke arah Victoria yang berjalan sambil menunduk dan tampak gadis itu sedang berpikir.“Victoria?”“Aku rasa tugas aku sebagai tameng kamu sudah selesai ya?” ucap Victoria sambil mendongakkan wajahnya ke Deron.“Apa maksudmu ?”“Tanggung jawabku sebagai pihak yang bersalah sudah selesai. Jadi kita berpisah sampai disini.”Mata Deron menyambar mata hijau Victoria. “Tidak semudah itu Victoria!”“Apa?”“Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Kamu masih harus melanjutkan sandiwara ini!” Victoria mengerjap-ngerjapkan matanya. “Aku masih harus melanjutkan? Dengar, Tuan Deron, aku hanya melakukan apa yang anda minta tadi. Dan aku … aku rasa aku cukup baik menjadi kekasih dadakan kamu yang … hampir saja ketahuan karena kita belum ada persiapan apapun!
Victoria menatap Deron dengan perasaan campur aduk. Benar-benar bisa memanfaatkan situasi! Victoria merasa menyesal dia tidak membaca detail tentang kontrak pekerjaannya dimana ada pasal penalti jika melakukan pemutusan kontrak di tengah jalan. Apalagi dia baru dua jam disini! Victoria lebih memilih nama baiknya dan cukup tahu jika Deron bisa melakukan apa saja. Parahnya, pria ini bisa memblacklist dirinya di berbagai perusahaan sebagai orang yang tidak bisa bersikap profesional!"Apa yang anda tawarkan, tuan Gonzaga?" tanya Victoria pada akhirnya.Deron tersenyum yang entah dimata Victoria sebagai senyum licik penuh kemenangan. "Roberto!"Victoria melihat Roberto berjalan menuju ke meja dan mengambil sebuah map dari dalam tas kerjanya. Gadis itu tidak menyangka jika Deron sudah mempersiapkan semuanya."Silahkan dibaca Nona MacAlpen," ucap Roberto sambil menyerahkan map ke Victoria.Gadis itu membaca poin-poin yang ada di surat perjanjian. Matanya melebar saat ada poin, harus bermesra
Victoria terkejut saat melihat ada dua orang pria disana yang mana satu adalah Deron sementara di belakangnya juga ada pria dengan wajah dingin. Victoria bisa melihat mata biru pucat pria asing itu seperti sebuah es dingin saat ini."Tu ... tuan Gonzaga ... Eh--maaf. Saya akan pergi." Marilyn hendak pergi ketika suara Deron menghentikannya."Jaga kelakuan kamu!" ucap Deron dengan nada dingin dan tidak bisa dibantah yang mampu membuat Marilyn pucat pasi. "Ba--baik tuan Gonzaga." Marilyn pun langsung bergegas pergi dari meja Victoria. Deron melihat Victoria yang sangat terkejut dan hanya tersenyum smirk. "So, nona MacAlpen. Apa yang kamu lakukan disini?"Victoria hanya bisa menganga. Deron adalah boss aku? Victoria berusaha mengembalikan wibawanya. "Selamat pagi, tuan Gonzaga. Saya adalah sekretaris baru anda. Perkenalkan, Victoria MacAlpen." Victoria mengangguk hormat.Deron hanya mengangguk angkuh. "Baiklah. Atur semua jadwalku. Sekretaris aku yang lama sudah meninggalkan datanya.
Victoria terbangun menjelang pukul enam pagi dengan kondisi kepala pusing akibat pengaruh alkohol semalam dan semua perisrtiwa yang terjadi kemarin. Victoria mengangkat tangannya dan meletakkan diatas dahinya. Dirinya seperti merasakan mimpi tapi dia juga tahu jika ini bukan khayalannya. Ini nyata! Pemandangan Roger bergumul dengan Marilyn begitu liarnya dan kata-kata pedasnya saat melihat Victoria yang terluka. Bagaimana dia kembali ke kamar hotelnya dan minum alkohol begitu banyak. Victoria tidak ingat berapa gelas dia minum semalam. Dan bagaimana dia salah masuk kamar hingga bertemu dengan Deron. Pipi Victoria memerah saat mengingat bagaimana ciuman panas dan sentuhan Deron di tubuhnya. Mengingat itu saja, sudah membuat tubuhnya menggelenyar dan bergairah. Victoria menggelengkan kepalanya berusaha untuk menghilangkan semuanya tentang Deron. Gadis itu pun bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Victoria hendak keluar dari kamar hotelnya dan
Deron dan Victoria keluar dari ruang Versaille tanpa ada pembicaraan diantara mereka berdua. Gadis itu merasa dirinya sudah cukup banyak mendapatkan permasalahan dalam kurun waktu kurang dari 12 jam saja dan tidak mau menambahkan lagi. Deron melirik ke arah Victoria yang berjalan sambil menunduk dan tampak gadis itu sedang berpikir.“Victoria?”“Aku rasa tugas aku sebagai tameng kamu sudah selesai ya?” ucap Victoria sambil mendongakkan wajahnya ke Deron.“Apa maksudmu ?”“Tanggung jawabku sebagai pihak yang bersalah sudah selesai. Jadi kita berpisah sampai disini.”Mata Deron menyambar mata hijau Victoria. “Tidak semudah itu Victoria!”“Apa?”“Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Kamu masih harus melanjutkan sandiwara ini!” Victoria mengerjap-ngerjapkan matanya. “Aku masih harus melanjutkan? Dengar, Tuan Deron, aku hanya melakukan apa yang anda minta tadi. Dan aku … aku rasa aku cukup baik menjadi kekasih dadakan kamu yang … hampir saja ketahuan karena kita belum ada persiapan apapun!
Mendengar ucapan Deron, semua orang yang duduk di meja itu terperangah, terutama Ursula. Gadis yang duduk di tengah-tengah orang tuanya itu bahkan sampai berdiri dari tempat duduknya dengan tatapan tidak terima.“Deron, sebaiknya kamu jangan bercanda di situasi seperti ini. Perjodohan kita sudah lama direncanakan dan kamu sama sekali tak punya kekasih!”Ursula berkata dengan percaya diri. Sebab, selama ini Elena memang selalu menegaskan kalau pria itu tak punya belahan hati. Ursula bahkan sudah mengamati sendiri kalau Deron sama sekali tak pernah kelihatan bersama wanita. Lalu, dari mana datangnya calon istri ini?!“Kamu berbicara seperti sangat mengenal dengan kehidupan pribadiku,” jawaban Deron membuat Ursula tersentak dan kesulitan untuk kembali berargumen. Bahkan Deron mengajak Victoria duduk dengan menarik kursi layaknya seorang gentleman dan gadis itu pun duduk. Deron menyusul duduk di sebelahnya dan menggenggam tangan Victoria lagi sembari menatap gadis itu dengan tatapan de
Victoria masih tidak bisa menggerakkan badannya setelah Deron melepaskan pagutan bibir mereka. Rasa syok membuat badannya kaku dan hanya bisa merasakan sensasi hangat pria itu di bibirnya.Hingga setelah pria itu berbalik untuk melihat siapa yang datang, Victoria baru ikut menoleh dan menatap sosok wanita paruh baya yang berdiri di dekat pintu. Victoria bersumpah dia melihat pria asing yang bernama Deron itu, sempat menyunggingkan senyum licik. “Siapa kamu?! Apa yang kamu lakukan bersama anak saya?!” bentak wanita yang diperkirakan berusia sekitar lima puluhan itu sambil menunjuk ke arah Victoria yang masih sedikit gemetar antara ciuman panas dengan Deron dan bentakan wanita asing yang mengatakan pria di depannya adalah putranya. Victoria hendak menjawab, tapi Deron sudah lebih dulu menggenggam tangannya dan meliriknya sekilas dengan pandangan meyakinkan. “Mama tidak ada urusan dengan Victoria.” Terdengar suara bariton itu sangat dalam dan dingin.Victoria terkejut bagaimana Der
“Siapa yang sudi tidur dengan gadis kuno dan kampungan seperti kamu?!” Ucapan Roger terus terngiang di kepala Victoria meski pikirannya sudah cukup kabur karena alkohol. Gadis itu kemudian meminta satu gelas lagi dan menenggaknya habis dalam sekali teguk sebelum berdiri dan berjalan menuju lift. Guna menuju ke kamarnya yang terletak di lantai 14. Sesampainya di depan kamar yang dituju, Victoria membuka pintu dan langsung membuka pakaiannya hingga menyisakan sepasang pakaian dalam berenda merah maroon yang mampu menggoda pria manapun. Sayangnya, kekasihnya ... ralat mantan kekasihnya lebih tertarik dengan yang lain. Pakaian dalam ini awalnya ia beli untuk memulai malam panas dengan Roger, karena hari ini adalah hari anniversary mereka yang kedua.Namun, siapa sangka kalau Roger ternyata sudah lebih dulu menghabiskan malam panas itu dengan sahabatnya, Marilyn? Mengingat itu, Victoria merasa kesal, karena Roger sama sekali tak pernah menyentuhnya lebih dari bersentuhan tangan. Bahka